cover
Contact Name
Charlie D. Heatubun
Contact Email
charlie_deheatboen@yahoo.com
Phone
-
Journal Mail Official
ishjurnal@gmail.com
Editorial Address
Jl. Brigjen Mariner(Purn)Abraham O. Atururi, Kompl. Perkantoran Arfai, Manokwari 98311
Location
Unknown,
Unknown
INDONESIA
Igya ser hanjop: Jurnal Pembangunan Berkelanjutan
ISSN : 27160491     EISSN : 2722516X     DOI : https://doi.org/10.47039/ish
Core Subject : Agriculture, Social,
Igya ser hanjop adalah jurnal yang menyediakan sumber informasi ilmiah yang ditujukan untuk peneliti, lembaga penelitian, instansi pemerintah, dan pemangku kepentingan. Jurnal ini menerbitkan manuskrip penelitian asli yang berfokus pada hasil penelitian tentang semua aspek pembangunan berkelanjutan.
Articles 73 Documents
Pengelolaan Bakau Secara Berkelanjutan: Potensi Diversifikasi Mata Pencaharian dan Aturan Lokal di antara Komunitas-Komunitas Pesisir di Papua Barat Willy Daeli; Rizky Januar; Dean Affandi; Bonifasius Y. Lody Maturbongs
Igya ser hanjop: Jurnal Pembangunan Berkelanjutan Vol 3 No 1 (2021)
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Papua Barat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47039/ish.3.2021.65-77

Abstract

Hutan Bakau memiliki peranan penting dalam menahan laju perubahan iklim. Ekosistem ini mampu menyimpan kandungan karbon empat kali lebih besar dibandingkan dengan hutan hujan tropis. Wilayah pesisir merupakan rumah bagi masyarakat pesisir yang menggantungkan hidup pada lingkungan sekitar mereka. Masih sedikit kajian yang membahas mengenai peran masyarakat pesisir dalam menjaga hutan bakau, khususnya dalam upaya mengimplementasikan Provinsi Papua Barat sebagai provinsi konservasi. Studi menggunakan metode kualitatif untuk mengkaji bagaimana masyarakat pesisir mengelola sumber daya alam bakau dan kaitannya dengan pengelolaan sumber daya alam lain. Wilayah penelitian meliputi kampung yang menjadi lokasi penelitian adalah Kampung Kambala Distrik Buruway Kabupaten Kaimana, Kampung Mandoni Distrik Kokas Kabupaten Fakfak, Kampung Modan Distrik Babo Kabupaten Teluk Bintuni, Kampung Mugim Distrik Matemani Kabupaten Sorong Selatan, Kampung Nusa Distrik Matemani Kabupaten Sorong Selatan, dan Kampung Wailebet, Distrik Batanta Selatan, Kabupaten Raja Ampat. Diversifikasi pemanfaatan ekosistem bakau oleh komunitas pesisir berdasarkan pada pemenuhan kebutuhan subsistensi dan ekonomi. Hasil kajian ini mengungkapkan bahwa terdapat dua tipologi komunitas pesisir di Papua Barat berdasarkan karakter pemanfaatan dan pengelolaan hutan bakau yang secara aktif dan pasif. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa masyarakat pesisir merupakan bagian integral dan penting yang mampu berkontribusi terhadap implementasi provinsi konservasi. Ragam mata pencaharian serta kekayaan budaya berupa aturan-aturan lokal yang disepakati bersama merupakan modal untuk menuju pengelolaan hutan bakau secara berkelanjutan.
Uji Lapang dan Analisis Kelayakan Ekonomi Mesin Parut dan Ekstraksi Pati Sagu Produksi Bengkel Permesinan Agroindustri Fateta Unipa Ivensius Alua; Darma; Meike M. Lisangan
Igya ser hanjop: Jurnal Pembangunan Berkelanjutan Vol 3 No 1 (2021)
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Papua Barat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47039/ish.3.2021.25-35

