cover
Contact Name
Mahendra Wardhana
Contact Email
mahendrawardhana@unesa.ac.id
Phone
+628179925494
Journal Mail Official
jurnalnovum@unesa.ac.id
Editorial Address
Gedung K1 Jurusan Hukum Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum Universitas Negeri Surabaya Jl. Ketintang, Surabaya
Location
Kota surabaya,
Jawa timur
INDONESIA
Novum : Jurnal Hukum
ISSN : -     EISSN : 24424641     DOI : doi.org/10.26740/novum
Core Subject : Social,
Jurnal novum memuat tulisan-tulisan ilmiah baik hasil-hasil penelitian maupun artikel dalam bidang ilmu hukum, hukum perdata, hukum pidana, hukum tata negara, hukum administrasi negara dan bidang-bidang hukum lainnya.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 20 Documents
Search results for , issue "Vol 5 No 4 (2018)" : 20 Documents clear
ANALISIS YURIDIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 98/PUU-XV/2017 TERKAIT PASAL 92 AYAT (4) DAN PASAL 107 UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA LIZZAKIYA, FILISHTINA; WIDODO, HANANTO
NOVUM : JURNAL HUKUM Vol 5 No 4 (2018)
Publisher : Universitas Negeri Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.2674/novum.v5i4.25989

Abstract

AbstrakMahkamah Konstitusi merupakan lembaga kekuasaan yang mengadili atas pelanggaran undang-undang sebagaimana pengujian perkara konstitusi dengan Nomor 98/PUU-XV/2017 yang diajukan oleh pemohon Dwi Maryoso dan Feryando Agung Santoso sebagai Aparatur Sipil Negara untuk menguji Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Pasal 92 ayat (4) Undang-Undang Aparatur Sipil Negara dikaitkan dengan perlindungan diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2015 tentang Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian bagi Aparatur Sipil Negara mengakibatkan kekosongan hukum sejak tahun 2015 hingga tahun 2025, oleh karena itu harus dilakukan peralihan aturan dari Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2015 tentang Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian bagi Aparatur Sipil Negara kembali kepada Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Tujuan Penelitian ini adalah menganalisis pertimbangan hakim dalam putusan Nomor 98/PUU-XV/2017 dalam perkara a quo serta akibat hukum dalam putusan tersebut mengenai pengujian Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Jenis penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan pendekatan kasus, pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konsep. Hasil penelitian bahwa pertimbangan hakim dalam putusan tersebut terdapat kelalaian dimana hakim menyamakan frasa antara “diatur dengan undang-undang” dan frasa “diatur dalam undang-undang”. Akibat hukum dari putusan tersebut PT. TASPEN tetap mengelola Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian bagi Aparatur Sipil Negara sampai tahun 2029. PT. Taspen adalah badan hukum privat yang mencari laba atau keuntungan bagi perusahaannya. oleh karena itu pemerintah seharusnya segera menyelesaikan pengalihan program Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan kematian secepatnya dari PT. TASPEN kepada BPJS.Kata Kunci : jaminan sosial, ASN, hak konstitusional.
TINJUAN YURIDIS TERHADAP PRINSIP KERAHASIAAN PERBANKAN DENGAN DIBERLAKUKANNYA PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG AKSES INFORMASI KEUANGAN UNTUK KEPENTINGAN PERPAJAKAN MURNIAWATI, SRI; FOGAR SUSILOWATI, INDRI
NOVUM : JURNAL HUKUM Vol 5 No 4 (2018)
Publisher : Universitas Negeri Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.2674/novum.v5i4.26295

