cover
Contact Name
Hayati Minarsih
Contact Email
menaraperkebunanppbbi@gmail.org
Phone
-
Journal Mail Official
menaraperkebunan@iribb.org
Editorial Address
Jalan Taman Kencana No.1 Bogor 16128, Jawa Barat
Location
Kab. bogor,
Jawa barat
INDONESIA
Menara Perkebunan
ISSN : 01259318     EISSN : 18583768     DOI : -
Core Subject : Agriculture,
Menara Perkebunan as a communication medium for research in estate crops published articles covering original research result on the pre- and post-harvest biotechnology of estate crops. The contents of the articles should be directed for solving the problems of production and/or processing of estate crops of smallholder, private plantations and state-owned estates, based on the three dedications of plantation. Analyses of innovative research methods and techniques in biotechnology, which are important for advancing agricultural research. Critical scientific reviews of research result in agricultural and estate biotechnology.
Arjuna Subject : -
Articles 10 Documents
Search results for , issue "Vol 87, No 2 (2019): OKTOBER, 2019" : 10 Documents clear
Peningkatan hasil dan penekanan kejadian penyakit pada jagung manis (Zea mays var. Bonanza) dengan pemanfaatan biostimulan berbahan kitosan Sri WAHYUNI; Ciptadi Achmad YUSUP; Deden Dewantara ERIS; Soekarno Mismana PUTRA; Agustin Sri MULYATNI; . SISWANTO; . PRIYONO
E-Journal Menara Perkebunan Vol 87, No 2 (2019): OKTOBER, 2019
Publisher : INDONESIAN RESEARCH INSTITUTE FOR BIOTECHNOLOGY AND BIOINDUSTRY

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2718.044 KB) | DOI: 10.22302/iribb.jur.mp.v87i2.349

Abstract

AbstractCorn, an important crop in Indonesia still has a low productivity, thus many efforts are required to fulfill its national demand. One of the solutions to improve corn yield is by applying biostimulant containing chitosan as an active ingredient. Chitosan has been proved to increase plant growth and resistance against diseases. The objective of this research was to study the effects of several chitosan formulas on the yield and diseases occurance in sweet corn (Zea mays var. Bonanza). The chitosan formulas tested were soluble liquid(SL), wettable powder (WP), nano chitosan (NN), and unformulated chitosan (CH). The experiment was arranged using a randomized block design with three replications. All chitosan formulas were applied by seeds soaking for 20 minutes, followed by foliar spraying on corn plants at three weeks after planting (WAP), with the concentration of 500 ppm (400 L/ha spray volume), every threeweeks until 9 WAP. Parameters observed were brix value, weight of corn cobs, weight of corn biomass, and plant diseases including downy leaves, leafblight and leaf rust. The results showed that NN formula increased the brix value up to 7%, the corn cob weight up to 49% and the biomass weight upto 34% compared to the control; whereas SL formula reduced the incidence of downy mildew by 53% at 3 WAP and leaf blight disease by 51% at 6 WAP. In addition, the incidence of corn leaf rust reduced 59-71% in corn plant subjected to all chitosan formulas. Based on the results, application of chitosan in NN formula was best in increasing yield, while in SL formula was best in reducing the incidence of important corn diseases.[Keywords: downy mildew, chitosan formula, seed treatment]AbstrakJagung sebagai salah satu komoditas pangan penting di Indonesia masih memiliki produktivitas yang rendah sehingga diperlukan usaha untuk memenuhi kebutuhan jagung nasional. Salah satu cara untuk meningkatkan hasil jagung adalah dengan aplikasi biostimulan yang mengandung bahan aktif kitosan. Kitosan telah terbukti mampu meningkatkan pertumbuhan dan daya tahantanaman terhadap penyakit. Penelitian ini bertujuan mempelajari pengaruh beberapa formula kitosan terhadap hasil dan kejadian penyakit pada tanaman jagung manis (Zea mays var. Bonanza). Formula kitosan yang diuji adalah cairan yang dapat larut (soluble liquid, SL), tepung yang dapat dibasahi (wettable powder, WP), nano kitosan (nano chitosan, NN), dan kitosan non formulasi (unformulated chitosan, CH). Percobaan dilakukan menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) dengan tiga ulangan. Masingmasing formula kitosan tersebut diaplikasikan melalui perendaman benih selama 20 menit yangdiikuti dengan penyemprotan daun pada tanaman jagung berumur tiga minggu dengan konsentrasi 500 ppm (volume semprot 400 L/ha) yang dilakukan setiap tiga minggu sampai tanaman berumur sembilan minggu. Parameter yangdiamati adalah nilai brix, bobot tongkol jagung, bobot biomassa jagung, dan penekanan kejadian beberapa penyakit tanaman meliputi bulai, hawardaun, dan karat daun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aplikasi kitosan NNmeningkatkan nilai brix jagung manis hingga 7%, bobot tongkol jagung hingga 49% dan bobot biomassa hingga 34% dibandingkan dengan kontrol. Sementara itu, aplikasi kitosan SL dapat menekan kejadian penyakit bulai hingga 53% padaumur tanaman 3 minggu setelah tanam (MST) dan penyakit hawar daun hingga 51% pada umur 6 MST. Selain itu, kejadian penyakit karat daun jagung juga dapat ditekan 59-71% pada aplikasi keempat formula kitosan. Berdasarkan hasiltersebut, aplikasi kitosan NN paling optimal dalam meningkatkan hasil panen jagung manis, sedangkan aplikasi kitosan SL paling optimal dalam menekan kejadian beberapa penyakit pada tanaman jagung.[Kata Kunci: bulai, formula kitosan, perlakuan benih]
Pelarutan P dan K dari batuan leusit dan apatit menggunakan kombinasi senyawa humat-BPF-BPK Mohammad Jimmy KURNIATA; Tri Candra SETIAWATI; Jay JAYUS
E-Journal Menara Perkebunan Vol 87, No 2 (2019): OKTOBER, 2019
Publisher : INDONESIAN RESEARCH INSTITUTE FOR BIOTECHNOLOGY AND BIOINDUSTRY

