Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

PERBANDINGAN KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI ANTARA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN NEGARA REPUBLIK CHILI Fahril Firmansyah; Eddy Purnama
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Kenegaraan Vol 1, No 1: Agustus 2017
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstrak - Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana kewenangan Mahkamah Konstitusi antara Negara Republik Indonesia dengan Negara Republik Chili yang diatur dalam Undang-Undang Dasar di kedua negara dan juga untuk mengetahui apa saja persamaan dan perbedaan kewenangan Mahkamah Konstitusi di kedua negara tersebut.Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif yang menggunakan data kepustakaan yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier, kemudian disajikan menggunakan pendekatan komparatif (perbandingan) dimana data-data tersebut dianalisis secara kualitatif. Hasil penelitian menunjukan bahwa persamaan kewenangan mahkamah konstitusi yang dimiliki oleh kedua Negara  menunjukkan bahwa  sama-sama mengakui adanya pengujian konstitusionalitas terhadap perundang-undang sebagai sarana penjamin agar peraturan tersebut tidak bertentangan dengan Konstitusi. Persamaan lainnya adalah sama-sama mengatur tentang pembubaran partai politik, memutuskan sengketa antar lembaga Negara, dan memutus perselisihan hasil Pemilu. Sedangkan perbedaannya terdapat pada melakukan pengujian formil terhadap proses pembentukan undang-undang, perubahan Konstitusi, dan perjanjian internasional, menyelesaikan persoalan konstitusionalitas atas sebuah dekrit (keputusan) dan pelaksanaannya, menyelesaikan persoalan ketidaklayakan penunjukan seorang menteri Negara.Disarankan agar dalam melakukan pengujian hendaknya Mahkamah Konstitusi harus memiliki standar dalam menjalankan tugasnya pengadil,dan Mahkamah Konstitusi  tidak boleh ikut serta dalam perkara menjadi pihak yang terlibat dalam perkara  yang ditanganinya.Kata Kunci : Perbandingan Kewenangan Mahkamah Konstitusi Abstract - This research aimed to find out how the authority of the Constitutional Court of the Republic of Indonesia and the Republic of Chile are that had been stipulated in the Constitution in both countries as well as to know what the similaries and differences of the Constitutional Court’s authority in both countries are.The research was a normative legal research using literature data (library research) which consisted of primary legal materials, secondary legal materials, and tertiary legal materials, the seved using a comparative approach (comparison) where the data were analysed qualitatively.The results of the research indicated that the similarities between the authority of the Constitutional Court held by both countries were that they both admitted the existence of constitutionality testing to the legislation as a guarantor means so that the rules do not be in contradiction with the Constitution. The other similarities were they equally regulated the dispersion of the political parties, dissolution of disputes between state agencies, and dissolution of election result disputes. While the differences were in conducting the formal review to the process of formation of legislation, the changes of the Constitution and international agreements, resolving the issue of constitutionality on decree (decision) and its implementation, resolving the issue of ineligibility of appointment of minister.It is advisable for the Constitutional Court in conducting the testing to have the standart in performing the duties of the court and to not participate in cases where the Constitutional Court becomes a party involved in the cases that the Constitutional Court handles.Keywords: Comparison Authority of the Constitutional Court
Kewenangan Mahkamah Kehormatan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 76/PUU-XII-2014 Dan Pasca Disahkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Muna Rizki; Eddy Purnama
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Kenegaraan Vol 3, No 2: Mei 2019
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan apakah yang menjadi kewenangan Mahkamah Kehormatan Dewan pasca putusan MK No. 76/PUU-XII-2014 dan UU Nomor 2 Tahun 2018 tentang perubahan kedua atas undang-undang nomor 17 tahun 2014 tentang majelis permusyawarat rakyat, dewan perwakilan rakyat, dewan perwakilan daerah, dan dewan perwakilan rakyat daerah. Untuk menjelaskan konsekuensi yuridis terhadap Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 Tentang MPR, DPR, DPD, Dan DPRD yang mengabaikan putusan MK NO 76/PUU-XII-2014. Data yang diperoleh dalam penulisan Artikel ini dilakukan dengan cara melakukan penelitian hukum normatif (studi kepustakaan). Hasil dari penelitian kepustakaan menunjukkan bahwa dalam putusannya, MK menggantikan kata izin tertulis MKD menjadi izin tertulis dari Presiden. Putusan Mahkamah Konstitusi adalah putusan hakim yang harus dianggap benar. Disarankan seharusnya DPR yaitu suatu kelembagaan tinggi negara, mempunyai fungsi legislasi sebaiknya benar-benar menjalankan fungsinya dengan benar, seharusnya DPR dalam membuat suatu produk undang-undang tanpa mengesampingkan putusan Mahkamah Konstitusi yang sudah ada sehingga tidak menimbulkan polemik dalam masyarakat dan DPR juga seharusnya harus patuh pada putusan MK.
The Aceh Governor’s Authority in Approving Regional Police Chief Appointments: An Analysis within the Unitary State Framework Darmoyo, Suryo Sumantri; Husni, Husni; Purnama, Eddy; Zulfadli, Zulfadli
Jurnal Ilmiah Peuradeun Vol. 12 No. 2 (2024): Jurnal Ilmiah Peuradeun
Publisher : SCAD Independent

