cover
Contact Name
Agus Saiful Abib
Contact Email
agussaifulabib@usm.ac.id
Phone
-
Journal Mail Official
iftar_aryaputra@usm.ac.id
Editorial Address
Fakultas Hukum Universtas Semarang Jl. Soekarno-Hatta, Tlogosari Semarang
Location
Kota semarang,
Jawa tengah
INDONESIA
Humani (Hukum dan Masyarakat Madani)
Published by Universitas Semarang
ISSN : 14113066     EISSN : 25808516     DOI : -
Core Subject : Social,
Humani (Hukum dan Masyarakat Madani) P-ISSN 1411-3066 E-ISSN 2580-8516 adalah Jurnal Nasional Terakreditasi yang berafiliasi dengan Fakultas Hukum Universitas Semarang dan diterbitkan oleh Universitas Semarang. Dengan semangat menyebarluaskan ilmu pengetahuan dalam bidang hukum jurnal ini bertujuan untuk mefasilitasi akademisi, peneliti, dan praktisi profesional yang mengkaji perkembangan hukum dan masyarakat melalui konsep dan ide-ide yang disebarluaskan untuk pengembangan hukum Indonesia. Humani (Hukum dan Masyarakat Madani) diterbitkan secara berkala setahun 2 kali yaitu Mei dan November dalam artikel bahasa Indonesia. Naskah yang telah disetujui dan siap diterbitkan akan secara teratur diterbitkan melalui website dan hardcopy akan diedarkan setiap penerbitan.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 5 Documents
Search results for , issue "Vol. 6 No. 1 (2016): Januari" : 5 Documents clear
IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2010 TERHADAP PELESTARIAN BENDA CAGAR BUDAYA DI KECAMATAN AMBARAWA KABUPATEN SEMARANG Herawati, Ratna
Hukum dan Masyarakat Madani Vol. 6 No. 1 (2016): Januari
Publisher : Universitas Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (217.909 KB) | DOI: 10.26623/humani.v6i1.854

Abstract

Benda cagar budaya merupakan kekayaan budaya Bangsa Indonesia yang penting artinya bagi pemahaman dan pengembangan sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan. Benda cagar budaya perlu dilindungi dan dilestarikan demi pemupukan kesadaran jati diri dan kepentingan nasional. Oleh karena itu, untuk menjaga kelestarian benda cagar budaya diperlukan langkah pengaturan, yaitu dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya. Salah satu letak benda cagar budaya ada di Kabupaten Semarang Kecamatan Ambarawa. Kecamatan Ambarawa. Beberapa obyek yang letaknya tersebar dan sudah cukup terkenal, antara lain Museum Kereta Api, Monument Palagan Ambarawa, dan Candi Gedong Songo. Berkaitan dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010, maka akan ditinjau bagaimana implementasi undang-undang tersebut di Kecamatan Ambarawa Kabupaten Semarang serta apa saja kendala yang dihadapi. Adapun pendekatan yang digunakan dengan yuridis normatif. Pelestarian benda cagar budaya di Kecamatan Ambarawa Kabupaten Semarang telah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010. Adapun dinas daerah yang melaksanakan konservasi adalah dinas pendidikan dan kebudayaan. Hal ini dapat dilihat dari Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2013. Kendala yang dihadapi berkaitan dengan sumber daya manusia, anggaran, sinkronisasi peraturan, dan partisipasi masyarakat.Objects of cultural heritage is a wealth of cultural nation of Indonesia that is important to the understanding and development of history, science, and culture. Objects of cultural heritage needs to be protected and preserved for fertilization awareness of identity and national interests. Therefore, to preserve the cultural heritage objects required regulatory measures, namely in Law Number 11 Year 2010 on Heritage. One of the objects of cultural heritage lies in Semarang Regency Ambarawa Subdistrict. Several objects that are dispersed and are well known, such as the Railway Museum, Monument Ambarawa, and Gedong Songo.  Relating to Law No. 11 of 2010, it will be reviewed how the implementation of these laws in the Semarang Regency Ambarawa Subdistrict as well as any obstacles encountered. The approach used by the normative. Preservation of cultural heritage objects in the Semarang Regency Ambarawa Subdistrict in accordance with Law No. 11 of 2010. The local agencies that implement conservation is education and culture department. It can be seen from the Regional Regulation No. 10 of 2013. Obstacles encountered with regard to human resources, budget, synchronization rules, and community participation.
KAJIAN NORMATIF MENGENAI HUBUNGAN ANTAR LEMBAGA NEGARA DALAM SISTEM KETATANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG DASAR TAHUN 1945: SEBELUM DAN SESUDAH AMANDEMEN Mulyani, Tri
Hukum dan Masyarakat Madani Vol. 6 No. 1 (2016): Januari
Publisher : Universitas Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (365.216 KB) | DOI: 10.26623/humani.v6i1.855

