Claim Missing Document
Check
Articles

PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PERKELAHIAN KELOMPOK: STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR 1002/PID.B/2008/PN.SMG Rusanto, Imam; Aryaputra, Muhammad Iftar; Triwati, Ani
Hukum dan Masyarakat Madani Vol 7, No 3 (2017): Desember
Publisher : Universitas Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26623/humani.v7i3.972

Abstract

Penelitian   ini   adalah   mengenai   pemidanaan   terhadap   pelaku   perkelahian   antar kelompok, dengan menjadikan Putusan Nomor: 1002/Pid.B/2008/PN.Smg sebagai objek kajiannya. Masalah dalam penelitian ini adalah tentang bagaimana pemidanaan dan pertimbangan hakim terhadap pelaku tindak pidana perkelahian kelompok dengan studi Putusan  Nomor:  1002/Pid.B/2008/PN.Smg.  Metode  pendekatan  yang  digunakan  adalah yuridis normatif. Metode pengumpulan data yang digunakan meliputi studi pustaka dan studi dokumentasi yang kemudian dianalisis secara kualitatif. Pelaku tindak pidana perkelahian kelompok dengan studi Putusan Nomor: 1002/Pid.B/2008/PN.Smg dengan terdakwa F bin GA tidak dapat dipidana, karena perbuatan yang dilakukannya semata-mata didasarkan pada upayanya untuk mempertahankan keselamatan diri dan keluarganya (noodweer). Dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap pelaku tindak pidana perkelahian kelompok dengan studi Putusan Nomor: 1002/Pid.B/2008/PN.Smg ada 6 (enam), yaitu: (a). didasarkan pada dakwaan jaksa; (b). didasarkan pada alat bukti di persidangan (baik alat bukti saksi, surat, dan keterangan terdakwa); (c). didasarkan pada pasal-pasal dalam KUHP dan KUHAP; (d). didasarkan pada fakta-fakta hukum yang terungkap di persidangan. Pemidanaan terhadap pelaku tindak pidana perkelahian kelompok dan dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap pelaku tindak pidana perkelahian kelompok sudah sesuai dengan apa yang diatur dalam KUHP dan KUHAP.This study is about the sentencing of perpetrators of fights between groups, by making the Decision No. 1002 / Pid.B / 2008 / PN.Smg as an object of study. The problem in this research is about how the criminal prosecution and the judges consideration of the criminal fights study group with Decision No. 1002 / Pid.B / 2008 / PN.Smg. The method used is normative. Data collection methods used include library and documentation studies were then analyzed qualitatively. Criminal fights study group with Decision No. 1002 / Pid.B / 2008 / PN.Smg with bin GA F defendant can not be convicted, because the act of doing based solely on its efforts to maintain the safety of themselves and their families (noodweer). Basic consideration of the judge in the verdict against perpetrators of criminal acts with the study group fights Decision No. 1002 / Pid.B / 2008 / PN.Smg No 6 (six), namely: (a). is based on the indictment; (B). based on the evidence at the trial (both the evidence of witnesses, letters and testimony of the defendant); (C). based on the articles of the Criminal Code and the Criminal   Procedure   Code;   (D).   based   on   the   legal   facts   revealed   at   the   hearing. Criminalization fight against criminal groups and the consideration of judges in decisions to fight criminal groups are in accordance with what is stipulated in the Criminal Code and Criminal Procedure.
PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PERKELAHIAN KELOMPOK: STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR 1002/PID.B/2008/PN.SMG Rusanto, Imam; Aryaputra, Muhammad Iftar; Triwati, Ani
Hukum dan Masyarakat Madani Vol 7, No 3 (2017): Desember
Publisher : Universitas Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26623/humani.v7i3.1031

