Articles
20 Documents
Search results for
, issue
"Vol 6 No 4 (2019)"
:
20 Documents
clear
KEPASTIAN HUKUM USIA PEKERJA ANAK TERKAIT KEABSAHAN PERJANJIAN KERJA
ZHAFIRA ILLIYYIN, DIENA;
NUGROHO, ARINTO
NOVUM : JURNAL HUKUM Vol 6 No 4 (2019)
Publisher : Universitas Negeri Surabaya
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.2674/novum.v6i4.28577
Pasal 69 ayat (2) huruf b UUK tentang perjanjian kerja antara pengusaha dengan orang tua atau wali, artinya pekerja anak tidak boleh menandatangani perjanjian kerja dan yang mewakili untuk menandatangani perjanjian kerja dengan pengusaha adalah orang tua atau wali. Pasal 1 Angka 26 UUK memberikan penjelasan bahwa anak adalah setiap orang yang berumur di bawah 18 (delapan belas) tahun. Permasalahan hukum timbul ketika pekerja anak yang berusia 16 tahun sampai dengan 17 tahun hendak menandatangani suatu perjanjian kerja dan bagaimana akibat hukum atas tidak sahnya perjanjian kerja yang ditandatangani oleh subyek yang tidak cakap hukum. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kepastian perundang-undangan terkait kecakapan hukum dan untuk mengetahui akibat hukum pekerja anak usia 16 tahun sampai dengan 17 tahun dalam menandatangani perjanjian kerja dengan pengusaha. Metode penelitian yang digunakan terdiri dari penelitian normatif, pendekatan perundang-undangan, pendekatan konseptual, dan pendekatan kasus. Hasil penelitian berdasarkan argumentum per analogiam, maka unsur anak berumur 13 tahun sampai dengan 15 tahun dianalogikan termasuk pekerja anak yang berusia 16 tahun sampai dengan 17 tahun. Analogi dilakukan karena sesuai dengan teori hukum tentang kriteria usia anak dan teori hukum tentang cakap hukum. Dapat disimpulkan bahwa Pasal 69 UUK dapat diterapkan juga bagi pekerja anak usia 16 tahun sampai dengan 17 tahun, maka orang tua atau wali adalah pihak yang mewakili pekerja anak dalam menandatangani perjanjian kerja dengan pengusaha agar syarat sahnya suatu hubungan kerja antara pengusaha dengan pekerja anak usia 16 tahun sampai dengan 17 tahun telah memenuhi yang diwajibkan dalam UUK. Kata kunci: pekerja anak, perjanjian kerja, cakap hukum.Article 69 paragraph (2) letter b UUK concerning work agreements between employers and parents or guardians, meaning that child workers may not sign work agreements and who represent to sign work agreements with employers are parents or guardians. Article 1 Number 26 UUK provides an explanation that the child is every person under the age of 18 (eighteen) years. Legal problems arise when child workers aged 16 years to 17 years want to sign a work agreement and how the legal consequences of the illegality of the employment agreement are signed by subjects who are incapable of law. This study aims to determine the certainty of legislation related to legal skills and to find out the legal consequences of child workers aged 16 years to 17 years in signing work agreements with employers. The research method used consisted of normative research, legislative approaches, conceptual approaches, and case approaches. The results of the study are based on argumentum per analogiam, so the elements of children aged 13 years to 15 years are analogous to including child workers aged 16 years to 17 years. The analogy is done because it is in accordance with the legal theory of the criteria for child age and legal theory about competent law. Can be concluded that Article 69 UUK can also be applied to workers of children aged 16 years up to 17 years, then the parent or guardian is the party representing child laborers in signing a work agreement with the employer so that the terms of the legal relationship between employers and child laborers ages 16 years to 17 years meet the requirements of the Law. Keywords: child worker, employment agreement, legal capability.
TINJAUAN YURIDIS TUKAR GULING TANAH KAS DESA DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR PROYEK PT. EXXON MOBIL CEPU LTD (EMCL) DI DESA GAYAM BOJONEGORO UNTUK KEPENTINGAN UMUM
rohma, evi
NOVUM : JURNAL HUKUM Vol 6 No 4 (2019)
Publisher : Universitas Negeri Surabaya
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.2674/novum.v6i4.30570
Abstrak Proeses tukar guling tanah kas desa gayam dalam pembangunan infrastruktur proyek PT. Exxon Mobil Cepu Ltd (EMCL) berjalan cukup lama. Berdasarkan data yang saya dapat dari kantor kepala desa gayam dan dari pemerintah kabupaten bojonegoro, proses tukar guling tanah kas desa terjadi pada tahun 2012 sampai pada tahun 2018, maka bagaimana prosedur tukar guling tanah kas desa gayam dengan PT.Exxon Mobil Cepu Ltd (EMCL) dan apa yang menjadi hambatan alam proses tukar guling tersebut. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui prosedur tukar guling tanah kas desa apakah telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan, serta untuk mengetahui kendala dalam pelaksanaan tukar guling tanah kas desa dengan PT. Exxon Mobil Cepu Ltd (EMCL). Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis sosiologis, serta sumber data yang digunakan adalah hasil dari wawancara dengan informan yang berkaitan dengan permasalahan yang sedang diteliti, dan data yang diperoleh dari bahan-bahan kepustakaan lainnya. Data akan dianalisis dengan analisis kualitatif. Berdasarkan analisis data yang dilakukan, bahwa proses tukar guling tanah kas desa terjadi sangat lama karena terdapat beberapa kendala yaitu penetapan ganti kerugian yang membutuhkan waktu cukup lama sehingga tanah tersebut disewakan dan di manfaatkan tanpa terdapat IUP. Selain itu pemerintah kabupaten bojonegoro mengalami kesulitan dalam mencari tanah pengganti tanah kas desa gayam, kesepakatan perubahan peraturan Undang-Undang sebagai pedoman dalam proses tukar guling tanah kas desa gayam. Saran bagi pemerintah bojonegoro agar mmberikan sanksi kepada EMCL karena telah memanfaatkan tanah tersebut tanah kas desa tersebut sebelum terbitnya IUP, kemudian dalam hal ganti kerugian tanah pemerintah bojonegoro seharusnya dapat mencarikan tanah pengganti dengan nilai yang sama dan tanah pengganti tidak harus berada pasa desa gayam namun boleh berada dikecamatan lain yang bersebrangan secara langsung dengan kecamatan gayam. Selain itu dalam pemberian ganti kerugian pemerintah kabupaten tetap berpedoman pada Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 karena lebih spesifik mengatur tentang peristiwa tersebut. Kata Kunci : Tukar guling, Tanah Kas Desa, Kepentingan UmumAbstract The process of land exchange swap for Gayam village treasury in the construction of PT. Exxon Mobil Cepu Ltd runs for a long time. Based on data that I got from the office of the village head of Gayam and from the Bojonegoro district government, the village cash land swap process took place in 2012 until 2018, then how was the gayam village land cash swap procedure with PT.Exxon Mobil Cepu Ltd (EMCL) and what the obstacles in the process of swap. The purpose of this study was to determine whether the village treasury land swap procedure was in accordance with statutory regulations, and to find out the obstacles in the implementation of village cash land swap with PT. Exxon Mobil Cepu Ltd (EMCL). This research uses sociological juridical research methods, and the source of the data used is the results of interviews with informants relating to the problem being studied, and data obtained from other library materials. Data will be analyzed by qualitative analysis. Based on data analysis, the village cash land swap process took a very long time because there were several obstacles, namely the determination of compensation that took a long time so that the land was leased and utilized without an IUP. In addition, the Bojonegoro district government experienced difficulties in finding replacement land for the Gayam village treasury land, an agreement to amend the law as a guideline in the Gayam village treasury land swap process. Suggestions for the Bojonegoro government to impose sanctions on EMCL for utilizing the land in the village treasury land prior to the issuance of IUP, then in the case of land compensation the Bojonegoro government should be able to find replacement land of equal value and the replacement land does not have to be in the village of Gayam but may located in another sub-district directly opposite the Gayam sub-district. In addition, in the provision of compensation the district government continues to be guided by Law Number 2 of 2012 because it is more specific in regulating the event. Keywords: Bolster exchange, Village Cash Land, Public InterestÂ
Kekuatan Hukum Perjanjian Asuransi melalui Telemarketing Menurut Buku III Burgerlijk Wetboek (BW)
Megantari, Erlinda linda
NOVUM : JURNAL HUKUM Vol 6 No 4 (2019)
Publisher : Universitas Negeri Surabaya
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.2674/novum.v6i4.30707
ABSTRAK  KEKUATAN HUKUM PERJANJIAN ASURANSI MELALUI TELEMARKETING MENURUT BUKU III BW BURGERLIJK WETBOEK Nama : Erlinda  Megantari NIM : 1404070129 Program Studi : S1 Ilmu Hukum Jurusan : Hukum Fakultas : Ilmu Sosial dan Hukum Nama Lembaga : Universtitas Negeri Surabaya Pembimbing : Indri Fogar Susilowati, S.H., M.H.  Praktek bancassurance merupakan suatu kerjasama antara bank dan pihak perusahaan asuransi. Peran bank dalam melakukan pemasaran terbatas sebagai perantara dalam meneruskan informasi produk asuransi kepada nasabah atau menyediakan akses kepada perusahaan asuransi kepada bank. Telemarketing adalah sistem penawaran produk atau layanan dengan menggunakan sarana komunikasi telepon. Telemarketing yang menghubungi nasabah harus mendapat persetujuan dari nasabah. Hasil persetujuan nasabah dituangkan secara tertulis yang ditandatangani oleh nasabah yang bersangkutan. Penawaran produk asuransi juga kerap dilakukan melalui telepon yang tentu saja berimplikasi pada pembentukan perjanjian asuransi yang dibentuk melalui telemarketing. Perjanjian asuransi bersifat adhesif, yang artinya isi perjanjian telah ditentukan oleh perusahaan asuransi melalui kontrak standard. Pasal 1320 BW syarat pertama yang mensyaratkan adanya kesepakatan sebagai salah satu syarat keabsahan dalam membuat perjanjian. Kesepakatan mengandung pengertian bahwa para pihak saling menyatakan kehendak masing-masing untuk menutup suatu perjanjian serta harus sama-sama memberikan dan meminta dipenuhinya hak dan kewajibannya. Pasal 255 KUHD yang menyebutkan bahwa asuransi harus diadakan dengan suatu akta yang disebut polis, tetapi Pasal 257 dan 258 KUHD menjelaskan bahwa polis itu hanya sebagai alat bukti, bukan suatu syarat mutlak untuk adanya perjanjian asuransi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang bentuk perjanjian yang dibuat baik dengan tertulis maupun lisan dengan menggunakan jenis penelitian hukum normatif. Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian adalah perundang-undangan, pendekatan konseptual dan pendekatan kasus. Jenis bahan hukum yang digunakan adalah bahan hukum primer yaitu peraturan berkaitan dengan perjanjian, perasuransian dan bahan hukum sekunder yaitu buku-buku teks atau jurnal hukum yang berkaitan dengan perjanjian maupun asuransi. Teknik analisis data menggunakan metode preskriptif yang memberikan argumentasi hukum atas hasil penelitian hukum ini. Hasil penelitian menunjukkan perihal kekuatan perjanjian asuransi dibentuk melalui telemarketing, yaitu tunduk pada syarat umum perjanjian dalam Pasal 1320 BW serta Pasal 251 KUHD yang mengenai kewajiban pemberitahuan. Dengan mendasarkan pada ketentuan Pasal 1320 BW tidak dipermasalahkan mengenai media yang digunakan dalam transaksi, karena dalam Pasal 1320 BW tidak mensyaratkan bentuk dan jenis media yang digunakan dalam bertransaksi. Kekuatan perjanjian asuransi ini dalam pelaksanaanya merupakan perjanjian konsensial, yang artinya dapat diadakan sah hanya berdasarkan persesuaian kehendak (kata sepakat) antara para pihak untuk mengadakan asuransi, sehingga telah terbentuk perjanjian asuransi tanpa perlu terikat pada suatu bentuk. Dalam Perjanjian asuransi melalui Telemarketing ini hanyalah mengacu pada asas kebebasan berkontrak serta asas iktikad baik. Kata kunci:, Bancassurance, Telemarketing , Perjanjian, Kekuatan mengikat perjanjian asuransi.                Â
Kedudukan Hukum Badan Usaha Milik Desa Sebagai Pendiri Dan Pemegang Saham Unit Usaha Berbentuk Perseroan Terbatas
Manap, Bimo
NOVUM : JURNAL HUKUM Vol 6 No 4 (2019)
Publisher : Universitas Negeri Surabaya
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.2674/novum.v6i4.30771
Pasal 7 Ayat (1) dan Pasal 8 Peraturan Menteri Desa PDTT No. 4 Tahun 2015 tentang Pendirian Pengurusan dan Pengelolaan dan Pembubaan BUM Desa menjelaskan bahwa BUM Desa dapat mendirikan unit-unit usaha yang berbentuk badan hukum. Namun Pasal 7 Ayat (1) Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas menyebutkan bahwa yang dapat menjadi subjek pendiri ialah perseorangan dan badan hukum sedangkan faktanya BUM Desa dalam peraturan perundang-undangan terkait tidak ada norma yang menyebutkan bahwa BUM Desa merupakan suatu badan hukum. Sehingga oleh karena itu menimbulkan kekaburan norma pada Pasal 7 Ayat (1) Peraturan Menteri Desa PDTT No. 4 Tahun 2015. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis (1) kedudukan hukum BUM Desa sebagai subjek dalam persyaratan sebagai pendiri dan pemegang saham atas unit usahanya yang berbentuk Perseroan Terbatas ? (2) akibat hukum dari unit usaha yang berbentuk Perseroan Terbatas yang didirikan apabila BUM Desa yang terlibat sebagai subjek pendiri dan pemegang saham membubarkan diri. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif. Penelitian ini menggunakan statue approach dan conceptual approach. Dalam menyelesaikan isu hukum peneliti menggunakan metode interpretasi hukum. Hasil penelitian menyatakan bahwa BUM Desa merupakan suatu badan usaha yang berbadan hukum karena didirikan dengan konsep badan hukum. BUM Desa merupakan suatu badan usaha berbadan hukum yang didirikan oleh Pemerintahan Desa sehingga memiliki kedudukan hukum menjadi subjek hukum dalam pendirian dan pemegang saham unit usaha berbadan hukum karena Peraturan Menteri Desa PDTT No. 4 Tahun 2015 secara tidak langsung juga menganggap BUM Desa mampu untuk melakukan perbuatan hukum tersebut. Akibat hukum dari unit usaha berbentuk Perseroan Terbatas apabila BUM Desa membubarkan diri ialah terjadinya perubahan pemegang saham karena dengan pembubaran BUM Desa maka peneliti berpendapat bahwa BUM Desa juga mengundurkan diri sebagai pemegang saham. Â Kata Kunci: BUM Desa, Badan Hukum, Perseroan Terbatas, DesaAbstract Article 7 Paragraph (1) and Article 8 of Permendesa PDTT No. 4 of 2015 on the Management and Distribution of the BUM Desa explained that BUM Desa was able to establish business units in the form of legal bodies. However Article 7 Paragraph (1) of Law No. 40 of 2007 on Limited Liability Company states that the sole subject matter of the constituents are individuals and legal entities whereas in fact BUM Desa in the relevant legislation does not have a norm that states that BUM Desa is a legal entity. It therefore raises the ambiguity of the norm in Article 7 Paragraph (1) of the PDTT Proposal No. 4th of 2015. This study aims to analyze (1) the legal status of BUM Desa as a subject in the requirements as a founder and shareholder of its business unit in the form of a Limited Liability Company? (2) the legal consequences of a business unit in the form of a Limited Liability Company established if the BUM Desa involved as the founder and shareholder subject to dissolve. This research uses normative legal research methods. This study uses a statue approach and conceptual approach. In solving legal issues, researchers use the method of legal interpretation. The results of the study stated that BUM Desa is a legal entity because it was established with the concept of a legal entity. BUM Desa is a legal entity that was established by the Village Government so that it has a legal position to become a legal subject in the establishment and shareholders of a legal entity business unit because PDTT Permendesa No. 4 of 2015 also indirectly considers BUM Desa to be able to carry out these legal actions. The legal consequence of the business unit if BUM Desa dissolves itself is a change in shareholders because by the dissolution of BUM Desa, the researchers are of the opinion that BUM Desa is also resigned as shareholder. Â Keywords: BUM Desa, Legal Entity, Limited Liability Company, VillageÂ
Kesadaran Hukum Wisatawan Dalam Membuang Sampah Plastik di Taman Hiburan Pantai Kenjeran Kota Surabaya
Rezzy Rahanyaan, Ribka Hilda;
Sulistyowati, Eny
NOVUM : JURNAL HUKUM Vol 6 No 4 (2019)
Publisher : Universitas Negeri Surabaya
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.2674/novum.v6i4.30824
ABSTRAKKESADARAN HUKUM WISATAWAN DALAM MEMBUANG SAMPAH PLASTIK DI TAMAN HIBURAN PANTAI KENJERAN KOTA SURABAYASetiap orang di wajibkan untuk menjaga lingkungan sekitarnya. Faktanya, masih banyak orang yang tidak bisa menjaga lingkungannya salah satunya adalah membuang sampah secara sembarangan. Sampah yang dibuang secara sembarangan adalah plastik. Larangan membuang sampah tidak pada tempatnya khususnya plastik telah diatur dalam Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 5 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Sampah dan Kebersihan di Kota Surabaya. Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 5 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Sampah dan Kebersihan di Kota Surabaya ini dikeluarkan dengan tujuan agar setiap orang yang salah satunya adalah wisatawan dapat membuang sampah khususnya plastik pada tempat yang sudah disediakan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa kesadaran hukum wisatawan dalam membuang sampah plastik di Taman Hiburan Pantai Kenjeran dan mendeskripsikan faktor-faktor yang mempengaruhi kesadaran hukum wisatawan dalam membuang sampah plastik di Taman Hiburan Pantai Kenjeran, serta mengkaji upaya preventif yang dilakukan oleh UPTD Taman Hiburan Pantai Kenjeran dan Wisata Religi Ampel Kota Surabaya dalam hal meningkatkan kesadaran hukum wisatawan dalam membuang sampah plastik di Taman Hiburan Pantai Kenjeran. Penelitian ini termasuk penelitian yuridis sosiologi. Sumber data diperoleh dari data primer dan data sekunder dengan metode analisis kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan kesadaran hukum wisatawan dalam membuang sampah plastik di Taman Hiburan Pantai Kenjeran Kota Surabaya sangat rendah. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesadaran hukum wisatawan dalam membuang sampah plastik di Taman Hiburan Pantai Kenjeran Kota Surabaya yaitu tingkat pendidikan wisatawan, akses informasi, dan faktor lingkungan. Upaya yang dilakukan oleh UPTD Taman Hiburan Pantai Kenjeran dan Wisata Religi Ampel Kota Surabaya hanya sebatas upaya preventif. Upaya preventif yang dilakukan adalah memasang plakat yang berisi larangan membuang sampah dan menghimbau melalui pengeras suara (speaker). Kata Kunci : Kesadaran Hukum, Sampah Plastik, Taman Hiburan Pantai Kenjeran Kota Surabaya  ABSTRACTTOURIST’S LEGAL AWARENESS REMOVING PLASTIC IN KENJERAN BEACH AMUSEMENT PARK SURABAYAEveryone is obliged to maintain their surroundings. In fact, there are still many people who can't keep their environment one of them is throwing garbage in vain. Indiscriminately discarded garbage is plastic. Prohibition to dispose of garbage isn't in particular plastic has been regulated in the Regulation of the City of Surabaya No. 5 in 2014th about Waste Management and Hygiene. Surabaya City issued with the aim, that everyone who is one of them is tourists can dispose of garbage especially plastic in the place that has been provided. The Research aims to analyze tourists legal awareness in dumping plastic waste at Kenjeran Beach Amusement park and describe factors that affect tourists legal awareness of throwing plastic waste in amusement parks Kenjeran Beach, along find out and reviewing the efforts done by the UPTD (Technical Implementing Service Unit (of the government)). Beach Amusement park Kenjeran and tourism religious Ampel Surabaya City in terms of raising the legal awareness of tourists in throwing plastic waste at the Beach amusement park Kenjeran. This research includes a juridical sociology research. The data sources are obtained from primary data and secondary data with qualitative analysis methods. The results showed a tourist's legal awareness in throwing plastic waste in the beach amusement park Kenjeran Surabaya City is very low. Factors that affect the awareness of the law of tourists in throwing plastic waste in the amusement park Kenjeran Beach of Surabaya is the level of tourist education, access to information and environmental factors.The preventive effort is to install a plaque containing the prohibition of removing garbage and to encourage it through a loudspeaker (speaker). Keywords: Legal Awareness, Plastic Waste, Kenjeran Beach Amusement Park Surabaya
PENGAWASAN DINAS KESEHATAN TERHADAP PELAKU USAHA JASABOGA TERKAIT KEWAJIBAN MEMENUHI HIGIENE SANITASI DALAM PENGELOLAAN MAKANAN DI KABUPATEN BLITAR
Azizy, Ade Nashrul
NOVUM : JURNAL HUKUM Vol 6 No 4 (2019)
Publisher : Universitas Negeri Surabaya
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.2674/novum.v6i4.30825
Higiene sanitasi adalah upaya untuk mengendalikan faktor resiko terjadinya kontaminasi terhadap makanan, baik yang berasal dari bahan makanan, orang, tempat dan peralatan agar aman dikonsumsi. Pengelolaan makanan yang dilakukan oleh jasaboga harus memenuhi higiene sanitasi dan dilakukan sesuai cara pengelolaan yang baik. Kewajiban pelaku usaha jasaboga memenuhi higiene sanitasi dalam pengelolaan makanan ini diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1096/MENKES/PER/VI/2011 tentang Higiene Sanitasi Jasaboga. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1096/MENKES/PER/VI/2011 tentang Higiene Sanitasi Jasaboga ini dikeluarkan dengan tujuan agar pelaku usaha jasaboga dalam mengelola makanan tidak merugikan konsumen. Faktanya, masih terdapat pelaku usaha jasaboga di Kabupaten Blitar khususnya Kecamatan Srengat yang tidak memenuhi higiene sanitasi sehingga pengawasan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Blitar terhadap pelaku usaha jasaboga perlu ditingkatkan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk pengawasan yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Blitar dalam mengawasi pelaku usaha jasaboga terkait higiene sanitasi dan hambatan yang dialami Dinas Kesehatan Kabupaten Blitar dalam melakukan pengawasan. Penelitian ini termasuk penelitian yuridis sosiologis. Sumber data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dan dokumentasi yang kemudian dianalisis menggunakan metode analisis kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengawasan terhadap pelaku usaha jasaboga terkait kewajiban memenuhi higiene sanitasi dalam pengelolaan makanan di Kabupaten Blitar dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Blitar. Bentuk pengawasan preventif yang berupa sosialisasi dan pengawasan represif berupa pemberian sanksi teguran lisan yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Blitar. Hambatan yang dialami Dinas Kesehatan Kabupaten Blitar dalam melakukan pengawasan adalah kurangnya tenaga pengawas dalam melakukan pengawasan dan juga waktu yang lama dalam melakukan pengawasan serta kurangnya pengetahuan dan pemahaman pelaku usaha jasaboga terhadap kewajibannya memenuhi higiene sanitasi dalam pengelolaan makanan yang telah diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1096/MENKES/PER/VI/2011 tentang Higiene Sanitasi Jasaboga.Kata kunci : Pengawasan, Pelaku Usaha Jasaboga, Higiene Sanitasi Abstract Sanitation hygiene is one of several way to avoid food contaminations from food ingredients, people, place and tools to be safe for consumption. Food service businesses therefore has to fit sanitation hygiene and carried out according to good management methods. As what has been mentioned in the Regulation of Minister of Health Number 1096/MENKES/PER/VI/2011 about Sanitation Hygienie for Food Service Business, it is a mandatory for food service business owner to apply sanitation hygiene in their food management. The Regulation of Minister of Health Number 1096/MENKES/PER/VI/2011 about Sanitation Hygiene for Food Service Business owner is aimed to protect the customer from consuming harmful food. In fact, there were found several food service business owner that did not apply the sanitation hygienie regulation in Blitar regency, especially in Srengat district. They did not apply the sanitation hygiene regulation so that the Health Departement by government should improve their supervision. This study is aimed to identify the way the government supervision the food service business in Blitar regency. It also identify several problems the Health Departement over food service business in Blitar regency. The present study is a yuridic sosiologic study. There were primary and secondary data source for the study. The data was collected by interviews and documentations which were analyzed using qualitative analysis method. The results of study showed that supervision for food service business related owner and their way to perform sanitation hygiene was carried out by the Health Departement of Blitar Regency. The supervision were preventive through socializations, repressive supervision through notices. The Health Departement, however, faced several problems: lack of the supervisory personnel and long duration to supervision and unwell informed business owner to manage their sanitation which depend on the Regulation of Minister of Health Number 1096/MENKES/PER/VI/2011 about Sanitation Hygienie for Food Service Business. Keywords: Supervision, Food Service Business, Sanitation Hygiene
PENEGAKAN HUKUM TERHADAP IZIN DRAMA KOLOSAL PERINGATAN HARI PAHLAWAN “SURABAYA MEMBARAâ€
Salsabil, Razzaqy
NOVUM : JURNAL HUKUM Vol 6 No 4 (2019)
Publisher : Universitas Negeri Surabaya
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.2674/novum.v6i4.30826
Abstrak Izin dalam setiap kegiatan sangat diperlukan agar apabila terjadi hal yang tidak di inginkan terdapat pihak yang siap bertanggung jawab dan dapat di proses menurut hukum. Drama kolosal “Surabaya Membara†telah berlangsung sejak tahun 2012. Dalam pelaksanaanya seharusnya mempunyai surat izin menyelenggarakan acara, namun penyelenggara acara hanya memberikan surat pemberitahuan kepada kepolisian. Peraturan mengenai izin menyelenggarakan acara yaitu ada di dalam KUHP Pasal 510. Penelitian ini mengkaji tentang tidak ada izin dalam menyelenggarakan acara namun pihak kepolisian tetap melakukan pengamanan dalam acara tersebut. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui titik permasalahan izin drama kolosal “Surabaya Membara†serta untuk mengetahui penegakan hukum dari izin drama kolosal tersebut. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan yuridis sosiologis. Jenis bahan hukum terdiri dari bahan hukum primer dan sekunder. Teknik pengumpulan data penelitian ini menggunakan pengumpulan data dengan cara dokumentasi, pengamatan dan wawancara. Teknik analisis secara metode kualitatif adalah analisis deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa drama kolosal “Surabaya Membara “ hanya memberikan surat pemberitahuan tapi mengapa pihak kepolisian melakukan pengamanan jalanya acara. Seharusnya kepolisian tidak melakukan pengamanan dan melakukan pembubaran secara paksa karena acara berlangsung diluar ketentuan yang menyebabkan kecelakaan serta jatuhnya korban jiwa. Undang-undang No.9 Tahun 1998 Pasal 9 Ayat (2) telah melarang kegiatan yang berada di obyek vital nasional disini lokasi diselenggarakanya drama kolosal di area Monumen Tugu Pahlawan dan telah menyalahi aturan yang ada. Pihak kepolisian dan penyelenggara acara dari hasil penelitian penulis keduanya tidak begitu paham dan tidak mengetahui perbedaan izin dengan pemberitahuan. Akibat hukum atas tidak adanya izin serta sebagai bentuk kepastian hukum akhirnya tidak ada pihak yang bertanggung jawab serta proses pemeriksaan dari drama kolosal “Surabaya Membara†terlah berhenti di proses penyelidikan.Kata kunci: Izin, Penegakan Hukum, