cover
Contact Name
Ahmad Nimatullah Al-Baarri, PhD
Contact Email
redaksi@ift.or.id
Phone
-
Journal Mail Official
redaksi@ift.or.id
Editorial Address
-
Location
,
INDONESIA
Articles 6 Documents
Search results for , issue "Vol 5, No 1 (2016): Februari 2016" : 6 Documents clear
Metode Pelatihan yang Tepat untuk Food Handler di Restoran untuk Efektivitas Keamanan Pangan: Studi Kasus di Restoran Makanan Indonesia Nurhayati Nurhayati
Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan Vol 5, No 1 (2016): Februari 2016
Publisher : Indonesian Food Technologists

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (213.265 KB) | DOI: 10.17728/jatp.v5i1.30

Abstract

Lebih dari dua ratus jenis penyakit ditularkan melalui makanan baik penyakit yang sifatnya jangka panjang atau jangka pendek, hal ini terutama karena adanya kontaminasi makanan oleh bahan kimia atau mikroorganisme. Sebagian besar penyakit keracunan pada makanan sebenarnya bisa dicegah dengan menjalankan prinsip keamanan pangan. Sementara itu baik di negara maju dan negara berkembang, keracunan makanan adalah masalah yang serius dan banyak dari kasus keracunan makanan tidak diketahui sumbernya ataupun datanya. Sebagian besar kasus terjadinya keracunan makanan adalah karena kesalahan dalam menangani makanan, dan tercatat sebanyak sekitar 97% dari penyakit akibat keracunan makanan adalah berasal dari penanganan makanan yang salah (Howes et al, 1996). Study tentang kasus keracunan makanan juga melaporkan bahwa penyebab lain keracunan makanan adalah bersumber dari penjamah makanan dan jumlah kasus keracunan, menunjukkan tidak ada indikasi penurunan sampai beberapa tahun terakhir (Greig et al., 2007).
Upaya Memperbaiki Warna Gula Semut dengan Pemberian Na-Metabisulfit I Nengah Kencana Putra
Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan Vol 5, No 1 (2016): Februari 2016
Publisher : Indonesian Food Technologists

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (184.671 KB) | DOI: 10.17728/jatp.v5i1.2

Abstract

Gula semut merupakan gula merah dalam bentuk serbuk yang terbuat dari nira yang dihasilkan dari pohon enau, lontar, dan kelapa secara tradisional.  Salah satu masalah dalam produksi gula semut, adalah terjadinya perubahan warna menjadi semakin coklat selama penyimpanan.  Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi pemberian Na-metabisulfit pada pembuatan terhadap warna gula semut yang dihasilkan, dan juga mengetahui pengaruhnya terhadap stabilitas warna gula semut selama penyimpanan.  Penelitian dirancang dengan rancangan acak kelompok (RAK) dengan 4 perlakuan konsentrasi pemberian Na-metabisulfit yaitu 0, 100, 200, dan 300 ppm.  Untuk mengetahui perubahan warna gula semut selama penyimpanan, dilakukan pengamatan terhadap kecoklatan gula semut setiap 15 hari selama 6 bulan.  Hasil penelitian menunjukkan penambahan Na-metabisulfit berpengaruh pada  warna,  rasa, dan kadar sukrosa gula semut, namun tidak berpengaruh pada aroma, tekstur, kadar air, dan gula pereduksi gula semut.  Pemberian Na-metabisulfit dapat memperbaiki warna, dan rasa gula semut.  Konsentrasi pemberian Na-metabisulfit optimal pada pembuatan gula semut adalah 200 ppm.  Selama penyimpanan terjadi peningkatan intensitas kecoklatan gula semut, dan pemberian Na-metabisulfit dapat mengurangi intensitas kecoklatan sampai 6 bulan penyimpanan.
Perubahan Total Bakteri, pH, dan Melanoidin Susu Selama Pemanasan Suhu 70°C Muhammad As'ad Wibisono; Setya Budi Muhammad Abduh; Yoyok Budi Pramono
Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan Vol 5, No 1 (2016): Februari 2016
Publisher : Indonesian Food Technologists

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (114.757 KB) | DOI: 10.17728/jatp.v5i1.7

