cover
Contact Name
Muhammad Reza
Contact Email
muhammadreza@unsyiah.ac.id
Phone
-
Journal Mail Official
jimhukumkenegaraan@unsyiah.ac.id
Editorial Address
Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala Jalan Putroe Phang No.1. Darussalam, Provinsi Aceh, 23111 Telp: (0651) 7410147, 7551781. Fax: 755178
Location
Kab. aceh besar,
Aceh
INDONESIA
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Kenegaraan
ISSN : -     EISSN : 25976885     DOI : -
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Kenegaraan merupakan jurnal berkala ilmiah yang diterbitkan oleh Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala, dengan durasi 4 (empat) kali dalam setahun, pada Bulan Februari, Mei, Agustus dan November. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Kenegaraan menjadi sarana publikasi artikel hasil temuan Penelitian orisinal atau artikel analisis. Bahasa yang digunakan jurnal adalah bahasa Inggris atau bahasa Indonesia. Ruang lingkup tulisan harus relevan dengan disiplin ilmu hukum Yang mencakup Bidang Hukum Kenegaraan. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Kenegaraan merupakan media jurnal elektronik sebagai wadah untuk publikasi hasil penelitian dari skripsi/tugas akhir dan atau sebagian dari skripsi/tugas akhir mahasiswa strata satu (S1) Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala yang merupakan kewajiban setiap mahasiswa untuk mengunggah karya ilmiah sebagai salah satu syarat untuk yudisium dan wisuda sarjana. Artikel ditulis bersama dosen pembimbingnya serta diterbitkan secara online.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 20 Documents
Search results for , issue "Vol 1, No 1: Agustus 2017" : 20 Documents clear
MEKANISME PEMAKZULAN (IMPEACHMENT) PRESIDEN DAN/ATAU WAKIL PRESIDEN OLEH MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT MENURUT UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 Ilham Imaman; Andri Kurniawan
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Kenegaraan Vol 1, No 1: Agustus 2017
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstrak - Tujuan penelitian ini adalah untuk mencari dan meneliti alasan dilakukannya amandemen terhadap UUD NRI 1945 mengenai pasal pemakzulan, serta mencari dan meneliti sifat putusan MK terkait dengan pemakzulan Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut UUD NRI 1945. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif dengan menggunakan data-data sekunder berupa bahan hukum primer, sekunder, dan tersier kemudian disajikan menggunakan pendekatan perundang-undangandimana data-data tersebut dianalisis secara kualitatif. Hasil penelitian ditemukan bahwa yang menjadi alas an dimasukkannya pasal mengenai pemakzulan pada amandemen ketiga UUD NRI 1945 adalah untuk member kepastian hukum mengenai impeachment, karena sebelum amandemen tidak ada aturan terperinci yang mengatur tentang impeachment. Ditemukan pula bahwa sifat putusan MK terkait impeachment adalah hanya sebagai pertimbangan bagi MPR. Tidak ada aturan mengikat yang mengharuskan MPR untuk mengikuti putusan MK. Jadi bias saja putusan MK dianulir oleh MPR melalui siding paripurna MPR. Disarankan agar putusan akhir mengenai impeachment yang diusulkan oleh DPR berada di Mahkamah Konstitusi (MK) saja, sedangkan MPR hanya menjalankan putusan MK. Adapun cara untuk merealisasikan saran tersebut adalah dengan melakukan amandemen kelima terhadap UUD NRI 1945.Kata Kunci : Mekanisme, Pemakzulan, Presiden, UUD NRI 1945 Abstract - The purpose of this study was to find and examine the reason for the amendment of the Indonesia Constitution concerning impeachment article, as well as locate and investigate the quality of the Constitutional Court verdict related to the impeachment of the President and/or Vice President by the Indonesia Constitution.This study is using a normative legal research using secondary data in the form of primary legal materials, secondary, and tertiary then presented using the approach of law where the data is analyzed qualitatively.The research found that the reason for inclusion of a chapter on the impeachment of the third amendment to the Indonesia Constitution is to provide legal conviction regarding the impeachment, because before amendment no detailed rules governing the impeachment. It was also found that the quality of the Constitutional Court verdict related to impeachment is only for consideration by the Supreme Court. There are no written rules that require the Supreme Court to follow the verdict of the Court. So the decision of the Court could disallowed by the Supreme Court through the Supreme Court plenary session. Recommended that a final verdict on the proposed impeachment by People Council were in the Constitutional Court only, while the Supreme Court only execute decision of the Court. As for how to realize these recommendations is to perform the fifth amendment of the Indonesia Constitution.Keywords: Mechanism, Impeachment, President, Indonesia Constitution.
