cover
Contact Name
Ahmad Nimatullah Al-Baarri, PhD
Contact Email
redaksi@ift.or.id
Phone
-
Journal Mail Official
redaksi@ift.or.id
Editorial Address
-
Location
,
INDONESIA
Articles 12 Documents
Search results for , issue "Vol 6, No 1 (2017): Februari 2017" : 12 Documents clear
Kajian Potensi Kulit Domba Asal Brebes Sebagai Bahan Dasar Produksi Gelatin Halal Muhamad Hasdar; Yuniarti Dewi Rahmawati
Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan Vol 6, No 1 (2017): Februari 2017
Publisher : Indonesian Food Technologists

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (223.024 KB) | DOI: 10.17728/jatp.211

Abstract

Pemanfaatan gelatin sudah sangat luas dan sudah menjadi bagian dalam lifestyle masyarakat Indonesia. Namun gelatin yang beredar di Indonesia adalah barang impor, sehingga menimbulkan ketergantungan. Untuk mengurangi ketergantungan diperlukan solusi alternatif produksi gelatin halal. Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari sifat fisik dan kimia gelatin kulit domba asal Brebes yang diproduksi menggunakan basa kuat jenis NaOH dan selanjutnya dibandingkan dengan sifat-sifat gelatin komersial yang distandarkan oleh SNI dan GMIA. Rancangan acak lengkap pola faktorial 3 x 3 dengan 3 ulangan digunakan sebagai desain penelitian. Tiga waktu curing  (2, 4, dan 6 jam) dan tiga konsentrasi bahan (0,1%, 0,2%, 0,3% b/v) digunakan sebagai perlakuan. Bahan baku berupa kulit domba umur 1 - 2  tahun dan NaOH sebagai bahan curing . Penelitian ini menghasilkan rendemen 13,58 - 15,59%, kadar air 8,37 - 8,83%, kadar abu 1,36 - 1,77%, kadar lemak 0,63 - 0,91%, dan kadar protein 85,51 - 86,63%. Gelatin yang diproduksi dari kulit domba asal Brebes menggunakan bahan curing  jenis NaOH memiliki sifat yang mirip dengan gelatin komersial yang distandarkan SNI dan GMIA. Produksi gelatin optimum dihasilkan dari penerapan waktu curing  6 jam pada konsentrasi 0.3% (b/v).Utilization of gelatin is very spacious and has become part of the lifestyle of Indonesian society. However gelatin circulating in Indonesia are imported goods, so addictive. To reduce dependence alternative solution is needed gelatin halal production. This research was conducted to study the physical and chemical properties of gelatin sheepskin from Brebes manufactured using strong base type of NaOH and then compared with the properties of commercial gelatin standardized by SNI and GMIA. Completely randomized design with 3 x 3 factorial design with three replications was used as a research design. Three curing time (2, 4, and 6 hours) and three concentrations of materials (0.1%, 0.2%, 0.3% w/v) were used as treatments. Raw materials such as lambskin aged 1-2 years and NaOH as curing materials. This research resulted in the yield of 13.58 to 15.59%, the water content of 8.37 to 8.83%, ash content of 1.36 to 1.77%, the fat content of 0.63 to 0.91%, and protein content 85 , from 51 to 86.63%. Gelatin is produced from sheepskin from Brebes using NaOH kind curing materials have properties similar to the commercial gelatin standardized SNI and GMIA. Gelatin optimum production resulting from the application curing time of 6 hours at a concentration of 0.3% (w / v).
Kadar Antosianin dan Nilai a* pada Tangkai Daun Pepaya setelah Mengalami Pemanasan Oven dan Bleaching Ahmad Ni'matullah Al-Baarri; Raras Setyaningsih; Astrid Agustina Nur Amanah; Antonius Hintono
Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan Vol 6, No 1 (2017): Februari 2017
Publisher : Indonesian Food Technologists

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (135.246 KB) | DOI: 10.17728/jatp.221

