cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota manado,
Sulawesi utara
INDONESIA
LEX CRIMEN
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Social,
Jurnal ini merupakan jurnal elektronik (e-journal) Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi (Unsrat), Manado, yang dimaksudkan sebagai wadah publikasi tulisan-tulisan tentang dan yang berkaitan dengan hukum pidana. Artikel-artikel skripsi mahasiswa Fakultas Hukum Unsrat merupakan salah satu prioritas dengan tetap memberi kesempatan untuk karya-karya tulis lainnya dari mahasiswa dan dosen Fakultas Hukum Unsrat, dengan tidak menutup kemungkinan bagi pihak-pihak lainnya, sepanjang menyangkut hukum pidana. Tulisan-tulisan yang dimuat di sini merupakan pendapat pribadi penulisnya dan bukan pendapat Fakultas Hukum Unsrat.
Arjuna Subject : -
Articles 20 Documents
Search results for , issue "Vol 6, No 9 (2017): Lex Crimen" : 20 Documents clear
ASPEK HUKUM PERJANJIAN ASURANSI JIWA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2014 TENTANG PERASURANSIAN Wijaya, Arya
LEX CRIMEN Vol 6, No 9 (2017): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana perkembangan dan fungsi asuransi jiwa di Indonesia dan bagaimana aspek hukum pada perjanjian asuransi di Indonesia menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian.  Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Perkembangan perjanjian dan fungsi asuransi jiwa di Indonesia semakin pesat. Makin majunya alam berpikir dari alam tradisional ke alam modern, maka jiwa manusia perlu dilindungi dan cara efekttif dan terpercaya terhadap bahaya-bahaya yang memungkinkan timbul akan menimpa jiwa manusia akibat dipergunakannya alat-alat modern adalah asuransi jiwa. Asuransi jiwa adalah salah satu tindakan preventif terhadap peristiwa-peristiwa yang mungkin timbul, apabila terjadi hal-hal yang dapat menimbulkan kerugian atas hilangnya jiwa manusia, karena suatu peristiwa yang tidak tertentu. Hal ini menunjukkan fungsi asuransi terhadap perlindungan bagi pihak tertanggung apabila terjadi suatu resiko. 2. Aspek hukum pada perjanjian Asuransi jiwa melalui Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 memberikan jaminan kepastian hukum bagi yang tertanggung dan juga menjamin baik kepada orang yang jiwanya diasuransikan uang berarti bahwa apabila sampai pada tenggang waktu yang ditentukan tidak terjadi sesuatu maka kepadanya dapat diterima uang pertanggung jawabannya.Kata kunci: Aspek Hukum, Perjanjian, Asuransi Jiwa.
PENGADUAN PERILAKU HAKIM KEPADA KOMISI YUDISIAL BERDASARKAN UNDANG – UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG KOMISI YUDISIAL Pontorondo, Immanuel Christian
LEX CRIMEN Vol 6, No 9 (2017): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana bentuk-bentuk pelanggaran perilaku Hakim sebagai dasar pengaduan masyarakat ke Komisi Yudisial dan bagaimana mekanisme pengaduan perilaku Hakim oleh masyarakat kepada Komisi Yudisial serta apa sanksi yang akan dijatuhkan kepada Hakim apabila terbukti melakukan sebuah pelanggaran. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Kualifikasi pelanggaran perilaku hakim terdiri dari pelanggaran ringan,pelanggaran sedang dan pelanggaran berat sesuai Peraturan Bersama Mahkamah Agung Republik Indonesia dan Komisi Yudisial Nomor 02/PB/MA/IX/201-02/PB/P.KY/09/2012. 2. Masyarakat dalam mengajukan laporan tentang pelanggaran yang dilakukan oleh hakim wajib mengikuti mekanisme pengaduan yang telah di tentukan oleh Komisi Yudisial sebagaimana terdapat dalam Peraturan Komisi Yudisal Nomor 2 Tahun 2015 Tentang Penanganan Laporan Masyarakat. 3. Sanksi bagi hakim yang terbukti melakukan pelanggaran meliputi sanksi ringan terdiri dari: Teguran lisan, Teguran tertulis, dan Pernyataan tidak puas secara tertulis. Sanksi sedang terdiri dari: Penundaan kenaikan gaji berkala paling lama 1 (satu) tahun, Penurunan gaji sebesar 1 (satu) kali kenaikan gaji berkala paling lama 1 (satu) tahun, Penundaan kenaikan pangkat paling lama 1 (satu) tahun, Hakim nonpalu paling lama 6 (enam) bulan, Mutasi ke pengadilan lain dengan kelas yang lebih rendah, dan Pembatalan atau penangguhan promosi. Sanksi berat terdiri dari: Pembebasan dari jabatan, Hakim nonpalu lebih dari 6 (enam) bulan dan paling lama 2 (dua) tahun, Penurunan pangkat pada pangkat yang setingkat lebih rendah untuk paling lama 3 (tiga) tahun, Pemberhentian tetap dengan hak pensiun, dan Pemberhentian dengan tidak hormat.Kata kunci: Pengaduan, Perilaku Hakim, Komisi Yudisial.
