Claim Missing Document
Check
Articles

Found 23 Documents
Search

Peran Bantuan Hukum Terhadap Tersangka Dalam Proses Penyidikan Gunawan, Febrianto; Sudarmanto, Kukuh; Sukarna, Kadi; Soegianto, Soegianto
JURNAL USM LAW REVIEW Vol 7, No 3 (2024): DECEMBER
Publisher : Universitas Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26623/julr.v7i3.11056

Abstract

This study aims to evaluate the effectiveness of legal assistance in the investigation process for economically disadvantaged suspects at the Semarang Police Department, with a focus on the challenges and solutions encountered. The criminal justice system in Indonesia regulates the rights of suspects, including the right to legal assistance. Although this right is governed by various laws and regulations, practices in the field reveal a gap between the expected norms and the reality. This research uses an empirical legal method with an empirical juridical approach, integrating the analysis of legal norms with their implementation in practice. The findings show that although the regulations related to legal assistance are generally applied, there are still significant obstacles related to public legal awareness and the lack of effective socialization. While law enforcement officers and legal aid institutions play an active role, there is still a need for improvements in facilities and legal education for the public to ensure that legal assistance is accessible to all levels of society. This study recommends improvements in the legal assistance system and an increase in public understanding of the importance of legal aid. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi efektivitas bantuan hukum dalam proses penyidikan terhadap tersangka yang tidak mampu secara ekonomi di Polres Semarang, dengan fokus pada kendala dan solusi yang dihadapi. Sistem peradilan pidana di Indonesia mengatur hak-hak tersangka, salah satunya hak untuk mendapatkan bantuan hukum. Meskipun diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan, praktik di lapangan menunjukkan adanya ketimpangan antara norma yang diharapkan dan kenyataan yang ada. Penelitian ini menggunakan metode hukum empiris dengan pendekatan yuridis empiris, yang mengintegrasikan analisis terhadap norma hukum dengan penerapannya di lapangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun secara umum peraturan terkait bantuan hukum sudah diterapkan, masih terdapat kendala utama terkait kesadaran hukum masyarakat dan kurangnya sosialisasi yang efektif. Meskipun aparat penegak hukum dan lembaga bantuan hukum berperan aktif, peningkatan sarana dan pendidikan hukum bagi masyarakat masih diperlukan untuk memastikan bantuan hukum dapat diakses dengan optimal oleh semua lapisan masyarakat. Penelitian ini menyarankan perlunya perbaikan dalam sistem pendampingan hukum serta peningkatan pemahaman masyarakat mengenai pentingnya bantuan hukum.
PERAN LEMBAGA PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP KONSUMEN DAN PELAKU USAHA sukarna, kadi
Humani (Hukum dan Masyarakat Madani) Vol 6, No 1 (2016): Januari
Publisher : Universitas Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (155.857 KB) | DOI: 10.26623/humani.v6i1.851

Abstract

Penulisan ini dimaksudkan untuk mengetahui tentang perlindungan konsumen dan azas-azas yang berlaku di dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen sesuai Pasal 2 UU No 8 Tahun 1999. Konsumen adalah setiap orang pemakai barang, dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makluk hidup lain dan tidak untu diperdagangkan. Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin segala kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada Konsumen.Disamping itu membahas tentang hak dan kewajiban konsumen dan pelaku usaha. Sebagaimana rumusan Pasal 4 jo 5 Undang-undang Perlindungan Konsumen. Penegakan hukum Perlindungan Konsumen harus melibatkan banyak pihak terutama pemerintah dan Lembaga Perlindungan Konsumen dan lembaga pengawas lain, serta harus terkoordinasi dengan instansi-instansi terkait supaya terjadi keharmonisan dan tidak tumpang tindih kebijakan atau keputusan. Hal ini diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dengan baik tanpa harus merugikan konsumen atau pengguna barang/atau jasa. Karena keberadaan Undang-Undang Perlindungan Konsumen ini sudah cukup representatif untuk melindungi konsumen asalkan Undang-undang telah dipahami oleh pelaku usaha dan konsumen.This writing is intended to find out more about consumer protection and the principles that apply in the Consumer Protection Act in accordance with Article 2 of Law No. 8 of 1999. The customer is everybody user of goods and or services available in the community for the benefit of themselves, family, others, as well as other living beings and not untu traded. Consumer protection is all the effort that ensures all legal certainty to provide protection to Konsumen.Disamping it discusses the rights and obligations of consumers and businesses. As the formulation of Article 4 jo 5 Consumer Protection Act. Consumer Protection Law enforcement must involve many parties, especially the government and the Consumer Protection Agency and other supervisory agencies, and must be coordinated with the appropriate agencies to happen harmony and not overlapping policies or decisions.This is expected to stimulate economic growth by fine without harming consumers or users of goods / services. Due to the existence of the Consumer Protection Act is already sufficiently representative to protect consumers as long as the legislation has been understood by businesses and consumers.  
IMPLEMENTASI HAK ATAS AHLI WARIS ANAK KANDUNG NON MUSLIM DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM YANG BERLAKU DI INDONESIA Sukarna, Kadi; Hambali, Jevri Kurniawan
Jurnal Ius Constituendum Vol 2, No 2 (2017): OCTOBER
Publisher : Universitas Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (469.837 KB) | DOI: 10.26623/jic.v2i2.659