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2374.167 KB) | DOI: 10.22302/iribb.jur.mp.v87i2.330

Abstract

AbstractDue to the limited availability of potassium and phosphate in soil and the high price of their synthetic mineral fertilizers, the importance of minerals-solubilizing microorganismshas been increasingly significant aimed at sustainable agriculture achievement. Apatite and leucite are considerably abundant minerals; however, their solubility is low. This study was aimed to study the effects of the combination of phosphate-and potassium-solubilizing bacteria (PhSB and PSB) and humic acid of cassava as bioleaching agents in the solubilization process of potassium and phosphate from agromineral material. Some leucite agromineral materials were obtained from Situbondo and Pati, while apatite materials were obtained from Tuban and Ciamis, Indonesia. The minerals were treated with 2.10 x 107CFU/g PhSB and 1.61 x 107CFU/g PSB isolates, combined with 100 ppm organic C humic compounds from cassava as the media. The minerals solubility was monitored every two weeks for 12 weeks ofobservation, which includes the concentration of dissolved K and P, as well as the pH of the media. The presence of organic acids was observed to monitor the bacterial activity by using HPLC, while the physical changes of the rock surface due to bacterial dissolution were scanned by using scanning electron microscopy (SEM). The results showed that the highest dissolution of P was recorded at week 4 (344.23 ppm) released from Tuban apatite with the combination of PhSB and PSB under the humic compound.In contrast, the highest K dissolution was obtained at week 6 for Situbondo leucite (44.21 me/100 g) with a combination of humic cassava compound and PSB only. Statistical analyses showed a mark different on both minerals for dissolution of K and P. The SEM result indicates breakage of the rock surface after a three month observation period indicating that the dissolution minerals occurred. Selected organic acids such as citric, ferulic, coumaric, syringic, and malic acids were detected during the treatment.[Keywords: leucite, apatite, humic compounds, organic acid] Abstrak     Ketersediaan kalium (K) dan fosfat (P) dalam tanah terbatas,danharga pupuk sintetik relatif mahal, menjadikan mikroorganismepelarut mineral memegang peranan penting dalam menunjang pertanian berkelanjutan.Batuan mineral apatit dan leusitmerupakan sumber daya mineral dengan ketersediaan tinggi tetapi mempunyai kelarutan mineral rendah. Penelitian bertujuan untukmempelajari pengaruh kombinasi bakteri pelarut fosfat (BPF), bakteri pelarut kalium (BPK), dan humatsingkong sebagai agen bioleachingdalam proses pelarutan K dan P dari bahan agromineral. Bahan agromineral leusitdiperoleh dariKabupatenSitubondo dan Pati, sedangkan bahan apatit berasal dari Kabupaten Tuban dan Ciamis, Indonesia. Bahan mineral diperlakukan dengan 2,10 x107CFU/gBPF dan 1,61 x 107CFU/gBPK, dikombinasikan dengan 100 ppm C organik senyawa humatdari singkong sebagai media. Kelarutan mineral diamati setiap dua minggu sekali selama 12 minggu meliputi kelarutan K dan P, dan pH media. Produksi asam organik dianalisis untuk mengamati aktivitas bakteri menggunakan HPLC dan perubahan fisik permukaan batuan akibat pelarutan bakteri dipindai menggunakan SEM.Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelarutan fosfat tertinggi tercatat pada minggu ke 4 (344,23 ppm) yang dilepaskan dari apatit Tuban dengan kombinasi BPF dan BPK dengan senyawa humat, sedangkan pelarutan kalium tertinggi diperoleh pada minggu ke 6 dari leusitSitubondo (44,21 me / 100 g) dengan kombinasi senyawa humatsingkong dan BPK. Secara statistikpada kedua mineral pelarutan K dan P menunjukkan berbedanyata. Hasil analisis dengan menggunakan SEMterjadi kerusakan permukaan batuansetelah periode pengamatan tigabulan yang menunjukkan bahwa terjadi pelarutan mineral. Selama percobaan dideteksi beberapa  asam organik seperti asam sitrat, ferulat, kumarat, siringatdan malat. [Kata kunci: leusit, apatit,senyawa humat,asam organik]
Aktivitas amilase bakteri amilolitik asal larva black soldier fly (Hermetia illucens) Irma KRESNAWATY; Rizki WAHYU; Ashadi SASONGKO
E-Journal Menara Perkebunan Vol 87, No 2 (2019): OKTOBER, 2019
Publisher : INDONESIAN RESEARCH INSTITUTE FOR BIOTECHNOLOGY AND BIOINDUSTRY

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (295.541 KB) | DOI: 10.22302/iribb.jur.mp.v87i2.341

Abstract

AbstractAmylase is an enzyme that has been widely used as a biocatalyst in foodand bioethanol industries. The availability of thermostable amylase will further expand the market and extend the shelf life of this enzyme. Amylase is produced by amylolytic bacteria using media with high-costnitrogen sources, such as pepton. Black soldier fly (BSF) is a potential source of amylolitic bacteria since its ability to degrade organic matters rapidly. This research aimedtoexploreamylolitic bacteria from the larvae of BSF with highest amylase activity that can be produced using low-cost media. The screening ofamylase activity was conducted by culturing the bacteria on starch containing media.Bacteria with the highest amylase activity were cultured in liquid media with twodifferentnitrogensources (urea and nitrate). Determinations of the optimum pH and temperature for this enzyme activity were carried out in the pH range 4to 7 and temperature 35to 65 ºC. Three amylase-producing isolates were obtained in this study. M1 isolate which has the highest activity was characterized based oncatalase activity and Gram staining. The results showed that the M1 isolate mightbelong togenus Proteussp. At the optimum condition (45ºC and pH 7), amylase activityin nitrate mediawas0.791U/mL, which was about 18-folds higher than that in ureamedia (0,041U/mL). Thus, amylase isolated from BSF larvae can be classified as a mesophilic enzyme and has the potential to be developed commercially at lower production costs.[Keywords:crude extract enzyme,Proteus sp.,thermostable] AbstrakAmilase merupakan salah satu enzim yangtelah digunakan secara luas sebagai biokatalis dalam industri pangan dan bioetanol.Ketersediaan amilase termostabil akan semakin memperluas pasar dan memperpanjang daya simpan enzim ini. Selama ini, produksi amilase dilakukan dengan memanfaatkan bakteri amilolitik menggunakan media dengan sumber nitrogen yang mahal, misalnya pepton. Black soldier fly (BSF) merupakan sumber bakteri amilolitik yang potential karena BSF memiliki kemampuan mendegradasi bahan organik dengan cepat.  Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi bakteri amilolitik dengan kemampuan amilase tinggi yang dapat diproduksi menggunakan media yanglebihmurah.Skrining bakteri penghasil amilase dilakukan dengan menumbuhkan bakteri pada media yang mengandung pati. Bakteri dengan aktivitas amilase tertinggi dikulturkan dalam media cair dengan dua sumber nitrogenyang berbeda, yaitu urea dan nitrat. PenentuanpH dan suhu optimum aktivitas enzim ini dilakukan pada rentang pH 4sampai 7 dan suhu 35sampai 65 ºC.Tiga isolat penghasil amilase diperoleh dalam penelitian ini. Isolat M1 yang memiliki aktivitas tertinggi dikarakterisasi berdasarkan uji katalasedan uji pewarnaan Gram. Hasilnya menunjukkan bahwa isolat M1 termasukgenus Proteus sp. Pada kondisi optimum (suhu 45oC dan pH 7), aktivitas amilase pada media nitrat adalah 0,791 U/mL, lebih kurang 18 kali lebih tinggi dibanding aktivitas pada media urea (0,041 U/mL). Dengan demikian, amilase yang dihasilkan oleh bakteri asallarva BSF merupakan enzim mesofilik dan berpotensi untuk dikembangkan secara komersial dengan biaya produksi yang lebih murah.[Kata kunci: enzim ekstrak kasar, Proteussp.,termostabil]
Waste reduction and nutrient recovery during the co-composting of empty fruit bunches and palm oil mill effluent Victor BARON; Jajang SUPRIATNA; Clarisse MARECHAL; Rajiv SADASIBAN; Xavier BONNEAU
E-Journal Menara Perkebunan Vol 87, No 2 (2019): OKTOBER, 2019
Publisher : INDONESIAN RESEARCH INSTITUTE FOR BIOTECHNOLOGY AND BIOINDUSTRY

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22302/iribb.jur.mp.v87i2.338