Abstract

Antosianin merupakan senyawa dengan fungsionalitas tinggi sebagai antioksidan yang secara natural terdapat dalam daun dan batang tanaman. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kadar antosianin dalam tangkai daun pepaya setelah melalui tahap pemanasan dengan suhu 65˚C selama 45 menit dengan menggunakan metode oven dan bleaching. Tangkai daun pepaya segar yang dikumpulkan dari lokasi sekitar penelitian lalu dilakukan maserasi serta dilarutkan ke dalam media etanol yang kemudian diukur kadar antosianinnya dengan menggunakan metode perbedaan nilai pH. Warna larutan (yaitu nilai a*) juga diamati pada larutan tangkai daun pepaya tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemanasan dengan metode oven telah memberikan dampak pada penurunan kadar antosianin sebesar 55–69% dari kadar antosianin mula-mula. Perubahan nilai a* juga lebih terlihat pada sampel dengan pemanasan oven yang menandakan bahwa perubahan nilai a* selaras dengan perubahan kadar antosianin pada sampel yang dipanaskan dengan metode oven. Kesimpulannya, pemanasan dapat menyebabkan turunnya kadar antosianin yang cukup tinggi pada tangkai daun pepaya dan dapat mengubah nilai a*. Penelitian ini dapat memberi manfaat sebagai informasi mengenai upaya penanganan tangkai daun pepaya agar lebih terjaga sifat fungsionalitasnya, baik potensinya sebagai makanan maupun sebagai obat.Anthocyanin has been known as high functional compound and naturally exist in leave or petiole of plant. This research was done to analyse the anthocyanin in petiole of papaya after heating treatment using oven and bleaching at 65˚C for 45 minutes. The petiole of papaya was collected from the plantation next to campus. After collection, petiole of papaya was macerated and diluted into ethanol to measure the anthocyanin concentration using pH differential method. The a* value of colour was also analysed. The result showed that heating treatment reduced 55–69% anthocyanin from initial concentration and also shifted the a*value. As conclusion, heating process both oven method and bleaching might reduce the anthocyanin and shifted the a* value. This research may provide the beneficial information to find the better treatment of heating to hinder the reduction in functional compounds.
Mutu Kimia dan Organoleptik Ubi Jalar Putih (Ipomoea Batatas) yang Difermentasi dalam Waktu yang Berbeda Dina Azalea Handayani; Bambang Dwiloka; Nurwantoro Nurwantoro
Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan Vol 6, No 1 (2017): Februari 2017
Publisher : Indonesian Food Technologists

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (186.456 KB) | DOI: 10.17728/jatp.208