Abstract

IMPLEMENTASI HAK ATAS AHLI WARIS ANAK KANDUNG NON MUSLIM DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM YANG BERLAKU DI INDONESIA  Kadi Sukarna dan Jevri Kurniawan Hambali Pasca Sarjana magister Ilmu Hukum Universitas Semarang  ABSTRAK  Hukum waris adalah salah satu bagian dari hukum perdata secara keseluruhan dan merupakan bagian terkecil dari hukum kekeluargaan. Permasalahan tentang kewarisan yang sampai saat ini masih menjadi perdebatan di kalangan praktisi maupun akademisi adalah berkaitan dengan pewarisan kepada anak kandung yang beragama non-Muslim atau murtad dari agama Islam. Di satu sisi jelas bahwa dalam Hukum Islam seorang pewaris Muslim tidak boleh mewarisi disebabkan oleh tiga halangan (hijab hirman bil washfi)[1] yaitu karena beda agama (termasuk murtad), membunuh dan hamba sahaya.[2] Sebagaimana dalam Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1991 tanggal 10 Juni 1991[3] yaitu Kompilasi Hukum Islam mengatur dalam Pasal 173 yang dimana pada intinya tidak mengatur agama sebagai penghalang untuk dapat mewarisi, namun dalam Pasal 171 huruf b dan c Kompilasi Hukum Islam menyatakan bahwa pewaris dan ahli waris harus dalam keadaan beragama Islam. Hal ini menunjukkan bahwa apabila salah satunya tidak beragama Islam maka mereka tidak bisa saling mewarisi. Dalam implementasinya, wasiat wajibah diambil dari tirkah bukan dari mauruts hingga tidak melanggar ketentuan nasikh-mansukh ayat wasiat oleh ayat waris dan demi kepentingan keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum. Landasan hukum pemberian harta kepada non Muslim khususnya anak kandung dijelaskan sama sekali dalam yurisprudensi Mahkamah Agung bahkan diadopsi dalam kasus serupa oleh Pengadilan Agama, tetapi alasan hukum dipengaruhi oleh kepentingan kemaslahatan, keadilan, kemanusiaan dan keyakinan hakim untuk memutuskan. Dan pertimbangan hukum pemberian waris terhadap anak kandung non muslim tidak bertentangan dengan nilai-nilai Islam.  Kata Kunci: Ahli Waris, Anak Kandung Non Muslim, Hukum Islam    IMPLEMENTATION OF INHERITANCE RIGHT TO NON MUSLIM CHILDREN IN ISLAMIC LEGAL PERSPECTIVE APPLIED IN INDONESIA  Kadi Sukarna and Jevri Kurniawan HambaliMagister of Law Science University of Semarang  ABSTRACTThe law of inheritance is one part of the civil law as a whole and it is the smallest part of the family law. The question of inheritance which is still debated among practitioners and academics is related to the inheritance of a non-Muslim or apostate Islam. On the one hand, it is clear that in Islamic Law a Muslim heir may not inherit it caused by three obstacles (hijab hirman bil washfi). It is because of different religions (including apostasy), killing and servant (hamba sahaya). As in the Presidential Instruction of the Republic of Indonesia Number 1 of 1991 dated June 10, 1991 of the Compilation of Islamic Law regulates in Article 173 which in essence does not regulate religion as a barrier to inherit, but in Article 171 letter b and c Compilation of Islamic Law states that the heir and the heirs must be in an Islamic state. This indicates that if one of them is not Moslem, they cannot inherit each other. In the implementation, the mandatory shall be taken from tirkah not from mauruts until it does not violate the provisions of nasikh-mansukh verse of wills by the verse of inheritance and for the interests of justice, benefit and legal certainty. The legal basis for giving property to non-Muslim children, especially biological children, is fully explained in the jurisprudence of the Supreme Court even adopted in similar cases by the Religious Courts. However, the legal grounds are influenced by the benefit, and justice, humanity and judge's conviction to decide. Further, legal considerations of inheritance of non Muslim children are not contrary to Islamic values.  Keywords: Heirs, Non-Muslim Children, Islamic Law            
Keabsahan Pemeriksaan Saksi Sebagai Alat Bukti Dalam Perkara Pidana Yang Disiarkan Langsung Melalui Media Televisi Munir, Misbakhul; Junaidi, Muhammad; Sukarna, Kadi; Arifin, Zaenal
Journal Juridisch Vol. 1 No. 1 (2023): MARCH
Publisher : Universitas Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26623/jj.v1i1.6796