ASPEK HAK ASASI MANUSIA TERHADAP PELAKSANAAN HUKUMAN MATI DI INDONESIA Saputri, Octaviani Fadilla
LEX CRIMEN Vol 6, No 9 (2017): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitianini adalah untuk mengetahui bagaimana refleksi atas hak asasi manusia terhadap pelaksanaan hukum mati di Indonesia dan bagaimana refleksi atas hukum positif (pidana) terhadap pelaksanaan hukuman mati di Indonesia.  Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Hak asasi manusia adalah hak-hak yang dimiliki manusia semata-mata karena manusia mempunyai hak untuk hidup. Pelaksanaan hukuman mati putusan pengadilan atas suatu kejahatan yang telah terbukti bersalah ini adalah suatu pelanggaran hak asasi manusia, yang berhak mencabut atau menghilangkan nyawa manusia adalah Tuhan Sang Pencipta manusia, selain Tuhan, tidak ada yang berhak untuk itu (dengan jalan maut), bukan karena atas putusan pengadilan yang dipatuhi oleh manusia, karena tidak ada hak untuk hidup bagi manusia. Penerapan hukuman mati sudah mengingkari tujuan penegakan hukum dan keadilan, sebagaimana hak asasi manusia sebagai tanggungjawab negara yang berdasarkan Pancasila. Pengadilan hak asasi manusia Indonesia sebagai pengadilan ad hoc untuk mengadili para pelaku kejahatan terhadap kemanusiaan (pelanggaran berat hak asasi manusia). 2.Refleksi hukum positif (pidana) terhadap pelaksanaan hukuman mati, dalam hukum pidana materiil maupun pidana formal menganut asas equality before the law setiap orang mempunyai kedudukan yang sama dalam hukum dan asas-asas yang diatur dalam Pasal 1 ayat (1) KUHP. Namun KUHAP memberi perlindungan atas hak-hak terhadap martabat kemanusiaan kepada tingkat tersangka sampai terpidana. KUHP secara rinci mengatur ancaman hukuman/pemidanaan dari yang paling ringan sampai yang terberat (hukuman mati), ancaman hukuman mati juga terdapat dan diatur di luar KUHP, pelaksanaan putusan pengadilan/eksekusi dilaksanakan oleh jaksa, ditur dalam KUHAP, dengan memperhatikan Pasal 2 sampai dengan Pasal 16 UU No. 2 PNPS tahun 1964, Pasal 12, Pasal 13 dan Pasal 14, UU No. 22 Tahun 2002. KUHAP menyatakan pidana mati pelaksanaannya dilakukan tidak dimuka umum dan menurut UU, dengan masih dicantumkan ancaman hukuman mati diharapkan dapat memberi efek jera bagi masyarakat, namun faktanya dapat kita lihat.Kata kunci: Aspek Hak Asasi Manusia, Pelaksanaan Hukum Mati, Indonesia.