PEMBERIAN IZIN PEMBANGUNAN MENARA TELEKOMUNIKASI DALAM PELAKSANAAN TATA RUANG DI KOTA BANDA ACEH (Suatu Penelitian di Kota Banda Aceh) Aulia Agus Maulana; Abdurrahman Abdurrahman
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Kenegaraan Vol 1, No 1: Agustus 2017
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstrak - Meningkatnya kebutuhan masyarakat terhadap fasilitas alat komunikasi  sejalan dengan kegiatan usaha jasa di bidang telekomunikasi telah mendorong peningkatan pembangunan menara telekomunikasi. Dalam Pasal 38 ayat (3) Qanun Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Tata Ruang Wilayah Kota Banda Aceh menyebutkan,“Jarak menara tower dengan kawasan pemukiman harus menjamin kesehatan masyarakat dan  jarak menara tower ke bangunan  terdekat adalah sebesar minimum  tinggi bangunan  tower”.Akan tetapi masih saja ditemukan sejumlah menara telekomunikasi yang berdekatan dengan bangunan terdekat.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menjelaskan pelaksanaan Pemberian Izin Pembangunan Menara Telekomunikasi, penyebab dari pemberian Izin Pembangunan Menara Telekomunikasi yang tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), dan akibat hukum terhadap pemberian izin yang tidak sesuai Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Banda Aceh.Hasil penelitian menunjukkan bahwaPemberian Izin Pembangunan Menara Telekomunikasi diberikan setelah adanya pemenuhan syarat administrasi yang ditetapkan oleh Pemerintah Kota Banda Aceh, dengan disertai oleh hasil dari survey lapangan dan dilengkapi dengan persetujuan  tetangga ditempat yang akan dibangun menara. Penyebab dari pemberian izin yang tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) karena Pemerintah Kota Banda Aceh belum mempunyai Cell Planning yang dimuat dalam Peraturan Walikota, dan izin yang diberikan berdasarkan pertimbangan dengan adanya persetujuan warga atau izin tetangga. Akibat hukum dari pemberian izin yang tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) itu dapat menimbulkan  hak bagi warga untuk meminta Pemerintah Kota Banda Aceh membatalkan pemberian izin pembangunan menara telekomunikasi.Disarankan kepada Pemerintah Kota Banda Aceh untuk membentuk suatu peraturan khusus yang mengatur tentang tata letak menara telekomunikasi agar terciptanya ketertiban dalam pembangunan menara telekomunikasi. Disarankan kepada Pemerintah Kota Banda Aceh untuk meningkatkan profesionalitas dalam menerbitkan izin agar tidak menyimpang dengan ketentuan yang berlaku.Kata Kunci : Izin, Tata Ruang Abstract - The rise of telecomunication idustry has reinforced the increase of society needs intelecommunication facilities which result in the increase of telecommunication tower development.In the provision of 38 point 3 Qanun Number 4/2009 about Urban Planning of Banda Aceh clearly stated, "the distance between telecommunication tower with residential areas should assuring the residents' health rights and the minimum distance between the tower and the nearet building should be equal to the minimum heights of the tower itself". However there are still many telecommunication towers was found very close to residential area. This research aims to understand and to explain why the permission of develop the telecomunication tower near residential area is still granted by the government, the process of getting the permit, and law consequences of breaking the rule about the distance between tower and residential area. The result of this research shows that the permission to build telecommunication tower is granted by the government only after fulfilling certain requirement such as completing administration, completing the field survey, and getting approved by the neighbors. The reasons of why government is still granting permission near residential area is because they do not have the Cell Plan yet. Hence the permission is granted by neighbors' approval. This action is violating the law about city planning and residents near by can easily sue the govenment about this matter. The suggestions for Banda Aceh government are to create a special law about mapping out telecommunication tower in local communities and to be more professional in granting permission of building the tower thus not violated resident's rights and to control the building according the city plan.Keywords: granting permission, residential area