Abstract

AbstrakMinyak kelapa sawit adalah minyak nabati yang paling banyak dikonsumsi dunia. Setengah dari produksinya berasal dari Indonesia, walaupun perluasannya telah dikritik dari sudut pandang lingkungan. Pengurangan dampak lingkungan perkebunan melalui praktik pengelolaan limbah yang lebih baik sangat penting untuk mencapai produksi yang lebih bersih. Dalam konteks ini, penelitian difokuskan pada pengomposan, praktik yang semakin banyak diterapkan di agroindustri. Penelitian bertujuan untuk menguji pengomposan produk samping pabrik kelapa sawit yaitu tandan kosong kelapa sawit (TKKS) dan limbah cair pabrik kelapa sawit (LCPKS), pada rasio LCPKS/TKKSdan frekuensi pembalikan yang berbeda. Setelah 60 hari, kompos masih dalam fase mesofilik dan tidak dapat dianggap sebagai kompos matang karena rasio C/N dan suhu yang tinggi. Penurunan bobot dan volume yang tinggi telah dicapai masing-masing sebesar 40% dan 60%, serta penguapan air yang signifikan dari LCPKSdan TKKS(60%). Rasio LCPKSterhadap TKKSpada 1 – 1.5 m3/ton adalah optimal untuk mencapai kelembaban (65-70%), ruang udara bebas (>50%) dan pemulihan nutrisi, juga menunjukkan bahwa dalam kondisi percobaan ini proses pengomposan tidak dapat menggunakan semua LCPKSyang diproduksi oleh pabrik (3m3/ton TKKS). Tingkat pemulihan nutrisi mendekati 100% untuk fosfor, kalium dan magnesium, sedangkan untuk nitrogen terjadikehilangan sekitar 30-35%. Pengomposan dengan platform beton dan beratap, tidak melakukan penyemprotan pada tumpukan secara berlebihan, dan mendaur ulang semua limbah cair merupakan hal penting untuk mencapai efisiensi pemulihan nutrisi yang tinggi dan untuk mengontrol kualitas kompos akhir.[Kata kunci:pengomposan, tandan kosong, pemulihan nutrisi, kelapa sawit, limbah cair pabrik kelapa sawit, keberlanjutan]AbstractPalm oil is the most consumed edible oil in the world. Roughly half of the production originates from Indonesia, where the expansion of the crop has been criticized from an environmental perspective. Reducing the environmental impact of plantations through better waste management practices is critical to achieve cleaner production. In this context, our study was focused on composting, a practice increasingly adopted among agro-industries. Our trial was designed to test co-composting of the main palm oil mill by-products – empty fruit bunches (EFB) and palm oil mill effluent (POME) – under different POME/EFB ratios and turning frequencies. After 60 days the compost was still in a mesophilic phase and could not be considered as mature compost due to high C/N ratio and temperature. High weight and volume reduction were achieved (40% and 60% respectively), as well as significant water evaporation from the POME and EFB (60%). We found that a POME to EFB ratio of 1 to 1.5 m3/ton was optimal for moisture (65-70%), free air space (>50%) and nutrient recovery, showing that in our experimental conditions the composting process could not use all the POME produced by the mill (3m3/ton of EFB). The nutrient recovery rate was close to 100% for phosphorus, potassium and magnesium. For nitrogen we observed 30-35% of losses. Composting on a concrete platform with a roof, not over-spraying the piles and recycling all the leachates are critical points to achieve high nutrient recovery efficiency and to control final compost quality.[Keywords:composting, empty fruit bunch, nutrient recovery, oil palm, palm oil mill effluent, sustainability]
Peningkatan kemurnian selulosa dan karboksimetil selulosa (CMC) hasil konversi limbah TKKS melalui perlakuan NaOH 12% Firda DIMAWARNITA; Tri PANJI; Yora FARAMITA
E-Journal Menara Perkebunan Vol 87, No 2 (2019): OKTOBER, 2019
Publisher : INDONESIAN RESEARCH INSTITUTE FOR BIOTECHNOLOGY AND BIOINDUSTRY

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (923.004 KB) | DOI: 10.22302/iribb.jur.mp.v87i2.339