Abstract

Abstrak Prinsip kerahasiaan perbankan yang diatur dalam Undang-Undang nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana diubah dengan Undang-Undang nomor 10 Tahun 1998 pada Pasal 40 yang memberikan pengertian bahwa bank dalam menjalankan usahanya wajib untuk merahasiakan segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah penyimpanan dan simpanannya, dalam Pasal 40 juga dijelaskan bahwa untuk kepentingan Negara, rahasia bank dapat dikesampingkan atau dibuka salah satunya untuk kepentingan perpajakan sebagaimana diatur dalam Pasal 41. Ketentuan dalam Pasal 40 dan Pasal 41 Undang-Undang Perbankan dicabut dengan adanya ketentuan PERPPU nomor 1 tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan, yang mana isi dari PERPPU tersebut memberikan kewenangan penuh kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk dapat mengakses informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan tanpa harus mengikuti prosedur dalam Undang-Undang Perbankan, sehingga menimbulkan konflik hukum bahwa pada Pasal 40 tersebut tidak hanya mengatur mengenai pengecualian terhadap kepentingan perpajakan saja, melainkan kepentingan lainnya yang tidak menuntut kemungkinan rahasia bank dapat sangat mudah dibuka untuk umum. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan memahami prinsip kerahasiaan perbankan setelah pemberlakuan PERPPU nomor 1 tahun 2017 beserta akibat hukumnya. Jenis penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konsep. Hasil penelitian bahwa dengan adanya ketentuan PERPPU nomor 1 tahun 2017 tersebut Direktorat Jenderal Pajak tidak dapat serta merta membuka rekening wajib pajak yang menyimpan dananya di Bank, namun harus tetap melakukan pengajuan usulan pembukaan rekening kepada Menteri Keuangan yang kemudian dilanjutkan kepada Otoritas Jasa Keuangan dan dalam hal penerbitan surat perintah pelaksanaan tetap menggunakan prosedur dalam Undang-Undang Perbankan, serta menimbulkan akibat hukum bahwa semua pihak yang terlibat dalam pembukaan rekening nasabah bank tersebut memiliki kewajiban untuk merahasiakannya, apabila terdapat pihak yang melakukan pembocoran data nasabah maka akan dikenakan sanksi, dengan adanya sanksi tersebut jelas bahwa rahasia bank sangat penting untuk dilindungi. Kata Kunci : Rahasia Bank, PERPPU nomor 1 Tahun 2017, Perpajakan. Abstract The principle of banking secrecy stipulated in Law number 7 of 1992 concerning Banking as amended by Act number 10 of 1998 in Article 40 which gives the understanding that banks in carrying out their business are obliged to keep everything related to information regarding deposit and deposit customers confidential. , in Article 40 it is also explained that in the interest of the State, bank secrets can be excluded or opened for one of the purposes of taxation as stipulated in Article 41. Provisions in Article 40 and Article 41 of the Banking Law are revoked with the provisions of PERPPU number 1 of 2017 concerning Access Financial Information for Taxation Purposes, in which the contents of the PERPPU give full authority to the Directorate General of Taxes (DGT) to be able to access financial information for tax purposes without having to follow procedures in the Banking Law, thus giving rise to legal conflicts That Article 40 does not only regulate exceptions to the interests of taxation, but also other interests which do not require the possibility that bank secrets can be very easily opened to the public. The purpose of this study is to know and understand the principles of banking secrecy after the enactment of PERPPU number 1 of 2017 along with its legal consequences. The type of research used is normative juridical using a legal approach and conceptual approach. The results of the study show that the provisions of PERPPU number 1 in 2017 the Directorate General of Taxes cannot immediately open a taxpayer account that stores funds at the Bank, but must continue to submit a proposal for opening an account to the Minister of Finance and then proceed to the Financial Services Authority. issuance of executing orders still uses procedures in the Banking Law, and creates legal consequences that all parties involved in opening customer accounts of the bank have an obligation to keep it confidential, if there is a party who leaks customer data, sanctions will be imposed, with these sanctions it is clear that bank secrets are very important to protect. Keywords: Bank Secrets, PERPPU number 1 of 2017, Taxation.
EFEKTIFITAS PENEGAKAN HUKUM TERHADAP MENARA TELEKOMUNIKASI (BASE TRANSCEIVER STATION) YANG TIDAK MEMILIKI IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN MENARA DI KABUPATEN GRESIK CANDRA KRESNA, DIMAS; WIDODO, HANANTO
NOVUM : JURNAL HUKUM Vol 5 No 4 (2018)
Publisher : Universitas Negeri Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.2674/novum.v5i4.26491

