cover
Contact Name
Andri Winjaya
Contact Email
jurnalhukumunissula@gmail.com
Phone
+6281325035773
Journal Mail Official
jurnalhukumunissula@gmail.com
Editorial Address
Jalan Kaligawe Raya KM.4, Terboyo Kulon, Genuk, Semarang, Central Java, Indonesia, 50112
Location
Kota semarang,
Jawa tengah
INDONESIA
JURNAL HUKUM
ISSN : 14122723     EISSN : 27236668     DOI : http://dx.doi.org/10.26532/jh
The aims of this journal is to provide a venue for academicians, researchers and practitioners for publishing the original research articles or review articles. The scope of the articles published in this journal deal with a broad range of topics, including: Criminal Law; Civil Law; International Law; Constitutional Law; Administrative Law; Islamic Law; Economic Law; Medical Law; Adat Law; Environmental Law.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 9 Documents
Search results for , issue "Vol 30, No 2 (2014): Jurnal Hukum" : 9 Documents clear
Sikap Pemberitaan Media dalam Memperkuat Penegakan Hukum Kasus-Kasus Korupsi Amir Machmud NS
Jurnal Hukum Vol 30, No 2 (2014): Jurnal Hukum
Publisher : Unissula

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26532/jh.v30i2.420

Abstract

AbstractIt is recognized, corruption is an extraordinary crime, which is typically done by extraordinary people, with extraordinary consequences, it requires law enforcement with an outstanding attitude. The reality, in Indonesia, the existence of regular legal institutions such as the police and the prosecutor is not enough to fight corruption, so that agencies with extra power KPK needed in emergency situations like this. The role of the public critical elements to oversee law enforcement, building atmosphere deterrent effect, among others, can also be performed by the press, to function as a conduit of information, education, and social control. Freedom of the press that guaranteed by Law No. 40 of 1999 on the Press is the power to control the state administration that is transparent and accountable as the implementation of a democratic constitutional state. Media have the power to play the role of control through agenda setting and agenda-oriented framing escort so that law enforcement about corruption runs on the track.Keywords: corruption, extraordinary crime, determination, the role of the press, policy news.AbstrakDisadari, korupsi merupakan kejahatan luar biasa, yang lazimnya dilakukan oleh orang-orang luar biasa, dengan akibat-akibat yang luar biasa, maka membutuhkan penegakan hukum dengan sikap yang luar biasa. Realitasnya, di Indonesia, keberadaan lembaga-lembaga hukum reguler seperti kepolisian dan kejaksaan tidak cukup untuk memerangi korupsi, sehingga lembaga dengan kekuatan ekstra Komisi Pemberantasan Korupsi dibutuhkan dalam kondisi darurat seperti ini. Peran elemen-elemen kritis publik untuk mengawal penegakan hukum, membangun atmosfer efek jera, antara lain juga bisa dilakukan oleh pers, dengan fungsi sebagai pemberi informasi, pendidikan, dan kontrol sosial. Kemerdekaan pers yang dijamin oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 199 tentang Pers merupakan kekuatan untuk mengontrol penyelenggaraan negara yang transparan dan akuntabel sebagai implementasi negara hukum yang demokratis. Media punya kekuatan untuk memainkan peran kontrol melalui agenda setting dan agenda framing yang berorientasi mengawal agar penegakan hukum terhadap tindak pidana korupsi berjalan dalam treknya.Kata kunci: korupsi, kejahatan luar biasa, determinasi, peran pers, kebijakan pemberitaan.
Hukum Zakat dan Filosofinya Sebagai Instrumen Kemakmuran Umat M. Ali Mansyur
Jurnal Hukum Vol 30, No 2 (2014): Jurnal Hukum
Publisher : Unissula