Abstract

AbstractCarboxymethyl cellulose (CMC) is a versatile additive whose needs are fulfilled by imports. This becomes an opportunity to develop local CMC products. CMC can be synthesized from the cellulose of oil palm empty fruit bunches (OPEFB). The use of OPEFB as a mixed ingredient of oyster mushroom growing media (baglog) could help the delignification process of OPEFB. Cellulose purified from baglog OPEFB waste using NaOH 10% treatment only produced α-cellulose 80.2% which then being converted to CMC with the purity of 73.4%. Low purity of this CMC did not meet the standard for food-grade which requires purity above 99.5%. This study aimed to improve the purity of cellulose from baglog OPEFB waste by using NaOH 12% treatment. In this way, the purity of the resulting CMC would be expected higher. The resulting CMC product was observed using SEM, FTIR and XRD. The result showed that α-cellulose obtained increased to 84.54% by using 12% NaOH treatment. The resulting CMC had a higher purity level (95.24%). Efforts to increase the degree of substitution and viscosity are still needed to achieve specifications that meet the quality standards of SNI. FTIR and XRD results showed that the characteristics of CMC produced from baglog OPEFB waste were close to commercial CMC as indicated by their functional groups and degree of crystallinity.[Keywords: FTIR, white oyster mushroom, baglog waste, OPEFB, XRD]AbstrakKarboksimetil selulosa(CMC) merupakan zat aditif serbaguna yang kebutuhannyamasihdipenuhi melalui impor. Hal ini menjadi peluang untuk mengembangkan produk CMC lokal.CMC dapat disintesis dari selulosa tandan kosong kelapa sawit (TKKS).  Penggunaan TKKS sebagai campuran media pertumbuhan (baglog) jamur tiram putih dapat membantu proses delignifikasi TKKS. Selulosa yang dimurnikan dari limbah TKKS baglog menggunakan perlakuan NaOH 10% hanya menghasilkan α-selulosa sebanyak 80,2%, yang kemudian dikonversi menjadi CMC dengan kemurnian 73,4%. Tingkat kemurnian yang tergolong rendah tersebut tidak memenuhi mutu CMC untuk pangan yang mensyaratkan tingkat kemurnian diatas 99,5%.Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemurnian selulosa dari limbah TKKS baglog melalui perlakuan menggunakan NaOH 12%. Dengan cara ini, kemurnian CMC yang dihasilkan diharapkan lebih tinggi. Produk CMC yang dihasilkan diamati menggunakan SEM, FTIR dan XRD. Hasil penelitian menunjukkan bahwa α-selulosa yang diperoleh meningkat menjadi 84,54% pada ekstraksi menggunakan NaOH 12%. CMC yang dihasilkan memiliki tingkat kemurnian yanglebihtinggi, yaitu:95,24%. Upaya untuk meningkatkannilai derajat substitusidan viskositas masih diperlukan untuk mencapai spesifikasi yang memenuhi mutu standar SNI. Hasil FTIR dan XRD menunjukkan bahwa karakteristik CMC yang dihasilkan dari limbah TKKS baglog sudah mendekati CMC komersial ditinjau dari gugus fungsi dan derajat kristalinitasnya.    [Kata kunci: FTIR, jamur tiram putih, limbah  baglog, TKKS, XRD]
Asosiasi Glomus sp. dan Gigaspora margarita pada bibit Aquilaria malaccensis Endah SUSILOWATI; Melya RINIARTI; Maria Viva RINI
E-Journal Menara Perkebunan Vol 87, No 2 (2019): OKTOBER, 2019
Publisher : INDONESIAN RESEARCH INSTITUTE FOR BIOTECHNOLOGY AND BIOINDUSTRY

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (633.329 KB) | DOI: 10.22302/iribb.jur.mp.v87i2.342

Abstract

AbstractAgarwood (Aquilaria malaccensis) is one of the non-timber forest products that has high economic value. However, this plant grows very slowly.  Therefore, seed technology input is needed, such as addition of arbuscular mycorrhizal fungi (AMF). The objectives of this research were to study the effect of AMF inoculum i.e. Glomus sp., Gigaspora margarita and mixture of both species on agarwood growth and to determine the best AMF type for agarwood seedlings growth. The experimental research design used was a completely randomized design with three treatments, namely Glomus sp. (G), G. margarita (Gi) and a mixture of Glomus sp. and G. margarita (GGi) and without AMF inoculation (K) with each treatment repeated 8 times. The number of AMF spores used was ± 300 spores/seedling, and applied at the time of transplanting from germination tray to the polybag. Data were processed using analysis of variance and least significant difference test (LSD). The results showed there was AMF colonization in agarwood roots after 12 weeks of inoculation with the highest percentage at 20.50% on G. margarita treatment. Overall, AMF improved the growth of agarwood seedlings. The best seedlings growth was in the treatment of mixed AMF (GGi). Increased growth was found in plant height (14.68 cm), seedling diameter (2.16 mm), leaf area (119.30 cm2), root volume (1.15 mL), total dry weight (0.83 g), and shoot root ratio (4.99).[Keywords: agarwood, A. malaccensis,AMF, G. margarita,Glomussp.]AbstrakGaharu (Aquilariamalaccensis) adalah salah satu hasil hutan bukan kayu yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Namun tanaman ini memiliki pertumbuhan yang lambat, sehingga diperlukan input teknologi pembibitan berupa penambahan fungi mikoriza arbuskular (FMA). Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian FMA tunggal Glomussp., Gigaspora margaritadan campuran keduanya (Glomussp. dan G. margarita)terhadap pertumbuhan gaharu serta menentukan isolatyang menghasilkan pertumbuhan bibit gaharu yang lebih baik.  Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap untuk menguji tiga perlakuan yaitu Glomussp. (G), G. margarita (Gi) dan campuran Glomus sp. dan G. margarita(GGi) serta satu kontrol (K) dengan  masing – masing perlakuan diulang 8 kali. Inokulum FMA yang digunakan memiliki kepadatan ±300 spora/bibit dan diinokulasikan saat bibit dipindahkan dari persemaian ke polybag. Data diolah menggunakan analisis varians dan uji beda nyata terkecil (BNT). Hasil penelitian menunjukkan bahwa ditemukan adanya kolonisasi FMA dalam akar gaharu setelah 12 minggu inokulasi dengan persentase kolonisasi tertinggi 20,50% oleh G. margarita.  Secara keseluruhan, pemberian FMA mampu meningkatkan pertumbuhan bibit gaharu. Pertumbuhan terbaik terjadi pada perlakuan FMA campuran (GGi).  Peningkatan pertumbuhan secara nyata dapat dilihat pada tinggi tanaman (14,68 cm), diameter bibit (2,16 mm), luas daun (119,30 cm2), volume akar (1,15 mL), bobot kering total (0,83 g) dan nisbah tajuk akar (4,99).[Kata kunci: A. malaccensis, FMA, gaharu, G. margarita, Glomus sp.]
Regeneration of oil palm plantlets introduced by P5CS gene using Agrobacterium-mediated transformation Asmini BUDIANI; Imam Bagus NUGROHO; Hayati MINARSIH; Imron RIYADI
E-Journal Menara Perkebunan Vol 87, No 2 (2019): OKTOBER, 2019
Publisher : INDONESIAN RESEARCH INSTITUTE FOR BIOTECHNOLOGY AND BIOINDUSTRY