Abstract

Abstrak Jumlah pelanggaran Izin Mendirikan Menara Telekomunikasi (BTS) mengalami peningkatan, tercatat sebanyak 280 BTS di Kabupaten Gresik tidak memiliki Izin Mendirikan Bangunan Menara (IMB-M) secara lengkap. Pelaksanaan penegakan hukum administrasi oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah Kabupaten Gresik hanya mencapai 11 BTS. Hal ini menunjukan bahwa terdapat gangguan terhadap efektifitas penegakan hukum administrasi BTS yang melanggar IMB-M, hal tersebut menunjukan adanya kendala dalam pelaksanaan penegakan hukumnya. Tujuan penelitian ini antara lain untuk mengetahui efektifitas penegakan hukum administrasi terhadap menara telekomunikasi (Base Transceiver Station) yang tidak memiliki izin mendirikan bangunan menara di Kabupaten Gresik, dan untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi penegakan hukum administrasi terhadap menara telekomunikasi (Base Transceiver Station) yang tidak memiliki izin mendirikan bangunan menara di Kabupaten Gresik. Penelitian ini merupakan penelitian hukum empiris yang mengkaji hukum dari gejala sosial yang timbul di masyarakat. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dengan menggunakan metode pengumpulan data wawancara dan dokumentasi. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa penegakan hukum administrasi yang dilakukan oleh SKPD terhadap BTS yang melanggar IMB-M di Kabupaten Gresik tidak efektif, hal ini terlihat pada pemberian sanksi yang belum dilaksanakan terhadap 280 BTS yang melanggar IMB-M. Efektifitas penegakan hukum tersebut tidak efektif karena dipengaruhi empat faktor yang menghambat pelaksanaanya yaitu faktor penegak hukum, faktor sarana, faktor budaya dan faktor masyarakat. Kata kunci: BTS, sanksi administrasi, izin mendirikan bangunan menara. Abstract The number of violations of Establish a Telecommunication Tower (BTS) has increased, as many as 280 base stations in Gresik Regency do not have complete building permit (IMB-M). The implementation of administrative law enforcement by the Regional Work Unit of Gresik Regency only reached 11 BTS. The difference in administrative law enforcement that has been implemented and has not been implemented against BTS that violates the license shows the existence of obstacles in the implementation of law enforcement. The purpose of this research is to find out the effectiveness of administrative law enforcement on base transceiver station that do not have tower building permits in Gresik Regency, to find out the factors that influence administrative law enforcement on base transceiver station that does not have tower building permits in Gresik Regency. This research is an empirical legal research that examines the laws of social symptoms that arise in the community. The approach used in this study is a qualitative approach using interview and documentation data collection methods. Based on the results of the research obtained, it can be concluded that administrative law enforcement carried out by SKPD on BTS that violates the IMB-M in Gresik Regency is less effective, this can be seen in the provision of sanctions that have not been implemented against 280 BTS that violate IMB-M. The effectiveness of law enforcement is lacking because it is influenced by four factors that hinder its implementation, namely Law Enforcement Factors, Means Factors, Cultural Factors and Community Factors. Keywords: BTS, administrative sanction, permit to build a tower.
IMPLEMENTASI STANDAR KEAMANAN DAN KESELAMATAN PADA KAPAL SUNGAI DI KABUPATEN BOJONEGORO MAWATI, IRMA; NUGROHO, ARINTO
NOVUM : JURNAL HUKUM Vol 5 No 4 (2018)
Publisher : Universitas Negeri Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.2674/novum.v5i4.26669

Abstract

ABSTRAK Angkutan sungai merupakan salah satu angkutan yang menggunaan kapal yang dilakukan di sungai. Salah satu Kabupaten yang memiliki sungai dan menjadikan kapal sungai sebagai alat transportasi adalah Kabupaten Bojonegoro. Kegiatan angkutan sungai harus memenuhi unsur keamanan dan keselamatan sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 25 Tahun 2015 tentang Standar Keselamatan Transportasi Sungai, Danau dan Penyeberangan, yang kemudian diatur lebih spesifik pada Peraturan Bupati Nomor 44 Tahun 2011 tentang Standar Keamanan dan Keselamatan Angkutan sungai dan Waduk di Bojonegoro. Frekuensi penggunaan kapal sungai di Kabupaten Bojonegoro yang tinggi serta terjadinya kecelakaan yang terjadi pada tahun 2011 dan 2017 menjadikan peneliti tertarik untuk menganalisis implementasi standar keamanan dan keselamatan pada kapal sungai di Kabupaten Bojonegoro. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis implementasi standar keamanan dan keselamatan pada kapal sungai di Kabupaten Bojonegoro dan menganalisis hambatan terhadap implementasi standar keamanan dan keselamatan pada kapal sungai di Kabupaten Bojonegoro. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis sosiologis. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pedekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data menggunakan observasi, wawancara dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi mengenai standar keamanan dan keselamatan pada kapal sungai di beberapa titik penyeberangan di Kabupaten Bojonegoro telah dilaksanakan, namun masih terdapat beberapa kekurangan di dalam melakukan implementasi tersebut. Beberapa hal di antaranya adalah minimnya alat keselamatan di kapal, pengemudi kapal tidak mempunyai sertifikat kecakapan, dan konstruksi serta fasilitas tambangan yang belum memenuhi standar keamanan dan keselamatan. Hambatan dari implementasi standar keamanan dan keselamatan kapal sungai ini adalah kekurangan anggota yang bergerak dalam bidang Angkutan Sungai Danau dan Penyeberangan (ASDP) di Kabupaten Bojonegoro, tidak ada penjagaan pada setiap titik penyeberangan kapal sungai yang dilakukan oleh Dinas Perhubungan Kabupaten Bojonegoro, serta masih kurang pendidikan formal maupun informal yang didapat oleh awak kapal sungai terkait dengan standar keamanan dan keselamatan.
ANALISIS YURIDIS MENGENAI PENGGUNAAN TENAGA KERJA ASING DI INDONESIA ATAS PEMBERLAKUAN PERATURAN PRESIDEN NOMOR 20 TAHUN 2018 WAHYUDI, PONCO; RUSDIANA, EMMILIA
NOVUM : JURNAL HUKUM Vol 5 No 4 (2018)
Publisher : Universitas Negeri Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.2674/novum.v5i4.26779