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan mutu kimia dan mutu organoleptik ubi jalar putih (Ipomoea batatas) yang difermentasi dengan waktu yang berbeda. Parameter pengujian yang digunakan pada mutu kimia meliputi total padatan terlarut, kadar alkohol, pH, dan mutu organoleptik seperti rasa, tekstur, dan tingkat kesukaan dengan lama fermentasi yang berbeda, sebagai perlakuan T1, T2 dan T3 yaitu 24 jam, 48 jam dan 72 jam. Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan tujuh kali pengulangan digunakan dalam penelitian ini. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan ANOVA untuk parameter mutu kimia, sedangkan pada Kruskal Wallis untuk parameter mutu organoleptik. Hasil penelitian lama fermentasi berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap total padatan terlarut (TPT) dan kadar alkohol. Nilai pH tidak dipengaruhi (p>0,05) oleh lama fermentasi. TPT tertinggi pada lama fermentasi 48 jam, kadar alkohol tertinggi pada lama fermentasi 72 jam, dan nilai pH terendah pada lama lama fermentasi 72 jam. Hasil uji organoleptik, lama fermentasi berpengaruh nyata (p<0,05) pada rasa manis, asam, tekstur dan kesukaan. Rasa manis tertinggi pada lama fermentasi 24 jam, rasa asam tertinggi pada lama fermentasi 72 jam, tekstur terlunak pada 72 jam dan tingkat kesukaan panelis lebih menyukai tape dengan lama fermentasi 24 jam. Semakin lama fermentasi maka meningkatkan TPT, meningkatkan kadar alkohol, menurunkan nilai pH, menurunkan rasa manis, meningkatkan rasa asam, melunakkan tekstur dan menurunkan tingkat kesukaan.This study attempts to knows the difference the quality of chemical and the quality of organoleptic sweet potato white (Ipomoea batatas) with fermentation in different times. Parameter tests that used on the quality of chemical covering total solids dissolved, alcohol content, pH, and the quality of organoleptic like the taste of, texture, and the level appropriate with long different fermentation, such as treatment T1, T2 and T3 which is 24 hours, 48 hours and 72 hours. Completely Randomized Design (CRD) with 7 times repetition used in this research. The data collected were analyzed using ANOVA for parameter the quality of chemical, while in Kruskal Wallis for parameter the quality of organoleptic. The results of the study long fermentation had have real impact (p<0,05) to the total solids dissolved and alcohol content. pH values not influenced (p>0,05) by long fermentation. The highest total solids dissolved by long fermentation 48 hours. Alcohol content on the highest long fermentation 72 hours, and the lowest pH on long fermentation 72 hours  based on organoleptic test results, long fermentation have real impact (p<0,05) in a sweet taste, acid, texture and preferences. A sweet taste on the highest long fermentation 24 hours, a sour taste on the highest long fermentation 72 hours, mushy texture in 72 hours and the level of the panel the preferred tape with long fermentation 24 hours. The longer fermentation so increase the total solids dissolved, increase alcohol content, lower the value pH, sent down a sweet taste, increase their sense of acid, soften texture and reduce the favorite.
Fraksinasi dan Karakterisasi Komponen Rasa Gurih pada Bumbu Penyedap Taufik, Moh; Rahmawati, Della
Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan Vol 6, No 1 (2017): Februari 2017
Publisher : Indonesian Food Technologists

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (378.939 KB) | DOI: 10.17728/jatp.216

Abstract

Bumbu penyedap merupakan salah satu bahan yang mempunyai rasa gurih dan sering digunakan dalam memasak. Rasa gurih dari bumbu penyedap berasal dari berbagai komponen rasa yang terdapat dalam bumbu penyedap. Penelitian ini bertujuan untuk memisahkan fraksi komponen rasa gurih pada pada bumbu penyedap dan mengetahui karakteristik dari komponen tersebut. Hasil fraksinasi senyawa rasa dengan kromatografi filtrasi gel menunjukkan terdapat tiga fraksi, yaitu fraksi I, fraksi II dan fraksi III. Berdasarkan uji taste dilution analysis (TDA) menunjukkan bahwa fraksi I mempunyai intensitas rasa gurih terendah, sedangkan fraksi yang mempunyai intensitas rasa gurih tertinggi adalah fraksi III. Hasil analisis dengan high performance liquid chromatography (HPLC) menunjukkan terdapat 16 senyawa pada fraksi III yang diduga berkontribusi terhadap rasa gurih.Kata kunci:  bumbu penyedap, komponen rasa gurih, fraksinasi, karakterisasi AbstractSeasoning was one of the ingredients commonly used in cooking. The umami taste of seasoning was derived from various taste components. The objectives of this research were to separate umami fractions in seasoning and to know the characteristics of its components. The results of fractionation by gel filtration chromatography showed three fractions in seasoning i.e. fraction I (FI), fractions II and fraction III. The taste test dilution analysis (TDA) indicated that the fraction FI had the lowest umami intensity, while the highest umami intensity was fraction III. The results of analysis by high performance liquid chromatography (HPLC) showed 16 compounds in fraction III that maybe contribute to umami taste in seasoning.Keywords:  seasoning, umami compounds, fractionation and characterization
Pengaruh Pretreatment Iradiasi Microwave pada Hidrolisis Kitosan dengan Enzim Cellulase Nur Rokhati; Bambang Pramudono; Mohammad Sulchan; Anggara Eka Permana; Suryo Tetuko
Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan Vol 6, No 1 (2017): Februari 2017
Publisher : Indonesian Food Technologists

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (512.002 KB) | DOI: 10.17728/jatp.212