Abstract

Tujuan penelitian ini untuk memahami dan menganalisis keabsahan, pemberian ijin oleh hakim, kendala dan solusi terhadap pemeriksaan saksi sebagai alat bukti perkara pidana yang disiarkan langsung melalui media televisi. Pemeriksaan saksi sebagai alat bukti yang disiarkan langsung melalui media televisi sebenarnya melanggar Pasal 159 ayat (1) KUHAP yang melarang saksi saling berhubungan, karena calon saksi dapat mengetahui proses pemeriksaan saksi sebelumnya melalui media televisi. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif. Kebaruan dalam penelitian ini dengan menggunakan teori keadilan hukum, teori kemanfaatan hukum, dan teori kepastian hukum sebagai acuan. Pertama, pemeriksaan saksi sebagai alat bukti yang disiarkan langsung melalui media televisi memiliki keabsahan dengan harus mengucapkan sumpah terlebih dahulu sesuai Pasal 160 ayat (3) dan (4) KUHAP, serta keterangannya memiliki keterkaitan dengan alat bukti lain sesuai Pasal 185 ayat (6) KUHAP. Kedua, pemberian ijin oleh hakim terhadap proses pemeriksaan saksi sebagai alat bukti yang disiarkan langsung melalui media televisi didasari asas persidangan terbuka untuk umum, dengan tujuan untuk menjamin supaya pemeriksaan berjalan secara objektif. Ketiga, kendala pemeriksaan alat bukti saksi yang disiarkan langsung melalui media televisi antara lain, belum adanya regulasi hukum yang mengatur, calon saksi akan dapat melihat pemeriksaan saksi sebelumnya melalui media televisi, saksi akan mendapatkan ancaman atau teror dari pihak tertentu setelah memberikan keterangan. Diperlukan pembaharuan hukum yang mengatur proses persidangan perkara pidana yang disiarkan langsung melalui media televisi guna kepastian hukumnya.
Kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi Melakukan Penyidikan Dan Penuntutan Tindak Pidana Korupsi Dalam Penegakan Hukum Putri, Risqiana Sunaryo; Sukarna, Kadi; Sudarmanto, Kukuh
Journal Juridisch Vol. 1 No. 3 (2023): NOVEMBER
Publisher : Universitas Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26623/jj.v1i3.7919