Abstract

Penerbitan Perpres No.20 Tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing telah menggantikan Perpres No.72 Tahun 2014 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing Serta Pelaksanaan Pendidikaan Dan Pelatihan Tenaga Kerja Pendamping, sebagai aturan pelaksana Undang-Undang Ketenagakerjaan. Terdapat perbedaan ketentuan mengenai dalam Perpres No. 20 Tahun 2018 dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan, dimana dalam Perpres No. 20 tahun 2018 ketentuan Ijin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (IMTA) bagi pemberi kerja Tenaga Kerja Asing dihapuskan sedangkan dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan diwajibkan memiliki IMTA. Skripsi ini bertujuan untuk mengalisis penghapusan IMTA dalam Perpres No. 20 tahun 2018 apakah telah sesuai Undang-Undang Ketenagakerjaan serta upaya hukum tenaga kerja Indonesia terhadap ketentuan penghapusan IMTA dalam Perpres No.20 Tahun 2018 tersebut. Penelitian ini menggunakan metode penelitian normatif karena membahas mengenai norma peraturan perundang-undangan. Pendekatan penelitian menggunkan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Penelitian ini dilakukan dengan studi kepustakaan dengan membaca, mempelajari dan mencatat literratur-literatur yang berkaiatan dengan permasalahan ini. Hasil penelitian dan pembahasan menunjukan bahwa terdapat pertentangan norma antara Pasal 9 Perpres No.20 Tahun 2018 dengan Pasal 43 Ayat (1) juncto Pasal 42 Ayat (1) Undang-Undang Ketenagakerjaan. Dalam Pasal 9 Perpres No.20 Tahun 2018 menyebutkan bahwa pengesahan RPTKA merupakan izin mempekerjakan tenaga kerja asing, sedangkan dalam pasal 43 Ayat (1) Undang-Undang Ketengakerjaan beserta penjelasanya menegaskan bahwa RPTKA merupakan persyaratan untuk mendapatkan izin kerja bagi tenaga kerja asing. Pertentangan norma tersebut diselesaikan dengan Asas Preferensi Lex Superiori derogat legi Inferiori , maka Pasal 43 Ayat (1) juncto Pasal 42 Ayat (1) Undang-Undang Ketenagakerjaan mengesampingkan Pasal 9 Perpres No. 20 Tahun 2018.Upaya hukum yang dapat dilakukan terhadap pemberlakuan Pasal 9 Perpres No.20 Tahun 2018 adalah dengan mengajukan permohonan uji materi ( judicial review) kepada Mahkamah Agung. Permohonan uji materi didasarkan pada tenaga kerja Indonesia yang merasa dirugikan dengan adanya Perpres No.20 Tahun 2018 karena dianggap memberikan kemudahan bagi tenaga kerja asing di Indonesia. Kata Kunci : tenaga kerja asing, RPTKA, IMTA, uji materi, konflik norma
PENEGAKAN HUKUM PASAL 302 KUHP TENTANG PENGANIAYAAN TERHADAP HEWAN DI KOTA SURAKARTA DIKA CHANDRA, WIDYA; ASTUTI, PUDJI
NOVUM : JURNAL HUKUM Vol 5 No 4 (2018)
Publisher : Universitas Negeri Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.2674/novum.v5i4.26872