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26532/jh.v30i2.415

Abstract

AbstractZakat Law is an instrument of prosperity of the people, if the principle of normative religious charity can be understood and implemented in life through understanding, practice and efficient distribution, then ideals to reduce or eradicate poverty through zakat will be realized. Reality shows the awareness of paying zakat remains low, which is considered as a liability zakat only the individual, so it does not considered as personal responsibility. Efforts to raise awareness of Muslims to pay zakat is very important and needs to be pursued through a variety of ways including: providing an understanding, make a breakthrough improvement in the economy of the people, professional management, transparency, encouraging people to tithe and the example of leaders who set an example by people with no intention of riya or show off. It is no less important thing to grow the awareness law of people to change and optimally utilize our potential, changing from mustahiq become the muzakki.Keywords: Zakat Law, the prosperity of the people, and self-awareness law of paying zakat. AbstrakHukum zakat merupakan instrumen kemakmuran umat, jika prinsip – prinsip zakat yang bersifat normatif agamis dapat dipahami dengan baik dan diimplementasikan dalam kehidupan melalui pemahaman, pengamalan dan pentasyarufannya, maka cita – cita mengurangi atau memberantas kemiskinan melalui zakat akan terwujud. Realitas menunjukkan kesadaran hukum masyarakat muslim membayar zakat masih rendah, hal mana karena menganggap zakat hanya sebagai kewajiban yang bersifat individual, sehingga tidak membayar zakat dianggap tanggung jawab pribadi.  Upaya menumbuhkan kesadaran muslim untuk membayar zakat sangat penting dan perlu ditempuh melalui berbagai cara diantaranya: memberikan pemahaman, membuat terobosan perbaikan ekonomi umat, profesionalisme pengelolaan, transparansi, membangkitkan semangat umat untuk berzakat dan keteladanan dari tokoh – tokoh umat yang menjadi panutan dengan tanpa bermaksud riya atau pamer. Hal yang tidak kalah penting lagi adalah menumbuhkan kesadaran hukum umat untuk berubah dan mendayagunakan potensi diri secara optimal, berubah dari mustahiq menjadi muzakki.Kata kunci: Hukum Zakat, kemakmuran umat, dan kesadaran hukum umat untuk berzakat.
Menciptakan Komunikasi Konstruktif Antar Lembaga Penegak Hukum, Presiden dan KPK Dalam Rangka Pemberantasan Korupsi yang Efektif dan Efisien Wahyu Widodo
Jurnal Hukum Vol 30, No 2 (2014): Jurnal Hukum
Publisher : Unissula

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26532/jh.v30i2.421

Abstract

AbstractThe existence of disharmony between law enforcement agencies, and the Commission president lately konstructive communication requires effort to achieve synergy in order to achieve the eradication of corruption in Indonesia. The approach used in this study is normative. Efforts should be made to create constructive communication between law enforcement agencies, the president of the Commission and institutions in order to eradicate corruption is an effective and efficient trusting, synergistic interaction between law enforcement agencies, and the president of the Commission, in favor of the truth. Obstacles that hinder the creation of constructive communication between law enforcement agencies, the president of the Commission and institutions in order to eradicate corruption are effective and efficient political constraints, legal and socio-economicKeywords: Constructive Communication, Corruption, Effective and Efficient AbstrakAdanya disharmonisasi antara lembaga penegak hukum, presiden dan KPK akhir-akhir ini memerlukan upaya komunikasi konstruktif untuk mewujudkan sinergitas sehingga tercapai pemberantasan korupsi di Indonesia. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif. Upaya yang dapat dilakukan untuk menciptakan komunikasi konstruktif antar lembaga penegak hukum,  presiden dan lembaga KPK dalam rangka pemberantasan korupsi yang efektif dan efisien adalah saling percaya, interaksi yang sinergi antara lembaga penegak hukum, presiden dan KPK, berpihak pada kebenaran. Kendala yang menghambat terciptanya komunikasi konstruktif antar lembaga penegak hukum,  presiden dan lembaga KPK dalam rangka pemberantasan korupsi yang efektif dan efisien adalah kendala politik, hukum dan sosial ekonomi.Kata Kunci : Komunikasi Konstruktif, Pemberantasan Korupsi, Effektif dan Efisien
Tinjauan Teori Hukum Kewenangan Lembaga Pengadilan Niaga Terhadap Perkara Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Berdasar Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 Aryani Witasari
Jurnal Hukum Vol 30, No 2 (2014): Jurnal Hukum
Publisher : Unissula

