cover
Contact Name
Fenny Sumardiani
Contact Email
jurnallitbang@gmail.com
Phone
+6285712816604
Journal Mail Official
jurnallitbang@gmail.com
Editorial Address
Balai Pengelola Alih Teknologi Pertanian Jalan Salak No.22, Bogor 16151 E-mail : jurnallitbang@gmail.com Website : http://bpatp.litbang.pertanian.go.id
Location
Kota bogor,
Jawa barat
INDONESIA
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian
ISSN : 02164418     EISSN : 25410822     DOI : http://dx.doi.org/10.21082
Core Subject : Agriculture,
Jurnal ini memuat tinjauan (review) mengenai hasil-hasil penelitian pertanian pangan hortiikultura, perkebunan, peternakan, dan veteriner yang telah diterbitkan, dikaitkan dengan teori, evaluasi hasil penelitian dan atau ketentuan kebijakan, yang ditujukan kepada pengguna meliputi pengambil kebijakan, praktisi, akademisi, penyuluh, mahasiswa dan pengguna umum lainnya. Pembahasan dilakukan secara komprehensif serta bertujuan memberi informasi tentang perkembangan teknologi pertanian di Indonesia, pemanfaatan, permasalahan dan solusinya. Ruang lingkupnya bahasan meliputi bidang ilmu: pemuliaan, bioteknologi perbenihan, agronomi, ekofisiologi, hama dan penyakit, pascapanen, pengolahan hasil pertanian, alsitan, sosial ekonomi, sistem usaha tani, mikro biologi tanah, iklim, pengairan, kesuburan, pakan dan nutrisi ternak, integrasi tanaman-ternak, mikrobiologi hasil panen, konservasi lahan.
Articles 7 Documents
Search results for , issue "Vol 40, No 1 (2021): June, 2021" : 7 Documents clear
STRATEGI PENINGKATAN PRODUKSI DAN EKSPOR JAGUNG DI PROVINSI LAMPUNG / Strategy to Improve Corn Production and Export in Lampung Province Yulia Pujiharti; Ratna Wylis Arief
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 40, No 1 (2021): June, 2021
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jp3.v40n1.2021.p31-43

Abstract

The population of Lampung continues to increase and the rapid development of the industry causes the need for maize in this area to continue to increase as well. This paper provides alternative steps to increase the production and export of maize in Lampung Province. Maize production can be increased by increasing the harvest area by expanding the planted area to suboptimal untapped land, such as in Mesuji, Pesisir Barat, and West Lampung districts. Another effort that can be made to increase maize production is to apply an intercropping pattern on the same land. Another strategy is to increase productivity by using hybrid maize such as varieties NK-22, P-21, and Bisi-2, providing manure, balanced fertilizers, integrated pest and disease management (IPM), and application of post-harvest technology. Efforts to increase harvested area and productivity need to be continued to increase corn production sustainably. The strategy to increase exports is to increase production and reduce the need for corn for feed and other uses (other than foodstuffs). In this case, the corn that will be used for feed and other uses can be replaced by sorghum.Keywords: Corn, production, export, strategy AbstrakJumlah penduduk Lampung yang terus meningkat dan perkembangan industri yang pesat menyebabkan kebutuhan jagung di daerah ini terus pula meningkat. Tulisan ini memberikan alternatif langkah-langkah peningkatan produksi dan ekspor jagung di Provinsi Lampung. Produksi jagung dapat ditingkatkan melalui penambahan luas panen dengan memperluas areal tanam ke lahan suboptimal yang belum dimanfaatkan, seperti di Kabupaten Mesuji, Pesisir Barat, dan Lampung Barat. Upaya lain yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produksi jagung adalah menerapkan pola tumpangsari pada lahan yang sama. Strategi lainnya yaitu meningkatkan produktivitas dengan penggunaan jagung hibrida seperti varietas NK-22, P-21, dan Bisi-2, pemberian pupuk kandang, pupuk berimbang, pengelolaan hama dan penyakit secara terpadu (PHT), dan penerapan teknologi pascapanen. Upaya peningkatan luas panen dan produktivitas perlu diteruskan agar produksi jagung meningkat secara berkelanjutan. Strategi peningkatan ekspor yaitu dengan meningkatkan produksi dan mengurangi kebutuhan jagung untuk pakan dan penggunaan lain (selain bahan makanan). Dalam hal ini, jagung yang akan digunakan untuk pakan dan penggunaan lain dapat digantikan oleh sorgum.Kata kunci: Jagung, produksi, ekspor, strategi
REVITALISASI PENGEMBANGAN EKONOMI KAWASAN KELAPA DI SULAWESI UTARA / Revitalization of Economic Development of Coconut Area in North Sulawesi Yusuf Yusuf; Jantje G. Kindangen; Muchamad Yusron
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 40, No 1 (2021): June, 2021
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jp3.v40n1.2021.p44-57