KESAKSIAN ANAK PADA PENGADILAN DALAM PEMBUKTIAN PERKARA PIDANA MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK Moningka, Vallerie
LEX CRIMEN Vol 6, No 9 (2017): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaiamana pengaturan perlindungan hukum terhadap saksi anak dalam perkara pidana menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dan bagaimana kekuatan pembuktian keterangan saksi anak di bawah Umur. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Perlindungan hukum terhadap saksi anak tindak pidana menurut sistem peradilan pidana menegaskan anak berhak atas semua perlindungan dan hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan, seperti upaya rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial, baik di dalam lembaga maupun di luar lembaga. Jaminan keselamatan, baik fisik, mental, maupun social dan kemudahan dalam mendapatkan informasi mengenai perkembangan perkara. Hak Saksi Anak akan diatur dengan Peraturan Presiden dan berdasarkan pertimbangan atau saran Pembimbing Kemasyarakatan, Pekerja Sosial Profesional atau Tenaga Kesejahteraan Sosial atau Penyidik dapat merujuk Anak Saksi ke instansi atau lembaga yang menangani pelindungan anak atau lembaga kesejahteraan social anak. Saksi anak tindak pidana yang memerlukan dapat memperoleh pelindungan dari lembaga yang menangani pelindungan saksi dan korban atau rumah perlindungan sosial sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 2.Keterangan kekuatan pembuktian saksi anak di bawah umur tidak mempunyai nilai sebagai alat bukti, oleh sebab itu tidak mempunyai kekuatan pembuktian akan tetapi dapat dipakai sebagai petunjuk atau tambahan alat bukti yang sah lainnya ataupun menambah keyakinan hakim.Kata kunci: Kesaksian Anak, Pengadilan, Pembuktian, Perkara Pidana
KAJIAN YURIDIS TERHADAP KREDIT SINDIKASI BERDASARKAN SISTEM PERKREDITAN PERBANKAN DI INDONESIA Honandar, Lidya Nathalia
LEX CRIMEN Vol 6, No 9 (2017): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana pengaturan tentang sistem perkreditan di Indonesia dan bagaimana pengaturan kredit sindikasi di Indonesia. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Sistem perkreditan di Indonesia, semua bank yang menyalurkan dana, menghimpun, atau memberikan kredit kepada masyarakat harus berdasarkan persetujuan dari Bank Indonesia, karena peran utama dari Bank Indonesia yaitu untuk mengawasi, dan menyelenggarakan khususnya dalam hal pemberian kredit karena Bank Indonesia juga terlibat peran dalam lalu lintas pembayaran. Bank Indonesia juga mempunyai peran untuk menetapkan ketentuan mengenai batas maksimum pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, pemberian jaminan, penempatan investasi surat berharga, atau hal lain yang serupa yang dapat dilakukan oleh bank. 2. Dalam sistem kredit sindikasi di Indonesia yaitu kredit yang diberikan oleh beberapa bank kepada peserta sindikasi dalam jumlah yang besar dengan hanya memiliki satu dokumentasi kredit yang memiliki jangka waktu yang tergolong menengah dan disesuaikan dengan bunganya. Dalam hal pemberian kredit sindikasi, tanggung jawab bank yang memberikan kredit itu menjadi tanggung jawab masing-masing dari setiap bank pemberi kredit. Apabila sampai dengan batas waktu peserta sindikasi tidak dapat melunasi pinjaman tersebut, maka akan diselesaikan melalui upaya hukum yang berlaku.Kata kunci: Kajian Yuridis, Kredit, Sindikasi, Perbankan.
SISTEM PEMBUKTIAN OLEH PENYIDIK TERHADAP PERKARA PIDANA KORUPSI MENURUT UU NO. 31 TAHUN 1999, JO UU NO. 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI Sihite, Julynyita Fifanindya
LEX CRIMEN Vol 6, No 9 (2017): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana tugas, wewenang dan kewajiban komisi pemberantasan korupsi dan bagaimana sistim pembuktian tindak pidana korupsi.  Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: Tugas,wewenang dan kewajiban Komisi Pemberantas Korupsi adalah sebagai suatu lembaga atau sarana untuk membuktikan suatu perkara tindak pidana korupsi benar terjadi atau tidaknya. Serta mencari kebenaran atau alat bukti yang di gunakan untuk menguatkan tindak di sidang pengadilan. Dan bersifat jujur,terbuka untuk masyarakat dan independen.Kata kunci: Sistem pembuktian, penyidik, korupsi