Abstract

Kitosan merupakan polimer alam yang diperoleh dari proses deasetilasi kitin yang terkandung di dalam cangkang binatang invertebrata terutama crustacea seperti udang dan rajungan. Karena sifatnya yang biocompatible, biodegradable, bioaktivitas, dan tidak beracun, kitosan telah digunakan secara luas dalam berbagai bidang seperti pangan, nutrisi, farmasi, medis, dan pertanian. Kitosan memiliki berat molekul yang tinggi, viskositas tinggi, dan kelarutan di dalam air yang rendah, sehingga akan menghambat aplikasinya. Salah satu metode yang umum dilakukan untuk menurunkan berat molekul kitosan adalah hidrolisis enzimatis. Kelemahan dari metode ini adalah laju reaksi yang lambat. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pretreatment iradiasi microwave pada hidrolisis enzimatis kitosan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pretreatment iradiasi microwave dapat meningkatkan laju penurunan berat molekul dan viskositas larutan kitosan. Hidrolisis kitosan dengan pretreatment iradiasi microwave pada power 120 watt selama 9 menit dapat meningkatkan kelarutan kitosan dalam air dari 0,02% menjadi 0,26% (berat/volume). Analisis FTIR menunjukkan bahwa struktur kimia produk hidrolisis mirip dengan kitosan awal.Chitosan is a natural polymer obtained from the deacetylation of chitin contained in shells of invertebrates, especially crustaceans such as shrimp and crab. Because it is biocompatible, biodegradable, bioactivity, and non-toxic, chitosan has been widely used in various fields such as food, nutritional, pharmaceutical, medical, and agriculture. Chitosan has a high molecular weight, high viscosity, and solubility in water is low, so it will hamper application. One common method to lower the molecular weight of chitosan is the enzymatic hydrolysis. The disadvantage of this method is the reaction rate is slow. This study aims to assess the microwave irradiation pretreatment on enzymatic hydrolysis of chitosan. The results showed that pretreatment microwave irradiation can increase the rate of decrease in molecular weight and viscosity of chitosan solution. Pretreatment of chitosan hydrolysis with microwave irradiation at 120 watts power for 9 minutes can increase the solubility of chitosan in water from 0,02% to 0,26% (weight / volume). FTIR analysis showed that the hydrolysis products of the chemical structure is similar to the initial chitosan.
Sifat Fisikokimia Roti yang Dibuat Dengan Bahan Dasar Tepung Terigu yang Ditambah Berbagai Jenis Gula Melati Citra Anggraeni; Nurwantoro Nurwantoro; Setya Budi Muhammad Abduh
Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan Vol 6, No 1 (2017): Februari 2017
Publisher : Indonesian Food Technologists

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1766.946 KB) | DOI: 10.17728/jatp.214