Abstract

Coconut is a potential commodity in North Sulawesi Province. At national level, this province contributes of about 9% of the national coconut production, however, the contribution of coconut to regional income is still low. This is due to the condition of coconut plantation which is not managed optimally, both in land resource and its products. This condition causes the level of welfare of coconut farmers to be relatively low. In order to improve coconut productivity and farmer welfare, government has been developed a program to revitalize coconut commodities through a farmer corporations’ institutional development. The development of economic institutions in rural areas will accelerate the absorption of technology, develop economic scale businesses, change the management of farming systems to become more productive. The development of farmer economic institutions in the coconut area is directed at the formation of institutions that are legal entities in the form of Farmer-Owned Enterprises (BUMP). In the concept of developing corporate-based farmer economic institutions, several BUMPs are directed to be integrated vertically to form a limited liability company. This paper aims to: 1) describe the existing conditions of coconut farming in North Sulawesi, 2) determine the potential for developing coconut farming in North Sulawesi and 3) formulate a strategic concept for economic development and the implications of coconut policy in North Sulawesi. The approach taken is based on the results of previous research, and other references and the experience of the authors. It was concluded that: 1) Coconut farming is generally managed by the people, including land resources and coconut byproducts, 2) The potential for coconut farming is quite large because it is supported by area, production, intercrops and livestock, various processing of products and 3) Efforts to develop coconut farming in North Sulawesi can be carried out through the revitalization of the establishment of economic institutions in coconut farming centers.Keywords: Coconut, farming, revitalization, economy institutions AbstrakKelapa merupakan komoditas potensial di Provinsi Sulawesi Utara. Secara nasional, provinsi ini menyumbang sekitar 9% dari produksi kelapa nasional, namun kontribusi kelapa terhadap pendapatan daerah masih rendah. Hal ini disebabkan kondisi perkebunan kelapa yang belum dikelola secara optimal, baik sumber daya lahan maupun hasil produksinya. Kondisi ini menyebabkan tingkat kesejahteraan petani kelapa relatif rendah. Dalam rangka meningkatkan produktivitas kelapa dan kesejahteraan petani, pemerintah menyusun program pengembangan revitalisasi komoditas kelapa melalui pengembangan kelembagaan perusahaan tani. Berkembangnya kelembagaan ekonomi di pedesaan akan mempercepat penyerapan teknologi, mengembangkan usaha skala ekonomi, mengubah pengelolaan sistem pertanian menjadi lebih produktif. Pengembangan kelembagaan ekonomi petani di kawasan kelapa diarahkan pada pembentukan lembaga yang berbadan hukum berupa Badan Usaha Milik Petani (BUMP). Dalam konsep pengembangan lembaga ekonomi petani berbasis korporasi, beberapa BUMP diarahkan untuk diintegrasikan secara vertikal membentuk perseroan terbatas. Makalah ini ditulisa dengan tujuan untuk: 1) mendeskripsikan kondisi usahatani kelapa yang ada di Sulawesi Utara, 2) mengetahui potensi pengembangan usahatani kelapa di Sulawesi Utara dan 3) merumuskan konsep strategis untuk pembangunan ekonomi dan implikasi dari kebijakan kelapa di Sulawesi Utara. Pendekatan yang dilakukan didasarkan pada hasil penelitian sebelumnya, dan referensi lain serta pengalaman penulis. Disimpulkan bahwa: 1) Usahatani kelapa umumnya dikelola oleh masyarakat, meliputi sumberdaya lahan dan hasil samping kelapa, 2) Potensi usahatani kelapa cukup besar karena didukung oleh luas areal, produksi, tanaman sela dan peternakan, berbagai pengolahan hasil produksi. dan 3) Upaya pengembangan usahatani kelapa di Sulawesi Utara dapat dilakukan melalui revitalisasi pembentukan kelembagaan ekonomi di sentra-sentra usahatani kelapa.Kata kunci: Kelapa, perkebunan, revitalisasi, kelembagaan ekonomi
SISTEM PENYAMPAIAN INOVASI MENDUKUNG PERCEPATAN HILIRISASI DAN ADOPSI TEKNOLOGI INTRODUKSI PERTANIAN / Innovation Delivery System to Support the Downstream Acceleration and the Adoption of Agricultural Introduction Technology Wahyuni, Rahmi
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 40, No 1 (2021): June, 2021
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jp3.v40n1.2021.p1-8

