cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota manado,
Sulawesi utara
INDONESIA
LEX CRIMEN
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Social,
Jurnal ini merupakan jurnal elektronik (e-journal) Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi (Unsrat), Manado, yang dimaksudkan sebagai wadah publikasi tulisan-tulisan tentang dan yang berkaitan dengan hukum pidana. Artikel-artikel skripsi mahasiswa Fakultas Hukum Unsrat merupakan salah satu prioritas dengan tetap memberi kesempatan untuk karya-karya tulis lainnya dari mahasiswa dan dosen Fakultas Hukum Unsrat, dengan tidak menutup kemungkinan bagi pihak-pihak lainnya, sepanjang menyangkut hukum pidana. Tulisan-tulisan yang dimuat di sini merupakan pendapat pribadi penulisnya dan bukan pendapat Fakultas Hukum Unsrat.
Arjuna Subject : -
Articles 22 Documents
Search results for , issue "Vol 10, No 5 (2021): Lex Crimen" : 22 Documents clear
PEMIDANAAN TERHADAP ANAK MENURUT HUKUM PIDANA DI INDONESIA Tuturoong, Febriani Seyna
LEX CRIMEN Vol 10, No 5 (2021): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini yaitu untuk mengetahui faktor-faktor apa yang mempengaruhi seorang anak dibawah umur melakukan Tindak Pidana dan bagaimana pemidanaan terhadap anak sebagai pelaku Tindak Pidana Menurut Hukum Pidana di Indonesia di mana dengan metode penelitian hukum normatif disimpulkan: 1. Berdasarkan dari uraian pembahasan mengenai apa yang menjadi faktor seorang anak melakukan tindak pidana yakni faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Dari faktor-faktor berikut menjadi alasan atau motivasi seorang anak melakukan suatu tindak pidana. 2. Pelaksanaan pemidanaan terhadap anak telah diatur dengan sedemikian rupa dengan memperhatikan keadaan dari anak. Pemidanaan terhadap anak yang melakukan delik ringan diupayakan jalur diversi, sedangkan anak yang melakukan delik berat dilakukan pemidanaan yang sesuai dengan ancaman namun dipotong 1/2 dari ancaman yang tertera. Dalam pemidanaan terhadap anak sangat mengutamakan Keadilan Restroaktif.Kata kunci: anak
SUATU TINJAUAN TERHADAP KEWENNAGAN JAKSA PENUNTUT UMUM DALAM RANGKA MELAKUKAN PENUNTUTAN DIDEPAN SIDANG PENGADILAN Tumbel, JesicA Kristi
LEX CRIMEN Vol 10, No 5 (2021): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakkannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana Kewenangan Jaksa Penutut Umum dan bagaimana Cakupan Penuntutan Menurut KUHAP di mana dengan mertode penelitian hukum normatif disimpulkan: 1. Jaksa penuntut umum setelah meneliti/mepelajari berkas perkara yang dilimpahkan oleh penyidik, maka Jaksa berpendapat bahwa hasil penyidikan belum lengkap.  Menurut Pasal 138 ayat (2) KUHAP, pemberitahuan tentang hal ini wajib disampaikan kepada penyidik dalam waktu 7 (tujuh) hari setelah penerimaan berkas itu dari penyidik.  Dalam hal seperti ini maka Jaksa Penuntut Umum mengembalikan berkas perkara kepada penyidik  disertai petunjuk tentang hal yang harus dilakukan untuk dilengkapi. 2. Jaksa Penuntut Umum setelah meneliti/mempelajari berkas perkara yang dilimpahkan oleh penyidik, maka Jaksa Penuntut Umum berpendapat bahwa hasil penyidikan sudah lengkap.  Dalam hal Jaksa Penuntut Umum berpendapat hasil penyidikan sudah lengkap, maka sebagaimana yang ditentukan dalam pasal 138 ayat (1) KUHAPdi atas, ia wajib memberitahukan hal ini kepada Penyidik (Polri) dalam waktu 7 (tujuh) hari setelah menerima hasil penyidikan itu.   Dalam hal inipun masih terdapat dua kemungkinan lagi, yaitu :Jaksa Penuntut Umum berpendapat bahwa dari hasil penyidikan dapat dilakukan penuntutan.  Jika ia berpendapat bahwa dari hasil penyidikan dapat dilakukan penuntutan maka ia dalam waktu secepatnya membuat surat dakwaan (Pasal 140 ayat (1) KUHAP. Jaksa Penuntut Umum berpendapat bahwa tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut ternyata bukan merupakan tindak pidana atau perkara harus ditutup demi hukum.  Jika berpendapat seperti ini Jaksa Penuntut Umum memutuskan untuk menghentikan penuntutan (Pasal 140 ayat 2 huruf a KUHAP).  Untuk itu Jaksa Penuntut Umum membuat surat ketetapan yang turunannya disampaikan kepada tersangka atau keluarga atau penasihat hukum, pejabat rumah tahanan negara, penyidik dan hakim (pasal 140 ayat 2 huruf c KUHAP).Kata kunci: jaksa; penuntutan;