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26532/jh.v30i2.416

Abstract

AbstractThe Commercial Court authority as set out in Article 300 Law Number 37 of 2004  on The Bankruptcy and Delay of Debt Payments was unique, because this court is authorized also to examine the case in connection with the bankruptcy case containing the arbitration clause. Article 303 of the Bankruptcy Act states that the Court remains authorized to investigate and resolve the bankruptcy petition, all the debt on which the bankruptcy petition has complied with the provisions of Article 2 paragraph ( 1 ) of this Act .Regulations on the absolute authority possessed by the Commercial Court in the case of bankruptcy is really in the context of absolute meaning, although existing arbitration clause in the basic agreement between the parties nonetheless Commercial Court is authorized to examine and decide perkara. Base contained in Article 1338 of the Civil Code be respected, so that the corresponding theory against absolutism which is owned by the Commercial Court is the theory of authority .Bankruptcy decision by the court have implications for companies pailit. Some juridical result of a bankruptcy, the legal consequences occur if the debtor bankrupt, and some legal consequences if the debtor bankrupt among others should be compensated, then the presence of counter-reciprocity should be continued, applicable general encumbrances over the entire property of the debtor, debtor loses the right care of, and engagement after bankruptcy debtor can not pay. This uses the theories of legal protection. The focus of this theoretical study on people who are in a weak position, in this case legally weak.Keywords: Bankruptcy , Commercial Court , legal consequences. AbstrakKewenangan Pengadilan Niaga sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 300 Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) ini terasa unik, karena pengadilan ini berwenang juga untuk memeriksa perkara sehubungan dengan perkara pailit yang mengandung klausula arbitrase. Pasal 303 Undang-Undang Kepailitan menyebutkan bahwa pengadilan tetap berwenang memeriksa dan menyelesaikan permohonan pernyataan pailit, sepanjang utang yang menjadi dasar permohonan pernyataan pailit telah memenuhi ketentuan sebagaimana dalam Pasal 2 ayat (1) undang-undang ini.Peraturan tentang kewenangan absolut yang dimiliki oleh Pengadilan Niaga dalam perkara kepailitan adalah benar-benar dalam konteks absolut, meskipun sudah ada klausula arbitrase di dalam perjanjian pokok antar pihak tetap saja Pengadilan Niaga berwenang untuk memeriksa dan memutus perkara. Asas yang terdapat di dalam Pasal 1338 KUHPerdata menjadi tidak dihormati, sehingga teori yang sesuai terhadap absolutisme yang dimiliki oleh Pengadilan Niaga tersebut adalah  Teori kewenangan.Putusan pailit oleh Pengadilan memberikan implikasi bagi perusahaan pailit. Ada beberapa akibat yuridis dari suatu kepailitan, yaitu akibat hukum yang terjadi jika debitur dipailitkan dan beberapa akibat hukum jika debitur dipailitkan yaitu antara lain boleh dilakukan kompensasi, kemudian terdapatnya kontra timbal balik boleh dilanjutkan, berlaku sitaan umum atas seluruh harta debitur, debitur kehilangan hak mengurus, dan perikatan setelah debitur pailit tidak dapat dibayar. Adapun teori yang digunakan adalah menggunakan teori perlindungan hukum. Fokus dari kajian teori ini pada masyarakat yang berada pada posisi yang lemah, dalam hal ini lemah secara yuridis.Kata Kunci: Kepailitan, Pengadilan Niaga, akibat hukum.
Tinjauan Yuridis Mengenai Gratifikasi Pelayanan Seks Andri Winjaya Laksana
Jurnal Hukum Vol 30, No 2 (2014): Jurnal Hukum
Publisher : Unissula