Abstract

Abstrak Proses pemotongan anjing yang dijadikan sebagai konsumsi masyarakat faktanya memuat unsur penganiayaan terhadap hewan khsususnya anjing. Para penjagal memotong anjing tersebut dengan cara yang sadis, kejam dan tidak wajar. Tingginya tingkat konsumsi masyarakat menunujukkan pula tingginya angka penganiayaan terhadap hewan di Kota Surakarta menjadikan peneliti tertarik untuk menganalisis penegakan hukum Pasal 302 KUHP tentang penganiayaan terhadap hewan. Tidak ada larangan mengkonsumsi daging anjing tetapi ada larangan mengenai penganiayaan hewan. Perbuatan penganiayaan hewan diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis penegakan hukum Pasal 302 KUHP tentang penganiayaan terhadap hewan di Kota Surakarta, menganalis hambatan dan upaya dalam penegakan hukum Pasal 302 KUHP tentang penganiayaan terhadap hewan di Kota Surakarta. Penelitian ini merupakan jenis penelitian hukum yuridis sosiologis. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif yaitu menggambarkan dan memaparkan penelitian yang telah dilakukan, kemudian dianalisis secara keseluruhan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penegakan hukum tindak pidana penganiayaan hewan tidak pernah dilakukan, karena polisi bersikap pasif terhadap kasus penyiksaan hewan khususnya anjing serta polisi menunggu adanya laporan dari masyarakat. Hambatan dari penegakan hukum Pasal 302 KUHP tentang penganiayaan terhadap hewan di Kota Surakarta yaitu masyarakat yang berprofesi sebagai penjagal anjing tidak pernah memahami bahwa perbuatannya memuat unsur penganiayaan hewan dan aparat Kepolisian Resor Kota Surakarta menganggap tidak ada yang dirugikan terhadap keberadaan tindak pidana penganiayaan hewan. Selain itu, tidak ada upaya yang dilakukan oleh aparat kepolisian dalam menangani hambatan-hambatan penegakan hukum Pasal 302 KUHP tentang penganiayaan terhadap hewan khususnya anjing. Kata Kunci: penegakan hukum, tindak pidana penganiayaan hewan, Kota Surakarta.
EFEKTIVITAS PENEGAKAN HUKUM ADMINISTRASI TERHADAP IZIN LINGKUNGAN TERKAIT USAHA TOKO MODERN DI KABUPATEN SAMPANG AGENG SALASATI, BANIE; WIDODO, HANANTO
NOVUM : JURNAL HUKUM Vol 5 No 4 (2018)
Publisher : Universitas Negeri Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.2674/novum.v5i4.26988

Abstract

AbstrakPeraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 Tentang Izin Lingkungan pada pasal 2, setiap usaha dan/ kegiatan yang wajib Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) dan UKL-UPL wajib memiliki izin lingkungan. Pada faktanya pelaksanaan di lapangan tidak selalu seperti yang diharapkan pembuat peraturan perundang - undangan. Salah satunya pelaku usaha toko modern di Kabupaten Sampang yang merupakan usaha yang wajib UKL-UPL terbukti masih banyak tidak memiliki Rekomendasi UKL-UPL/ Persetujuan SPPL yang dikeluarkan oleh Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten/Kota setempat. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis efektivitas penegakan hukum administrasi terhadap izin lingkungan terkait usaha toko modern serta menganalisis kendala yang dihadapi dalam melaksanakan penegakan hukum administrasi terhadap izin lingkungan terkait usaha toko modern di Kabupaten Sampang. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian yuridis empiris. Analisis yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa efektivitas penegakan hukum administrasi terhadap izin lingkungan terkait usaha toko modern di Kabupaten Sampang kurang efektif karena dari kelima faktor efektivitas yang terpenuhi hanya dua unsur saja yaitu faktor hukum dan faktor sarana sedangkan yang tidak terpenuhi ada tiga yaitu faktor penegakan hukum, masyarakat, kebudayaan. Adapun kendala yang dihadapi oleh Dinas Lingkungan Hidup dan Kesatuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Sampang dalam melaksanakan proses penegakan hukum administrasi terhadap izin lingkungan terkait usaha toko modern yaitu tingkat kesadaran dari masyarakat masih kurang mengenai peraturan izin lingkungan, serta kekurangan koordinasi Dinas Lingkungan Hidup dengan Kesatuan Polisi Pamong Praja, sehingga Kesatuan Polisi Pamong Praja mendatangi yang berizin dan tidak berizin dengan jumlah aparat penegak hukum yang minimum menjadi tidak seimbang dengan jumlah usaha toko modern yang ada di Kabupaten Sampang.Kata Kunci : efektivitas, penegakan hukum administrasi, izin lingkungan, usaha toko modernAbstractGovernment Regulation Number 27 of 2012 concerning environmental permits in article 2, every business and / or activity those who are required to have Environmental Impact Analysis (EIA) or UKL-UPL must have an environmental permits. In fact, implementation in the field does not always meet the legislators expect. One of them is a modern shop business in Sampang Regency which is a business that obliged to be UKL-UPL proven that there are still many who do not have UKL-UPL Recommendations / SPPL Approval issued by the local Regency / City Environmental Office. The purpose of this research is to analyze the effectiveness of administrative law enforcement on environmental permits related to modern shop business and analyze the obstacles faced in implementing administrative law enforcement on environmental permits related to modern store businesses in Sampang Regency. This study uses a type of empirical juridical research. The analysis used is descriptive qualitative. Data collection is done through interviews and documentation. The results showed that the effectiveness of administrative law enforcement on environmental permits related to modern store businesses in Sampang District was less effective because of the five effectiveness factors, only two elements were fulfilled, which are legal factors and facility factors while those that are not fulfilled there are three namely law enforcement factor, society, culture. The obstacles faced by the Environmental Office and Sampang District Civil Service Police in carrying out the administrative law enforcement process towards environmental permits related to modern store business, which are the awareness level of the community that still lacks against environmental permit regulations, lack of coordination of the Environmental Office with Enforcement Officer of Regional Regulation so that Enforcement Officer of Regional Regulation came to those who were licensed and unauthorized with the minimum number of law enforcement officers being out of balance with the number of modern shop businesses in Sampang Regency.Keywords: effectiveness, administrative law enforcement, environmental permission, modern shop business
PROSES PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA PENJUALAN OBAT PENGGUGUR KANDUNGAN SECARA ILEGAL (STUDI KASUS DI KEPOLISIAN RESORT KOTA SIDOARJO) FARID, MIFTAH; ASTUTI, PUDJI
NOVUM : JURNAL HUKUM Vol 5 No 4 (2018)
Publisher : Universitas Negeri Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.2674/novum.v5i4.27000