PENERAPAN RESTORATIVE JUSTICE DALAM PENYELESAIAN PERKARA PENCURIAN RINGAN DI INDONESIA Najoan, Wiliam Aldo Caesar
LEX CRIMEN Vol 10, No 5 (2021): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini yaitu untuk mengetahui bagaimanakah penerapan restorative justice dalam penyelesaian kasus perkara pencurian ringan di Indonesia dan bagaimanakah kendala-kendala yang dihadapi terhadap penerapan restorative justice dalam penyelesaian kasus perkara pencurian ringan di Indonesia, di mana dengan metode peneelitian hukum normatif disimpulkan: 1. Penerapan Restorative Justice dalam penyelesaian perkara pencurian ringan di Indonesia, mendapat banyak sorotan masyarakat luas,  karena dirasakan tidak  adanya  keadilan bila  perkara-perkara pencurian ringan diancam dengan  ancaman hukuman 5 (lima)  tahun sebagaimana diatur  di dalam  Pasal 362 KUHP, karena  tidak sebanding dengan  nilai barang  yang dicuri. 2. Kendala-kendala yang dihadapi terhadap penerapan Restorative Justice dalam penyelesaian perkara pencurian ringan, yaitu penuntut umum mendakwa tersangka yang melakukan pencurian ringan  mengguna-kan Pasal 364 (yang ancaman pidana penjara paling lama 3 bulan atau pidana denda paling banyak Rp.250,-) dan lebih memilih Pasal 362 KUHP yang ancaman pidana penjaranya paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah, dengan alasan kerugiannya sudah melebihi dua puluh lima rupiah. Disamping itu Perma No. 2 Tahun 2012 dalam penerapannya  hanya   berlaku   bagi hakim  Pengadilan, dan  tidak  berlaku  bagi  penyidik dalam  hal ini penyidik Polri  dan  Kejaksaan (sesuai yang  tercantum dalam  Pasal  2).Kata kunci: restorative justice; pencurian ringan;
TINDAK PIDANA PERKOSAAN TERHADAP ANAK KANDUNG YANG MASIH DI BAWAH UMUR DITINJAU DARI UU NOMOR 35 TAHUN 2014 Lumaut, Olivia Martha
LEX CRIMEN Vol 10, No 5 (2021): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini yaitu untuk mengetahui apa Faktor-Faktor Penyebab Seorang Ayah Kandung Memerkosa Anak Kandungnya dan bagaimana Sanksi Terhadap Pelaku Tindak Pidana Perkosaan Yang Memerkosa Anak Kandungnya Menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 di manadengan metode penelitian hukum normatif disimpulkan: 1. Tindak pidana kekerasan seksual terhadap anak adalah suatu tindak pidana yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan terhadap anak agar anak tersebut dapat dikuasainya untuk melakukan hubungan seksual. Yang menjadi factor penyebab seorang ayah kandung memerkosa anak kandungnya sendiri yaitu dikarenakan 8 faktor, yang pertama yaitu Faktor rendahnya pendidikan dan ekonomi. Yang kedua, Faktor kurangnya pemahaman terhadap hukum. Yang ketiga, Faktor lingkungan dan tempat tinggal, Yang keempat, Faktor alkohol, yang kelima, Faktor kurangnya pemahaman terhadap agama, yang ke enam, faktor perceraian orang tua, yang ke tuju faktor terlalu sering mengakses situs porno dan yang ke delapan yaitu faktor dari perilaku menyimpang. 2. DalamUndang-Undang No.35 tahun 2014 pidana penjara paling singkat 5 tahun dan piling lama 15 tahun dan denda paling banyak 5.000.000.000,00 ( lima miliar rupiah) jika pelaku pemerkosaan merupakan orang tua dari anak tersebut maka ancaman pidana ditambah 1/3. kejahatan kekerasan seksual (perkosaan) sangat meningkat, sehingga pemerintah memberikan terobosan hukum dengan memberikan sanksi pidana yang lebih berat, bahkan Undang-Undang khusus perlindungan anak terjadi dua kali perubahan dengan dikeluarkannya PERPPU Nomor 1 Tahun 2016.Kata kunci: perkosaan;
PENERAPAN DAN PENGARUH KEADILAN RESTORATIF SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN TINDAK PIDANA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA DI INDONESIA Macawalang, Candlely Pastorica