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26532/jh.v30i2.422

Abstract

AbstractThe act of someone who gives something to someone else, of course it is allowed, however when the gift is an expectation to be able to influence the decisions or policies of the officials who were given a gift, then giving it not only a sign of greeting or thank you, but as a attempt to obtain the advantages of an officer or examiner that will affect the integrity, independence and objectivity, such actions included in the definition gratification. Corruption can’t be separated from what is called a gratification. One form of gratification that is still under discussion and debate among the public and the legal profession is Gratification of sexual services, which are made by women as objects and items that can be bought and sold. Women who used to lobby or as a gift to state officials who want to cooperate with corruption bribe giver. Although not stipulated in the legislation specifically, gratification of sexual services have negative effects for the implementation of the State government, and should be anticipated more seriously in order to achieve a clean governmentKeyword : Judicial review, gratification, sex service. AbstrakPerbuatan seseorang yang memberikan sesuatu kepada orang lain tentu saja hal tersebut diperbolehkan. Namun ketika pemberian tersebut merupakan suatu harapan untuk dapat mempengaruhi keputusan atau kebijakan dari pejabat yang diberi hadiah, maka pemberian itu tidak hanya sekedar ucapan selamat atau tanda terima kasih, akan tetapi sebagai suatu upaya untuk memperoleh keuntungan dari pejabat atau pemeriksa yang akan mempengaruhi integritas, independensi serta objektivitasnya, perbuatan tersebut termasuk dalam pengertian gratifikasi. Korupsi tidak dapat dipisahkan dari apa yang disebut gratifikasi. Salah satu bentuk gratifikasi yang masih dalam pembahasan dan perdebatan di kalangan masyarakat dan profesi hukum adalah gratifikasi layanan seksual, yang dibuat oleh wanita sebagai obyek dan item yang dapat dibeli dan dijual. Perempuan yang digunakan untuk melobi atau sebagai hadiah kepada pejabat negara yang ingin bekerja sama dengan pemberi suap korupsi. Meskipun belum diatur dalam peraturan perundang-undangan secara khusus, gratikasi pelayanan seksual memberikan efek negatif bagi penyelenggaraan pemerintahan negara, dan perlu diantisipasi lebih serius demi tercapainya pemerintahan yang bersih.Kata kunci : Tinjauan yuridis, gratifikasi, pelayanan seks
Aspek Yuridis Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 30 Tahun 2004 jo UU Nomor 2 Tahun 2014 terhadap Kinerja Notaris Henny Tanuwidjaja
Jurnal Hukum Vol 30, No 2 (2014): Jurnal Hukum
Publisher : Unissula