TINDAK PIDANA OLEH PENGURUS DAN KOMISARIS PERSEROAN TERBATAS YANG DINYATAKAN DALAM KEADAAN PAILIT MENURUT PASAL 398 DAN 399 KUHP Simpoha, Fabrizio
LEX CRIMEN Vol 6, No 9 (2017): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana cakupan tindak pidana oleh pengurus dan komisaris dari Perseroan Terbatas yang dinyatakan dalam keadaan pailit menurut Pasal 398 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan bagaimana cakupan tindak pidana oleh pengurus dan komisaris dari Perseroan Terbatas yang dinyatakan dalam keadaan pailit menurut Pasal 399 Kitab Undang-undang Hukum Pidana.  Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normative, disimpulkan: 1. Cakupan tindak pidana oleh Pengurus (Direksi) dan Komisaris dari Perseroan Terbatas yang dinyatakan dalam keadaan pailit menurut Pasal 398 KUHPidana, yaitu perbuatan-perbuatan yang merugikan Perseroan Terbatas berupa: (1) turut bekerjasama/mengizinkan perbuatan yang bertentangan dengan anggaran dasar sehingga seluruh atau sebagian besar kerugian diderita oleh Perseroan; (2) turut bekerjasama/mengizinkan peminjaman uang dengan syarat-syarat yang memberatkan, padahal diketahui takdapat mencegah kepailitan atau pemberesan/penyelesaiannya; dan (3) tidak membuat pembukuan dan catatan tentang hak dan kewajiban perusahaan atau pembukuan atau catatan itu tidak dapat diperlihatkan aslinya. 2. Cakupan tindak pidana oleh Pengurus (Direksi) dan Komisaris dari Perseroan Terbatas yang dinyatakan dalam keadaan pailit menurut Pasal 399 KUHPidana, yaitu perbuatan-perbuatan yang mengurangi secara curang hak-hak pemiutang berupa: (1) membikin pengeluaran yang tak ada; (2) mengasingkan suatu barang dengan Cuma-cima atau di bawah harga; (3) menguntungkan seorang pemiutang di waktu kepailitan atau pemberesan / penyelesaian; dan (4) tidak membuat pembukuan dan catatan tentang hak dan kewajiban perusahaan atau pembukuan atau catatan itu tidak dapat diperlihatkan aslinya.Kata kunci: Tindak Pidana, Pengurus Dan Komisaris, Perseroan Terbatas, Pailit, Hukum Pidana.
KAJIAN HUKUM MENGENAI PERSETUJUAN TINDAKAN MEDIS (INFORMED CONSENT) DALAM PELAYANAN KESEHATAN DITINJAU DARI ASPEK HUKUM PERJANJIAN Sitohang, Octavian E.
LEX CRIMEN Vol 6, No 9 (2017): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana hubungan hukum antara dokter dan pasien ditinjau dari aspek hukum perjanjian dan bagaimana Peranan Informed Consent dalam Perjanjian Terapeutik antara dokter dengan pasien. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Hubungan Hukum antara dokter dan pasien adalah hubungan antara subjek hukum dengan subjek hukum. Dokter sebagai subjek hukum dan pasien sebagai subjek hukum, secara sukarela dan tanpa paksaan saling mengikatkan diri dalam sebuah perjanjian atau kontrak yang disebut kontrak terapeutik. Bentuk perjanjiannya adalah perjanjian melakukan usaha (perikatan usaha) untuk menyembuhkan pasiennya, bukan perjanjian hasil (memperjanjikan kesembuhan). Dokter tidak menjanjikan hasil dalam tindakan medis tapi menjanjikan untuk melakukan usaha-usaha untuk menangani keluhan kesehatan pasien. Hubungan terapeutik antara dokter dan pasien merupakan hubungan hukum (perjanjian) bukannya etika. Karena hubungan antara dokter dan pasien tertuang dalam peraturan perundang-undangan baik pidana, perdata maupun administrasi. 2. Secara hukum Informed Consent merupakan perjanjian sepihak, karena hanya berisi pernyataan kehendak kepada pihak pasien dan tidak kepada petugas medis. Informed Consent tidak mengatur kewajiban dan hak masing-masing pihak, sehingga Informed Cosent sangat efektif untuk membatalkan, atau menggugurkan berbagai gugatan atau tuntutan.Kata kunci: Kajian hukum, tindakan medis, kesehatan, hukum perjanjian
TANGGUNG JAWAB HUKUM TERHADAP PENYEDIA BARANG DAN JASA DALAM PELAKSANAAN JASA KONSTRUKSI BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI Rengkung, Filiberto J. D.