Abstract

Abstrak Penjualan obat telah diatur dalam pasal 196 Undang-Undang Kesehatan, sehingga semua penjualan harus memenuhi persyaratan atau prosedur sesuai dengan aturan tersebut. Praktiknya masih ada orang yang menjual obat penggugur kandungan tanpa izin, namun proses penyelesaian perkara pidana yang terjadi hanya sampai penyidikan saja dan tidak diproses lebih lanjut. Tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui proses penegakan Tindak Pidana terhadap pelaku penjualan obat penggugur kandungan secara ilegal di Polresta Sidoarjo beserta faktor-faktor penghambatnya. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif dengan informan dari anggota Polresta Sidoarjo. Data diperoleh dengan cara wawancara dan dokumentasi. Data yang terkumpul dianalisis secara kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses penegakan hukum Tindak Pidana terhadap pelaku penjualan obat secara ilegal untuk penggugur kandungan di Polresta Sidoarjo tidak menggunakan sistem peradilan pidana pada umumnya, namun hanya dilakukan penyitaan barang bukti serta denda sejumlah uang yang nantinya akan masuk ke buku kas Polresta Sidoarjo dengan dasar hukum Standar Operasional Prosedur (SOP) atasan. Di sisi lain, Faktor yang menghambat proses penegakan terhadap pelaku penjualan obat penggugur kandungan secara ilegal ada antara lain aparat penegak hukumnya tidak memahami proses penyelesaian tindak pidana dan kesadaran hukum masyarakat masih rendah. Kata Kunci: penjualan obat, penggugur kandungan, obat ilegal, penegakan hukum Abstract Drug sales are regulated in Article 196 of the Health Act, so that all sales must meet the requirements or procedures in accordance with these rules. The practice is that there are still people who sell abortion drugs without permission, but the process of resolving criminal cases that occur only until the investigation and is not processed further. The purpose of the study was to find out the process of enforcing the Criminal Act against the perpetrators of ilegal drug sales in the Sidoarjo Regional Police along with its inhibiting factors. This research is a qualitative descriptive study with informants from members of the Sidoarjo Regional Police. Data obtained by interview and documentation. The data collected is analyzed qualitatively. The results showed that the criminal law enforcement process against ilegal drug traffickers for the abortion in Sidoarjo Regional Police did not use the criminal justice system in general, but only confiscated evidence and fined a sum of money which would later enter the treasury book of the Sidoarjo Regional Police based on superior standard operating procedures (SOP) law. On the other hand, the factors that hinder the enforcement of ilegal ilegal drug sales agents include law enforcement officials who do not understand the process of resolving criminal acts and public legal awareness is still low. Keywords: drug sales, abortion, illegal drugs, law enforcement
EFEKTIFITAS PASAL 296 UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DI WILAYAH SURABAYA RAMADHANI, WISNU; ASTUTI, PUDJI
NOVUM : JURNAL HUKUM Vol 5 No 4 (2018)
Publisher : Universitas Negeri Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.2674/novum.v5i4.27024