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26532/jh.v30i2.417

Abstract

Abstract            The Government of the Republic of Indonesia in its efforts to improve the performance of a notary in Indonesia, reflected by the enactment of Law Notary No. 30 of 2004 on October 6, 2004 in exchange for Notary Regulation colonial products, and then because of the changing times and the needs of law that have not been accommodated, so that the necessary adjustment, some chapters of UUJN Number 30 Year 2004, then the enactment of Indonesian Republic Laws Number 2 Year 2014 concerning Notary (hereinafter referred UUJN), and entered into force on January 15th, 2014, wherein the arrangement also supervise the performance of the notary who made the Minister of Law and Human Rights R.I, in this case implementation oversight is monitoring by the the Supervisory Council of the Association of Notaries Indonesia, overall it is the device legislation to regulate and supervise the performance of Notary in Indonesia,            Notary is a public official should have several characteristics inherent in their duties, among others: responsibility, discipline, quality of work, morality and code of professional conduct, skills also his duty in this case related to "apprenticeship" which is one of the requirements absolute to be appointed as a Notary. Notaries are figures of human resources which runs most of the state administration in the field of civil law, so that if a country is not supported by the resources of qualified notary, then it will be one of the factors inhibiting the development of the national economy or global economic.            Law Notary Public service users, consider the deeds of Notary trust worthy and can serve as strong evidence in case of a legal dispute in court and expects to provide legal certainty guarantee for the correctness of the contents of the deed he had done, because the notary service users assume that notary much more to understand and master the field of science, so that people feel safe if desired intent will be poured right into authentic deed that made by notary who self-selected by themselves, because of the belief in the quality of science and performance.      However, there was found the case against the notary deed material legally flawed, because it is less understood material Franchise Agreement are regulated by Government Regulation Number 42 Year 2007. Therefore, the Notary has been sued under section 372 KUH Pidana KUH Perdata dan 1365. by franchise’s owner, because they feel aggrieved, then through court Surabaya with number lawsuit: 475/ PDT.G/2014/ PN.Sby dated June 10, 2014. In which case the author at present as an expert witness.            With the government's readiness to regulate and advance the performance of Notary through UUJN and implementation supervision conducted by the Supervisory Council in this case Indonesian Notaries Association (INI), aims and expected to provide improved quality of work and minimize mistakes that made by Notary, but how effectively setting U.U.J.N and Notary code of Ethics also supervision by the Board of Trustees to the quality performance of notaries? From the research, the authors obtain the evidence is less satisfactory to the performance of the Notary and concluded a few things short comings as follows:1.      Notary performance that served to open the office with work experience under 5 (five) years, is still far from satisfactory service users in certain authentic deed;2.      A number of respondent who have been contected by the auther, more then 50% less than satisfactory performance of the new Notary,even it’s harmful if used;3.      Internship for prospective notary can be seen from (2) opinions: the first for a notary public employees who have worked at the notary's office for many years of apprenticeship provisions, arrangement (2) year internship is not a problem. But for pure student graduates Master Notary that the field work everyday with a different scope of notary’s work,for example it as housewives or as employees, according the authors, that’s less enough experience and still far of good performance. Keywords: Law Notary (UUJN), Notary Code of Ethics, Performance Notary. AbstrakPemerintah Republik Indonesia dalam upayanya meningkatkan kinerja notaris di Indonesia, tercermin dengan diundangkannya Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN) Nomor 30 Tahun 2004 pada tanggal 06 Oktober 2004 sebagai ganti Peraturan Jabatan Notaris produk peninggalan kolonial dan kemudian karena perkembangan zaman dan kebutuhan hukum yang belum tertampung, sehingga perlu penyesuaian. Beberapa pasal UUJN Nomor 30 Tahun 2004 tersebut, kemudian diundangkannya UU Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris (selanjutnya disebut U.U.J.N), dan mulai diberlakukan sejak tanggal 15 Januari 2014, yang di dalamnya tercakup pula pengaturan pengawasan terhadap kinerja notaris yang dilakukan oleh Menteri Hukum dan HAM R.I dalam hal ini pelaksanaan pengawasannya dibantu oleh Majelis Pengawas Notaris yaitu Ikatan Notaris Indonesia, keseluruhan itu  merupakan upaya pemerintah menyiapkan perangkat undang-undang untuk mengatur dan mengawasi kinerja notaris di Indonesia,   Notaris adalah pejabat umum yang seharusnya melekat beberapa karakteristik dalam menjalankan tugasnya, antara lain: tanggung jawab, disiplin, mutu kerja, moralitas dan kode etka profesi, juga ketrampilan menjalankan tugas jabatannya yang dalam hal ini berkaitan dengan “magang kerja” yang merupakan salah satu syarat mutlak untuk diangkat sebagai notaris. Notaris adalah figur-figur sumber daya manusia yang menjalankan sebagian administrasi negara dalam bidang hukum  keperdataan, sehingga apabila suatu negara tidak didukung sumber daya notaris yang berkualitas, maka akan menjadi salah satu faktor penghambat perkembangan ekonomi nasional maupun era global.Masyarakat pengguna jasa hukum notaris, menganggap akta-akta yang dibuat di hadapan notaris dapat dipercaya dan dapat dijadikan sebagai alat bukti yang kuat apabila terjadi sengketa hukum di pengadilan dan mengharapkan akan memberikan jaminan kepastian hukum atas kebenaran isi akta yang dibuatnya, karena masyarakat pengguna jasa  notaris menganggap notaris jauh lebih mengerti dan menguasai bidang ilmunya, sehingga masyarakat merasa aman jika maksud yang dikehendaki akan dituangkan dengan benar ke dalam akta otentik yang dibuat notaris yang dipilih sendiri, karena kepercayaan akan kualitas ilmu dan kinerjanya.Namun demikian masih dijumpai kasus gugatan terhadap akta notaris yang materi aktanya cacat hukum, karena dalam kasus ini kurang dipahaminya materi Perjanjian Waralaba (Franchise) yang diatur oleh Peraturan Pemeritah Nomor 42 Tahun 2007. Sehingga Notaris tersebut digugat berdasarkan pasal 1365 KUHPerdata dan 372 KUH Pidana oleh pemilik franchise karena merasa dirugikan, melalui P.N Surabaya dengan No.Gugatan 475/PDT.G/ 2014/ PN.Sby.Tanggal 10 Juni 2014, dimana penulis di hadirkan sebagai saksi ahli.            Dengan kesiapan pemerintah untuk mengatur dan memajukan kinerja notaris melalui U.U.J.N serta pelaksanaan pengawasannya yang dilakukan oleh Majelis Pengawas, seberapa efektif pengaturan UUJN dan Kode Etik Notaris terahadap kualitas kinerja notaris? Dari hasil penelitian penulis menyimpulkan beberapa hal kekurangannya :     Kinerja notaris yang bertugas membuka kantor dengan pengalaman kerja di bawah 5 (lima) tahun, masih jauh dari memuaskan pengguna jasa dalam pembuatan akta otentik tertentu;Dari responden yang penulis hubungi, lebih dari 50 % kinerja notaris baru  kurang memuaskan, bahkan merugikan jika dipergunakan;Magang bagi calon notaris tidak berfungsi maksimal.Kata kunci: Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN), Kode Etik Notaris, Kinerja Notaris.
Konsistensi Implementasi Hak Menguasai Negara Dalam Upaya Mengatasi Dominasi Perekonomian Asing Guna Mewujudkan Kemandirian Ekonomi Nasional Suparji Suparji
Jurnal Hukum Vol 30, No 2 (2014): Jurnal Hukum
Publisher : Unissula