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1347.764 KB) | DOI: 10.22302/iribb.jur.mp.v87i2.336

Abstract

AbstrakCekaman kekeringan dapat mempengaruhi produktivitas tanaman perkebunan. Rekayasa genetika merupakan salah satu cara untuk meningkatkan produktivitas tanaman perkebunan penting seperti kelapa sawit. Tujuan dari penelitian ini adalah melakukan perekayasaan kelapa sawit melalui introduksi gen P5CS dengan transformasi berbasis Agrobacterium untuk meningkatkan ketahanan tanaman terhadap cekaman kekeringan. Pada penelitian ini perakitan kelapa sawit transgenik yang tahan terhadap cekaman kekeringan dilakukan melalui transformasi gen P5CS (Δ1-pyrroline-5-carboxylate synthetase) ke dalam kalus embriogenik (embryogenic calli – EC) menggunakan Agrobacterium. Plasmid pBI_P5CS yang membawa gen P5CS ditransfer dari Escherichia coli XL1 Blue ke Agrobacterium tumefaciens AGL1 melalui konjugasi. Selanjutnya klon Agrobacterium yang membawa plasmid pBI_P5CS digunakan untuk menginfeksi kalus embriogenik kelapa sawit dengan perlakuan 100 ppm asetosiringon. Kalus transforman diregenerasi pada media de Fossard (DF) yang ditambahkan 50 ppm kanamisin dan 250 ppm sefotaksim. Kalus transforman diseleksi melalui uji GUS dan metode PCR menggunakan primer NPTII dan P5CS1. Uji GUS dilakukan untuk menyeleksi kalus transforman yang ditunjukkan dengan reaksi positif pembentukan warna biru pada kalus yang berhasil ditransformasi dengan konstruk pBI_P5CS. Pengujian dengan menggunakan PCR memberikan hasil positif dengan adanya profil pita PCR pada visualisasi menggunakan pewarnaan SYBR Green, yang menunjukkan amplikon berukuran ~ 0,7 kb untuk gen NPTII dan ~ 0,4 kb untuk gen P5CS pada elektroforesis dengan gel agarosa. Hasil dari penelitian ini adalah diperolehnya kalus transforman terseleksi yang telah diregenerasi dan tumbuh menjadi planlet.[Kata kunci: cekaman kekeringan, Elaeis guineensis Jacq., rekayasa genetika, planlet]Abstract      Environmental abiotic stressors particularly drought has detrimental effects upon the productivity of estate crops. Increasing the crop tolerance towards drought stress through genetic engineering is one of the strategies employed to maintain steady productivity of valuable crop, i.e. oil palm. The aim of this study was to engineer oil palm with a better tolerance towards drought by introducing P5CS (Δ1-pyrroline-5-carboxylate synthetase) gene via Agrobacterium–mediated transformation into embryogenic calli (EC). The pBI_P5CS plasmid harboring P5CS gene was transferred from Escherichia coli XL1 Blue to Agrobacterium tumefaciens AGL1 by conjugation. The positive clone of transformed Agrobacterium was then used to infect oil palm EC by the addition of 100 ppm acetosyringone. The transformed ECs were regenerated in the de Fossard (DF) media supplemented by 50 ppm kanamycin and 250 ppm cefotaxime followed by GUS assay and PCR-based screening using NPTII and P5CS1 primers. The positive EC clones were confirmed by GUS assay, which produced blue coloration on positive transformed oil palm EC. A positive result of PCR screenings was depicted by PCR products in SYBR Green staining gel agarose electrophoresis with the expected band size of ~ 0.7 kb for the NPTII gene and ~ 0.4 kb for the P5CS gene. This study has successfully selected and regenerated pBI_P5CS transformed oil palm embryogenic calli into plantlets.[Keywords: drought tolerance, Elaeis guineensis Jacq., genetic engineering, plantlets]
Aktivitas hidrolisat protein terhadap perkecambahan dan pertumbuhan awal kacang hijau (Vigna radiata) Fauziatul FITRIYAH; Irma KRESNAWATY; Djoko SANTOSO
E-Journal Menara Perkebunan Vol 87, No 2 (2019): OKTOBER, 2019
Publisher : INDONESIAN RESEARCH INSTITUTE FOR BIOTECHNOLOGY AND BIOINDUSTRY