Abstract

Penelitian bertujuan untuk mendapatkan roti yang mempunyai sifat fisik yang lebih baik (warna lebih coklat, tekstur lembut dan empuk, kandungan air optimum, dan ɑw relatif rendah). Bahan yang digunakan dalam pembuatan roti manis yaitu tepung terigu protein tinggi 250 g; ragi 5,5 g; air es 50 ml; susu UHT 65 ml; susu bubuk 12,5 g; bread improver 1,5 g; kuning telur 2 buah; mentega 50 g; garam setengah sendok teh; sukrosa 50 g; fruktosa 50 g; madu 50 g; dan glukosa 50 g. Roti dibuat dengan empat jenis gula sebagai perlakuan yaitu sukrosa (T0), glukosa (T1), fruktosa (T2) dan madu (T3). Alat yang digunakan untuk uji warna (kecerahan) adalah colorimeter, alat uji tekstur (daya iris) dengan universal texture analyzer, alat uji kadar air dengan metode gravimetri, dan alat uji ɑw dengan ɑw-meter dan didapatkan hasil yaitu 18,275%; 0,8016; 0,9581 N/mm2; 70,6 (sukrosa); 18,652%; 0,7962; 0,9577 N/mm2; 55,5 (glukosa); 23,084%; 0,8358; 1,047 N/mm2; 58,4 (fruktosa); 22,941%; 0,8736; 0,7035 N/mm2; 67,1 (madu). Fruktosa dan madu menghasilkan kadar air yang tinggi. Sukrosa dan glukosa menghasilkan aktivitas air yang rendah. Madu menghasilkan tekstur paling empuk. Fruktosa dan glukosa menghasilkan warna paling gelap.The study aims to obtain bread with better physical properties (brown in color, soft and tender in texture, optimum moisture and relatively low water activity). High protein flour 250 g; yeast 5.5 g; 50 ml of ice water; 65 ml of UHT milk; 12.5 g of milk powder; bread improver 1.5 g; 2 egg yolks; butter 50 g; half teaspoon salt; 50 g sucrose; 50 g fructose; honey 50 g; and 50 g of glucose were used to prepare the bread samples. Four different sugars were used as the treatments i.e. sucrose (T0), glucose (T1), fructose (T2), and honey (T3). The bread were determined for their moisture by mean gravimetry, water activity by mean ɑwmeter, texture (slicing ability) by mean Universal Texture Analyzer, brightness by mean colorimeter resulted in 18,275%; 0,8016; 0,9581 N/mm2; 70,6 (sucrose); 18,652%; 0,7962; 0,9577 N/mm2; 55,5 (glucose); 23,084%; 0,8358; 1,047 N/mm2; 58,4 (fructose); 22,941%; 0,8736; 0,7035 N/mm2; 67,1 (honey). Fructose and honey resulted in high moisture content. Sucrose and glucose resulted in lowest water activity. Honey resulted in tenderest texture. Fructose and glucose resulted in darkest color.
Formulasi Biskuit Rendah Indeks Glikemik (BATIK) Dengan Subtitusi Tepung Pisang Klutuk (Musa balbisiana Colla) dan Tepung Tempe Ika Heri Kustanti; Rimbawan Rimbawan; Leily Amalia Furqon
Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan Vol 6, No 1 (2017): Februari 2017
Publisher : Indonesian Food Technologists

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (312.708 KB) | DOI: 10.17728/jatp.217

Abstract

AbstrakPenatalaksanaan diet bagi penderita diabetes mellitus (DM) dilakukan dengan pengaturan pola makan untuk mengontrol kadar glukosa darah. Konsep Indeks Glikemik (IG) merupakan pendekatan yang dapat digunakan untuk memilih pangan yang baik dalam pengelolaan kadar glukosa darah. Salah satu bahan pangan lokal yang berpotensi untuk dapat digunakan sebagai pengganti terigu dan memiliki IG rendah adalah pisang (46-51). Biskuit juga disubtitusi dengan tepung tempe karena tepung tempe mempunyai nilai IG yangan relatif rendah. Penelitian ini bertujuan untuk memformulasi biskuit rendah IG dengan substitusi tepung pisang dan tepung tempe sebagai salah satu alternatif pangan bagi diabetic. Tepung pisang klutuk dipilih karena masih pemanfaatannya masih terbatas. Rancangan penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan empat faktor proposi penambahan tepung pisang klutuk yaitu  0%(F0), 20%(F1), 30%(F2) dan 40%(F3). Selain itu, semua perlakuan kecuali F0 (kontrol) disubtitusi juga dengan tepung tempe kedelai sebesar 5%. Kandungan gizi biskuit terpilih berdasarkan pertimbangan mutu kimia dan organoleptik adalah F2 dengan kadar air 4.88%, kadar abu 2.03%, kadar protein 7.53%, kadar lemak 28.12%, serat kasar 1.87%, karbohidrat 56.23%, serat pangan 13.5%,  total pati 44.54%, daya cerna pati 60.4%. Nilai indeks glikemik biskuit tepung pisang klutuk adalah 36 dan termasuk rendah. Biskuit pisang klutuk dapat dijadikan salah satu alternatif pangan fungsional terutama bagi diabetic. AbstractThis research is aimed to produce low Glycemic Index (GI) biscuit by substituting wheat flour with klutuk banana flour and tempe flour. Banana is known to have low GI (46 – 51). Soybean and its products are also known as potential sources of protein as well as having low GI. Klutuk banana is selected  due to its under-utilised usage in food production. A completely randomized design was applied by involving four factors of klutuk banana flours which were 0% (F0), 20% (F1), 30%(F2) and 40%(F3). In addition, The treatments (F1-F3) also used 5 percent  tempe flour. The results showed that panelists acceptance declined with increasing substitution of klutuk banana flour. Biscuit with substitution of 20% klutuk banana flour (F1) was then selected as the most potential formulation based on its physico-chemical properties, nutritional qualities and sensory evaluation. The selected (F1) klutuk banana biscuit contained  4.88%  moisture, 2.03% ash, 7.53% protein, 28.12% fat, 1.87% crude fiber, 56.23% carbohydrates, 13.5% dietary fiber, 44.54% total starch, 60.4% starch digestibility. Glycemic index of the selected biscuit was 36 (low GI). Klutuk banana biscuits may be used as an alternative functional food, especially for diabetic.
Prototype Penyimpanan Buah dan Sayur Menggunakan Ozon dan Metode Evaporative Cooling sebagai Sistem Pendingin Aji Prasetyaningrum; Muqsit Bramantiya; Alwi Meidianto; Pajar Saputra; Fauzia Dara Qonita; Nadia Sevi Ardiana
Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan Vol 6, No 1 (2017): Februari 2017
Publisher : Indonesian Food Technologists