Abstract

Negara Indonesia adalah Negara hukum, artinya bahwa negara yang menempatkan hukum sebagai dasar kekuasaan negara dan penyelenggaraan kekuasaan tersebut dalam segala bentuknya dilakukan di bawah kekuasaan hukum. Sifat dari negara hukum hanya dapat ditunjukkan apabila alat-alat perlengkapan negara yaitu lembaga-lembaga negara bertindak menurut dan terikat kepada aturan-aturan yang telah ditetapkan. Lembaga Tinggi Negara yang dimaksud dalam penelitian ini adalah Lembaga Tinggi Negara yang nama, fungsi dan kewenanganya dibentuk berdasarkan Konstitusi atau Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yaitu: Presiden dan Wakil Presiden, Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, dan Badan Pemeriksa Keuangan. Sehubungan dengan dasar pembentukan Lembaga Tinggi Negara adalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan telah mengalami amandemen 4 kali maka struktur dan hubungan mereka dalam menjalakan tugas pemerintahan dari sebelum dan sesudah amandemen tentunya juga mengalami perubahan. Dengan pendekatan yuridis normatif, dan uraian yang diskriptif analisis, ditemukan jawaban bahwa struktur lembaga negara beserta hubungan diantara lembaga negara telah mengalami pergeseran setelah dilakukan amandemen. Pada dasarnya hubungan diantara lembaga negara tidak banyak mengalami perubahan. Namun perubahan itu justru tampak dalam struktur lembaga negaranya. Sebelum amandemen struktur lembaga negara terdiri dari MPR sebagai lembaga tertinggi, Presiden, DPR, DPA, BPK dan MA. Namun setelah dilakukan amandemen lembaga negara berkembang yaitu MPR, DPR, DPD, Presiden, MA, MK, dan BPK. Perbedaanya ada dipoint pengapusan istilah lembaga tertinggi, sehingga semua menjadi lembaga tinggi negara.  Indonesia is a country of law, meaning that the country as the law is the basis of state power and the implementation of the power in all its forms is done under the rule of law. The nature of the state law can only be shown if the scientific equipment is state state institutions and bound to act according to the rules that have been set. State Agency referred to in this research is the State Agency name, function and an arbitrary set up under the Constitution or the Constitution of the Republic of Indonesia Year 1945, namely: President and Vice-President, People's Consultative Assembly, the House of Representatives, Regional Representatives Council, The Supreme Court, the Constitutional Court, and the Supreme Audit Agency. In connection with establishing the State Agency is the Constitution of the Republic of Indonesia Year 1945, and has undergone amendments 4 times the structures and their relationship to run the task of the government before and after the amendment would also change. With normative juridical approach, and a description of the descriptive analysis, found the answer that the structure of state institutions as well as the relationship between the state institutions have experienced a shift after the amendment. Basically the relationship between the state institutions has not changed much. But it is precisely looked into the institutional structure of the country. Prior to the amendment of the structure of state institutions consist of the Assembly as the highest institution, President, Parliament, DPA, BPK and MA. However, after the amendment of the developing state institutions, namely the MPR, DPR, DPD, President, Supreme Court, Constitutional Court, and the CPC. No difference dipoint term elimination highest institution, so all became state institutions.  
PERAN LEMBAGA PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP KONSUMEN DAN PELAKU USAHA sukarna, kadi
Hukum dan Masyarakat Madani Vol. 6 No. 1 (2016): Januari
Publisher : Universitas Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (155.857 KB) | DOI: 10.26623/humani.v6i1.851

Abstract

Penulisan ini dimaksudkan untuk mengetahui tentang perlindungan konsumen dan azas-azas yang berlaku di dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen sesuai Pasal 2 UU No 8 Tahun 1999. Konsumen adalah setiap orang pemakai barang, dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makluk hidup lain dan tidak untu diperdagangkan. Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin segala kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada Konsumen.Disamping itu membahas tentang hak dan kewajiban konsumen dan pelaku usaha. Sebagaimana rumusan Pasal 4 jo 5 Undang-undang Perlindungan Konsumen. Penegakan hukum Perlindungan Konsumen harus melibatkan banyak pihak terutama pemerintah dan Lembaga Perlindungan Konsumen dan lembaga pengawas lain, serta harus terkoordinasi dengan instansi-instansi terkait supaya terjadi keharmonisan dan tidak tumpang tindih kebijakan atau keputusan. Hal ini diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dengan baik tanpa harus merugikan konsumen atau pengguna barang/atau jasa. Karena keberadaan Undang-Undang Perlindungan Konsumen ini sudah cukup representatif untuk melindungi konsumen asalkan Undang-undang telah dipahami oleh pelaku usaha dan konsumen.This writing is intended to find out more about consumer protection and the principles that apply in the Consumer Protection Act in accordance with Article 2 of Law No. 8 of 1999. The customer is everybody user of goods and or services available in the community for the benefit of themselves, family, others, as well as other living beings and not untu traded. Consumer protection is all the effort that ensures all legal certainty to provide protection to Konsumen.Disamping it discusses the rights and obligations of consumers and businesses. As the formulation of Article 4 jo 5 Consumer Protection Act. Consumer Protection Law enforcement must involve many parties, especially the government and the Consumer Protection Agency and other supervisory agencies, and must be coordinated with the appropriate agencies to happen harmony and not overlapping policies or decisions.This is expected to stimulate economic growth by fine without harming consumers or users of goods / services. Due to the existence of the Consumer Protection Act is already sufficiently representative to protect consumers as long as the legislation has been understood by businesses and consumers.  
MENGGALI KEARIFAN ISLAM DALAM MENYONGSONG RANCANGAN KUHP Aryaputra, Muhammad Iftar
Hukum dan Masyarakat Madani Vol. 6 No. 1 (2016): Januari
Publisher : Universitas Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (296.521 KB) | DOI: 10.26623/humani.v6i1.852