Abstract

Penelitian   ini   adalah   mengenai   pemidanaan   terhadap   pelaku   perkelahian   antar kelompok, dengan menjadikan Putusan Nomor: 1002/Pid.B/2008/PN.Smg sebagai objek kajiannya. Masalah dalam penelitian ini adalah tentang bagaimana pemidanaan dan pertimbangan hakim terhadap pelaku tindak pidana perkelahian kelompok dengan studi Putusan  Nomor:  1002/Pid.B/2008/PN.Smg.  Metode  pendekatan  yang  digunakan  adalah yuridis normatif. Metode pengumpulan data yang digunakan meliputi studi pustaka dan studi dokumentasi yang kemudian dianalisis secara kualitatif. Pelaku tindak pidana perkelahian kelompok dengan studi Putusan Nomor: 1002/Pid.B/2008/PN.Smg dengan terdakwa F bin GA tidak dapat dipidana, karena perbuatan yang dilakukannya semata-mata didasarkan pada upayanya untuk mempertahankan keselamatan diri dan keluarganya (noodweer). Dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap pelaku tindak pidana perkelahian kelompok dengan studi Putusan Nomor: 1002/Pid.B/2008/PN.Smg ada 6 (enam), yaitu: (a). didasarkan pada dakwaan jaksa; (b). didasarkan pada alat bukti di persidangan (baik alat bukti saksi, surat, dan keterangan terdakwa); (c). didasarkan pada pasal-pasal dalam KUHP dan KUHAP; (d). didasarkan pada fakta-fakta hukum yang terungkap di persidangan. Pemidanaan terhadap pelaku tindak pidana perkelahian kelompok dan dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap pelaku tindak pidana perkelahian kelompok sudah sesuai dengan apa yang diatur dalam KUHP dan KUHAP. This study is about the sentencing of perpetrators of fights between groups, by making the Decision No. 1002 / Pid.B / 2008 / PN.Smg as an object of study. The problem in this research is about how the criminal prosecution and the judges consideration of the criminal fights study group with Decision No. 1002 / Pid.B / 2008 / PN.Smg. The method used is normative. Data collection methods used include library and documentation studies were then analyzed qualitatively. Criminal fights study group with Decision No. 1002 / Pid.B / 2008 / PN.Smg with bin GA F defendant can not be convicted, because the act of doing based solely on its efforts to maintain the safety of themselves and their families (noodweer). Basic consideration of the judge in the verdict against perpetrators of criminal acts with the study group fights Decision No. 1002 / Pid.B / 2008 / PN.Smg No 6 (six), namely: (a). is based on the indictment; (B). based on the evidence at the trial (both the evidence of witnesses, letters and testimony of the defendant); (C). based on the articles of the Criminal Code and the Criminal   Procedure   Code;   (D).   based   on   the   legal   facts   revealed   at   the   hearing. Criminalization fight against criminal groups and the consideration of judges in decisions to fight criminal groups are in accordance with what is stipulated in the Criminal Code and Criminal Procedure. 
KAJIAN NORMATIF KEDUDUKAN ANAK SAKSI DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK Aryaputra, Muhammad Iftar; Triasih, Dharu; Pujiastuti, Endah; Panggabean, Ester Romauli; Dewi, Reny Puspita
Hukum dan Masyarakat Madani Vol 8, No 2 (2018): November
Publisher : Universitas Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26623/humani.v8i2.1018