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK DI YAMAN PADA SAAT KONFLIK BERSENJATA NON INTERNASIONAL Wirda Anggrayni; Adwani Adwani
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Kenegaraan Vol 1, No 1: Agustus 2017
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstrak - Sengketa bersenjata non internasional adalah kondisi pertempuran antara angkatan bersenjata pemerintah dengan kelompok bersenjata yang terorganisir didalam wilayah suatu Negara. Konflik bersenjata di Yaman menimbulkan banyak korban terutama anak-anak. Menurut Ketentuan Pasal 27 Konvensi Jenewa 1949 menyatakan bahwa orang-orang yang dilindungi, dalam segala keadaan berhak akan penghormatan atas diri pribadi, kehormatan hak-hak kekeluargaan, keyakinan dan praktek keagamaan, serta adat-istiadat dan kebiasaan mereka. Pada Pasal 3 konvensi-konvensi jenewa 1949 menentukan aturan-aturan HHI dan kewajiban para pihak yang berkonflik untuk melindungi korban perang dalam perang yang tidak bersifat internasional, namun perlindungan terhadap anak belum efektif sebagaimana mestinya. Penulisan skripsi ini bertujuan untuk mengetahui dan menjelaskan bentuk-bentuk mengenai perlindungan hukum terhadap  anak pada saat konflik bersenjata noninternasional di Yaman menurut hukum humaniter internasional. Serta untuk menjelaskan hambatan-hambatan yang muncul dalam memberikan perlindungan menurut Hukum Humaniter Internasional terkait perlindungan hukum terhadap anak pada saat konflik bersenjata noninternasional di Yaman.Berdasarkan hasil penelitian dari penulisan skripsi ini menunjukkan bahwa secara umum, perlindungan hukum yang diberikan kepada anak-anak lebih tertuju kepada akibat sengketa bersenjata yang menimpa atau berdampak kepada anak-anak yang tidak ikut turut serta dalam peperangan, tidak dilaksanakannya prinsip pembedaan, prinsip perlindungan serta prinsip proporsional. Hambatannya yaitu bom cluster dan bom kimia fosfor putih yang menewaskan banyak korban dan hancurnya gedung-gedung di Yaman serta pemberontak Houthi membatasi masuknya bantuan kemanusiaan.Kata Kunci : Implementasi, Konflik Bersenjata, Anak-anak, Kendala. Abstract - Non-international armed conflict is a condition of fighting between government forces with organized armed groups in the territory of a State. The armed conflict in Yemen caused many casualties, especially children. According to the provisions of Article 27 of the 1949 Geneva Convention states that people are protected in all circumstances entitled to respect for self, respect the rights of kinship, religious beliefs and practices, and customs and their habits. In Article 3 of the 1949 Geneva conventions determining the rules of humanitarian law and obligations of the parties to the conflict to protect the victims of war in a war that is not international, but the protection of children has not been effective as it should be.This thesis aims to identify and explain the forms concerning the legal protection of children during non-international armed conflict in Yemen under international humanitarian law. As well as to explain the obstacles that arise in providing protection under international humanitarian law regarding the protection of the law against child at the time of non-international armed conflict in Yemen.Generally, based on the results of this writing shows that the legal protection given to children are more drawn to a result of armed conflicts affecting or impacting to children, who did not participate in the war, not the implementation of the principle of distinction, the principle of the protection and proportional principle. The obstacle is that cluster bombs and white phosphorous chemical bomb that killed a lot of casualties and the destruction of buildings in Yemen and the Houthi rebels restrict the entry of humanitarian aid.The Government of Yemen is suggested  to solve the problem of war with Houthi rebels. Therefore, there is no longer a civil war between them which could protect the civilian population or citizen of Yemen, especially children,to provides a peaceful and prosperous country.Keywords: Implementation, Armed Conflict, Children, Constraints.
TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA JAHIT PAKAIAN DALAM HAL TERJADI WANPRESTASI (Suatu Penelitian Pada Suka Makmue Tailor Kec. Seunagan Kab. Nagan Raya) Ikramullah Almar; Eka Kurniasari
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Kenegaraan Vol 1, No 1: Agustus 2017
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstrak - Penulisan skiripsi ini bertujuan untuk menjelaskan bentuk-bentuk wanprestasi yang di lakukan oleh pelaku usaha jasa jahit pakaian, faktor-faktor  yang menyebabkan pelaku usaha jasa jahit pakaian melakukan wanprestasi,  serta penyelesaian sengketa wanprestasi yang di tempuh oleh para pihak dalam usaha jasa jahit pakaian. Perolehan data  dalam skripsi ini di lakukan dengan cara penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan.  Penelitian kepustakaan di lakukan untuk memperoleh data yang bersifat teoritis,  sedangkan penelitian lapangan dilakukan guna memperoleh data primer melalui wawancara dengan responden dan informan. Data yang di peroleh kemudian di analisis dengan menggunakan pendekatan kualitatif sehingga menghasilkan jawaban dari permasalahan yang dikaji. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam menjalankan kegiatan usahanya, terdapat beberapa bentuk wanprestasi,  yaitu hasil jahitan tidak sesuai dengan yang di inginkan konsumen, tidak tepat waktu penyelesaian pesanan,  dan juga tidak sesuainya ukuran sebagaimana yang di inginkan konsumen. Faktor penyebab terjadinya wanprestasi tersebut ialah seperti terjadi kerusakan pada mesin jahit, terjadinya pemadaman listrik bergilir oleh PLN, menurunnya kesehatan para pekerja, dan kesalahpahaman pekerja pada model dan ukuran pakaian sebagaimana yang telah diperjanjikan. Penyelesaian sengketa yang ditempuh para pihak ialah melalui jalur negosiasi atau perundingan. Disarankan kepada pihak pelaku usaha agar lebih teliti dalam melakukan pengukuran pesanan konsumen,  menyediakan mesin genset dan menentukan kesepakatan kapan pesanan konsumen di selesaikan. Kepada pihak konsumen agar memberikan informasi yang jelas kepada pihak pelaku usaha dalam menentukan model jahitan yang diinginkan. Serta kepada para pihak agar menyelesaikan perselisihan dengan mengutamakan musyawarah.Kata Kunci : Usaha Jahit, Tanggung Jawab, dan Wanprestasi Abstract - The writing of this thesis aims to explain the forms of tort committed by sewing services business actors, factors that cause businesses services sewing actor committing default, as well as breach of contract dispute settlement which is taken by the parties in sewing services business. Acquisition of the data in this paper is done by means of literature research and field research. The literature research is done to obtain data that is theoretical, whereas the field research conducted in order to obtain primary data through interviews with respondents and informants. Data were obtained and then analyzed using a qualitative approach resulting answer to the problems being studied. The results of the research showed that in operating his business, there is some form of default, which is the result of the seams are not in accordance with the customer wants, not timely completion of orders, as well as the incompatibility of the size as desired by the consumer. The causes of the breach is a breakdown of the sewing machine, the occurrence of blackouts by PLN, the declining health of workers, and misunderstanding of workers on the model and size of clothing, as has been agreed. Dispute resolution taken by the parties is through negotiations It suggested for businesses to be more thorough in measuring customer orders, providing the engine generator set and determine the agreement when a customer order can be accomplish. To the consumer, should be able to provide clear information to the businesses in determining the model of the desired stitch. As well as to the parties, in order to resolve the dispute by prioritizing consensus.Keywords: Sewing Business, Responsibilities and Tort
PELAKSANAAN PENGAWASAN KANTOR PELAYANAN PERIZINAN TERPADU SATU PINTU TERHADAP PEMASANGAN REKLAME DI KOTA BANDA ACEH Nella Yulida Sari; Yanis Rinaldi
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Kenegaraan Vol 1, No 1: Agustus 2017
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstrak - Dalam Pasal 116 huruf (b) Qanun Kota Banda Aceh Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah Kota Banda Aceh disebutkanbahwasalahsatuwewenang Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu Kota Banda Aceh adalah melakukan pengawasan di bidang perizinan dan non perizinan.Pemerintah Kota Banda Aceh mengeluarkan PeraturanWalikota Banda Aceh Nomor 7 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Reklame. Dalam Pasal 10 diatur tempat-tempat yang dilarang untuk pemasangan reklame. Namun kenyataannya masih ditemukan pelanggaran terhadap pemasangan reklame di Kota Banda Aceh. Reklame dipasang di tempat yang dilarang sebagaimana diaturdalam Pasal 10 Peraturan Walikota Nomor 7 Tahun 2012. Tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk menjelaskan pelaksanaan pengawasan Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu terhadap pemasangan reklame di Kota Banda Aceh. Penyebab penyelenggara reklame masih memasang reklame di tempat yang dilarang, dan upaya yang ditempuh oleh Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu dalam mengatasi pelanggaran yang dimaksud. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pelaksanaan pengawasan Kantor  Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu terhadap pemasangan reklame tidak dilaksanakan dengan maksimal, hal ini dibuktikan masih ada pelanggaran reklame di Kota Banda Aceh. Penyelenggara reklame masih memasang reklame di tempat dilarang karena kurang tersedia tempat, tempat strategis untuk promosi dan kurangnya kesadaran hukum. Upaya yang ditempuh dalam mengatasi pelanggaran dengan membina penyelenggara reklame, meningkatkan pengawasan, dan mengadakan tempat reklame. Disarankan kepada Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu Kota Banda Aceh harus menunjuk pegawai untuk melakukan pengawasan agar tidak terjadi pelanggaran, menyediakan tempat untuk pemasangan reklame dan disarankan kepada penyelenggara reklame untuk mematuhi aturan apabila melanggar dikenakan sanksi berdasarkan Peraturan Walikota Nomor 7 Tahun 2012.Kata Kunci : pelaksanaan, pengawasan, pemasangan reklame, Banda Aceh Abstract - In Article 116 (b) Qanun Banda Aceh Number 2 Year 2008 on Organizational Structure and Regional Work Banda Aceh mentioned that one of the authority of the Office of Licensing Services One Stop Banda Aceh is to conduct oversight in the field of licensing and non-licensing. Government of Banda Aceh Banda Aceh Mayor issued Regulation No. 7 of 2012 on the Implementation of Advertising. Stipulated in Article 10 places that are prohibited for the installation of billboards. But in reality still found a violation of the installation of billboards in the city of Banda Aceh. Billboards installed in a place which is prohibited under Article 10 Mayor Regulation No. 7 of 2012.The purpose of this thesis is to explain the supervision of the Office of Licensing Services One Stop to the installation of billboards in the city of Banda Aceh. The cause of the organizers of the billboard was put up billboards in places that are prohibited, and the effort which is taken by the Office of Licensing Services One Stop in the breach in question.Based on the survey results revealed that the supervision of the Office of Licensing Services One Stop to the installation of billboards is not carried out to the maximum, it is proved there is still a violation of billboards in the city of Banda Aceh. Organizers still putting up billboards billboards in places prohibited due to less available space, a strategic place for the promotion and the lack of legal awareness. Efforts made in addressing violations by fostering organizers billboards, improve supervision, and holding a billboard.Suggested to the Office of Licensing Services One Stop Banda Aceh must designate an employee to perform surveillance in order to avoid infringement, providing a place for the installation of billboards and billboard suggested to the organizers to abide by the rules when abuse penalized under Mayor Regulation No. 7 of 2012.Keywords: implementation, supervision, installing advertising, Banda Aceh.
PELAKSANAAN PEMUNGUTAN PAJAK RUMAH KOS DI KOTA BANDA ACEH Diana Narisyah Karlina
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Kenegaraan Vol 1, No 1: Agustus 2017
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstrak - Dalam Pasal 1 butir 21 Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, pajak rumah kos masuk dalam katagori pajak hotel. Rumah kos dengan jumlah kamar lebih dari 10 (sepuluh) di kenakan pajak rumah kos, rumah kos yang memiliki kamar lebih dari 10 dan memiliki fasilitas pendukung sudah ada di Kota Banda Aceh. Namun dalam kenyataannya, pemerintah Kota Banda Aceh sampai saat ini belum memungut pajak rumah kos.Penulisan skripsi ini bertujuan untuk mengetahui dan  menjelaskan pelaksanaan pemungutan pajak rumah kos, hambatan dan upaya yang dilakukan pemerintah Kota Banda Aceh dalam mengatasi pelaksanaan pemungutan pajak rumah kos di Kota Banda Aceh. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pelaksanaan pemungutan pajak rumah kos di Kota Banda Aceh belum berjalan dikarenakan pertimbangan pemerintah daerah akan subjek pajak rumah kos di Kota Banda Aceh mayoritas penyewanya adalah mahasiswa. Berbeda di Kota besar lainnya seperti Malang, dan Jakarta mayoritas penyewa ialah pegawai swasta dan keluarga. Hambatan pemungutan pajak rumah kos di Kota Banda Aceh yaitu disebabkan oleh rendahnya tingkat kesadaran masyarakat terhadap pajak, masyarakat tidak mendukung rumah kos menjadi objek pajak daerah, dan juga kurangnya pemahaman masyarakat tentang peraturan daerah.Upaya pemerintah Kota Banda Aceh dalam mengatasi pelaksanaan pemungutan pajak rumah kos di Kota Banda Aceh, yaitu dengan melakukan sosialisasi, membangun kepercayaan masyarakat terhadap penting dan kegunaan pajak daerah untuk membangun kesejahteraan dan keadilan,memberikan kemudahan dalam segala hal pemenuhan kewajiban perpajakan dan meningkat mutu pelayanan kepada wajib pajak. Disarankan kepada Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kota Banda Aceh agar melakukan sosialisai mengenai pajak rumah kos sehingga tercipta kepercayaan yang optimal dari masyarakat.Kata Kunci : Pemungutan Pajak, Rumah kosAbstract - In Article 1 point 21 of Law Number 28 Year 2009 on Regional Taxes and Levies, taxes boarding houses entered in the category of hotel tax. Boarding house with a number of rooms more than 10 (ten) taxed boarding houses, boarding houses that have more than 10 rooms and supporting facilities already exist in the city of Banda Aceh. But in reality, the government of Banda Aceh until now has not levy taxes boarding house. This thesis aims to identify and explain the implementation of tax collection boarding houses, constraints and the government's efforts Banda Aceh in addressing the implementation of tax collection boarding house in the city of Banda Aceh. Based on the survey results revealed that the implementation of tax collection boarding house in Banda Aceh is not running due consideration of local government will be subject to tax boarding house in Banda Aceh majority of tenants are students. Different in Other major cities such as poor, and Jakarta majority of tenants are private employees and families. Barriers tax boarding house in the city of Banda Aceh is caused by rendahnaya the level of public awareness of the tax, the community does not support the boarding house became the object of local taxes, and also the lack of community understanding of local regulations. Efforts by the government of Banda Aceh in addressing the implementation of tax collection boarding house in the city of Banda Aceh, namely by socializing, building public confidence in the importance and usefulness of regional taxes to build prosperity and justice, providing ease in everything fulfillment of tax obligations and increase the quality of service to taxpayer. Suggested to the Office of Financial Management and Asset Banda Aceh to conduct a boarding house taxes, socialized about creating optimal trust of the community.Keywords: tax collection, Boarding House.