Abstract

This research aims to understand the authority of the Corruption Eradication Commission (KPK) in investigating and prosecuting corruption and understand the constraints and solutions of the KPK's authority in investigating and prosecuting corruption crimes in the context of law enforcement. KPK is an independent institution in Indonesia which was formed to fight corruption with the main task of investigating, prosecuting and eradicating criminal acts of corruption. This is regulated in Law Number 30 of 2002 concerning the Corruption Eradication Commission as amended by Law Number 19 of 2019 concerning the Second Amendment to Law Number 30 of 2002. With the changes in provisions in the KPK Law, there have been several changes in the authority of the KPK. The type of research used in this research is normative juridical with statutory approach method, collecting and analyzing legal data, laws and regulations, as well as court decisions related to the KPK's authority. The results of the research show that the KPK has broad authority in investigating and prosecuting corruption. The KPK can carry out wiretapping, search and arrest of corruption suspects, and has the authority to submit charges to court. The KPK also has an independent and professional team of investigators and prosecutors. However, there are several limitations in the KPK's authority. Since 2019, the KPK's authority in wiretapping and searching has been limited by the Indonesian Constitutional Court. Apart from that, there is also debate about the independence status of the Corruption Eradication Committee and political interference that can affect the enforcement of corruption laws. In the context of effective law enforcement, it is important for the KPK to continue to strengthen its authority and ensure its independence from political forces. The active role of the community and government support are also needed to support KPK's efforts to eradicate corruption. Penelitian ini bertujuan untuk memahami kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam penyidikan dan penuntutan tindak pidana korupsi serta memahami kendala dan solusi kewenangan KPK dalam penyidikan dan penuntutan tindak pidana korupsi dalam rangka penegakan hukum. KPK adalah lembaga independen di Indonesia yang dibentuk untuk memerangi korupsi dengan tugas utama menyelidiki, menuntut, dan memberantas tindak pidana korupsi. Hal ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002. Dengan adanya perubahan ketentuan dalam Undang-Undang KPK, mengakibatkan adanya beberapa perubahahan kewenangan KPK. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitiaan ini adalah yuridis normatif dengan metode pendekatan perundang-undangan, mengumpulkan dan menganalisis data hukum, peraturan perundang-undangan, serta putusan pengadilan terkait kewenangan KPK. Hasil penelitian menunjukkan bahwa KPK memiliki kewenangan yang luas dalam penyidikan dan penuntutan tindak pidana korupsi. KPK dapat melakukan penyadapan, penggeledahan, dan penangkapan terhadap tersangka korupsi, serta memiliki wewenang untuk mengajukan dakwaan ke pengadilan. KPK juga memiliki tim penyidik dan tim penuntut yang independen dan profesional. Namun, ada beberapa keterbatasan dalam kewenangan KPK. Sejak tahun 2019, kewenangan KPK dalam penyadapan dan penggeledahan telah dibatasi oleh Mahkamah Konstitusi Indonesia. Selain itu, ada juga perdebatan mengenai status independensi KPK dan intervensi politik yang dapat mempengaruhi penegakan hukum korupsi. Dalam rangka penegakan hukum yang efektif, penting bagi KPK untuk memperkuat kewenangannya dan memastikan independensinya dari kekuatan politik. Peran aktif masyarakat dan dukungan pemerintah juga diperlukan untuk mendukung upaya pemberantasan korupsi yang dilakukan oleh KPK.
Efektivitas Pemberantasan Tindak Pidana Judi Online Rian Ardiansyah, Maruf; Sudarmanto, Kukuh; Sukarna, Kadi; Arifin, Zaenal
Journal Juridisch Vol. 1 No. 3 (2023): NOVEMBER
Publisher : Universitas Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26623/jj.v1i3.7946

Abstract

The purpose of this research is to analyze the effectiveness of combating online gambling crimes in the jurisdiction of the Central Java Regional Police (Polda Jawa Tengah). This research is important because of the increasing prevalence of online gambling, or what is more commonly known as illegal lottery gambling (togel), which has become a significant issue across all layers of Indonesian society. The research methodology used is socio-legal. The novelty of this research lies in examining the effectiveness of combating online gambling within the jurisdiction of the Central Java Regional Police. The findings of this study explain that the factors influencing individuals getting involved in online gambling can be divided into two categories: internal and external factors. The application of Article 303 paragraph (1) of the Indonesian Criminal Code (KUHP) for conventional gambling and Article 45 jo. Article 27 paragraph (2) of Law Number 11 of 2008 concerning Information and Electronic Transactions (ITE) is discussed. Various methods can be employed for the prevention of online gambling, including pre-emptive, preventive, and repressive methods. The prevention of online gambling is an effective means of combating online gambling crimes. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis efektivitas pemberantasan tindak pidana judi online di wilayah hukum Polda Jawa Tengah. Penelitian ini penting karena semakin maraknya judi online atau yang lebih dikenal perjudian togel gelap (togel) yang saat ini marak menjadi salah satu permasalahan yang cukup signifikan disoroti di semua lapisan masyarakat Indonesia. Metode penlitian menggunakan yuridis sosiologis. Kebaruan penelitian ini adalah mengkaji efektifitas pemberantasan judi online di wilayah hukum Polda Jawa Tengah. Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa faktor yang mempengaruhi masyarakat terjerat judi online antara lain terbagi menjadi dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Penerapan Pasal 303 ayat (1) KUHP untuk judi konvensional maupun Pasal 45 jo. Pasal 27 ayat (2) Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE. Upaya pencegahan judi online dapat dilakukan berbagai cara antara lain dengan metode pre-emptive, metode preventif dan metode represif. Metode pencegahan perjudian online merupakan sarana yang efektif dalam pemberantasan tindak pidana judi online.
Diversi Penyidik Dalam Penyelesaian Perkara Pidana Anak Melalui Restorative Justice Tarantung, Yosep; Sudarmanto, Kukuh; Sihotang, Amri Panahatan; Sukarna, Kadi
Journal Juridisch Vol. 1 No. 3 (2023): NOVEMBER
Publisher : Universitas Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26623/jj.v1i3.7947

