Kompleksnya masalah dalam tindak pidana asuransi, mulai dari penggunaan modus operandi yang halus, pembuktian yang rumit, sampai masalah minimnya pengetahuan masyarakat dan aparat penegak hukum tentang usaha asuransi, menjadikan tindak pidana dibidang asuransi sebagai suatu tindak pidana yang memerlukan penanganan yang khusus. Permasalahan penelitian ini adalah: Bagaimanakan penerapan fungsionalisasi hukum pidana terhadap tindak pidana penggelapan premi asuransi dan apakah faktor yang menghambat dalam penerapan fungsionalisasi hukum pidana terhadap tindak pidana penggelapan premi asuransi. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Narasumber terdiri dari Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Bandar Lampung, Hakim di Pengadilan Negeri Tanjung Karang dan Dosen hukum Pidana Fakultas Hukum Unila. Pengumpulan data dilakukan secara kualitatif dan penarikan simpulan dilakukan dengan metode induktif. Berdasarkan penelitian dan pembahasan bahwa: (1) Penerapan fungsionalisasi hukum pidana terhadap tindak pidana penggelapan premi asuransi dalam putusan perkara (No.100/Pid.B/2017/PN.Tgl) majelis hakim yang menyatakan bahwa terdakwa memenuhi seluruh unsur-unsur dari dakwaan jaksa penuntut umum yaitu Pasal 374 KUHP. Berdasarkan uraian tersebut penulis berpendapat aparat penegak hukum dalam menerapkan fungsionalisasi hukum pidana terhadap tindak pidana penggelapan premi asuransi belum dioperasikan secara optimal, yang sebagaimana ketentuan tindak pidana dibidang usaha asuransi tersebut telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang perasuransian.(2) Faktor penghambat penerapan fungsionalisasi hukum pidana yang dialami oleh aparat penegak hukum dalam penanganan tindak pidana dibidang asuransi ialah, karena kurangnya profesionalisme dan kemampuan aparat penegak hukum dalam memahami tindak pidana dibidang asuransi sehingga mempengaruhi ketentuan pidana yang telah diatur dalam perundang-undangan yang berlaku. Saran dalam penelitian ini, diharapkan aparat penegak hukum lebih profesionalisme dalam mendakwa atau memutus suatu perkara yang didasarkan perundang-undangan yang berlaku sehingga lebih relevan dengan perkara tindak pidana yang diperkarakan. Diharapakan adanya upaya dari perusahaan asuransi maupun intansi terkait guna mencegah terulangnya tindak pidana dibidang asuransi.Kata Kunci : Fungsionalisasi, Hukum Pidana, Penggelapan DAFTAR PUSTAKAArief, Barda Nawawi. 1996. Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana. Bandung: Citra Aditya.Atmasasmita, Romli. 1996. Sistem Peradilan Pidana. Bandung. Alumni.Chazawi, Adami. 2002. Pelajaran Hukum Pidana, Bagian 1; Stelsel Pidana, Teori- Teori Pemidanaan & Batas Berlakunya Hukum Pidana. Jakarta. PT Raja Grafindo.Huda, Chairul & Lukman Hakim. 2006. Tindak Pidana dalam Bisnis Asuransi. Jakarta. Lembaga Pemberdayaan.Kansil, C.S.T. 2000. Kamus Istilah Aneka Hukum. Jakarta. Pustaka Sinar Harapan.Mashudi dan Ali, Moch Chidir. 1995. Hukum Asuransi. Bandung. Mandar Maju.Muhammad, Abdulkadir. 2006. Hukum Asuransi Indonesia. Bandung. Citra Aditya Bakti.Prasetya, Rudi. 1989. Perkembangan Korporasi dalam Proses Modernisasi. Semarang. UDIP.Prakoso, Djoko. 1985. Kesadaran Hukum dan Kepatuhan Hukum. Jakarta. CV Rajawali.Sudarto, 1981. Kapita Selekta Hukum Pidana, Jakarta. Sinar Baru.Soekanto, Soerjono. 1999. Pokok-Pokok Sosiologi Hukum, cet-9, Jakarta, Raja Grafindo Persada.Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Bab XXIV Penggelapan).Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (Bab 3 Wewenang Penuntut Umum).Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (Pasal 246 tentang Ketentuan Hukum Asuransi)Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Asuransi.
Copyrights © 2019