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26532/jh.v30i2.423

Abstract

 AbstractThe president—Jokowi, has a mandate from the people to make Indonesia to be more equitable and prosperous. In order to fulfill this mandate, he has set nine priority programs known as the concept of Nawa Cipta. This program calls for concrete steps so as not merely a wish list. The most fundamental thing in economics field is how the constitutional mandate that the right to dominate the state can be realized in the management of economic activities, including in dealing with foreign economic domination in IndonesiaKeywords: implementation, the right to dominate the state, foreign economic domination.  AbstrakPresiden Jokowi telah mendapatkan mandat dari rakyat untuk mewujudkan Indonesia yang lebih adil dan sejahtera. Dalam rangka memenuhi mandat tersebut, telah ditetapkan sembilan program prioritas       yang dikenal dengan konsep Nawa Cipta. Program ini tentunya memerlukan langkah-langkah kongkret sehingga tidak sekedar menjadi daftar keinginan. Hal yang paling mendasar dalam bidang ekonomi adalah bagaimana amanat konstitusi yakni hak menguasai negara dapat diwujudkan dalam pengelolaan kegiatan perekonomian, termasuk dalam mengatasi dominasi perekonomian asing di Indonesia.  Kata kunci: implementasi, hak menguasai negara, dominasi perekonomian asing  
Kebijakan Perlindungan Korban Perkosaan dalam Hukum Positif Tri Wahyu Widiastuti
Jurnal Hukum Vol 30, No 2 (2014): Jurnal Hukum
Publisher : Unissula

