cover
Contact Name
Eko Sujadi
Contact Email
ekosujadi91@gmail.com
Phone
-
Journal Mail Official
ekosujadi91@gmail.com
Editorial Address
-
Location
Kab. kerinci,
Jambi
INDONESIA
Islamika : Jurnal Ilmu-Ilmu Keislaman
ISSN : 16938712     EISSN : 25027565     DOI : -
Jurnal Islamika: Jurnal Ilmu-ilmu Keislaman (e-ISSN 2502-7565, p-ISSN 1693-8712 is a peer-reviewed (double blind review) journal published by Research and Community Service Office, State Islamic Institute of Kerinci. The goal of this journal is to facilitate scholars, researchers, and teachers for publishing the original research articles or review articles. Journal Islamika is published 14 articles in two editions in one year in July and December.
Arjuna Subject : -
Articles 8 Documents
Search results for , issue "Vol. 14 No. 1 (2014): Islamika : Jurnal Ilmu-ilmu Keislaman" : 8 Documents clear
KESULITAN BELAJAR YANG DIHADAPI OLEH MAHASISWA DAN SOLUSINYA Mohammad Liwa Irrubai
Islamika : Jurnal Ilmu-Ilmu Keislaman Vol. 14 No. 1 (2014): Islamika : Jurnal Ilmu-ilmu Keislaman
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kerinci, Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32939/islamika.v14i1.3

Abstract

One of the problems in the world of education in Indonesia highlighted that many people are of quality problems or quality. Quality of education is of course related to learning. However, reality shows that  a lot of the students did not achieve expected maximum learning because there are several factors that influence them, which are; the influence of close friends, economic status, encouragement of parents, facilities and infrastructure. On the other hand the dynamics of what happens to the students showed clearly the tendency of students to disinterest in science studies. This paper presented: a. Difficulty in learning influenced by; 1) internal factors; intelligence factors and interest, 2) external factors; family and community factors. While solutions to reduce the difficulty of learning are as follows; 1) provides tutoring, 2) generate interest in students to learn the lessons that follow, 3) information service, 4) placement services, and 5) counseling services.
HUKUM ISLAM SEBAGAI REVOLUSIONER DAN EGALITER DALAM KEHIDUPAN SOSIAL Arzam Arzam
Islamika : Jurnal Ilmu-Ilmu Keislaman Vol. 14 No. 1 (2014): Islamika : Jurnal Ilmu-ilmu Keislaman
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kerinci, Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32939/islamika.v14i1.8

Abstract

The law of pre-Islamic pagan racist, feudal and patriarchal, Islamic appear to bring changes to the character of law as opposed to pagan law. Islam teaches equality is reflected in the principles and laws as well as the behavior of the Prophet Muhammad and his followers who want the egalitarian life. Quraish against Islam conflict is closely linked to the religious aspect and the social aspect is a counter to the egalitarian system of Islamic law. And by implication, the understanding of Islamic law must be followed by the realization that Islamic law has egalitarian character and it is a social change of the law that are not egalitarian Jahiliyyah be egalitarian Islamic law Hukum Jahiliyyah pra-Islam yang rasialis, feodal dan patriarkhis, Islam lahir dan muncul dengan membawa perubahan hukum dengan karakter yang bertolak belakang dengan hukum Jahiliyyah. Islam mengajarkan kesetaraan yang tergambar dari prinsip-prinsip dan hukum-hukumnya serta perilaku Nabi Muhamad Saw beserta para pengikutnya yang menghendaki adanya kehidupan egaliter. Pertentangan Quraisy terhadap Islam yang berkaitan erat dengan aspek keagamaan dan aspek sosial merupakan suatu kontra terhadap sistem hukum Islam yang egaliter. Dan sebagai implikasinya, pemahaman terhadap hukum Islam harus diikuti dengan kesadaran bahwa hukum Islam itu memiliki karakter egaliter dan hal tersebut merupakan sebuah perubahan social dari hukum Jahiliyyahyang tidak egaliter menjadi hukum Islam yang egaliter.
HUKUM PERCERAIAN DISEBABKAN OLEH LI’AN Faizin Faizin
Islamika : Jurnal Ilmu-Ilmu Keislaman Vol. 14 No. 1 (2014): Islamika : Jurnal Ilmu-ilmu Keislaman
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kerinci, Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32939/islamika.v14i1.10