Abstract

Dalam teori limitasi yang dikemukakan Muhammad Syahrur, terkandung suatu pemikiran untuk melakukan reinterpretasi fiqh terhadap ayat-ayat hudud yang selama ini dimaknai secara kaku oleh masyarakat Arab. Syahrur ingin menegaskan bahwa Islam adalah ajaran yang relevan di setiap zaman. Banyak nilai-nilai kearifan yang terkandung dalam ajaran Islam. Nilai-nilai inilah yang juga diakomodir oleh Rancangan KUHP. Bukan hanya bertumpu pada ajaran-ajaran hukum barat, melainkan juga berangkat dari kearifan lokal, maupun kearifan relijius. Nilai-nilai relijius dijadikan suatu konstruksi asas dalam RKUHP. Dengan adanya integrasi nilai-nilai kearifan dalam Islam, menunjukkan bahwa RKUHP tidak hanya menggunakan pendekatan tekstual maupun kontekstual, tetapi juga pendekatan relijius.  In the limitation theory proposed by Muhammad Shahrur, contained an idea to do a reinterpretation of fiqh on hudud verses that had been rigidly interpreted by the Arabian. Shahrur would like to emphasize that Islam is a relevant theory in every age. Many wisdom values contained in the theory of Islam. These values are also accommodated by the Draft of Criminal Code (RKUHP). It is not just rely on the theory of Western law, but also departs from local wisdom, and religious wisdom. Religious values are used as a construction principle in RKUHP. The integration of the wisdom values in Islam shows that RKUHP not only uses textual and contextual approach, but also, religious approach.
Potret Buram Positivisme Hukum: Sebuah Telaah Terhadap Kasus-Kasus Kecil yang Menciderai Rasa Keadilan Masyarakat Maskur, Muhammad Azil
Hukum dan Masyarakat Madani Vol. 6 No. 1 (2016): Januari
Publisher : Universitas Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (287.139 KB) | DOI: 10.26623/humani.v6i1.853

Abstract

The Founding Fathers pada awal kemerdekaan telah menyepakati bentuk negara yaitu negara yang berdasarkan pada hukum (rechstaat). Hal tersebut ditegaskan kembali dalam Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen Pasal 1 ayat (3) yang menyatakan bahwa negara Indonesia adalah negara hukum. Hukum disini adalah hukum yang berdasarkan Pancasila, dimana hukum tidak dimaknai sebagai ilmu positivistik belaka akan tetapi lebih pada ilmu tentang kemasyarakatan. Akan tetapi nampaknya pemahaman holistik terhadap hukum dewasa ini sudah keluar dari jalur cita-cita pendirian bangsa ini. Banyaknya kasus yang menciderai rasa keadilan masyarakat seperti kasus minah, kasus manise dan kasus prita yang menyita perhatian publik beberapa waktu yang lalu menjadi potret buram penegakan hukum yang positivistik legalistik. Positivisme hukum seakan menggelinding liar ketengah-tengah pemahaman para aparat penegak hukum yang menciderai rasa keadilan masyarakat. Hukum bukanlah suatu hal yang mati akan tetapi hukum selalu bergerak dinamis dan mengikuti perkembangan zaman. Kasus-kasus kecil seperti kasus minah, manise dan prita adalah contoh kecil dari liarnya penegakan hukum berparadigma positivistik legalistik tanpa ada yang bisa mengendalikan bahkan pemikiran positivistik legalistik ini telah mengakar pada hakim sebagai aparat pemutus pada peradilan. Secara hukum positif, polisi, jaksa, dan hakim tidak dapat dipersalahkan karena hanya memenuhi rumusan Undang-Undang yang tidak memberikan kesempatan pada aparat penegak hukum untuk berbuat sesuai nurani. Walaupun hakim diberi kebebasan sesuai hati nurani akan tetapi apabila terbentur dengan bukti yang sudah lengkap, tidak alas an bagi hakim untuk memutuskan. Disisi lain masyarakat sebagai obyek hukum merasa terusik rasa keadilannya dengan keputusan hakim yang menyatakan minah dan prita bersalah. Sehingga perlu dilakukan upaya penegakan hukum progresif dan dibarengi dengan pembenahan sistem hukum pidana baik dalam segi substansi, struktur maupun budaya hukum.

Page 1 of 1 | Total Record : 5