PERAN WILAYATUL HISBAH DALAM MEWUJUDKAN PEMAKAIAN BUSANA ISLAMI PADA PEMBUATAN VIDEOKLIP LAGU ACEH (Suatu Penelitian di Kota Banda Aceh) Syafridawati Syafridawati; Suhaimi Suhaimi
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Kenegaraan Vol 1, No 1: Agustus 2017
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstrak - Pasal 13 Qanun Nomor 11 tahun 2002 tentang pelaksanaan syariat Islam bidang Akidah, Ibadah dan Syiar Islam menyebutkan bahwa setiap orang Islam wajib menggunakan busana Islami, Pasal 20 Perda No 5 Tahun 2000 tentang pelaksanaan syariat Islam menyebutkan bahwa Pemerintah Daerah berkewajiban membentuk badan yang berwenang mengawasi pelaksanaan syariat Islam yaitu Wilayatul Hisbah. Di dalam pembuatan videoklip lagu Aceh banyak penyanyi dan model yang tidak menggunakan busana Islami, hal ini bertentangan dengan Syariat Islam.Tujuan penulisan skripsi ini untuk menjelaskan faktor-faktor yang menyebabkan pembuatan videoklip lagu Aceh tidak sesuai dengan syariat Islam, kendala-kendala yang dihadapi oleh Wilayatul Hisbah dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, dan upaya yang dilakukan oleh Wilayatul Hisbah untuk mewujudkan pemakaian busana Islami pada pembuatan videoklip lagu Aceh.Untuk memperoleh data dalam penulisan skripsi ini, dilakukan penelitian kepustakaan dan lapangan. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa Wilayatul Hisbah belum pernah melakukan pengawasan terhadap pemakaian busana Islami pada pembuatan videoklip lagu Aceh, dibuktikan dengan masih banyak beredar videoklip lagu Aceh yang menggunakan pakaian tidak sesuai dengan Syariat Islam, dalam menjalankan tugasnya Wilayatul Hisbah mengalami kendala-kendala seperti belum adanya aturan pelaksana, belum terjalinnya kerjasama, kurangnya kesadaran masyarakat, pemahaman yang beragam terhadap Agama didalam masyarakat, belum adanya sanksi, dan Wilayatul Hisbah melakukan upaya penyelesaian kendala dengan mengacu pada kendala-kendala yang dialami dalam mewujudkan pemakaian busana Islami pada pembuatan videoklip lagu Aceh.Disarankan kepada Wilayatul Hisbah agar menjalankan tugas dan wewenangnya dengan maksimal, dan membuat aturan serta membentuk sebuah lembaga sensor videoklip lagu Aceh dengan pihak-pihak terkait.Kata Kunci : Peran Wilayatul Hisbah, Mewujudkan, Pemakaian, Busana Islami, Videoklip Lagu Aceh Abstract - Article13 of Qanun Number 11 in 2002 about islamic syariat implemetation in the field of aqidah, ibadah and islamic syiar states that every moslem oblige to wearing moslem clothes, Pasal 20 perda Number 5 in 2000 about islamic syariat implementation states that the district goverment is obligated to create an organization which is competence to oversee islamic syariat implementation, that is Wilayatul Hisbah. In contracting Acheness song clipvideo, there are a lot of singers or models are not wearing moslem clothes, the case is contradictory toward islamic syariat. The purpose of the study is to explain the causes of Acehness song clipvideo contraction which is not appropriate to islamic syariat, to explain the obstacles which is faced by Wilayatul Hisbah in implementing its duties and functions and to explain the efforts of Wilayatul Hisbah to obtain wearing moslem clothes on Acehness song of clip video contraction. To collect the data in this study, the writer conducted library research and field research. Based on the result of this study, revealed that Wilayatul Hisbah was not doing surveillance yet toward wearing moslem clothes on Acehness song of  clipvideo contraction. It is proved by a lot of Acehness song of clipvideo are still spread which wear clothes is not appropriate to islamic syariat. In implementing the duty, wilayatul hisbah has obstacles such as there is no implementer rule yet, coorperation, less society awareness, various comprehension toward Religion in society, there is no punishment yet, and Wilayatul Hisbah make an effort to solve the obstacles by ponder a way on the obstacles to bring wearing moslem clothes into reality on contraction of Aceness song clipvidoe. Suggested that Wilayatul Hisbah implements its duty and competence dengan maksimal, makes rules and make an censor organization of Acehness song clipvideo with related people.Keywords: Wilayatul Hisbah’s role, obtaining, wearing, Islamis clothes , Acehness song clipvideo
PELAKSANAAN PEMBERIAN IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU PADA HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI KABUPATEN ACEH UTARA Azrina Azrina
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Kenegaraan Vol 1, No 1: Agustus 2017
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstrak - Dalam Pasal 48 Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 dinyatakan bahwa, dalam setiap kegiatan pemanfaatan hutan pada hutan produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (2) wajib disertai dengan izin pemanfaatan. Dalam kenyataannya masih ada izin yang diberikan tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Tujuan penulisan ini adalah untuk menjelaskan pelaksanaan pemberian izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan tanaman industri kepada perusahaan di Kabupaten Aceh Utara dan untuk mengetahui akibat hukum terhadap penerbitan izin yang tidak sesuai dengan peraturan-perundang-undangan. Hasil penelitian menunjukan bahwa pelaksanaan pemberian Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Tanaman Industri terhadap perusahaan di Kabupaten Aceh Utara bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pemberian Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Tanaman Industri kepada Perusahaan tersebut diterbitkan dalam periode otonomi khusus yang berbeda. Kewenangan untuk melakukan pengusahaan dan pengelolaan sumber daya kehutanan diberikan kepada Pemerintah Aceh pada periode otonomi khusus melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Akibat hukum dari penerbitan izin yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan adalah izin tersebut batal demi hukum. Disarankan kepada pemerintah Aceh untuk dapat memberikan Izin Usaha Pemanfaatan Hutan sesuai dengan kewenangan yang dimiliki, sehingga tidak merugikan investor asing yang melakukan kegiatan usaha pemanfaatan hutan di Aceh.Kata Kunci : Izin,PelaksanaanPerizinan, Hutan Produksi. Abstract - The purpose of this thesis are to explain the granting implementation of business license for timber forest products utilization on the industrial forest to companies in Aceh Utara district’s and to understand the legal consequences of the permitting issuance that are not in accordance with the rules and legislation.The results showed that the granting implementation of business license for Timber Forest Product utilization in the Industrial Forest in Aceh Utara district’s contrary to the legislation. Business license granting for Timber Forest product utilization on the industrial forest to the Companies were issued in different periods of special autonomy. The authority to conduct utilization and management of forest resources was justgiven to Aceh Government on special autonomy period through the enactment of Act No. 11 of 2006 concerning Aceh Government.The legal consequences of the primitting issuance that are not in accordance with the legislation are the permit is void ab initio.It is suggested to the Aceh government to be able to give Forest Utilization license in accordance with the authority, so it does not harmed foreign investors that are conducting forest utilizationin Aceh.Keywords: license, the implementation of license, product  forest.