Abstract

According to Islamic law, the despair and the end of a marriage in a conjugal situation can occur at the instance of her husband through divorce. While the conclusion of a marriage is the will of the husband and wife can occur through curses, that the oath taken spouses in which there is the curse of God if the statement is not true with respect to his vow husband alleged that his wife had committed adultery with another man. The allegations in the absence of witnesses, as required for the issue of adultery four witnesses. My husband Saw his wife admitted having sexual relations with another person, whereas witness Saw the act of adultery, the wife or husband denies and says that for several months did not have sexual relations with a variety of reasons. Under the provisions of article 162 is a common thread that can be taken by the husband and wife do li'an each other, then there was a break between them for ever. Children conceived following his mother.Menurut syari’at Islam, putus asa dan berakhirnya suatu perkahwinan dalam keadaan suami-istri dapat terjadi atas kehendak suami melalui talak. Sedangkan berakhirnya suatu perkawinan atas kehendak suami juga isteri dapat terjadi melalui li’an, yaitu sumpah yang dilakukan suami atau isteri yang didalamnya terdapat pernyataan sikap dilaknat Allah jika sumpahnya tidak benar sehubungan dengan tuduhan suami bahwa isterinya telah berbuat zina dengan laki-laki lain.Tuduhan itu tanpa kehadiran saksi, seperti disyaratkan untuk masalah perzinaan yaitu empat orang saksi. Suami mengaku menyaksikan isterinya melakukan hubungan seksual dengan orang lain, sebagailayaknya saksi menyaksikan perbuatan zina, atau suami mengingkari kandungan isterinya dan mengatakan bahwa selama sekian bulan tidak pernah melakukan hubungan seksual dengan berbagai alasan. Berdasarkan ketentuan pasal 162 tersebut dapat diambil benang merah bahwa suami-isteri saling melakukan li’an, maka terjadilah perpisahan antara keduanya untuk selama-lamanya.  Anak yang dikandung dimasabkan kepada ibunya
HAK ASASI MANUSIA DALAM PANDANGAN ISLAM Pitriani Pitriani
Islamika : Jurnal Ilmu-Ilmu Keislaman Vol. 14 No. 1 (2014): Islamika : Jurnal Ilmu-ilmu Keislaman
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kerinci, Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32939/islamika.v14i1.11

Abstract

Normally, the position of the human person with all the rights of the most fundamental has gained recognition in the Declaration and the International Covenants. Human rights have become values and norms in international relations. This is shown by the agreement of all countries, at least in countries that are members of the United Nations to the United Nations Charter, the Universal Declaration of Human Rights (1948). Islam as a religion and its teachings are universal and comprehensive, encompassing faith, worship, and mu'amalat, each of which contains the doctrine of the faith; religious dimension to the teachings of the mechanisms of human devotion to God; with either the doctrine of man's relationship with fellow humans and to the environment. Each dimension is based on the teachings of the provisions referred to by the term Sharia or Islamic jurisprudence. In the context of law or jurisprudence there are teachings on Human Rights (HAM). The existence of the doctrine of human rights in Islam shows that Islam as a religion has placed man as honorable and noble creatures. Therefore, the protection and respect for the human being is the claim of Islam itself must be carried out by Muslims against fellow human beings without exception.Secara normatif, kedudukan pribadi manusia dengan segala hak-haknya yang paling asasi telah memperoleh pengakuan dalam Deklarasi dan Kovenan-kovenan internasional. Hak-hak asasi manusia telah menjadi nilai dan norma dalam hubungan internasional. Hal ini ditunjukkan oleh persetujuan semua negara, setidak-tidaknya negara-negara yang menjadi anggota PBB terhadap piagam PBB, Deklarasi Universal tentang Hak-Hak Asasi Manusia (1948).Islam sebagai sebuah agama dengan ajarannya yang universal dan komprehensif meliputi akidah, ibadah, dan mu’amalat, yang masing-masing memuat ajaran tentang keimanan; dimensi ibadah memuat ajaran tentang mekanisme  pengabdian manusia terhadap Allah; dengan memuat ajaran tentang  hubungan manusia dengan sesama manusia maupun dengan alam sekitar. Kesemua demensi ajaran tersebut dilandasi oleh ketentuan-ketentuan yang disebut dengan istilah syari’ah atau fikih.Dalam konteks syari’at atau fikih itulah terdapat ajaran tentang Hak Asasi Manusia (HAM).Adanya ajaran tentang HAM dalam Islam menunjukkan bahwa Islam sebagai agama telah menempatkan manusia sebagai makhluk terhormat dan mulia.Karena itu, perlindungan dan penghormatan terhadap manusia merupakan tuntutan dari ajaran Islam itu sendiri yang wajib dilaksanakan oleh umatnya terhadap sesama manusia tanpa kecuali.
ISTILAH-ISTILAH DALAM PERADILAN ISLAM Eka Putra
Islamika : Jurnal Ilmu-Ilmu Keislaman Vol. 14 No. 1 (2014): Islamika : Jurnal Ilmu-ilmu Keislaman
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kerinci, Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32939/islamika.v14i1.12