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (730.331 KB) | DOI: 10.17728/jatp.213

Abstract

Buah dan sayur merupakan bahan pangan yang bernilai gizi tinggi dan sangat bermanfaat bagi kesehatan. Namun, selama penyimpanan terjadi penurunan kualitas pada buah dan sayur yang disebabkan oleh tumbuhnya bakteri dan mikroorganisme. Metode pengawetan yang efektif, hemat energi dan ramah lingkungan dibutuhkan untuk memperpanjang masa simpan buah dan sayur tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan sebuah prototype untuk mengatasi permasalahan tersebut. Prototype yang dirancang memanfaatkan ozon dan evaporative cooling untuk sistem pendinginan. Reaktor DBD dengan konfigurasi elektrode jaring-jaring digunakan untuk menghasilkan ozon sebagai desinfektan. Pembangkitan ozon membutuhkan daya total sebesar 15 watt. Pot refrigerator digunakan sebagai sistem pendingin hemat energi. Kondisi pada tempat penyimpanan, jumlah bakteri dan kondisi fisik pada buah dan sayur digunakan untuk menguji prototype. Prototype yang dihasilkan mampu mencapai suhu 25oC dengan relative humidity sebesar 95% pada tempat penyimpanannya. Buah dan sayur dengan jumlah bakteri awal sebanyak 6,5x103 cfu/100mL mampu berkurang menjadi 3,5x103 cfu/100mL setelah dicuci menggunakan ozon. Setelah penyimpanan selama tiga hari jumlah bakterinya menjadi 5,6x103 cfu/100mL, sedangkan variabel kontrol mencapai 16,6x103 cfu/100mL. Treatment yang dilakukan mampu menghambat perkembangan bakteri hingga dua kali lipatnya. Prototype yang dihasilkan mampu meningkatkan massa buah dan sayur dengan tampilan yang lebih segar dibanding variabel kontrol setelah disimpan selama tiga hari.Fruits and vegetables were a food of high nutritional value and were beneficial to health. However, after the harvest and during storage there was a decrease in the quality of fruits and vegetables caused by the growth of bacteria and microorganisms. This study aimed to produced a prototype to overcome these problems. Prototype designed utilizing ozone and evaporative cooling for refrigeration. The conditions at the storage place, the number of bacteria and the physical condition of the fruit and vegetables were used to test the prototype. The resulting prototype capable of reached temperatures of 25oC with a relative humidity of 95% in storage. Fruits and vegetables with the initial bacterial counts as much as 6.5x103 cfu/ml was able to be reduced to 3.5x103 cfu/ml after being washed using ozone. After storage for three days the amount of bacteria into 5.6x103 cfu/ml, whereas the control variable reached 16.6x103 cfu/ml. Treatment was carried out and could inhibit the growth of bacteria up to twice as much. The resulting prototype was able to increase the mass of fruits and vegetables with a fresh look compared to the control variable after being stored for three days.
Hubungan Sanitasi dengan Status Bakteriologi Koliform dan Keberadaan Salmonella Sp pada Jajanan di Sekolah Dasar Wilayah Kecamatan Tembalang, Semarang Ririh Citra Kumalasari; Martini Martini; Susiana Purwantisari
Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan Vol 6, No 1 (2017): Februari 2017
Publisher : Indonesian Food Technologists