Abstract

Many technology innovations have been disseminated by agricultural research and study institutions, but have not been utilized or have not been continuously adopted by farmers so that they have not been able to significantly boost the economy of agricultural communities. This is partly due to gaps in the delivery of innovation (delivery system) and innovation acceptance (receiving system). This paper aims to identify the process of delivering innovation to support speeding up of adoption and downstreaming of introduce inovation technology application, as recommendations in preparing dissemination strategy effective agricultural technology that could be implemented in a sustainable way by farmers. In speeding up of adoption and downstreaming of introduce inovation technology application, extension workers are the spearhead in the dissemination of agricultural technology innovations. So far, counseling has focused too much on the delivery of program activities such as input supply and technical services so as to ignore farmers (farmer empowerment) and extension workers (competence or credibility extension workers) that should need to be improved.The essence of a counseling is empowering farmers. Associated with the credibility of an agricultural instructor must have competence, 1) threshold competencies, namely the main characteristics that must be owned by an instructor such as basic knowledge and expertise, and 2) differentiating competencies, are the distinguishing factors between one instructor with another high-performing with the other low performance. So as to create counseling that functions as a motivator, dynamic, facilitator and consultant for farmers.Keywords: Agricultural, innovation, extension, adoption AbstrakBanyak inovasi teknologi yang sudah terdiseminasikan oleh lembaga penelitian dan pengkajian pertanian, tetapi tidak termanfaatkan atau belum diadopsi oleh petani secara berkesinambungan sehingga tidak mampu mendongkrak perekonomian masyarakat pertanian secara signifikan. Hal ini antara lain disebabkan oleh kesenjangan dalam penyampaian inovasi (delivery system) dengan penerimaan inovasi (receiving system). Tulisan ini mengidentifikasi proses penyampaian inovasi dalam mendukung upaya percepatan adopsi dan hilirisasi penerapan teknologi introduksi, sebagai rekomendasi dalam menyusun strategi diseminasi teknologi pertanian yang efektif agar dapat diimplementasikan secara berkelanjutan oleh petani. Dalam percepatan adopsi dan hilirisasi teknologi menjadikan penyuluh sebagai ujung tombak diseminasi inovasi pertanian. Selama ini penyuluhan lebih fokus pada penyampaian program kegiatan seperti suplai input dan layanan teknis sehingga mengabaikan pemberdayaan petani dan penyuluh (kompentensi atau kredibilitas) yang seharusnya perlu ditingkatkan. Esensi penyuluhan pada prinsipnya adalah pemberdayaan petani. Terkait dengan kredibilitas, penyuluh pertanian harus mempunyai kompetensi: 1) threshold competencies, yaitu karakteristik utama yang wajib dimiliki seperti pengetahuan dan keahlian dasar, dan 2) differentiating competencies, faktor pembeda antara penyuluh yang memiliki kinerja tinggi dengan kinerja rendah, sehingga penyuluh mampu berfungsi sebagai motivator, dinamisator, fasilitator, dan konsultan bagi petani.Kata kunci: Pertanian, inovasi, penyuluhan, adopsi 
STRATEGI MEMPERTAHANKAN INDONESIA SEBAGAI PRODUSEN UTAMA PALA DUNIA / The Strategy to Maintain Indonesia as a Main Nutmeg Producer in the World Hafif, Bariot
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 40, No 1 (2021): June, 2021
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jp3.v40n1.2021.p58-70