Abstract

Islamic Courts indeed have some sense of the terminology in the law. The terminology can be called by al-Qada 'al-adl / al-qist, al-hukm, al-iffa', and al-ijtihad. In this case, there are differences in the terms used in discussing and establishing a law. Because of differences all settings are based on existing ahwal and when it happens. The scope of the al-Qada 'is related to the implementation of syariah law in a particular case, which is intended for the realization of peace and well-being of the flesh. Formally, it was done by someone who is authorized to carry out these tasks in a particular area. The decision authorized person is obligated, with the meaning of words must be followed by those who stuck with what was decided that. The objective here is opposed to the wicked. People who transgress his testimony can not be accepted. Al-Hukm (plural al-Ahkam) is etymologically synonymous with al-Bukhari, al-fiqh, al-Qada 'bi al-'adl. Al-Hukm also means arrested. Ijtihad is an ability to exert maximum effort to achieve something.Peradilan Islam sesungguhnya memiliki beberapa peristilahan dalam  mengertikan hukum. Peristilahan itu bisa disebut dengan al-qada', al-adl/al-qist, al-hukm, al-iffa', dan al-ijtihad. Dalam hal ini ternyata terdapat perbedaan istilah yang dipakai dalam membahas dan menetapkan sesuatu hukum. Karena adanya perbedaan kasus-kasus itu. Semua penetapan itu didasarkan kepada  ahwal yang ada  dan terjadi ketika itu.Ruang lingkup al-qada' adalah menyangkut pelaksanaan hukum syara' dalam suatu kasus tertentu, yang bertujuan agar terwujudnya ketentraman dan kemaslahatan hidup duniawi. Secara formal hal itu dilakukan oleh seseorang yang diberi wewenang untuk melaksanakan tugas tersebut dalam wilayah tertentu. Keputusan orang yang berwenang tersebut sifatnya mengikat, dengan arti kata wajib dipatuhi oleh orang yang tersangkut dengan perkara yang diputuskan itu. Adil di sini merupakan lawan dari fasiq. Orang yang fasiq tidak dapat diterima kesaksiannya. Al-Hukm (jamaknya al-ahkam) secara etimologi sinonim dengan al-'ilm, al-fiqh, al-qada' bi al-'adl. Al-Hukm juga bearti menahan. Ijtihad adalah mengerahkan suatu kemampuan secara maksimal untuk mencapai sesuatu.
KONSEP ISLAM TENTANG NEGARA Afridawati Afridawati
Islamika : Jurnal Ilmu-Ilmu Keislaman Vol. 14 No. 1 (2014): Islamika : Jurnal Ilmu-ilmu Keislaman
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kerinci, Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32939/islamika.v14i1.13