Abstract

The purpose of this research is to analyze the investigation of juvenile criminal cases through restorative justice in the Central Java Regional Police (Polda Jawa Tengah). The importance of a friendly and fair resolution for children facing the law. The diversion of cases from the criminal justice process to non-criminal justice processes. Diversion can be carried out when the criminal threat is below 7 (seven) years and is not a repeat offense. This type of research uses a socio-legal approach. The research findings indicate that the juvenile diversion process in Central Java Regional Police involves transferring cases from the criminal court to a deliberation process to achieve balance and restoration. Mediators in the deliberation can be trusted community figures, school principals, or teachers. Standard rules are needed for non-formal treatment of cases involving children in conflict with the law to limit negative practices in the justice system. Diversion is carried out to promote the well-being of children, especially in cases of juvenile delinquency, and to prevent recidivism. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis penyidikan terhadap perkara tindak pidana anak melalui restorative justice di Polda Jawa Tengah. Pentingnya penyelesaian perkara yang ramah dan adil bagi anak yang berhadapan dengan hukum. Pengalihan perkara dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana. Diversi dapat dilaksanakan apabila ancaman pidananya di bawah 7 (tujuh) tahun; dan bukan merupakan pengulangan tindak pidana. Jenis penelitian ini menggunakan yuridis sosiologis. Hasil penelitian proses diversi anak pada Polda Jawa Tengah melibatkan pengalihan perkara dari pengadilan pidana ke proses musyawarah untuk mencapai keseimbangan dan memulihkan keadaan. Mediator dalam musyawarah dapat berupa tokoh masyarakat yang dipercaya atau kepala sekolah atau guru. Aturan standar diperlukan untuk perlakuan non-formal terhadap kasus anak yang berkonflik dengan hukum untuk membatasi praktik negatif dalam sistem peradilan. Diversi dilakukan untuk mencapai kesejahteraan bagi anak, khususnya terhadap kejahatan anak, dan untuk mencegah terjadinya residivis.
Pelaksanaan Pencabutan Laporan Tindak Pidana Umum Secara Sepihak Oleh Pelapor Karyanto, Karyanto; Sukarna, Kadi; Sofyan, Syafran; Junaidi, Muhammad; Arifin, Miftah
Journal Juridisch Vol. 2 No. 2 (2024): JULY
Publisher : Universitas Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26623/jj.v2i2.7948