Abstract

Bengkel Permesinan Agroindustri Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Papua telah memproduksi mesin parut dan ekstraksi pati sagu. Penelitan ini bertujuan uji lapang dan analisis kelayakan ekonomi mesin tersebut. Mesin yang diuji terdiri dari mesin parut sagu tipe silinder varian-02 dan mesin ekstraksi pati sagu varian-01. Uji lapang dilakukan di Kampung Maryaidori, Distrik Supiori Selatan, Kabupaten Supiori. Hasil uji lapang menunjukkan bahwa semua bagian mesin berfungsi dengan baik dan mesin mudah dioperasikan dan selama pengujian tidak ditemui adanya kendala teknis. Hasil kinerja mesin parut pada kondisi lapang adalah: kapasitas pemarutan 920 kg/jam dan konsumsi bahan bakar 1,7 liter/jam. Kinerja mesin ekstraksi: kapasitas ekstraksi 275,2 kg ela/jam, konsumsi bahan bakar 0,6 liter/jam, rendemen pati basah 32,12%, hasil pati 314,4 kg/pohon dan kehilangan pati pada ampas 1,07%. Secara ekonomi, mesin ini dikatagorikan layak dengan nilai BC ratio 2,16.
Pengaruh Perubahan Fungsi Hutan terhadap Keanekaragaman Katak: Studi Kasus di Prafi, Distrik Prafi, Kabupaten Manokwari Keliopas Krey; Amaul Nur Apsyari; Yance de Fretes
Igya ser hanjop: Jurnal Pembangunan Berkelanjutan Vol 3 No 1 (2021)
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Papua Barat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47039/ish.3.2021.47-64

Abstract

Hutan tropis dataran rendah diketahui merupakan habitat penting bagi berbagai spesies flora dan fauna. Hutan tropis juga berperan penting untuk menjaga fungsi hidrologis dan saat diketahui memilih fungsi penting dalam menjaga gas rumah kaca, salah satu penyebab perubahan iklim global. Namun, hutan tropis banyak telah konversi ke berbagai fungsi non hutan, seperti perkebunan komersial. Sebagai negara tropis, Indonesia memiliki hutan tropis terluas kedua di dunia. Walaupun pemerintah dan penggiat konservasi telah berusaha untuk menjaga perubahan fungsi hutan, tetapi perubahan fungsi hutan terus terjadi sejalan dengan pertambahan penduduk dan kebutuhan pembagunan. Penelitian ini dirancang untuk meneliti dampak perubahan fungsi hutan ke non hutan terhadap keragaman katak di Distrik Prafi, Kabupaten Manokwari. Membandingkan keragaman katak pada 3 fungsi hutan: hutan sekunder, perkebunan sawit dan perkebunan kakao. Hasil penelitian ini menunjukkan konservasi hutan ke non hutan memberikan dampak negatif terhadap keragaman katak. Konversi hutan juga memberikan kesempatan pada spesies yang diintroduksi seperti Duttaphrynus melanostictus, Fejervarya cancrivora dan F. limnocharis hidup dan mendominasi habitat baru ini. Suatu hal menarik adalah bahwa tidak ada satupun spesies asli Papua yang dapat diamati di perkebunan, walaupun perubahan atau konversi hutan telah terjadi sekitar 40 tahun lalu. Penelitian ini juga memastikan kehadiran spesies introduksi baru F. limnocharis di Prafi. Spesies ini mungkin dimasukkan secara tidak sengaja ke Tanah Papua.
Model Environmentally Sensitive Area (ESA) sebagai Penentu Pola Ruang Kabupaten Kaimana Insan Fahmi; Syartinilia; Rofifah Aulia
Igya ser hanjop: Jurnal Pembangunan Berkelanjutan Vol 3 No 1 (2021)
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Papua Barat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47039/ish.3.2021.37-46

Abstract

Kabupaten Kaimana merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Papua Barat yang memiliki peat and mangrove ecosystem (PME). Berdasarkan model environmentally sensitive area (ESA), sebagian besar Kabupaten Kaimana berada di dalam kawasan dengan sensitivitas tinggi. Model ESA dibuat dengan menganalisis 21 kriteria di antaranya adalah mangrove, gambut, kelerengan, elevasi, dan garis pantai. Dua puluh satu kriteria tersebut diberikan bobot dan dijumlahkan lalu diberikan ambang batas sebesar 60% menghasilkan 82% Kawasan sesnsitivitas tinggi di Provinsi Papua Barat. Sensitivitas tinggi yang ditnjukkan model ESA mengindikasikan kerentanan kawasan yang berarti sangat rentan akan bencana alam. Ini berarti kawasan dengan sensitivitas tinggi harus dilindungi. Saat ini, Kabupaten Kaimana hanya memiliki kawasan lindung sebesar 33,59% yang sangat jauh dari target 70% agar sejalan dengan provinsi konservasi. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan Model ESA dengan Pola Ruang eksisiting untuk mendapatkan kawasan lindung minimal 70% sesuai komitmen provinsi konservasi. berdasarkan model ESA, sebagian besar kawasan budidaya di Kabupaten Kaimana memiliki sensitivitas tinggi. Pola Ruang Kabupaten Kaimana yang memiliki 27 jenis digolongkan ke dalam fungsi lindung dan fungsi budidaya dikategorikan kembali menjadi tiga kelas berdasarkan intensitas dominasi manusia. Dengan menggunakan analisis dissolve untuk mengkategorikan pola ruang dan intersect untuk menilai pola ruang menggunakan ESA, didapatkan empat kombinasi, yaitu lindung mutlak, budidaya, tambahan lindung prioritas 1, dan tambahan lindung prioritas 2. Berdasarkan penjumlahan lindung mutlak dengan tambahan lindung prioritas 1 juga lindung prioritas 2, Kabupaten Kaimana harus memiliki kawasan lindung sebanyak 87, 69% atau sedikit-dikitnya sebesar 80,72%.
Pengaruh Sasi pada Keragaman Jenis, Komposisi dan Kelimpahan Megabentos di Perairan Kabupaten Teluk Wondama Adrian Jentewo; Muhammad Lazuardi
Igya ser hanjop: Jurnal Pembangunan Berkelanjutan Vol 3 No 2 (2021)
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Papua Barat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47039/ish.3.2021.139-148

Abstract

Sasi merupakan salah satu bentuk pengelolaan dan perlindungan sumber daya alam yang dipraktekkan berbagai masyarakat pesisir di Papua dan Maluku. Banyak pelaksana konservasi menyimpulkan sasi merupakan salah pendekatan pengelolan dan konservasi sumber daya pesisir yang efektif. Walaupun sudah banyak dipraktekkan masyarakat dan banyak membahas tingkat keefektivan penerapan sasi, namun masih terbatas penelitian mengenai dampak sasi pada sumber daya itu sendiri. Penelitian ini bertujuan melihat dampak pelaksanaan sasi keragaman spesies, komposisi spesies dan kelimpahan individu pada lokasi-lokasi yang diberlakukan sasi dan daerah yang tidak memberlakukan sasi di Kabupaten Teluk Wondama. Penelitian menggunakan purposive sampling, dimana megabentos disurvei pada jalur 100 m x 5 m oleh 3 peneliti dengan cara berenang. Hasil penelitian ini mencatat lebih banyak spesies dan jumlah individu megabentos pada lokasi sasi dibandingkan lokasi non sasi. Hasil perhitungan Shannon-Weiner Index Diversity bahwa keanekaragaman megabentos lebih tinggi pada lokasi sasi dari pada lokasi non sasi, namun hasil perhitungan Sronsen Koefisien Similarty menunjukkan tingkat kesamaan spesies (komposisi) yang tinggi antara dua lokasi.
Kemajuan Kegiatan Penelitian Herpetofauna di Papua dan Papua Barat Berdasarkan Rekomendasi Conservation Priority-Setting Workshop (CPSW) 1997 Deby Aprilia Kareth
Igya ser hanjop: Jurnal Pembangunan Berkelanjutan Vol 3 No 2 (2021)
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Papua Barat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47039/ish.3.2021.149-157

Abstract

Ancaman terhadap biodiversitas dan kebutuhan untuk pembangunan ekonomi pada tahun 1980an mendorong munculnya beberapa strategi konservasi dan pembangunan berkelanjutan. Pada tingkat regional, Conservation International (CI) menerapkan pendekatan Biodiversity Conservation Priority Setting Workhop. Pendekatan ini difokuskan pada perlunya konservasi dan penelitian pada daerah-daerah yang kaya biodiversitas dan memiliki tingkat endemik yang tinggi, dan terancam oleh aktivitas pembangunan. Pada tahun 1991, CI dan mitra kerja melaksanakan “The Irian Jaya Biodiversity Conservation Priority Setting Workshop” (CPSW 1991), di Biak. Beberapa rekomendasi yang dikeluarkan berasal dari kelompok herpetofauna yang merekomendasi 18 daerah prioritas untuk penelitian dan konservasi herpetofauna. Penelitian ini bertujuan untuk meninjau kemajuan kegiatan penelitian dan konservasi herpetofuna di Tanah Papua sejak CPSW 1997 dengan me-review sekitar 247 artikel ilmiah tentang kegiatan penelitian herpetofauna pada periode 1997-2020 dan 65 data set dari peneliti herpetofauna di Papua. Tercatat sekitar 568 kegiatan penelitian herpetofauna telah dilaksanakan sejak 1997, dimana 260 kegiatan penelitian herpet dilaksanakan di Provinsi Papua Barat dan 326 kegiatan penelitian dilaksanakan di Provinsi Papua. Sekitar 60 persen kegiatan penelitian dilaksanakan pada daerah yang telah direkomendasikan dalam CPSW 1997. Dari 568 spesies herpetofuna terdapat 55 spesies baru yang dilaporkan.
Herpetofauna dari Hutan Desa Ubadari, Fakfak: Keanekaragaman, Kepadatan, dan Upaya Konservasi Keliopas Krey; Petrus Tawurutubun
Igya ser hanjop: Jurnal Pembangunan Berkelanjutan Vol 3 No 2 (2021)
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Papua Barat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47039/ish.3.2021.159-176

Abstract

Obadari forest is one of the important herpetofauna habitat. The forest lies on diverse geomorphology and topography including creeks, vertical caves with small springs. These formations have influenced the diversity of herpetofauna in the forest. This study was designed to document herpetofauna species in Obadari Forest, Obadari, Fakfak. We used VAES at a 2000-meter transect randomly located within the forest. Patch survey was also used to sample habitats that not within the transect. Reptiles and amphibians were observed during days and nights. Direct interview with member of Obadari community to gather information on what are the common herpetofauna species and how would they react in such encounter. About 45 species herpetofauna were recorded during this study between 2-15 February 2021, of which 15 species frogs from Hylidae, Microhylidae and Ranidae: and 30 species of reptiles from Scincidae, Geckonidae, Varanidae, Colubridae, Pythonidae and Elapidae. Although these data relative sufficient to represent all herpetofauna in this forest, we believe more may yield more species. This result also indicate that Obadari forest is an important habitat for Papuan herpetofauna species
Potensi dan Pengembangan Hutan Desa Ubadari Berbasis Ekowisata Keanekaragaman Jenis Burung di Kabupaten Fakfak Agustinus Kilmaskossu; Hendrik Burwos
Igya ser hanjop: Jurnal Pembangunan Berkelanjutan Vol 3 No 2 (2021)
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Papua Barat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47039/ish.3.2021.97-112

Abstract

Survei burung dilakukan di Kampung Ubadari, Kabupaten Fakfak, Provinsi Papua Barat bertujuan untuk (1) mengetahui keanekaragaman burung, distribusi dan potensinya pada berbagai tipe habitat di hutan desa Ubadari; (2) menentukan tingkat pemanfaatan dan pengetahuan masyarakat setempat tentang burung; (3) mengevaluasi potensi burung yang dapat dijadikan objek wisata dan memberikan rekomendasi untuk pengembangan ekowisata burung; dan (4) menyediakan rekomendasi sebagai arahan untuk persiapan Rencana Pengelolaan Hutan Desa (RPHD). Metode pengamatan menggunakan unit contoh kombinasi transek garis sepanjang 2 km dengan 11 Variable Circular Plot (VCP), selain itu metode titik (Point Count) digunakan di luar jalur transek. Hasil penelitian menemukan sebanyak 134 spesies burung pada Hutan Sekunder Tua (HST), 141 spesies burung pada Hutan Primer (HP), dan 141 spesies burung pada Hutan Campuran (HC). Indeks keanekaragaman (H’) spesies burung pada (HST = 2,037), (HP = 2,053), dan (HC = 2,057) menunjukkan keanekaragaman spesies burung yang sedang. Indeks Kemerataan (E) pada ketiga lokasi adalah (HST = 0,65), (HP= 0,63) dan (HC = 0,68) menunjukkan kemerataan spesies yang sedang. Indeks kekayaan spesies (R) pada ketiga lokasi adalah (HST = 43,1), (HP = 43,2), dan (HC = 46,1) menunjukkan kualitas ekologi yang sedang pada HST dan HP tetapi meningkat pada HC. Sedangkan Nilai Kesamaan Spesies (IS) antara masing-masing lokasi: HST versus HP sebesar 97,84%, HST versus HC sebesar 97,84%, dan HP versus HC sebesar 100% menunjukkan terdapat kesamaan spesies burung pada ketiga lokasi. Dengan melihat potensi keanekaragaman hayati terutama burung yang terdapat di hutan Ubadari maka disarankan pengembangan konsep ekowisata burung dan hutan pendidikan biologi dengan melibatkan masyarakat dalam pengelolaan hutan desa di Ubadari.
Pendekatan Baru dalam Penilaian Status Konservasi dan Penerapannya pada Ikan Pelangi Endemik Papua Henderite L. Ohee; Jatna Supriatna; Yance de Fretes
Igya ser hanjop: Jurnal Pembangunan Berkelanjutan Vol 3 No 2 (2021)
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Papua Barat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47039/ish.3.2021.113-126

Abstract

Secara berkala, IUCN mengeluarkan daftar spesies terancam dan status konservasinya melalui Red List. Indonesia juga mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999 menetapkan kriteria penentuan spesies lindung dan status perlindungannya. Kedua ketentuan ini dibuat berdasarkan penilaian ukuran populasi dan ancaman terhadap habitat, serta tekanan pemanfaatan sebagai faktor utama penentuan kriteria keterancaman dan status konservasi spesies. Namun, dalam pelaksanannya kriteria ini sulit dilaksanakan karena keterbatasan data dan informasi sementara tingkat ancaman, terutama perubahan dan kehilangan habitat terus meningkat sejalan dengan peningkatan pembangunan. Penelitian ini mengusulkan suatu pendekatan baru dalam menilai status keterancaman species, terutama menggunakan kriteria yang digunakan IUCN yaitu penilaian atas keadaan habitat (kehilangan dan kerusakan). Pendekatan baru ini diterapkan dalam penilaian ikan pelangi endemik Papua. Penilaian dilaksanakan dengan melalukan tupang susun daerah penyebaran ikan endemik dengan berbagai kegiatan pembangunan, baik yang sedang berjalan maupun dalam tahapan perencanaan dengan Arcgis. Daerah penyebaran yang ditumpang susun dengan berbagai kegiatan pembangunan berskala besar kemudian dihitung luas daerah penyembaran ikan yang terancam. Sebuah matrik dibuat untuk menghitung berbagai ancaman atas habitat atau daerah penyebaran tiap spesies yang dianalisa untuk menentukan tingkat keterancaman spesies dan status konservasinya. Pendekatan analisa ini menyimpulkan ada empat spesies kritis, 11 spesies terancam dan 15 spesies rawan. Pendekatan ini memungkin penilain status dapat dilaksanakan beberarapa spesies bersamaan dibandingkan dengan penilaian yang menggunakan penilain populasi sebagaimana dianjurkan IUCN. Namun pendekatan lebih tepat bagi spesies dengan habitat penyebaran tertentuatau daerah penyebaran telah diketahui, seperti spesies yang terdapat pada danau, pulau atau puncak gunung dan spesies yang daerah penyebarannya telah terpetakan dengan jelas.
Pengaruh Kegiatan Masyarakat Terhadap Keanekaragaman Herpetofauna Di Taman Wisata Alam Gunung Meja Kabupaten Manokwari Zinnia Leoni Dimomonmau
Igya ser hanjop: Jurnal Pembangunan Berkelanjutan Vol 3 No 2 (2021)
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Papua Barat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47039/ish.3.2021.79-96

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak berbagai kegiatan masyarakat terhadap keanekaragaman herpetofauna di Taman Wisata Alam Gunung Meja (TWAGM). Lokasi penelitian berada di Kampung Ayambori (kegiatan perkebunan), Kampung Idimek (kegiatan penebangan pohon) dan hutan dalam TWAGM (baseline). Pengambilan contoh dilakukan secara stratified random sampling, pada batas kegiatan masyarakat dan TWAGM pada jarak 0 m, 300 m dan 600 m tegak lurus ke dalam TWAGM. Shannon-Weiner Diversity Index (H’) digunakan untuk menghitung keragaman spesies dan t-test untuk melihat perbedaan keragaman spesies antar lokasi sampling. Tercatat 18 spesies herpetofauna dari 8 famili, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa adanya pengaruh kegiatan masyarakat terhadap keragaman herpetofauna. Spesies-spesies herpetofauna yang ditemukan pada daerah yang ada aktivitas masyarakat (Kampung Ayambori dan Kampung Idimek) berbeda dengan spesies yang ditemukan di hutan TWAGM yang sangat minim aktivitas masyarakat. Sehingga dapat dikatakan bahwa kegiatan masyarakat di sekitar TWAGM berdampak pada keanekaragaman jenis dan komposisi jenis pada lokasi tersebut.