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26532/jh.v30i2.418

Abstract

AbstractProtection to the victim of rape is very important for victim, family, offender and crime prevention. Restitution from the offender will increase responsibility and disappear guilty feel, so will be easier for character building in the jail. Protection policy to the rape victim in Indonesia criminal law arrange in article 98-101 KUHAP, which giving to the victim for accuse permission merger of compensation to the process of criminal justice.Keywords: Law protection, rape victim, positive law AbstrakPerlindungan terhadap korban perkosaan sangat penting bagi korban, keluarga, pelaku dan untuk pencegahan kejahatan. Restitusi bagi pelaku akan meningkatkan pertanggungan jawab dan menghilangkan rasa bersalah, sehingga akan memudahkan untuk memperbaiki kepribadiannya di dalam penjara. Kebijakan perlindungan korban perkosaan dalam hukum pidana Indonesia diatur dalam Pasal 98-101 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), yang memberikan kepada korban untuk menggabungkan gugatan ganti rugi dalam proses peradilan pidana.Kata kunci : Perlindungan hukum, korban perkosan, hukum positif
Implikasi Peraturan Mahkamah Agung No. 2 Tahun 2012 Terhadap Penegakan Hukum Pidana di Indonesia Bambang Ali Kusumo
Jurnal Hukum Vol 30, No 2 (2014): Jurnal Hukum
Publisher : Unissula

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26532/jh.v30i2.419

Abstract

AbstractPerma No. 02/2012  on the level of investigation and prosecution does not have any implications or impact on the enforcement of penal. This is due to socialization Perma No. 02/20012 has not been done optimally. In addition, this rule does not bind to be implemented by the investigator or prosecutor. Then Perma at the level of examinition in court does not have any impact or implications for the enforcement penal. This is due to the Chairman of the District Court did not respond to calls that actually explicitly required  to be implemented. Not responding is due, first: the suggestion that such Perma not a law, so it is not binding. The second: the Chairman of the District Court did not have the authority to change misdrijven become lichte misdrijven that is authority for the prosecutor.         Keywords: law enforcement, legality, justice.  AbstrakPeraturan Mahkamah Agung (Perma)  No. 02 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP pada tingkat penyidikan dan penuntutan belum mempunyai implikasi atau dampak terhadap penegakan hukum pidana. Hal ini disebabkan sosialisasi Perma No. 02 Tahun 2012 belum dilakukan secara maksimal. Selain itu aturan ini tidak mengikat untuk dilaksanakan oleh penyidik maupun penuntut umum. Kemudian Perma pada tingkat pemeriksaan di pengadilan tidak  mempunyai dampak atau implikasi terhadap penegakan hukum pidana. Hal ini disebabkan Ketua Pengadilan Negeri tidak merespon himbauan yang sebenarnya secara eksplisit wajib untuk dilaksanakan. Tidak meresponnya ini disebabkan, pertama: anjuran itu berupa perma bukan suatu undang-undang, sehingga tidak mengikat. Kedua: Ketua Pengadilan Negeri tidak mempunyai kewenangan untuk merubah tindak pidana biasa (misdrijven) menjadi tindak pidana ringan (lichte misdrijven) yang merupakan kewenangan pihak kejaksaan.Kata Kunci: Penegakan Hukum, Kepastian Hukum, Keadilan.

Page 1 of 1 | Total Record : 9