Abstract

Indonesia is currently still the world’s prime exporter of nutmeg. Meanwhile, the quality requirements demanded by the world market continue to increase that needs Indonesian intention seriously. This article reveals the performance of Indonesian and global nutmeg production, competitiveness and potential, challenges and opportunities of Indonesia to survive as the major world’s producer and supplier of nutmeg. In 2019, Indonesia produced 37 thousand tons and exported 20 thousand tons to fill 52 thousand tons of the nutmeg world market, with India (12 thousand tons), Sri Lanka (3 thousand tons), and other countries. Unfortunately, Indonesian nutmeg price is lower than Grenada and India, even European Union (EU), the USA, and Japan rejected Indonesian nutmeg 54 times from 2014 to 2016. Indonesia’s potential as a major producer of nutmeg is still good because this commodity is an indigenous plant of Indonesia, the land and climate are suitable for the nutmeg development, and the cultivation method is in line with GAP (Good Agricultural Practices). The challenge is that the quality standard of nutmeg products is getting higher, so be necessary to develop the farmers to meet the standard. The strategy to maintain Indonesia as the world’s main nutmeg producer and supplier is; 1) increasing the intensity of assistance to improve farmers knowledge regarding quality, health, food safety, and sustainable production as well as post-harvest technology, 2) improving professionalism, skill, and adequacy of assistant officers, 3) continuing to encourage nutmeg cultivation following GAP, and 4) lessons learned from the country of Grenada in policy intervention to improve quality, product diversification, and product safety of nutmeg.Keywords: Myristica fragrans, production, export, quality AbstrakIndonesia saat ini masih berstatus sebagai eksportir utama pala dunia. Sementara itu, persyaratan mutu pala di pasar dunia terus meningkat yang perlu mendapat perhatian serius agar Indonesia tetap menjadi produsen utama pala. Artikel ini mengungkapkan tren produksi pala Indonesia dan dunia, daya saing, potensi, tantangan, dan peluang untuk bertahan sebagai produsen dan pemasok utama pala dunia. Pada tahun 2019 Indonesia menghasilkan 37 ribu ton pala dan mengekspor 20 ribu ton untuk mengisi 52 ribu ton pasar pala dunia, bersama India (12 ribu ton), Srilangka (3 ribu ton), dan beberapa negara lainnya. Sayangnya, harga pala Indonesia lebih rendah dari pala Grenada dan India, bahkan pada tahun 2014-2016 terjadi 54 kasus penolakan ekspor pala Indonesia ke Uni Eropa, Amerika Serikat, dan Jepang. Potensi Indonesia sebagai produsen utama pala masih baik karena komoditas ini merupakan tanaman asli Indonesia, lahan dan iklim sesuai untuk pengembangan pala, dan cara budi daya sejalan dengan GAP (Good Agricultural Practices). Tantangan yang dihadapi adalah semakin tingginya standar mutu produk pala di pasar dunia sehingga perlu pembinaan petani untuk memenuhi standar tersebut. Strategi untuk mempertahankan Indonesia sebagai penghasil dan pemasok utama pala dunia adalah sebagai berikut: 1) meningkatkan intensitas pendampingan agar petani lebih paham terhadap aspek mutu, kesehatan, keamanan pangan, keberlanjutan produksi, dan pengelolaan pascapanen untuk memperbaiki mutu pala; 2) memperbaiki profesionalitas, kecakapan, dan kecukupan petugas pendamping; 3) mendorong petani untuk mengikuti budi daya pala sesuai GAP; dan 4) mengambil pembelajaran dari Grenada dalam mengintervensi kebijakan untuk meningkatkan produksi, mutu, diversifikasi, dan keamanan produk pala.Kata kunci: Pala, produksi, ekspor, mutu
SISTEM PENDUKUNG PENGAMBILAN KEPUTUSAN HAMA TERPADU PADA TANAMAN PADI BE RPBEANSGIESNDALIAN TEKNOLOGI INFORMASI / Information Tecnology Based Decision Support System for Integrated Pest Management on Rice I Nyoman Widiarta
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 40, No 1 (2021): June, 2021
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jp3.v40n1.2021.p9-20