Abstract

AbstrakKereta api merupakan moda transportasi yang tidak dapat melakukan pengereman secara mendadak sehingga ketika terdapat kereta api yang akan melintas, maka kendaraan lain harus berhenti (Pasal 114 UU LLAJ). Pelanggaran tersebut secara jelas diancam dengan sanksi pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp. 750.000,00 (tujuh ratus lima puluh ribu rupiah) sebagaimana diatur dalam Pasal 296 UU LLAJ. Faktanya pengendara masih banyak yang menerobos perlintasan ketika kereta api sedang akan melintas dan tidak mendapat tindakan dari aparat kepolisian dengan sanksi yang sudah diatur tersebut. Tujuan penelitian ini antara lain untuk menganalisis faktor-faktor yang menyebabkan tidak efektifnya Pasal 296 UU LLAJ di wilayah Surabaya, serta untuk menganalisis upaya dalam mengefektifkan pelaksanaan Pasal 296 UU LLAJ di wilayah Surabaya. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis sosiologis dengan jenis data primer dan data sekunder. Data dikumpulkan dengan wawancara, observasi, dan dokumentasi yang dilakukan semua perlintasan kereta api di Surabaya. Semua data kemudian dianalisis dengan metode kualitatif. Penegakan hukum Pasal 296 UU LLAJ yang disebabkan tidak adanya aparat penegak hukum yang menjaga perlintasan. Saling lempar tanggung jawab antar institusi antara Kepolisian, PT Kereta Api Indonesia, dan Dinas Perhubungan Surabaya. Faktor lainnya adalah faktor sarana yang tidak dilengkapi dengan palang pintu, dan faktor masyarakat sendiri yang masih sering menerobos. Upaya yang dilakukan untuk mengefektifkan Pasal 296 UU LLAJ terbagi dalam dua hal yaitu represif dan preventif. Kata kunci: penegakan hukum, palang pintu kereta api, perlintasan kereta api surabaya.AbstractTrain, is a transportation mode that cannot carry out sudden braking so that when there is a train that will pass, other vehicles must stop (Article 114 of the LLAJ Law). Violations of Article 114 of the LLAJ Law are clearly threatened with imprisonment sanctions for a maximum of 3 (three) months, or a fine of at most Rp. 750,000.00 (seven thousand and fifty thousand rupiahs), as stipulated in Article 296 of the LLAJ Law. In fact, there are still many motorists who break through the crossing when the train is going to pass, and it does not get action from the police with the sanctions that have been arranged. The purpose of this study was to analyze the factors that caused the ineffectiveness of Article 296 of the LLAJ Law in the Surabaya region, and to analyze the efforts to make effective the implementation of Article 296 of the LLAJ Law in the Surabaya Region. This type of research is juridical-sociological with the type of primary data and secondary data. Data was collected by interviews, observation, and documentation carried out by all train crossings in Surabaya. All data are then analyzed by qualitative methods. Based on the results of the research obtained, it can be concluded that the ineffectiveness of law enforcement Article 296 of the LLAJ Law is caused by the absence of law enforcement officers who maintain crossings. On the contrary, there is actually a mutual throwing of responsibility between institutions between the Police, PT KAI, and Dishub Surabaya. Other factors, namely the factors of facilities that are not equipped with a doorstop, and the factors of the people themselves who still often break through. Efforts made to make Article 296 of the LLAJ Law effective are divided into two things, namely repressive and preventive. Keywords: law enforcement, railroad doorstop,surabaya railway crossing
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEKERJA ANAK DI BIDANG SENI (STUDI KASUS PADA PENYANYI DANGDUT CILIK TASYA ROSMALA) AL UBAIDAH, REZA; NUGROHO, ARINTO
NOVUM : JURNAL HUKUM Vol 5 No 4 (2018)
Publisher : Universitas Negeri Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.2674/novum.v5i4.27117

Abstract

Dalam Pasal 71 ayat (2) huruf c UUK menegaskan bahwa, apabila pengusaha ingin mempekerjakan seorang anak harus dapat menjamin bahwa dalam bekerja seorang anak tersebut tidak mengganggu mengenai perkembangan fisik, mental, sosial, dan waktu sekolahnya. Bentuk perlindungan hukum bagi pekerja anak di bidang seni yang terjadi pada penyanyi dangdut cilik Tasya Rosmala adalah mewujudkan perlindungan dan pemenuhan hak terhadap Tasya Rosmala, sehingga dalam bekerja sebagai penyanyi dangdut cilik tidak menganggu perkembangan fisik, mental, sosial, dan waktu sekolah Tasya Rosmala. Berdasarkan hal tersebut, seorang pengusaha harus mampu memperhatikan hak seorang pekerja anak di bidang seni, seperti dapat memenuhi hak pekerja anak mengenai jam kerja yaitu tidak melebihi 3 jam dalam sehari, memperhatikan kondisi perkembangan fisik pekerja anak pada saat bekerja dengan menjaga perkembangan fisik pada rambut Tasya Rosmala supaya tidak cepat rontok dan perkembangan pada kaki Tasya Rosmala dalam pemakaian sepatu yang menggunakan hak tinggi tidak terlalu berlebihan dalam penggunaannya, memperhatikan mental seorang pekerja anak pada saat melakukan pekerjaan dengan tidak menyanyikan lirik lagu yang seharusnya tidak boleh dinyanyikan oleh seorang anak dan memperhatikan cara berpakaian dalam mengisi suatu acara supaya selalu terlihat sopan dan tidak terlihat seperti orang yang telah dewasa, memperhatikan waktu sekolah Tasya Rosmala supaya tetap mendapatkan hak belajar dan bisa bersekolah sebagai pelajar dan dapat mengikuti kegiatan sekolah seperti teman-teman yang lainnya, memperhatikan kehidupan sosial pekerja anak terhadap masyarakat dan keluarga dengan memberikan waktu luang terhadap Tasya Rosmala untuk melakukan kegiatan bersosialisai secara langsung terhadap masyarakat dan keluarganya.

Page 1 of 2 | Total Record : 20


Filter by Year

2018 2018


Filter By Issues
All Issue Vol. 12 No. 02 (2025): Novum : Jurnal Hukum Vol. 12 No. 01 (2025): Novum : Jurnal Hukum Vol. 12 No. 3 (2025) Vol. 11 No. 04 (2024): Novum : Jurnal Hukum Vol. 11 No. 03 (2024): Novum : Jurnal Hukum Vol. 11 No. 02 (2024): Novum : Jurnal Hukum Vol. 11 No. 01 (2024): Novum : Jurnal Hukum Vol. 10 No. 04 (2023): Novum : Jurnal Hukum Vol. 10 No. 03 (2023): Novum : Jurnal Hukum Vol. 10 No. 02 (2023): Novum : Jurnal Hukum Vol. 10 No. 01 (2023): Novum : Jurnal Hukum Vol. 9 No. 04 (2022): Novum : Jurnal Hukum Vol. 9 No. 03 (2022): Novum : Jurnal Hukum Vol. 9 No. 02 (2022): Novum : Jurnal Hukum Vol. 9 No. 01 (2022): Novum : Jurnal Hukum Vol. 8 No. 04 (2021): Novum : Jurnal Hukum Vol. 8 No. 03 (2021): Novum : Jurnal Hukum Vol. 8 No. 02 (2021): Novum : Jurnal Hukum Vol. 8 No. 01 (2021): Novum : Jurnal Hukum Vol 8 No 2 (2021) Vol 8 No 1 (2021) Vol. 7 No. 04 (2020): Novum : Jurnal Hukum Vol. 7 No. 03 (2020): Novum : Jurnal Hukum Vol. 7 No. 02 (2020): Novum : Jurnal Hukum Vol. 7 No. 01 (2020): Novum : Jurnal Hukum Vol 7 No 4 (2020) Vol 7 No 3 (2020) Vol 7 No 2 (2020) Vol 7 No 1 (2020) Vol. 6 No. 04 (2019): Novum : Jurnal Hukum Vol. 6 No. 03 (2019): Novum : Jurnal Hukum Vol. 6 No. 02 (2019): Novum : Jurnal Hukum Vol. 6 No. 01 (2019): Novum : Jurnal Hukum Vol 6 No 4 (2019) Vol 6 No 3 (2019) Vol 6 No 2 (2019) Vol 6 No 1 (2019) Vol. 5 No. 04 (2018): Novum : Jurnal Hukum Vol. 5 No. 03 (2018): Novum : Jurnal Hukum Vol. 5 No. 02 (2018): Novum : Jurnal Hukum Vol. 5 No. 01 (2018): Novum : Jurnal Hukum Vol 5 No 4 (2018) Vol 5 No 3 (2018) Vol 5 No 2 (2018) Vol 5 No 1 (2018) Vol 4 No 4 (2017) Vol 4 No 3 (2017) Vol 4 No 2 (2017) Vol 4 No 1 (2017) Vol 3 No 4 (2016) Vol 3 No 3 (2016) Vol 3 No 2 (2016) Vol 3 No 1 (2016) Vol 2 No 4 (2015) Vol 2 No 3 (2015) Vol. 2 No. 3 (2015) Vol 2 No 2 (2015) Vol. 2 No. 2 (2015) Vol 2 No 1 (2015) Vol. 2 No. 1 (2015) Vol 1 No 4 (2014) Vol. 1 No. 4 (2014) Vol. 1 No. 3 (2014) Vol 1 No 3 (2014) Vol. 1 No. 2 (2014) Vol 1 No 2 (2014) Vol 1 No 1 (2014) Vol. 1 No. 1 (2014) In Press - Syarat SPK (7) In Press - Syarat SPK (6) In Press - Syarat SPK (5) In Press - Syarat SPK (4) In Press - Syarat SPK (3) More Issue