Abstract

Anak yang berhadapan dengan hukum dibagi menjadi tiga katagori, yaitu anak yang berkonflik dengan hukum, anak korban, dan anak saksi. Selama ini, perhatian yang diberikan lebih banyak tertuju pada anak yang berkonflik dengan hukum dan anak korban.  Kedudukan anak saksi kurang untuk dikaji.  Penelitian ini dimaksudkan untuk mengkaji lebih dalam kedudukan anak saksi dalam peradilan pidana anak. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini yakni terkait pengaturan anak saksi dalam hukum positif dan bentuk perlindungan terhadap anak saksi dalam sistem peradilan pidana anak. Penelitian ini termasuk dalam penelitian hukum normatif. Dengan demikian, sumber data yang digunakan adalah data sekunder, terutama yang berasal dari bahan hukum primer berupa perundnag-undangan terkait. Dari data yang diperoleh, selanjutnya akan dianalisis secara kualitatif, sehingga akan menghasilkan suatu penelitian yang bersifat deskriptif analisis. Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan hasil bahwa undang-undang yang mengatur paling lengkap tentang anak saksi dalam sisitem peradilan pidana anak adalah UU No. 11 Tahun 2012. Pengaturan mengenai anak saksi cenderung tidak sistematis dalam suatu undang-undang. Ketentuan mengenai anak saksi tersebar dalam berbagai ketentuan perundang-undangan seperti UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, UU Perlindungan Anak, UU Sistem Peradilan Pidana Anak, dan UU Perlindungan Saksi dan Korban. Patut disayangkan, belum diatur tentang jaminan keselamatan bagi anak saksi dan pemulihan mental bagi anak saksi.Children who are dealing with the law are divided into three categories, children in conflict with the law, children of victim, and children of witness. So far, more attention has been paid to children in conflict with the law and children of victims. The position of children of witness is less to be studied. This study is intended to examine more deeply the position of witnesses in the juvenile criminal justice system. The problem raised in this study is related to the arrangement of children of witnesses in positive law and the form of protection of witness children in the criminal justice system of children. This research is included in normative legal research. Thus, the data source used is secondary data, especially those derived from primary legal materials in the form of related regulations. From the data obtained, then it will be analyzed qualitatively, so that it will produce a descriptive analytical study. Based on the results of the study, it was found that the law that regulates the most complete set of witness children in the criminal justice system is Law No. 11 of 2012. Arrangements regarding witness children tend not to be systematic in a law. Provisions regarding witness children are spread in various legislative provisions such as Law No. 8 of 1981 concerning Criminal Procedure Law, Child Protection Act, Child Criminal Justice System Law, and Witness and Victim Protection Act. Unfortunately, it has not been regulated about the guarantee of safety for witness children and mental recovery for witness children.
Kajian Normatif Kedudukan Anak Saksi Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak Aryaputra, Muhammad Iftar; Triasih, Dharu; Pujiastuti, Endah
Humani (Hukum dan Masyarakat Madani) Vol 8, No 2 (2018): November
Publisher : Universitas Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (517.046 KB) | DOI: 10.26623/humani.v8i2.1379

Abstract

Anak yang berhadapan dengan hukum dibagi menjadi tiga katagori, yaitu anak yang berkonflik dengan hukum, anak korban, dan anak saksi. Selama ini, perhatian yang diberikan lebih banyak tertuju pada anak yang berkonflik dengan hukum dan anak korban. ?Kedudukan anak saksi kurang untuk dikaji.? Penelitian ini dimaksudkan untuk mengkaji lebih dalam kedudukan anak saksi dalam peradilan pidana anak. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini yakni terkait pengaturan anak saksi dalam hukum positif dan bentuk perlindungan terhadap anak saksi dalam sistem peradilan pidana anak. Penelitian ini termasuk dalam penelitian hukum normatif. Dengan demikian, sumber data yang digunakan adalah data sekunder, terutama yang berasal dari bahan hukum primer berupa perundnag-undangan terkait. Dari data yang diperoleh, selanjutnya akan dianalisis secara kualitatif, sehingga akan menghasilkan suatu penelitian yang bersifat deskriptif analisis. Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan hasil bahwa undang-undang yang mengatur paling lengkap tentang anak saksi dalam sisitem peradilan pidana anak adalah UU No. 11 Tahun 2012. Pengaturan mengenai anak saksi cenderung tidak sistematis dalam suatu undang-undang. Ketentuan mengenai anak saksi tersebar dalam berbagai ketentuan perundang-undangan seperti UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, UU Perlindungan Anak, UU Sistem Peradilan Pidana Anak, dan UU Perlindungan Saksi dan Korban. Patut disayangkan, belum diatur tentang jaminan keselamatan bagi anak saksi dan pemulihan mental bagi anak saksi.Children who are dealing with the law are divided into three categories, children in conflict with the law, children of victim, and children of witness. So far, more attention has been paid to children in conflict with the law and children of victims. The position of children of witness is less to be studied. This study is intended to examine more deeply the position of witnesses in the juvenile criminal justice system. The problem raised in this study is related to the arrangement of children of witnesses in positive law and the form of protection of witness children in the criminal justice system of children. This research is included in normative legal research. Thus, the data source used is secondary data, especially those derived from primary legal materials in the form of related regulations. From the data obtained, then it will be analyzed qualitatively, so that it will produce a descriptive analytical study. Based on the results of the study, it was found that the law that regulates the most complete set of witness children in the criminal justice system is Law No. 11 of 2012. Arrangements regarding witness children tend not to be systematic in a law. Provisions regarding witness children are spread in various legislative provisions such as Law No. 8 of 1981 concerning Criminal Procedure Law, Child Protection Act, Child Criminal Justice System Law, and Witness and Victim Protection Act. Unfortunately, it has not been regulated about the guarantee of safety for witness children and mental recovery for witness children.
Penguatan Pemahaman Masyarakat Terhadap Akses Bantuan Hukum Cuma-Cuma ARYAPUTRA, MUHAMMAD IFTAR
Jurnal Pengabdian Hukum Indonesia Vol 3 No 1 (2020): Jurnal Pengabdian Hukum Indonesia (JPHI) Volume 3 (1) November 2020
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Negeri Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/jphi.v3i1.40009