Abstract

Pest and disease are important biotic obstacles to increase rice yield and production in Indonesia since adoption of green revolution to increase rice yield. This is partly due to the irrational use of pesticides. This paper is a review on information technology (IT) based decision support system (DSSs) in line to the integrated pest management (IPM) implementation strategy for extensionists and farmers in the fields. IPM integrates compatible control techniques to manage pest populations below the economic injury level. IT based DSSs ultimately needed so that extension workers and farmers can quickly access sources of information about pests and diseases as well as prediction of development and control techniques to implement IPM. Web based DSSs to grow healthy rice plant, pest observation and monitoring, cyber extension to make famers an expert on IPM were available, except on how to identify and utilize natural enemies are still lacking. Indonesia need to develop more IT based DSSs which accessible on web as well as on smartphone and create enabling environment for improving IPM implementation on rice not only by officer but also gradually by farmers it self to control pests and diseases of rice which are still an obstacle in increasing production.Keywords: Rice, pest, diseases, integrated pest management, information technology AbstrakSejak inovasi revolusi hijau diintroduksikan di Indonesia, hama dan penyakit tanaman semakin berkembang sehingga menghambat upaya peningkatan produktivitas dan produksi padi. Hal ini antara lain disebabkan oleh penggunaan pestisida yang tidak rasional. Tulisan ini mengulas kesiapan sistem pendukung pengambilan keputusan (SPPK) berbasis teknologi informasi (TI) dalam pengendalian hama terpadu (PHT) oleh penyuluh maupun petani di lapangan. PHT mengintegrasikan berbagai teknik pengendalian hama dan penyakit agar tetap berada di bawah ambang ekonomi. TI diperlukan agar penyuluh dan petani dapat dengan cepat mengakses sumber informasi tentang jenis hama dan penyakit tanaman serta perkiraan perkembangan dan teknik pengendalian untuk penerapan PHT. SPPK berbasis TI yang bertujuan menjadikan tanaman tumbuh sehat, pengamatan dan monitoring perkembangan hama dan penyakit, serta penyuluhan berbasis web sudah tersedia, kecuali identifikasi dan cara pemanfaatan musuh alami. Oleh karena itu perlu dikembangkan SPPK berbasis TI yang dapat diakses melalui web maupun telepon pintar dan menciptakan lingkungan yang memungkinkan untuk meningkatkan implementasi PHT tidak hanya oleh petugas tetapi juga petani secara bertahap dalam upaya mengendalikan hama dan penyakit padi yang masih menjadi kendala dalam peningkatan produksi.Kata kunci: Padi, hama, penyakit, pengendalian hama terpadu, teknologi informasi
KEMITRAAN KOPERASI DENGAN PERUSAHAAN SUSU BERDASARKAN CODEX ALIMENTARIUS DALAM MEWUJUDKAN KEDAULATAN PANGAN DI INDONESIA / Cooperative Partnership with Milk Companies Based on Codex Alimentarius in Realizing Food Sovereignty in Indonesia Nining I Soesilo
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 40, No 1 (2021): June, 2021
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jp3.v40n1.2021.p71-87