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (179.143 KB) | DOI: 10.17728/jatp.209

Abstract

Foodborne disease adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh adanya mikroorganisme hidup yang masuk bersama makanan. Produk pangan yang tidak memenuhi persyaratan mutu, keamanan dan cemaran bakteri patogen dapat mengakibatkan terjadinya foodborne disease. Anak sekolah merupakan usia yang rentan terhadap infeksi bakteri sehingga membutuhkan makanan yang cukup secara kuantitas dan kualitas agar memiliki keadaan atau status gizi yang baik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan sanitasi dengan kontaminasi bakteri pada makanan jajanan  di Kantin Sekolah Dasar yang berada Kecamatan Tembalang. Jenis penelitian analitik observasional dan pendekatan cross sectional. Sampel penelitian sejumlah 48 jajanan yang dijual di sekolah dasar. Pemeriksaan kontaminasi bakteri didasarkan angka koliform dan Salmonella sp. Data dianalisis dengan Chi-squre test. Hasil penelitian menunjukkan jajanan yang dijajakan di kantin Sekolah Dasar yang tidak memenuhi syarat kesehatan sebesar 85% karena mengandung koliform, dan sebanyak 40% telah terkontaminasi Salmonella. Faktor sanitasi dan hygiene penjual berhubungan dengan kontaminasi bakteri pada makanan jajanan.  Pendidikan kesehatan tentang pengelolaan makanan yang aman bagi anak sekolah perlu diberikan pada penjual makanan di sekolah dasar.
Karakteristik Permen Karamel Susu Rendah Kalori dengan Proporsi Sukrosa dan Gula Stevia (Stevia rebaudiana) yang Berbeda Nida Faradillah; Antonius Hintono; Yoyok Budi Pramono
Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan Vol 6, No 1 (2017): Februari 2017
Publisher : Indonesian Food Technologists

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (170.644 KB) | DOI: 10.17728/jatp.206

Abstract

Penelitian yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan pemanis rendah kalori terhadap nilai kalori, tingkat kemanisan dan tekstur permen karamel susu telah dilakukan di Laboratorium Kimia dan Gizi Pangan, Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan proporsi sukrosa dan gula stevia yang berbeda yaitu 100% : 0%, 75% : 25%. 50% : 50%, 25% : 75% dan 5 ulangan. Hasil penelitian menunjukkan semakin banyak gula stevia yang digunakan dan semakin sedikit sukrosa yang digunakan, nilai kalori permen karamel semakin rendah, dengan nilai 4371, 96 ± 4,76 kal/g; tingkat kemanisan 7,94 ± 0,19 Brix dan pada tekstur menunjukkan bahwa permen karamel susu disukai oleh panelis.The study aims to determine the used of low-calorie sweetener effects for calorify value, sweetness and texture of caramel milk candy was conducted in the Laboratory of Food Chemistry and Nutrition, Faculty of Animal Science and Agriculture, University of Diponegoro. The research method used a completely randomized design (CRD) with 4 treatments using different proportion between sucrose and stevia sugar 100% : 0%, 75% : 25%, 50% : 50%, 25% : 75% and 5 replications. Based on the research, using of sugar stevia more and the other hand less of sucrose showed that value of calorie was lower (4371.96 ± 4.76 cal/g); value of sweetness was (7.94 ± 0.19 Brix) and texture showed that milk caramel candy like by panelists.

Page 1 of 2 | Total Record : 12