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1715.606 KB) | DOI: 10.22302/iribb.jur.mp.v87i2.340

Abstract

AbstractPlant bostimulant application have proven to improve field productivity to meet genetic potential. Protein hydrolisates has been utilized as plant biostimulant to increase crops productiviy and yield. Protein hydrolysate from organic waste or by product is highly potential for plant biostimulant, since it is efficiently turn the waste into high value product.. Trash fish meal (TI) and chicken feather meal (TB) have high protein content and are potential as plant biostimulant. Application of protein hydrolisates as biostimulant has been acclaimed to improve plant growth. The aim of this study wasto evaluate the activity of protein hydrolysates from TB and TI on germination and early growth of mung bean. Hydrolysis was conducted under high temperature and pressure in acid condition. Application of protein hydrolysates under various concentrations: 5, 10, and 20 ppm. The effect of protein hydrolysates were evaluated on seed germination and root and colleoptile fresh weight. Chemical analysis was performed to measure nitrogen content in the materials. The result showed that germination at 10 ppm after 7 hours incubation of protein hydrolysate from TI and TB. Under TI hydrolysate germination was increase by 191.7%, from 21.7% blank solution to 63.3% of treatment. While under protein hydrolysate from TB increased by 99.5%, from 21.7% of blank solution to 43.3%. Activity of TB hydrolysate toward root and colleoptile growth was higher than in TI hydrolysate. Root growth was higher than colleoptile under all treatments. Protein hydrolysates of TI and TB could improve germination and early growth of mung bean and is highly potential as plant biostimulant.[Keywords: plant biostimulant, protein hydrolysis, plant growth, Vigna radiata]AbstrakAplikasi biostimulan tanaman terbukti mampu meningkatkan produktivitas riil di lapang sehingga mendekati potensi genetik tanaman. Hidrolisat protein telah dimanfaatkan sebagai biostimulan tanaman untuk meningkatkan produktivitas dan hasil panen berbagai tanaman. Hidrolisat protein dari limbah atau produk samping sangat potensial dikembangkan sebagai biostimulan tanaman karena mampu secara efisien mengubah sampah menjadi produk berharga. Tepung ikan rucah (TI) dan tepung bulu ayam (TB) adalah produk samping usaha perikanan dan peternakan dengan kandungan protein tinggi yang sangat potensial dikembangkan menjadi biostimulan untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui aktivitas hidrolisat protein dari TI dan TB terhadap perkecambahan dan pertumbuhan awal kacang hijau. Hidrolisis dilakukan pada suhu dan tekanan tinggi dalam kondisi asam. Hidrolisat yang diperoleh selanjutnya diaplikasikan pada benih kacang hijau pada konsentrasi 5, 10, dan 20 ppm. Parameter yang diamati berupa persentase perkecambahan dan pertumbuhan akar dan koleoptil semai. Analisis kimia dilakukan untuk memberikan data pendukung berupa kadar nitrogen pada kedua bahan baku. Hasil penelitian menunjukkan terjadinya peningkatan aktivitas perkecambahan kacang hijau pada inkubasi selama 7 jam dalam larutan 10 ppm hidrolisat TI dan TB. Kenaikan persentase perkecambahan pada hidrolisat TI sebesar 191,7%, yaitu dari 21,7% pada blanko menjadi 63,3% pada perlakuan. Sementara dalamhidrolisatTBpeningkatan aktivitas mencapai 99,5%, yaitu dari 21,7% pada blankomenjadi 43,3% pada perlakuan. Pertumbuhan akar dan koleoptil dengan aplikasi hidrolisat TB lebih tinggi dibandingkan pada aplikasi hidrolisat TI. Pengaruh hidrolisat protein lebih tinggi pada pertumbuhan akar dibandingkan koleoptil. Hidrolisat TI dan TB mampu meningkatkan perkecambahan dan pertumbuhan awal kacang hijau dan sangat potensial dikembangkan sebagai biostimulan tanaman. [Kata kunci:biostimulan tanaman, hidrolisisprotein, pertumbuhan tanaman,Vigna radiata]
87(2)_Back Matter admin admin
E-Journal Menara Perkebunan Vol 87, No 2 (2019): OKTOBER, 2019
Publisher : INDONESIAN RESEARCH INSTITUTE FOR BIOTECHNOLOGY AND BIOINDUSTRY

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (155.997 KB) | DOI: 10.22302/iribb.jur.mp.v87i2.355

Abstract

87(2)_Back Matter
87(2) Front Matter admin admin
E-Journal Menara Perkebunan Vol 87, No 2 (2019): OKTOBER, 2019
Publisher : INDONESIAN RESEARCH INSTITUTE FOR BIOTECHNOLOGY AND BIOINDUSTRY

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (509.034 KB) | DOI: 10.22302/iribb.jur.mp.v87i2.357