Abstract

Government of Indonesia has allocated food sovereignty’s budget through the 2016 state budget (APBN) which places the cooperation of Ministry of Cooperatives and SME’s with Ministry of Agriculture, when developing the farmer cooperatives’ corporatization. Global food sovereignty is contested by: (1) civil society in which one of the actors is cooperatives, (2) the government which is part of the Food and Agriculture Organization of the United Nations (UN FAO), and (3) the global private sector which is part of the World Trade Organization (WTO).This paper analyzes Karya Nugraha Jaya Multipurpose Cooperative in Kuningan (KSU KNJ)’s partnership which supplies 90% of good quality raw milk from its members to PT Ultra Jaya Milk (54%) and Diamond Milk (36%), two business actors who has implemented the WTO’s and FAO’s Codex Alimentarius for the sake of fulfilling food safety standards for worldwide food trade. These international institutions forced to revoke the word ‘mandatory’ and the article on ‘sanctions’ from Indonesia’s Ministry of Agriculture’s regulation if business actors do not enter into partnerships with farmers & cooperatives. This study shows that KSU KNJ, which is one of 9,703 Indonesian agricultural cooperatives, is an aggregator of the milk produced by its members. A strategy is needed to increase the partnership of dairy cooperatives with private companies. The possible seven strategies are: (1) Wait and see first group; (2) Driving group; (3) Chain integration group, (4) Cooperation specialist group; (5) Free specialist group; (6) Diversification cooperation group; and (7) Free cooperation group.Keywords: Food sovereignty, codex alimentarius, dairy, cooperatives, partnership AbstrakPada tahun 2016 Pemerintah Indonesia telah mengalokasikan anggaran kedaulatan pangan melalui APBN yang memposisikan Kemenkop UKM harus bekerjasama dengan Kementerian Pertanian dalam mengembangkan korporatisasi koperasi petani. Kedaulatan pangan telah menjadi isu global karena diperebutkan oleh tiga aktor: (1) Masyarakat sipil yang mana salah satu aktornya adalah koperasi, (2) Pemerintah yang tergabung pada Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (UN FAO), dan (3) Swasta global yang tergabung dalam Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Tulisan ini menelaah dan menganalisis kemitraan pada Koperasi Serba Usaha Karya Nugraha Jaya (KSU KNJ) di Kuningan yang memasok 90% susu segar berkualitas dari para anggotanya ke PT Ultra Jaya Milk (54%) dan Diamond Milk (36%), dua pelaku usaha yang sudah menerapkan Codex Alimentarius versi WTO dan FAO demi memenuhi standar keamanan pangan untuk perdagangan dunia. Institusi internasional ini menjadi salah satu acuan bagi Indonesia dalam membuat Peraturan Menteri Pertanian No 33 tahun 2018 yang mencabut kata ‘wajib’ dan pasal ‘sanksi’ jika pelaku usaha tidak melakukan kemitraan dalam dua aturan sebelumnya. Hasil telaah dan analisis menunjukan KSU KNJ yang merupakan salah satu dari 9.703 koperasi pertanian Indonesia telah berperan sebagai agregator produksi susu anggotanya. Diperlukan strategi guna meningkatkan kemitraan koperasi susu dengan perusahaan swasta. Terdapat tujuh strategi tersebut mencakup: (1) Kelompok menunggu dan lihat-lihat dahulu; (2) Kelompok penggerak; (3) Kelompok pengintegrasi rantai, (4) Kelompok spesialis kerja sama; (5) Kelompok spesialis bebas; (6) Kelompok kerja sama diversifikasi; dan (7) Kelompok kerja sama bebas.Kata kunci: Kedaulatan pangan, codex alimentarius, susu, koperasi, kemitraan
DETERMINAN ADOPSI TEKNOLOGI PERTANIAN OLEH PETANI KECIL DI NEGARA BERKEMBANG: PERSPEKTIF DAN PROSPEK UNTUK INDONESIA / Determinants of Agricultural Technology Adoption by Smallholder Farmers in Developing Countries: Perspective and Prospect for Indonesia Suprehatin Suprehatin
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 40, No 1 (2021): June, 2021
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jp3.v40n1.2021.p21-30

Abstract

The role of agricultural technology is important in developing countries. However, in many cases the adoption rate of modern agricultural technology by smallholder farmers is low. Therefore, a better understanding of agricultural technology adoption determinants is important as a major component of agricultural growth. This paper is a review and synthesize of the literature related to potential factors that may constrain or encourage smallholder farmer adoption of new agricultural technologies. The determinant factors influencing smallholder farmer adoption of new technologies in developing countries vary from study to study based on contextual applicability and specific local condition. There are four major typologies of determinant factors are identified to help explain low adoption rates of particular agricultural technology in developing countries which are technology attributes, farmer or farm household characteristics, farm characteristics and institutional factors. Future policy recommendations on adoption decision should consider all those four important factors to provide better understanding of new agricultural technology adoption by smallholder farmers, resulting in improved livelihoods for smallholders.Keywords: Agricultural, technology, adoption, farmer AbstrakPeran teknologi pertanian sangat penting di negara berkembang. Meskipun demikian, tingkat adopsi teknologi pertanian baru oleh petani kecil masih rendah. Oleh karena itu, pemahaman terhadap faktor-faktor yang menentukan keputusan petani dalam mengadopsi teknologi sangat penting untuk meningkatkan pertumbuhan sektor pertanian. Tulisan ini adalah hasil sintesis terhadap beberapa literatur ilmiah yang berkaitan dengan faktor penghambat atau pendorong petani kecil dalam mengadopsi teknologi pertanian. Faktor yang memengaruhi petani kecil mengadopsi teknologi pertanian di negara berkembang berbeda antarstudi berdasarkan kebutuhan dan kondisi lokal tertentu. Empat kelompok utama faktor penentu yang dapat menjelaskan rendahnya adopsi teknologi di negara berkembang yaitu atribut teknologi, karakteristik petani, usaha tani, dan faktor kelembagaan. Rekomendasi kebijakan terkait keputusan adopsi teknologi seharusnya mempertimbangkan keempat kelompok faktor tersebut untuk dapat memahami lebih baik adopsi teknologi baru oleh petani kecil guna meningkatkan kesejahteraannya.Kata kunci: Pertanian, teknologi, adopsi, petani

Page 1 of 1 | Total Record : 7