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penurunan jumlah bakteri susu terhadap suhu pemanasan 70°C pada lama pemanasan yang berbeda serta mengkaji lebih dalam terhadap kerusakan fisik dan kimiawi susu. Pemanasan  70°C dengan periode 5, 10, 15, 20, 25, dan 30 menit diterapkan untuk mengkaji kematian bakteri susu dan risiko kerusakan kimiawi yang mengakibatkan perubahan intensitas pencoklatan susu dan perubahan pH. Total bakteri dihitung dengan metode cawan tuang. Intensitas pencoklatan diamati dengan spektrofotometri pada panjang gelombang 420 nm. Nilai pH diamati dengan menggunakan pH meter. Data perubahan total bakteri ditampilkan dalam grafik semi-log untuk menentukan nilai D. Perubahan intensitas pencoklatan, dan perubahan nilai pH dianalisa dengan analisa deskriptif terhadap perubahan grafik. Penelitian menunjukkan, waktu yang dibutuhkan untuk mematikan 90% bakteri (Nilai D) pada suhu 70°C adalah sebesar 7552,49 detik. Pemanasan yang dilakukan tidak  mengubah intensitas pencoklatan susu (0,4 – 0,6 abs) tapi meningkatkan pH meski masih dalam batas normal (6,65 – 6,81). Nilai kemiringan (Slope) pada grafik total bakteri menunjukkan angka -1,32x10-4, pada grafik pH menunjukkan angka 4,24x10-5, pada grafik melanoidin menunjukkan angka 1,19x10-5. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penurunan bakteri susu dipengaruhi oleh pemanasan. Nilai D bakteri sebanyak 1 siklus logaritma membutuhkan waktu  sebesar 5789,26 detik. Perubahan pH susu akibat pemanasan terjadi dalam rentang normal sebesar 6,66 hingga 6,85. Intensitas pencoklatan berbanding lurus  dengan periode pemanasan, dengan konstanta laju perubahan intensitas pencoklatan (k) sebesar 8x10-5/s. Nilai kemiringan (Slope) pada total bakteri, pH, dan melanoidin berturut- turut adalah -1,32x10-4;  4,24x10-5; dan  1,19x10-5. Nilai kemiringan pada total bakteri lebih besar dibandingkan pH dan melanodin menunjukkan bahwa susu tahan terhadap suhu yang dihasilkan dari pemanasan dan terjadi kematian bakteri dalam  jumlah besar sesuai dengan tujuan dari pemanasan susu.
Pengaruh Ekstraksi Cara Basah dan Cara Kering Terhadap Aktivitas Antioksidan Ekstrak Cengkodok (Melastoma malabathricum L.) Encik Eko Rifkowaty; Adha Panca Wardanu
Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan Vol 5, No 1 (2016): Februari 2016
Publisher : Indonesian Food Technologists

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (181.573 KB) | DOI: 10.17728/jatp.v5i1.33

Abstract

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui potensi tanaman Cengkodok (Melastoma malabathricum L) sebagai antioksidan alami, sedangkan tujuan khususnya adalah untuk untuk menentukan rendemen, total antosianin, dan ekstrak yang memiliki aktivitas antioksidan terbaik, serta menguji aktivitas antioksidan dan stabilitas warna dari aktivitas antioksidan yang terbaik. Ektraksi dilakukan dengan dua cara yaitu ekstraksi cara basah dan ekstraksi cara kering. Ekstraksi menggunakan pelarut etanol 70% dengan penambahan asam sitrat dengan perbandingan bahan dan pelarut 1:4. Selanjutnya dilakukan uji kestabilan antioksidan dan warnanya dari ekstrak yang memiliki aktivitas antioksidan terbaik, dan dilakukan ANAVA (Analisa Varian). Aktivitas antioksidan terbaik didapatkan dari perlakuan ekstraksi cara basah dengan rendemen 32,6142%, total antosianin 33,3279 mg/ 100 gr sampel, dan aktivitas antioksidan sebesar 95,2234%. Kestabilan antioksidan dan warna antosianin semakin menurun seiring meningkatnya pH, meningkatnya kadar gula, dan tingginya suhu pemanasan. Kemudian ANAVA menyatakan hasil bahwa pada kestabilan antioksidan berbeda nyata pada taraf 5% pada perlakuan pH, kadar gula, dan suhu pemanasan.AbstractThis study was aimed to reveal the potency of weeds Cengkodok (Melastoma malabathricum L) as natural antioxidant source, while purpose specific for determine the extract yield, anthocyanin total, the best antioxidant activity possessed by an extract and its colour stability.. Procedure of extraction were conducted in two methods; wet extraction and dry (powder) extraction. Specifically, it was used 70% ethanol solvent and citric acid with the proportion between substance and solvent was 1:4. Furthermore, the test was done on the antioxidant stability and the colour of essence that has optimal antioxidant activity and then it was analyzed using ANAVA (Analysis of Variant). The optimal antioxidant activity was obtained from wet extraction treatment with yield 32,6142%, anthocyanin total 33,3279 mg/100 Egr of sample, and antioxidant activity was 95,2234%. Antioxidant stability and anthocyanin decreased while pH and glucose was increased, and heating temperature was also increased. ANAVA showed that the antioxidant stability was totally different on the level of 5% on the treatment of pH, glucose, and heating temperature.
Pengaruh Penambahan Gliserol Terhadap Karakteristik Penyalut Edibel Gel Lidah Buaya (Aloe vera) Heni Radiani Arifin; Imas Siti Setiasih; Jajang Sauman Hamdani
Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan Vol 5, No 1 (2016): Februari 2016
Publisher : Indonesian Food Technologists

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (191.261 KB) | DOI: 10.17728/jatp.v5i1.31

Abstract

Lidah buaya mengandung polisakarida (glukomannan), antimikroba dan anti-inflammattory sehingga bisa digunakan sebagai bahan penyalut edibel (edible Coating). Penyalut gel lidah buaya lebih aman untuk kesehatan karena bersifat alami, tidak berwarna, tidak berbau, tidak mempengaruhi rasa, serta aman bagi lingkungan. Gel lidah buaya (GLB) mengandung bahan bioaktif yang berguna bagi kesehatan sehingga jika digunakan sebagai penyalut dapat menambah khasiat buah yang disalut. Bagian dalam lidah buaya berbentuk gel sehingga mudah diaplikasikan sebagai penyalut edibel. Akan tetapi, kendalanya gel lidah buaya mudah berubah konsistensinya sehingga untuk mempertahankannya harus ditambahkan bahan lain seperti gliserol. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konsentrasi gliserol yang tepat pada penyalut gel lidah buaya agar mendapatkan karakteristik penyalut yang baik. Metode penelitian yang digunakan adalah metode analisis deskriptif. Percobaan dibagi 3 bagian, percobaan I bertujuan untuk mengetahui rasa GLB yang tepat, terdiri dari 5 perlakuan konsentrasi gliserol (0%, 0,5%, 1%, 2%, dan 3%), percoban II bertujuan untuk mendapatkan film GLB terbaik, terdiri dari 2 perlakuan konsentrasi gliserol (0,5% dan 1%), dan Percobaan III bertujuan untuk mengetahui daya lekat pada buah stroberi, terdiri dari konsentrasi gliserol (0,5% dan 1%). Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Industri Pertanian, Universitas Padjadjaran, Jatinangor. Hasil penelitian I mendapatkan gel lidah buaya yang ditambahkan konsentrasi gliserol  0,5% dan 1 % tidak menimbulkan rasa pahit. Hasil penelitian tahap II mendapatkan gel lidah buaya yang ditambah konsentrasi gliserol 0,5% menunjukkan film terbaik dengan Water Vapour Transmission Rate 906,65 g/m2/24 jam dan kuat tarik 6,3 MPa. Hasil penelitian tahap III mendapatkan adanya lapisan penyalut yang melindungi buah stroberi dengan baik pada konsentrasi gliserol 0,5%. 
Analisis Sifat Fisik, Sifat Organoleptik, dan Kandungan Gizi pada Produk Tempe dari Kacang Non-Kedelai Ani Radiati; Sumarto Sumarto
Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan Vol 5, No 1 (2016): Februari 2016
Publisher : Indonesian Food Technologists

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (373.954 KB) | DOI: 10.17728/jatp.v5i1.32

Abstract

Kebutuhan akan kedelai sebagai bahan baku tempe masih harus dipenuhi sebagian besarnya dari impor. Untuk itu, perlu dilakukan kajian untuk mencari bahan baku lain dari kacang non-kedelai asli dari produksi dalam negeri untuk menggantikan kedelai. Tujuan penelitian adalah mengetahui pengaruh penggunaan kacang non-kedelai terhadap sifat fisik, daya terima secara organoleptik, dan kandungan gizi produk tempe dari kacang non-kedelai. Jenis penelitian yang digunakan adalah eksperimen murni (true experiment) dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok. Kacang non-kedelai yang dianalisis adalah kacang bogor, kacang hijau,kacang merah, dan kacang tanah. Proses pembuatan tempe dari kacang non-kedelai (kacang bogor, kacang hijau, kacang merah, dan kacang tanah) pada prinsipnya sama dengan proses pembuatan tempe dari kacang kedelai. Prinsip dasar pembuatan tempe adalah pembersihan, pencucian, perebusan, perendaman, pencucian, penambahan inokulum, pengemasan dan fermentasi. Pengemasan yang baik adalah dengan menggunakan pengemas daun pisang. Sifat fisik (rendemen dan kadar air) tempe kacang non-kedelai hampir sama dengan tempe kacang kedelai. Sifat organoleptik kacang non-kedelai masih dapat diterima oleh panelis. Kandungan gizi (energi, karbohidrat, protein, dan lemak) tempe kacang non-kedelai berbeda dengan tempe kacang kedelai. Hasil ini menunjukkan bahwa kacang-kacangan tersebut berpotensi untuk dikembangkan menjadi alternatif bahan baku subtitusi kacang kedelai dalam pembuatan tempe.

Page 1 of 1 | Total Record : 6