LEX CRIMEN Vol 10, No 5 (2021): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini yaitu untuk mengetahui bagaimana pengaruh keadilan restoratif dalam sistem peradilan pidana di Indonesiadan bagaimana penerapan keadilan restoratif sebagai alternatif penyelesaian perkara dalam sistem peradilan pidana di Indonesia di mana dengan metode penelitian hukum normatif disimpulkan: 1. Dengan adanya keadilan restoratif, dapat membawa pengaruh yang baik dalam sistem peradilan pidana di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari efektivitasnya penerapan keadilan restoratif dalam sistem peradilan pidana di Indonesia dengan adanya Surat Edaran Kapolri Nomor SE/8/VII/2018 tentang Penerapan Keadilan Restoratif, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, serta Peraturan Kejaksaan Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif yang memberikan dampak dengan berkurangnya penumpukan perkara di kejaksaan dan pengadilan, serta kelebihan kapasitas rumah tahanan dan lembaga pemasyarakatan dapat dikurangi atau dihindari. Selain itu, dapat tercapainya peradilan yang cepat, sederhana, murah, efektif, dan efisien sesuai dengan asas yang digunakan oleh Peraturan Kejaksaan Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif. 2. Dalam sistem peradilan pidana di Indonesia, pendekatan keadilan restoratif telah berjalan bukan hanya dalam perkara pidana yang dilakukan oleh anak tetapi juga dalam perkara pidana umum secara terbatas. Hal ini dilihat dengan adanya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yang di dalamnya menganut keadilan restoratif dengan mengedepankan proses diversi, muncul pula Surat Edaran Kapolri Nomor SE/8/VII/2018 tentang Penerapan Keadilan Restoratif yang berlaku bagi internal kepolisian dimana dapat menerapkan keadilan restoratif dengan menggunakan kewenangan diskresi, selanjutnya keluarnya Peraturan Kejaksaan Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif yang memberikan ketentuan untuk penerapan keadilan restoratif pada tindak pidana umum secara terbatas yaitu tindak pidana ringan dengan mengikuti syarat-syarat dan ketentuan yang telah diatur dalam Peraturan Kejaksaan ini. Penerapan keadilan restoratif juga dianggap telah sesuai dengan jiwa bangsa kita yaitu dari dasar negara kita Pancasila, dimana mengedepankan nilai keseimbangan, keselarasan, harmonisasi, kedamaian, ketentraman, persamaan, persaudaraan, dan kekeluargaan, serta musyawarah dan mufakat. Diyakini bahwa apabila penerapan keadilan restoratif dijalankan dengan benar tujuan hukum yang memberikan rasa keadilan serta kemanfaatan akan dirasakan oleh masyakat.Kata kunci: restoratif;
KAJIAN TINDAK PIDANA DISKRIMINASI RAS DAN ETNIS DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2008 TENTANG PENGHAPUSAN DISKRIMINASI RAS DAN ETNIS Kamang, Aurelius Ekliando
LEX CRIMEN Vol 10, No 5 (2021): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini yaitu untuk mengetahui bagaimana pengaturan tindak pidana diskriminasi ras dan etnis menurut undang – undang no. 40 tahun 2008 tentang penghapusan diskriminasi ras dan etnis dan bagaimana penegakan undang – undang no. 40 tahun 2008 tentang penghapusan diskriminasi ras dan etnis pada saat ini yang dengan metode penelitian hukum normatif disimpulkan: 1. Undang-Undang No. 40 tahun 2008 tentang Penghapusan diskriminasi ras dan etnis dalam kedudukannya sebagai sala satu dasar hukum penghapusan diskriminasi ras dan etnis di Indonesia yang merupakan suatu negara hukum belum memberikan peran dan fungsi yang maksimal dimana seharusnya segala macam tindakan yang dilakukan di Indonesia harus berdasarkan pada ketentuan umum yang berlaku, tetapi pada kenyataannya masih banyak terdapat diskriminasi ras dan etnis yang sama sekali tidak mendapat penanganan dari pemerintah. Prinsip larangan diskriminasi dan prinsip kesetaraan sebagai prinsip yang paling penting dalam sistem perlindungan hak asasi manusia tidak diaktualisasikan secara bersama-sama dalam norma hukum sebagai syarat untuk terwujudnya tujuan hukum yaitu keadilan. Jadi pada dasarnya Undang-Undang No 40 tahun 2008 tentang diskriminasi ras dan etnis di masyarakat belum optimal. 2. Penegakan hukum tindak pidana diskriminasi ras dan etnis masih sangat membutuhkan profesionalitas, dari aparat penegak hukum di tengah masyarakat agar tidak terjadinya konflik diskriminasi karena perlindungan hukum dari diskriminasi ras dan etnis di Indonesia masih sebagatas hanya pada keadilan prosedural sebagaimana yang di wujudkan dalam peraturan perundang-undangan dan belum dimaknai sebagai keadilan subtantiv yang sesuai dengan keadilan sebagai salah satu tujuan hukum.   Kata kunci: diskriminasi; ras dan etnis;
PRINSIP-PRINSIP PENANGKAPAN DAN PENAHANAN DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA Carundeng, Stephen Josua Gerald
LEX CRIMEN Vol 10, No 5 (2021): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini untuk mengetahui bagaimana prinsip-prinsip penegakan hukum penangkapan dan penahanan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Perspektif Hak Asasi Manusia dan bagaimana pengaturan prosedur prinsip-prinsip penangkapan dan penahanan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Perspektif Hak Asasi Manusia di mana dengan metode penelitian hukum normatif disimpulkan: 1. Penangkapan dan penahanan di satu sisi merupakan kewenangan yang diberikan oleh undang-undang berdasarkan prinsip legalitas kepada penyidik, penyelidik atas perintah penyidik, penuntut umum maupun hakim, namun di sisi lain ia bersinggungan dengan perampasan kemerdekaan tersangka dan terdakwa. Adanya cukup bukti yang menjadi dasar dilakukannya penahanan rentan melanggar hak asasi manusia tersangka atau terdakwa. Oleh karena itu, aparat penegak hukum dituntut tidak hanya mengacu kepada prinsip legalitas sebagai dasar hukum penangkapan dan penahanan, tapi juga prinsip nesesitas dan prinsip proporsionalitas, serta prinsip yang terkandung dalam hak asasi manusia. 2. Pejabat yang berwenang melakukan penangkapan dan penahanan yakni: penyidik, penyidik pembantu, jaksa penuntut umum, dan hakim. Adapun jenis penahanan terdiri dari penahanan rumah tahanan negara, penahanan rumah, dan penahanan kota. Masa penangkapan dan penahanan akan dikurangi dari pidana yang dijatuhkan sesuai klasifikasinya. Tindakan penangkapan dan penahanan oleh penyidik dilakukan guna kepentingan atau penuntutan dan atau peradilan, yang diduga keras melakukan tindak pidana, dan mereka benar-benar melakukan tindak pidana sehingga dilakukan upaya paksa oleh penyidik, kecuali pelaku tindak pidana pelanggaran secara prinsip hukum tidak dibenarkan untuk ditangkap dan ditahan oleh penyidik (pelanggaran lalu lintas) dengan memperhatikan hak terdakwa, di sini adalah hak atas kemerdekaan tersangka dan terdakwa. Sedangkan tujuan yang hendak dicapai adalah mengumpulkan alat bukti dan mempermudah proses pemeriksaan peradilan yang berimplikasi pada pencarian kebenaran materiil.Kata kunci: penangkapan; penahanan; hak asasi manusia;
PENEGAKAN TINDAK PIDANA SUAP MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA NASIONAL Golonggom, Mohamad Nurfaizi
LEX CRIMEN Vol 10, No 5 (2021): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian yaitu untuk mengetahui bagaimana ketentuan dan sanksi hukum bagi pelaku tindak pidana suap menurut hukum pidana nasional dan bagaimana mengatasi tindak pidana suap menurut hukum pidana nasional yang dengan metode penelitian hukum normatif disimpulkan: 1. Tindak pidana penyuapan merupakan salah satu bentuk tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor. 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dalam konteks hukum pidana istilah penyuapan dirumuskan dengan kata-kata “suap Hadiah atau janji” baik bersifat aktif maupun pasif. Menurut yurisprudensis pengertian “hadiah” itu segala sesuatu yang mempunyai nilai . Kitab Undangundang Tindak Pidana Suap Undang-Undang Republik Indonesia Nomor. 11 Tahun 1980 menyebutkan adanya perbuatan aktif maupun pasif dari si pemberi suap maupun si penerima suap. 2.  Praktik  tindak pidana penyuapan dapat dicegah para penegak hukum baik Kepolisian, Kejaksaan, Hakim dan lembaga KPK harus memperbaiki sistem dengan cara memberikan pengawasan yang maksimal terhadap kewenangan atau kekuasaan pegawai negeri atau penyelenggara negara serta mengefektifkan pelaporan secara sistematis terhadap harta kekayaan pegawai negeri atau penyelenggara negara sehingga dengan muda mengetahui peningkatan harta kekayaan baik yang wajar maupun yang tidak wajar. Mewujudkan suatu sistem pendidikan moral kepada seluruh anak bangsa agar dapat tertanam pada diri mereka masing-masing terhadap tindak pidana penyuapan. Menjaga dan mempertahankan kebersihan, kehormatan dan kewibawaan lembaga penegakan hukum baik itu individu dan kelompok. Menindak tegas terhadap siapa saja oknum yang melakukan berbagai macam penyelewengan dalam  dunia pendidikan yang selaras dengan hukum yang berlaku Undang-Undang Nomor 11 tahun 1980 Tentang Tindak Pidana Penyuapan. Masyrakat dan seluruh jajaran perlu turut ambil bagian dalam melakukan pengawasan terhadapa pelaku penyuapan ditubuh baik dalam lembaga maupun di tubuh para penegak hukum. Maka dari itu diperlukan  pengawasan yang dilakukan oleh individu dapat memeinimalis terjadinya penyuapan yang dilakukan  oleh seseorang, pengawasan secara kelompok dapat mencegah terjadinya tindakan yang dilakukan oleh oknum baik yang menerima maupun yang memberikan dan pengawasan oleh negara jadi apabila ketiga pengawasan yang dilakukan tersebut dapat mencegahterjadinya tindak pidana penyuapan.Kata kunci: suap;
KAJIAN YURIDIS CYBER CRIME PENANGGULANGAN DAN PENEGAKAN HUKUMNYA Mewengkang, Indriani Berlian
LEX CRIMEN Vol 10, No 5 (2021): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya peneleitian ini yaitu untuk mengetahui bagaimana pengaturan tentang Cyber crime sebagai upaya penanggulangan kejahatan dibidang teknologi computer dan bagaimanakah bentuk penegakan pelaku tindak pidana Cyber crime dalam penggunaan computer di mana dengan metode penelitian hukum normatif disimpulkan: 1. Penanggulangan terhadap Cyber crime telah dilakukan dengan diundangkannya Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Transaksi Teknologi. Dengan diundangkannya undang-undang tersebut diharapkan setiap bentuk kejahatan Cyber crime akan ditindak sesuai dengan aturan dalam undang-undang tersebut di samping Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang mengatur tentang berbagai modus tindak pidana. Dengan diundangkannya Undang-Undang No. 11 Tahun 2008, maka sikap tegas dan jelas bahwa Cyber crime adalah tindak pidana yang dilarang oleh undang-undang dan setiap pelaku akan ditindak menurut undang-undang yang berlaku. 2. Penegakan hukum terhadap pelaku dilakukan melalui proses pertanggungjawaban pidana Cyber crime yang dilakukan oleh pelaku dengan menggunakan komputer dan internet. Pertanggungjawaban pidana oleh pelaku dilakukan sesuai dengan prosedur Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Transaksi Elektronik. Untuk prosedur penegakan hukum dilakukan menurut Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana sesuai dengan Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 karena pelanggaran Cyber crime akan dituntut secara formil dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana sebagai bentuk penegakan hukum bagi pelaku untuk mempertanggungjawabkan perbuatan pidana Cyber crime.Kata kunci: cyber crime;
KEKUATAN ALAT BUKTI KETERANGAN AHLI DALAM PEMBUKTIAN PERKARA PIDANA Jessica Zega, Reichella Averina
LEX CRIMEN Vol 10, No 5 (2021): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah pemeriksaan perkara pidana disidang pengadilan dan bagaimanakah kekuatan alat bukti keterangan ahli dalam pembuktian suatu perkara pidana yang mana dengan metode penelitian hukum normatif disimpulkan: 1. Pemeriksaan perkara pidana disidang pengadilan dapat menggunakan tiga acara pemeriksaan yakni pemeriksaan perkara biasa, pemeriksaan singkat dan pemeriksaan cepat dibagi dua yakni pemeriksaan tindak pidana ringan dan pelanggaran lalu lintas jalan. Pemeriksaan perkara pidana disidang pengadilan dengan acara biasa dilakukan berdasarkan tahapan-tahapan yang diatur dalam KUHAP dan dengan surat dakwaan. Pemeriksaan singkat dengan tata cara yang disederhanakan yakni tanpa surat dakwaan dan putusan hanya dicatat dalam suatu acara sidang. Pemeriksaan cepat dengan tata cara yang disederhanakan yakni tanpa surat dakwaan. 2. Kedudukan keterangan ahli sebagai alat bukti dalam pemeriksaan suatu perkara pidana mempunyai 2 (dua) kemungkinan yakni bisa sebagai alat bukti keterangan ahli dan alat bukti surat. Sebagai alat bukti keterangan ahli apabila dinyatakan disidang pengadilan dengan mengucapkan sumpah atau janji menurut cara agama yang dianutnya. Dan sebagai alat bukti surat apabila diberikan pada waktu pemeriksaan oleh penyidik atau penuntut umum, yang dituangkan dalam suatu bentuk laporan dengan mengingat sumpah sewaktu ia menerima jabatan atau pekerjaannya.Kata kunci: keterangan ahli;

Page 2 of 3 | Total Record : 22


Filter by Year

2021 2021


Filter By Issues
All Issue Vol. 12 No. 5 (2024): Lex Crimen Vol. 12 No. 4 (2024): Lex crimen Vol. 12 No. 3 (2023): Lex Crimen Vol. 12 No. 2 (2023): Lex Crimen Vol. 12 No. 1 (2023): Lex Crimen Vol. 11 No. 5 (2022): Lex Crimen Vol 11, No 2 (2022): Lex Crimen Vol 11, No 1 (2022): Lex Crimen Vol 10, No 13 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 12 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 11 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 10 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 9 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 8 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 7 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 6 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 5 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 4 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 3 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 2 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 1 (2021): Lex Crimen Vol 9, No 4 (2020): Lex Crimen Vol 9, No 3 (2020): Lex Crimen Vol 9, No 2 (2020): Lex Crimen Vol 9, No 1 (2020): Lex Crimen Vol 8, No 12 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 11 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 10 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 9 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 8 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 7 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 6 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 5 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 4 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 3 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 2 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 1 (2019): Lex Crimen Vol 7, No 9 (2019): Lex Crimen Vol 7, No 10 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 8 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 7 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 6 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 5 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 4 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 3 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 2 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 1 (2018): Lex Crimen Vol 6, No 10 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 9 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 8 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 7 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 6 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 5 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 4 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 3 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 2 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 1 (2017): Lex Crimen Vol 5, No 7 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 6 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 5 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 4 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 3 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 2 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 1 (2016): Lex Crimen Vol 4, No 8 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 7 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 6 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 5 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 4 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 3 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 2 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 1 (2015): Lex Crimen Vol 3, No 4 (2014): Lex Crimen Vol 3, No 3 (2014): Lex Crimen Vol 3, No 2 (2014): Lex Crimen Vol 3, No 1 (2014): Lex Crimen Vol 2, No 7 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 6 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 5 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 4 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 3 (2013): Lex Crimen Vol. 2 No. 2 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 2 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 1 (2013): Lex Crimen Vol 1, No 4 (2012): Lex Crimen Vol 1, No 3 (2012): Lex Crimen Vol 1, No 2 (2012): Lex Crimen Vol 1, No 1 (2012) More Issue