LEX CRIMEN Vol 6, No 9 (2017): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana Tanggung jawab Hukum penyedia barang dan jasa secara administratif dan bagaimana Tanggung jawab Hukum penyedia barang dan jasa dilaksanakan secara fisik konstruktif. Dwengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Pelaksanaan jasa konstruksi, penyedia jasa harus memiliki standart hukum/peraturan yang berlaku secara administratif dalam menyediakan barang dan jasa, karena mempunyai peran yang penting dalam pencapaian pembangunan nasional. Administratif yang dimaksud adalah mulai dari tahap pelelangan sampai dengan tahap pelaksanaan, meliputi kelengkapan dokumen sesuai standart peraturan yang berlaku. Persyaratan kelengkapan dokumen tersebut adalah bagian dari tanggung jawab serta bukti hukum pelaksanaan kegiatan. 2. Pelakasanaan kontrak khususnya pembangunan proyek, tanggung jawab pihak penyedia jasa atau kontraktor adalah melaksanakan pekerjaan konstruksi sesuai dengan instruksi dari pihak pemberi tugas atau dalam kontrak ini disebut dengan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Pihak kontraktor bertanggung jawab untuk melaksanakan pekerjaan tersebut sesuuai dengan kontrak atau syarat-syarat yang telah ditetapkan berdasarkan hasil negosiasi awal yang telah disepakati. Karena dilapangan seringkali ditemukan perjanjian antara pihak pengguna jasa dan penyedia jasa/kontraktor yang tidak sesuai dan hal ini perlu dihindari.Kata kunci: Tanggung Jawab Hukum, Penyedia Barang dan Jasa, Konstruksi
KEWENANGAN MENJUAL SENDIRI (PARATE EXECUTIE) ATAS JAMINAN KREDIT MENURUT UU NO. 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN Budiman, Chintia
LEX CRIMEN Vol 6, No 9 (2017): Lex Crimen
Publisher : LEX CRIMEN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana pengaturan parate executie Hak Tanggungan dan bagaimana prosedur parate executie atas jaminan kredit bank.  Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Undang-Undang No. 4 Tahun 1994 tentang Hak Tanggungan merupakan pengganti dari ketentuan Hipotik yang diatur dalam KUH. Perdata, namun dalam beberapa hal, masih terdapat hubungan antara keduanya. Pengaturan Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 adalah antisipasi terhadap lembaga jaminan baru yang diamanatkan oleh UUPA. 2. Parate executie didasarkan pada perjanjian antara pihak debitur dengan pihak kreditur, seperti dalam perjanjian kredit bank yang dibebani Hak Tanggungan. Tidak dipenuhinya perjanjian, atau terjadi cidera janji atau wanprestasi, berakibat dapat dimohonkan parate executie kepada Kantor Lelang Negara setempat.Kata kunci: Kewenangan, menjual sendiri, jaminan kredit, hak tanggungan.

Page 1 of 2 | Total Record : 20


Filter by Year

2017 2017


Filter By Issues
All Issue Vol. 12 No. 5 (2024): Lex Crimen Vol. 12 No. 4 (2024): Lex crimen Vol. 12 No. 3 (2023): Lex Crimen Vol. 12 No. 2 (2023): Lex Crimen Vol. 12 No. 1 (2023): Lex Crimen Vol. 11 No. 5 (2022): Lex Crimen Vol 11, No 2 (2022): Lex Crimen Vol 11, No 1 (2022): Lex Crimen Vol 10, No 13 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 12 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 11 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 10 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 9 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 8 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 7 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 6 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 5 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 4 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 3 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 2 (2021): Lex Crimen Vol 10, No 1 (2021): Lex Crimen Vol 9, No 4 (2020): Lex Crimen Vol 9, No 3 (2020): Lex Crimen Vol 9, No 2 (2020): Lex Crimen Vol 9, No 1 (2020): Lex Crimen Vol 8, No 12 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 11 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 10 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 9 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 8 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 7 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 6 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 5 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 4 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 3 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 2 (2019): Lex Crimen Vol 8, No 1 (2019): Lex Crimen Vol 7, No 9 (2019): Lex Crimen Vol 7, No 10 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 8 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 7 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 6 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 5 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 4 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 3 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 2 (2018): Lex Crimen Vol 7, No 1 (2018): Lex Crimen Vol 6, No 10 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 9 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 8 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 7 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 6 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 5 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 4 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 3 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 2 (2017): Lex Crimen Vol 6, No 1 (2017): Lex Crimen Vol 5, No 7 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 6 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 5 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 4 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 3 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 2 (2016): Lex Crimen Vol 5, No 1 (2016): Lex Crimen Vol 4, No 8 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 7 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 6 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 5 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 4 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 3 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 2 (2015): Lex Crimen Vol 4, No 1 (2015): Lex Crimen Vol 3, No 4 (2014): Lex Crimen Vol 3, No 3 (2014): Lex Crimen Vol 3, No 2 (2014): Lex Crimen Vol 3, No 1 (2014): Lex Crimen Vol 2, No 7 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 6 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 5 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 4 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 3 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 2 (2013): Lex Crimen Vol. 2 No. 2 (2013): Lex Crimen Vol 2, No 1 (2013): Lex Crimen Vol 1, No 4 (2012): Lex Crimen Vol 1, No 3 (2012): Lex Crimen Vol 1, No 2 (2012): Lex Crimen Vol 1, No 1 (2012) More Issue