STUDI KASUS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 56/PUU XIII/2015 DALAM PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2002 TENTANG GRASI SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG GRASI YANG DIBERIKAN OLEH PRESIDEN Muhammad Ramadhan Nasution; Husni Djalil
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Kenegaraan Vol 1, No 1: Agustus 2017
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstrak - Tujuan penelitian ini untuk menjelaskan pengujian Undang-Undang 22 Tahun 2002 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2010 tentang grasi. Pasal 11 ayat (1) dan (2) bertentangan dengan beberapa pasal yang terdapat di Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Berdasarkan hasil analisis mengenai pengujian Undang-Undang Grasi, prinsip negara hukum tidak boleh ditegakkan dengan mengabaikan prinsip-prinsip demokrasi yang diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Oleh karena itu, perlu ditegaskan pula bahwa kedaulatan berada ditangan rakyat yang dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (constitutional democracy) yang diimbangi dengan penegasan bahwa Negara Indonesia adalah Negara hukum yang berkedaulatan rakyat atau demokratis (democratis cherechtstaat). Disarankan masalah pemberian grasi dalam Undang-Undang Grasi diatur secara tegas pengaturannya. Karena pemberian grasi selalu dibayangi ketidakjelasan ukuran objektif bagi penerima grasi.Kata Kunci : president, grasi Abstract - The purpose of this study to describe the testing of constitution number 22 of 2002 as amended by constitution number 5 of 2010 about clemency. Article 11 paragraph (1) and (2) contrary to several articles contained in constitution of 1945. Based on the analysis of testing laws clemency, the rule of law should not be enforced by ignoring the principle of democracy set out in constitution of 1945. Therefore, it should be stressed that sovereignty rests with the people who carried out according to constitution of 1945. Offset by the assertion that the Indonesian state is a state of law or democratic sovereignty of the people (democratis cherechtstaat). Suggested problem in the granting of pardon in constitution of clemency strictly regulated settings. Since the granting of clemency is not always obvious to the recipient objective measures of clemency.Keywords: president, granting
PERBANDINGAN KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI ANTARA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN NEGARA REPUBLIK CHILI Fahril Firmansyah; Eddy Purnama
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Kenegaraan Vol 1, No 1: Agustus 2017
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstrak - Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana kewenangan Mahkamah Konstitusi antara Negara Republik Indonesia dengan Negara Republik Chili yang diatur dalam Undang-Undang Dasar di kedua negara dan juga untuk mengetahui apa saja persamaan dan perbedaan kewenangan Mahkamah Konstitusi di kedua negara tersebut.Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif yang menggunakan data kepustakaan yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier, kemudian disajikan menggunakan pendekatan komparatif (perbandingan) dimana data-data tersebut dianalisis secara kualitatif. Hasil penelitian menunjukan bahwa persamaan kewenangan mahkamah konstitusi yang dimiliki oleh kedua Negara  menunjukkan bahwa  sama-sama mengakui adanya pengujian konstitusionalitas terhadap perundang-undang sebagai sarana penjamin agar peraturan tersebut tidak bertentangan dengan Konstitusi. Persamaan lainnya adalah sama-sama mengatur tentang pembubaran partai politik, memutuskan sengketa antar lembaga Negara, dan memutus perselisihan hasil Pemilu. Sedangkan perbedaannya terdapat pada melakukan pengujian formil terhadap proses pembentukan undang-undang, perubahan Konstitusi, dan perjanjian internasional, menyelesaikan persoalan konstitusionalitas atas sebuah dekrit (keputusan) dan pelaksanaannya, menyelesaikan persoalan ketidaklayakan penunjukan seorang menteri Negara.Disarankan agar dalam melakukan pengujian hendaknya Mahkamah Konstitusi harus memiliki standar dalam menjalankan tugasnya pengadil,dan Mahkamah Konstitusi  tidak boleh ikut serta dalam perkara menjadi pihak yang terlibat dalam perkara  yang ditanganinya.Kata Kunci : Perbandingan Kewenangan Mahkamah Konstitusi Abstract - This research aimed to find out how the authority of the Constitutional Court of the Republic of Indonesia and the Republic of Chile are that had been stipulated in the Constitution in both countries as well as to know what the similaries and differences of the Constitutional Court’s authority in both countries are.The research was a normative legal research using literature data (library research) which consisted of primary legal materials, secondary legal materials, and tertiary legal materials, the seved using a comparative approach (comparison) where the data were analysed qualitatively.The results of the research indicated that the similarities between the authority of the Constitutional Court held by both countries were that they both admitted the existence of constitutionality testing to the legislation as a guarantor means so that the rules do not be in contradiction with the Constitution. The other similarities were they equally regulated the dispersion of the political parties, dissolution of disputes between state agencies, and dissolution of election result disputes. While the differences were in conducting the formal review to the process of formation of legislation, the changes of the Constitution and international agreements, resolving the issue of constitutionality on decree (decision) and its implementation, resolving the issue of ineligibility of appointment of minister.It is advisable for the Constitutional Court in conducting the testing to have the standart in performing the duties of the court and to not participate in cases where the Constitutional Court becomes a party involved in the cases that the Constitutional Court handles.Keywords: Comparison Authority of the Constitutional Court

Page 1 of 2 | Total Record : 20