Abstract

87(2) Front Matter

Page 1 of 1 | Total Record : 10


Filter by Year

2019 2019


Filter By Issues
All Issue Vol. 93 No. 1 (2025): 93(1), 2025 Vol. 92 No. 2 (2024): 92(2), 2024 Vol. 92 No. 1 (2024): 92(1), 2024 Vol. 91 No. 2 (2023): 91 (2), 2023 Vol. 91 No. 1 (2023): 91 (1), 2023 Vol. 90 No. 2 (2022): 90 (2), 2022 Vol. 90 No. 1 (2022): 90 (1), 2022 Vol. 90 No. 2 (2022): Oktober, 2022 Vol 90, No 2 (2022): Oktober, 2022 Vol 90, No 1 (2022): April, 2022 Vol. 89 No. 2 (2021): 89 (2), 2021 Vol. 89 No. 1 (2021): 89 (1), 2021 Vol 89, No 2 (2021): Oktober, 2021 Vol 89, No 1 (2021): April, 2021 Vol. 88 No. 2 (2020): 88 (2), 2020 Vol. 88 No. 1 (2020): 88 (1), 2020 Vol 88, No 2 (2020): Oktober,2020 Vol 88, No 1 (2020): April, 2020 Vol. 87 No. 2 (2019): 87 (2), 2019 Vol. 87 No. 1 (2019): 87 (1), 2019 Vol 87, No 2 (2019): OKTOBER, 2019 Vol 87, No 1 (2019): April, 2019 Vol. 86 No. 2 (2018): 86 (2), 2018 Vol. 86 No. 1 (2018): 86 (1), 2018 Vol 86, No 2 (2018): Oktober 2018 Vol 86, No 1 (2018): April, 2018 Vol. 85 No. 2 (2017): 85 (2), 2017 Vol. 85 No. 1 (2017): 85 (1), 2017 Vol 85, No 2 (2017): Oktober 2017 Vol 85, No 1 (2017): April, 2017 Vol. 84 No. 2 (2016): 84 (2), 2016 Vol. 84 No. 1 (2016): 84 (1), 2016 Vol 84, No 2 (2016): Desember 2016 Vol 84, No 1: Oktober 2016 Vol. 83 No. 2: 83 (2), 2015 Vol. 83 No. 1: 83 (1), 2015 Vol 83, No 2: Desember 2015 Vol 83, No 1: Juni 2015 Vol. 82 No. 2: 82 (2), 2014 Vol. 82 No. 1: 82 (1), 2014 Vol 82, No 2: Desember 2014 Vol 82, No 1: Juni 2014 Vol. 81 No. 2: 81 (2), 2013 Vol. 81 No. 1: 81 (1), 2013 Vol 81, No 2: Desember 2013 Vol 81, No 1: Juni 2013 Vol. 80 No. 2: 80 (2), 2012 Vol. 80 No. 1: 80 (1), 2012 Vol 80, No 2: Desember 2012 Vol 80, No 1: Juni 2012 Vol. 79 No. 2: 79 (2), 2011 Vol. 79 No. 1: 79 (1), 2011 Vol 79, No 2: Desember 2011 Vol 79, No 1: Juni 2011 Vol. 78 No. 2: 78 (2), 2010 Vol. 78 No. 1: 78 (1), 2010 Vol 78, No 2: Desember 2010 Vol 78, No 1: Juni 2010 Vol. 77 No. 2: 77 (2), 2009 Vol. 77 No. 1: 77 (1), 2009 Vol 77, No 2: Desember 2009 Vol 77, No 1: Juni 2009 Vol. 76 No. 2: 76 (2), 2008 Vol. 76 No. 1: 76 (1), 2008 Vol 76, No 2: Desember 2008 Vol 76, No 1: Juni 2008 Vol. 75 No. 2: 75 (2), 2007 Vol. 75 No. 1: 75 (1), 2007 Vol 75, No 2: Desember 2007 Vol 75, No 1: Juni 2007 Vol. 74 No. 2: 74 (2), 2006 Vol. 74 No. 1: 74 (1), 2006 Vol 74, No 2: Desember 2006 Vol 74, No 1: Juni 2006 Vol. 73 No. 2: 73 (2), 2005 Vol. 73 No. 1: 73 (1), 2005 Vol 73, No 2: Desember 2005 Vol 73, No 1: Juni 2005 Vol. 72 No. 2: 72 (2), 2004 Vol. 72 No. 1: 72 (1), 2004 Vol 72, No 2: Desember 2004 Vol 72, No 1: Juni 2004 Vol. 71 No. 2: 71 (2), 2003 Vol. 71 No. 1: 71 (1), 2003 Vol 71, No 2: Desember 2003 Vol 71, No 1: Juni 2003 Vol. 70 No. 2: 70 (2), 2002 Vol. 70 No. 1: 70 (1), 2002 Vol 70, No 2: Desember 2002 Vol 70, No 1: Juni 2002 Vol. 69 No. 2: 69 (2), 2001 Vol. 69 No. 1: 69 (1), 2001 Vol 69, No 2: Desember 2001 Vol 69, No 1: Juni 2001 Vol. 68 No. 2: 68 (2), 2000 Vol. 68 No. 1: 68(1), 2000 Vol 68, No 2: Desember 2000 Vol 68, No 1: Juni 2000 More Issue