Abstract

The purpose of this research is to examine the legal consequences of unilaterally withdrawing a report of a general criminal offense by the complainant at the Pati Police Resort (Polres Pati). The urgency of this research is that filing a complaint is the right of the victim to initiate or not initiate prosecution because it concerns the interests of the victim. Therefore, in criminal cases involving complaints, a specific period for withdrawing the complaint is provided for in Article 75 of the Criminal Code. The research method used is normative juridical. The results of this study indicate that the withdrawal of a report in criminal law is primarily regulated in Article 75 of the Criminal Code. The application of Article 75 of the Criminal Code, in its developmental context, is limited to extraordinary cases and does not extend to ordinary criminal offenses. The legal impact of unilaterally withdrawing a report of a general criminal offense by the complainant at the Pati Police Resort (Polres Pati) is generally allowed in the context of ongoing investigations but does not hinder the continuation of the investigation. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji tentang dampak hukum pencabutan laporan tindak pidana umum secara sepihak oleh pelapor di Polres Pati. Urgensi penelitian ini Pengaduan merupakan hak dari korban untuk diadakan penuntutan atau tidak dilakukan penuntutan karena menyangkut kepentingan korban, untuk itu dalam perkara delik aduan diberikan jangka waktu pencabutan pengaduan yang diatur dalam Pasal 75 KUHP. Metode penelitian ini adalah yiridis normatif. Hasil penelitian ini bahwa pencabutan laporan dalam hukum pidana pada dasarnya diatur dalam Pasal 75 KUHP. Penerapan Pasal 75 KUHP dalam konteks perkembangannya hanya terbatas pada perkara luar biasa dan tidak meluas pada tindak pidana biasa. Pencabutan laporan tindak pidana umum secara sepihak oleh pelapor di Polresta Pati pada prinsipnya diperbolehkan dalam rangka penyidikan yang sedang berlangsung, namun tidak menghalangi kelanjutan penyidikan.
Pertanggungjawaban Hukum Tindak Pidana Penggelapan Faizin, Muhammad; Sudarmanto, Kukuh; Hadiyanto, Alwan; Sukarna, Kadi
Journal Juridisch Vol. 2 No. 1 (2024): MARCH
Publisher : Universitas Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26623/jj.v2i1.7949

Abstract

The purpose of this research is to examine the legal accountability in cases of embezzlement crimes. The significance of conducting this research lies in the fact that embezzlement is one of the criminal acts that frequently occur across various segments of society. This type of research is classified as empirical juridical research. The research findings indicate that embezzlement is a criminal act closely related to wealth or property, which often occurs within the community, alongside other criminal acts such as theft under Article 362 of the Criminal Code, extortion under Article 268 of the Criminal Code, and fraudulent activities under Article 378 of the Criminal Code. Perpetrators of embezzlement can face criminal sanctions based on the provisions found in Article 372, Article 373, Article 374, Article 375, and Article 376 of the Criminal Code. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji tentang pertanggungjawaban hukum dalam tindak pidana penggelapan. Pentingnya mengakngkat penelitian ini karena tindak pidana penggelapan merupakan salah satu tindak pidana yang banyak terjadi di seluruh lapisan masyarakat. Jenis penelitian ini dalah jenis penelitian yuridis empiris. Hasil penelitiannya adalah tindak pidana penggelapan adalah suatu tindak pidana yang erat kaitannya dengan harta kekayaan atau harta benda, yang sering terjadi di dalam kehidupam masyarakat, disamping tindak pidana lainnya seperti pencurian dalam Pasal 362 KUHP, pemerasan dalam Pasal 268 KUHP, dan juga perbuatan curang dalam Pasal 378 KUHP. Pelaku tindak pidana penggelapan dapat diancam dengan sanksi pidana berdasarkan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 372, Pasal 373, Pasal 374, Pasal 375 dan 376 KUHP.
Optimalisasi Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Pencurian Yang Dilakukan oleh Anak Melalui Diversi Prasetiyo, Rudi; Sudarmanto, Kukuh; Sukarna, Kadi; Ridwan, Mukhlis
Journal Juridisch Vol. 2 No. 3 (2024): NOVEMBER
Publisher : Universitas Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26623/jj.v2i3.9855

Abstract

The study aims to analyze the optimization of the settlement of theft criminal cases committed by children in a diverse way. Children, as part of the future of the nation, have the right to grow and develop optimally, both physically and mentally, as well as socially and morally. Children involved in criminal acts such as theft often come from an under-supported family background, a lack of adequate education, or a poor social environment. Handling criminal cases involving children requires a different approach than adult perpetrators. Diversion, as one of the forms of settlement of criminal cases of children outside formal judicial proceedings, has been regulated in Act No. 11 of 2012 on the Child Criminal Justice System (SPPA). The urgency of this research lies in the need to find an effective solution to dealing with the crime of theft by children through diversified mechanisms. This method of investigation is juridic normative with supported secondary data as primary data and data. By maximizing diversification, it is expected to provide better protection for children facing the law, reduce the negative effects of formal judicial processes, and encourage children to return to society. This research offers some significant aspects of innovation. First, the study developed a diversified optimization strategy model that had not been comprehensively outlined in previous research. Second, it used a multidisciplinary approach that integrated legal, psychological, and sociological perspectives into its analysis. Third, the research identified key factors that influenced the success of diversion implementation in cases of child theft, which could be a reference for future public policy.