Abstract

Jaminan terhadap hak-hak konstitusional merupakan salah satu ciri dari sebuah negara hukum. Sebuah negara hukum harus mampu menghadirkan jaminan terhadap hak-hak konstitusional setiap orang. Dengan adanya jaminan tersebut, diharapkan agar terwujud suatu pengakuan, jaminan, perlindungan, serta kepastian hukum yang adil bagi segenap orang. Jaminan terhadap hak-hak konstitusional merupakan jaminan yang diberikan kepada setiap orang, tanpa memandang status sosial yang dimiliki. Salah satu bentuk jaminan terhadap hak-hak konstitusional diimplementasikan dalam bentuk bantuan hukum. Bantuan hukum merupakan jasa hukum yang diberikan secara cuma-cuma. Sasaran dari bantuan hukum menurut ketentuan UU Bantuan Hukum adalah anggota masyarakat miskin. Realitas menunjukkan bahwa masih banyak masyarakat miskin yang tidak/belum memanfaatkan bantuan hukum, dikarenakan berbagai faktor. Mulai dari ketidakpahaman, ketidaktahuan, sampai keengganan berhubungan dengan kerumitan prosedur, menjadikan bantuan hukum tidak dapat diakses secara optimal oleh masyarakat miskin. Di sisi lain, pemerintah telah menyediakan anggaran bagi masyarakat miskin yang sedang berhadapan dengan kasus hukum melalui program bantuan hukum. Tidak maksimalnya penyerapan anggaran bantuan hukum dari pemerintah melalui ogranisasi bantuan hukum yang terdaftar di Kementrian Hukum dan HAM, menjadikan sebuah tantangan tersendiri bagi pemerintah dan stake holder terkait, agar dapat mengoptimalkan peran bantuan bagi masyarakat miskin.
Penguatan Pemahaman Masyarakat Terhadap Akses Bantuan Hukum Cuma-Cuma ARYAPUTRA, MUHAMMAD IFTAR
Jurnal Pengabdian Hukum Indonesia (Indonesian Journal of Legal Community Engagement) JPHI Vol 3 No 1 (2020)
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Negeri Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/jphi.v3i1.40009

Abstract

Jaminan terhadap hak-hak konstitusional merupakan salah satu ciri dari sebuah negara hukum. Sebuah negara hukum harus mampu menghadirkan jaminan terhadap hak-hak konstitusional setiap orang. Dengan adanya jaminan tersebut, diharapkan agar terwujud suatu pengakuan, jaminan, perlindungan, serta kepastian hukum yang adil bagi segenap orang. Jaminan terhadap hak-hak konstitusional merupakan jaminan yang diberikan kepada setiap orang, tanpa memandang status sosial yang dimiliki. Salah satu bentuk jaminan terhadap hak-hak konstitusional diimplementasikan dalam bentuk bantuan hukum. Bantuan hukum merupakan jasa hukum yang diberikan secara cuma-cuma. Sasaran dari bantuan hukum menurut ketentuan UU Bantuan Hukum adalah anggota masyarakat miskin. Realitas menunjukkan bahwa masih banyak masyarakat miskin yang tidak/belum memanfaatkan bantuan hukum, dikarenakan berbagai faktor. Mulai dari ketidakpahaman, ketidaktahuan, sampai keengganan berhubungan dengan kerumitan prosedur, menjadikan bantuan hukum tidak dapat diakses secara optimal oleh masyarakat miskin. Di sisi lain, pemerintah telah menyediakan anggaran bagi masyarakat miskin yang sedang berhadapan dengan kasus hukum melalui program bantuan hukum. Tidak maksimalnya penyerapan anggaran bantuan hukum dari pemerintah melalui ogranisasi bantuan hukum yang terdaftar di Kementrian Hukum dan HAM, menjadikan sebuah tantangan tersendiri bagi pemerintah dan stake holder terkait, agar dapat mengoptimalkan peran bantuan bagi masyarakat miskin.
MENELISIK KETENTUAN PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DALAM PERKARA PELANGGARAN HAM BERAT Muhammad Iftar Aryaputra
Jurnal Paradigma Hukum Pembangunan Vol 3 No 01 (2018): Jurnal Paradigma Hukum Pembangunan
Publisher : Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25170/paradigma.v3i01.1913

Abstract

Dalam peradilan pidana, saksi dan korban memiliki kedudukan yang sangat penting, karena kedudukannya yang sangat vital, seorang saksi dan korban harus mendapatkan perlindungan secara maksimal. Salah satu perkara pidana yang komplek dalam proses pembuktiannya adalahperkara pelanggaran HAM berat. Dalam pelanggaran HAM berat, seseorang yang menjadi korban atau saksi harus mendapat perlindungan dari negara. Menarik untuk dikaji lebih jauh, mengenai perlindungan terhadap saksi dan korban dalam perkara pelanggaran HAM berat.Ketentuan mengenai perlindungan saksi dan korban dalam UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM dirasakan tidak maksimal. Oleh karena itu, diperlukan suatu pengaturan mengenai perlindungan saksi dan korban dalam perkara pelanggaran HAM berat yang komprehensif. Tulisan ini mencoba menelisik mengenai kebijakan formulasi perlindungan saksi dan korban dalam perkara pelanggaran HAM berat pada saat ini dan pada masa yang akan datang. Dengan demikian, permasalahan yang diangkat yaitu: (1) bagaimana kebijakan formulasi perlindungan saksi dan korban dalam pelanggaran HAM berat dalam hukum positif? (2) bagaimana kebijakan formulasi perlindungan saksi dan korban dalam pelanggaran HAMberat pada masa yang akan datang?
EFEKTIVITAS WILAYAH RAMAH ANAK DI KELURAHAN KUNINGAN, SEMARANG UTARA, KAITANNYA DENGAN TINGKAT KRIMINALITAS YANG DILAKUKAN ANAK Muhammad Iftar Aryaputra; Dewi Tuti Muryati; Agus Saiful Abib
Jurnal Dinamika Sosial Budaya Vol 19, No 2 (2017): Desember
Publisher : Universitas Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (75.247 KB) | DOI: 10.26623/jdsb.v19i2.986

Abstract

Child protection efforts become very important. One of the efforts made in this regard is to establish “wilayah ramah anak”. In Kota Semarang, “wilayah ramah anak” is implemented in Kelurahan Kuningan. It is hoped that this effort will not only be a way to provide protection to children but also to prevent children from doing things that are against the norm. Issues raised in this study are, (1) how the model of “wilayah ramah anak” contained in Kelurahan Kuningan?; (2) what is the correlation between the establishment of “wilayah ramah anak” with the crime committed by children ?. This research is a sociological law research. Thus, the data used are primary data supported by secondary data which then analyzed qualitatively. Based on the results of research obtained results, first, child-friendly areas in Kelurahan Kuningan basically more physical changes, especially in terms of play facilities and learning children. In addition, there are several other non-physical facilities to support existing physical facilities. Second, “wilayah ramah anak” in Kelurahan Kuningan basically not formed to reduce the crime of children in the walayah. However, indirectly, child-friendly territory can be the breaker of a child's delinquency chain by forming a new generation that avoids crime-related matters.
TUJUAN NEGARA DALAM MENGATUR FREKUENSI RADIO KOMUNITAS DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2002 TENTANG PENYIARAN (STUDI KASUS DI WILAYAH SEMARANG) Doddy Kridasaksana; M Junaidi; Muhammad Iftar Aryaputra
Jurnal Dinamika Sosial Budaya Vol 17, No 2 (2015): Desember
Publisher : Universitas Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (145.084 KB) | DOI: 10.26623/jdsb.v17i2.489

Abstract

Saat ini di berbagai penjuru dunia bermunculan radio komunitas yang digunakan untuk berbagi informasi dalam sebuah komunitas.Demikian pula keberadaan radio komunitas di Semarang. Radio komunitas sendiri adalah lembaga penyiaran atau stasiun radio yang dimiliki, dikelola, diperuntukkan, diinisiatifkan, dan didirikan oleh sebuah komunitas. Sebelum di sahkannya UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, radio komunitas (community radio) di Indonesia sering disebut "radio ilegal". Mengenai frekuensinya oleh Negara dialokasikan antara 107,7 MHz hingga 107,9 MHz dan  radius siaran LPK dibatasi maksimum 2,5 km (dua setengah kilometer) dari lokasi pemancar atau dengan Effective Radiated Power (ERP) maksimum 50 (lima puluh) watt.Laporan penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tujuan Negara dalam mengatur frekuensi radio komunitas dilihat dari peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan radio komunitas dan untuk menemukan problema yang ditemui dan solusi yang diberikan oleh Negara dalam pengaturan radio komunitas. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis empiris, Penyusunan dan penulisan digunakan deskriptif analitis. Data berasal dari primer dan sekunder. Pengumpulannya dengan metode literatur (kepustakaan), disamping wawancara kepada Humas Departemen Komunikasi dan InformatikaRepublik Indonesia, Humas DinasPerhubungan dan Informatika Propinsi Jawa Tengah, Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di lingkungan Balai Monitor Spektrum Frekuensi Radio Kelas II Semarang. Disamping itu penelitian ini juga akan menggunakan pendekatan kuantitatif terhadap data primer.Hasil penelitian diperoleh bahwa 1)Tujuan Negara sebagai pembuat peraturan perundangan tentang penyiaran sekaligus mengatur frekuensi radio komunitas perlu menertibkan,  memberi keadilan bagi pelaku radio komunitas dan memberi sanksi hukum bagi pelanggarnya karena hokum berakar dan terbentuk dalam proses interaksi berbagai aspek kehidupan politik, ekonomi, sosial, budaya, teknologi, keagamaan dan lain–lain. Hal tersebut diatur dalam UU N0.32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, dan mulai berlaku efektif Desember 2002.2) Sebanyak18 radio komunitas baru (33,33%) di Semarang yang akan mengajukan izin penyiaran (hasil merger dari 120 radio komunitas ilegal). Problem lainnya sebagian radio komunitas masih menggunakan power pemancar seadanya, sebagian lagi menggunakan power pemancar yang cukup kuat hingga mengganggu frekuensi lain, seperti yang dialami oleh radio Dais FM (radio komunitas Masjid Agung Semarang), REM FM (radio komunitas Universitas Negeri Semarang). Solusinya, wewenang KPIKPID sesuai Pasal 8 ayat (2) UU Penyiaran, adalah memberikan sanksi administrative terhadap pelanggaran peraturan dan pedoman perilaku penyiaran serta standar program siaran, seperti diatur dalam Bab VIII UU No 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran.
KEBIJAKAN APLIKATIF PENJATUHAN PIDANA DENDA PASCA KELUARNYA PERMA NO. 2 TAHUN Muhammad Iftar Aryaputra; Ani Triwati; Subaidah Ratna Juita
Jurnal Dinamika Sosial Budaya Vol 19, No 1 (2017): Juni
Publisher : Universitas Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (639.476 KB) | DOI: 10.26623/jdsb.v19i1.685

Abstract

There are some problems with a formulation of fine in the Penal Code. These problems can be identified as follows, first, the number of fine in the Penal Code do not conform with the current state of the economy; second, the last change of nominal fine in the Penal Code is 1960 through Law (Prp) No. 18 of 1960; Third, the fine in the Penal Code already outdated when compared with the penalty of a fine in the special penal laws. The Supreme Court (MA) as the highest authority of the judiciary in Indonesia, issued Regulation No. 2 Year 2012. Issues examined in this study: (1) How to legislative policy (formulation) the reduction of crime by criminal penalties? How applicable are policies tackling crime in the Criminal Code with a penalty before and after the release of Perma No. 2 of 2012? The method used in this research is normative. In addition to using a normative approach, the research was supported by the approach of legislation and case approach. Secondary data as the primary data in this study primarily focused on legislation and court decisions, which were analyzed qualitatively.