Abstract

God created man with a habit that tends to accumulate and are not able to make ends meet alone without the help of others. When people come together to meet their needs, they are composed of various groups and parties (social beings), which allows the competition and disputes. So Allah sent down the regulations and obligations for them as guidelines that they must comply in life together, to keep the implementation of the regulation, obliging him to appoint a manager in charge of managing their affairs and to act as a judge in resolving disputes between them. Perfect that is the root and the formation of human society in a certain place, which is then transformed into a country. Sesungguhnya Allah menciptakan manusia dengan tabiat yang cenderung untuk berkumpul dan tidak mampu seorang diri memenuhi kebutuhan hidupnya tanpa bantuan orang lain. Ketika manusia berkumpul bersama dalam memenuhi kebutuhannya, mereka terdiri dari berbagai kelompok dan golongan(makhluk sosial), yang memungkinkan terjadinya persaingan dan perselisihan. Karena itu Allah menurunkan peraturan-peraturan dan kewajiban-kewajiban bagi mereka sebagai pedoman yang harus mereka patuhi dalam  hidup bersama, untuk memelihara pelaksanaan peraturan itu, Allah mewajibkan mengangkat seorang pemimpin  yang bertugas mengelola urusan mereka dan bertindak sebagai hakim dalam menyelesaikan perselisihan diantara mereka sehingga tidak ada penganiayaan.Proses inilah yang menjadi akar dan faktor terbentuknya masayarakat manusia di suatu tempat tertentu, yang kemudian menjelma menjadi negara.
PENGARUH FAKTOR-FAKTOR SOSIAL TERHADAP IJTIHAD ABU BAKAR AL-SHIDDIQ Ali Hamzah
Islamika : Jurnal Ilmu-Ilmu Keislaman Vol. 14 No. 1 (2014): Islamika : Jurnal Ilmu-ilmu Keislaman
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kerinci, Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32939/islamika.v14i1.14

Abstract

Abu Bakar, a caliph which is very close to the Messenger and those who believe, first of all among adults. His Ijtihad (struggle) is very influential on the development of religious Muslims at the time. Because of to the strength and solidarity of Muslims at that time, Muslims still exist, as in the time of the Prophet of Islam, even in certain areas there is progress and a significant advantage which was inspired by some of his brilliant effort. Review of various aspects of leadership, can work well, because it was driven by a very admirable character that he had with the Muslim countries. Abu Bakar seorang khalifah yang sangat dekat dengan Rasul dan termasuk orang yang pertama sekali beriman dari kalangan orang dewasa. Ijtihad-ijtihad beliau sangat berpengaruh terhadap perkembangan keagamaan umat Islam pada saat itu. Berkat keteguhan dan kebersamaan umat Islam pada saat itu, umat Islam tetap eksis, sebagaimana Islam di masa Rasul, bahkan pada bidang tertentu terdapat kemajuan dan keunggulan yang sangat berarti  yang diilhami oleh beberapa ijtihad brilian beliau. Kepemimpinannya ditinjau dari berbagai aspek, bisa berjalan dengan baik, karena dimotori oleh karakter yang sangat terpuji yang beliau miliki plus kekompakannya dengan  warga negara  Islam.
QADHA SHALAT BAGI ORANG PINGSAN (STUDI KOMPARATIF PENDAPAT ULAMA) Nenan Julir
Islamika : Jurnal Ilmu-Ilmu Keislaman Vol. 14 No. 1 (2014): Islamika : Jurnal Ilmu-ilmu Keislaman
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kerinci, Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32939/islamika.v14i1.15

Abstract

Shalat has a high position among other acts of worship. It is the prayer that accompanies the journey of human life all the time, at least five (5) times a day and night shall be done by humans. In fact, human life would not be fit at all times, sometimes they experienced pain, fainting so that prayer is neglected. Shall neglected prayer be replaced by / qadha or not? In this regard the fuqaha have different opinions on determining the law. Here the author tried to compare the opinions and arguments of each Imam mazhab to take a valid opinion. Ibadah shalat memiliki kedudukan yang tinggi di antara ibadah-ibadah yang lain. Ia adalah ibadah yang mengiringi perjalanan hidup manusia sepanjang waktu, minimal lima (5) kali sehari semalam wajib dikerjkan oleh manusia. Kenyataannya perjalanan hidup manusia tidak selalu prima sepanjang waktu, adakalnya mengalami sakit, pingsan misalnya sehingga shalat terabaikan.Shalat yang terabaikan itu apakah wajib diganti/diqadha atau tidak? Berkenaan dengan  hal ini para fuqaha berselisih pendapat dalam menetapkan hukumnya. Di  sini penulis mencoba mengkomparasikan pendapat dan dalil dari masing-masing Imam mazhab, untuk mengambil pendapat yang lebih kuat. Ibadah shalat memiliki kedudukan yang tinggi di antara ibadah-ibadah yang lain. Ia adalah ibadah yang mengiringi perjalanan hidup manusia sepanjang waktu, minimal lima (5) kali sehari semalam wajib dikerjkan oleh manusia. Kenyataannya perjalanan hidup manusia tidak selalu prima sepanjang waktu, adakalnya mengalami sakit, pingsan misalnya sehingga shalat terabaikan.Shalat yang terabaikan itu apakah wajib diganti/diqadha atau tidak? Berkenaan dengan  hal ini para fuqaha berselisih pendapat dalam menetapkan hukumnya. Di  sini penulis mencoba mengkomparasikan pendapat dan dalil dari masing-masing Imam mazhab, untuk mengambil pendapat yang lebih kuat.