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26811/peuradeun.v12i2.1263

Abstract

This research aims to understand the fundamental philosophy behind the Aceh Governor’s authority in approving the appointment of the Regional Police Chief. It also aims to define and explore the concept of the Aceh Governor’s authority in approving the appointment of the Regional Police Chief within the framework of the unitary state paradigm. Finally, it seeks to identify the most effective procedure for the Aceh Governor’s approval in appointing the Regional Police Chief. This research follows a normative juridical approach, employing a statutory, conceptual, and historical method. The results of the research in this study show that the authority of the Governor of Aceh in approving the appointment of the Regional Police Chief, in accordance with the unitary state paradigm, can be attached to the provisions of Article 205 of the UUPA, which states that the appointment of the Regional Police Chief must be with the Governor’s approval, which is basically contrary to Article 18 of the 1945 Constitution, which states that regions exercise autonomy as wide as possible but are limited by government affairs regulated by law. There is no synchronization between one law and another, nor is there synchronization of legal regulations regarding the authority of the police and Wilayatul Hisbah.
Dualisme Hukum Pendirian Perseroan Terbatas Pasca Berlakunya Undang-Undang Cipta Kerja Athina, Siti Thali'ah; Purnama, Eddy; Efendi, Efendi
JURNAL USM LAW REVIEW Vol. 5 No. 2 (2022): NOVEMBER
Publisher : Universitas Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26623/julr.v5i2.4989

Abstract

This study aims to examine and analyze legal dualism in the establishment of a Limited Liability Company. The Job Creation Act permits the establishment of a Limited Liability Company without using a notary deed, but only with a statement letter on the establishment of the company. This is very different from the provisions contained in the Limited Liability Company Law which requires the establishment of a Limited Liability Company to be established by a minimum of 2 (two) persons with a Notary deed in Indonesian. So that this difference in rules has caused a polemic in society. This research is expected to provide an understanding of the establishment of a Limited Liability Company before and after the enactment of the Job Creation Act. This research is a normative juridical research using a statutory approach and a conceptual approach. The results of the study show that the enactment of the Job Creation Act itself does not result in legal dualism in the establishment of a Limited Liability Company because the Job Creation Act itself is an amendment to the Limited Liability Company Law but was made using the omnibus law concept. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dan menganalisis mengenai dualisme hukum dalam pendirian perseroan terbatas. Undang-Undang Cipta Kerja mengizinkan pendirian perseroan terbatas tanpa menggunakan akta Notaris, melainkan hanya dengan surat pernyataan pendirian perseroan. Hal ini sangat berbeda dengan ketentuan yang terdapat di dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas yang mensyaratkan pendirian perseroan terbatas harus didirikan oleh minimal 2 (dua) orang dengan akta Notaris dalam bahasa Indonesia. Sehingga perbedaan pengaturan ini telah menimbulkan polemik di dalam masyarakat. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman mengenai pendirian perseroan terbatas sebelum dan sesudah berlakunya Undang-Undang Cipta Kerja. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan diundangkannya Undang-Undang Cipta Kerja sendiri tidak mengakibatkan adanya dualisme hukum dalam pendirian perseroan terbatas karena Undang-Undang Cipta Kerja itu sendiri merupakan perubahan atas Undang-Undang Perseroan Terbatas namun dibuat menggunakan konsep omnibus law.