Page 1 of 1 | Total Record : 8


Filter by Year

2014 2014


Filter By Issues
All Issue Vol. 25 No. 1 (2025): Islamika: Jurnal Ilmu-Ilmu Keislaman Vol. 24 No. 2 (2024): Islamika: Jurnal Ilmu-Ilmu Keislaman Vol. 24 No. 1 (2024): Islamika: Jurnal Ilmu-Ilmu Keislaman Vol. 23 No. 2 (2023): Islamika: Jurnal Ilmu-Ilmu Keislaman Vol. 23 No. 1 (2023): Islamika: Jurnal Ilmu-Ilmu Keislaman Vol. 22 No. 01 (2022): Islamika: Jurnal Ilmu-Ilmu Keislaman Vol. 22 No. 2 (2022): Islamika: Jurnal Ilmu-Ilmu Keislaman Vol. 21 No. 02 (2021): Islamika: Jurnal Ilmu-Ilmu Keislaman Vol. 21 No. 01 (2021): Islamika: Jurnal Ilmu-ilmu Keislaman Vol. 20 No. 02 (2020): Islamika : Jurnal Ilmu-ilmu Keislaman Vol. 20 No. 01 (2020): Islamika : Jurnal Ilmu-ilmu Keislaman Vol 19 No 02 (2019): Jurnal Islamika Volume 19 No 02 Vol 19 No 01 (2019): Jurnal Islamika Volume 19 No 01 Vol. 19 No. 02 (2019): Islamika : Jurnal Ilmu-ilmu Keislaman Vol. 19 No. 01 (2019): Islamika : Jurnal Ilmu-ilmu Keislaman Vol 18 No 1 (2018): Volume 18 Nomor 1 Tahun 2018 Vol 18 No 02 (2018): Jurnal Islamika Volume 18 No 02 Vol. 18 No. 02 (2018): Islamika : Jurnal Ilmu-ilmu Keislaman Vol. 18 No. 01 (2018): Islamika : Jurnal Ilmu-ilmu Keislaman Vol 17 No 2 (2017): Volume 17 Nomor 2 Vol 17 No 1 (2017): Volume 17 Nomor 1 Vol. 17 No. 2 (2017): Islamika : Jurnal Ilmu-ilmu Keislaman Vol. 17 No. 1 (2017): Islamika : Jurnal Ilmu-ilmu Keislaman Vol. 16 No. 2 (2016): Islamika : Jurnal Ilmu-ilmu Keislaman Vol 16 No 2 (2016) Vol 16 No 1 (2016) Vol. 16 No. 1 (2016): Islamika : Jurnal Ilmu-ilmu Keislaman Vol. 15 No. 2 (2015): Islamika : Jurnal Ilmu-ilmu Keislaman Vol 15 No 2 (2015) Vol 15 No 1 (2015) Vol. 15 No. 1 (2015): Islamika : Jurnal Ilmu-ilmu Keislaman Vol 14 No 2 (2014) Vol. 14 No. 2 (2014): Islamika : Jurnal Ilmu-ilmu Keislaman Vol 14 No 1 (2014) Vol. 14 No. 1 (2014): Islamika : Jurnal Ilmu-ilmu Keislaman Vol. 13 No. 2 (2013): Islamika : Jurnal Ilmu-ilmu Keislaman Vol 13 No 2 (2013) Vol 13 No 1 (2013) Vol. 13 No. 1 (2013): Islamika : Jurnal Ilmu-ilmu Keislaman More Issue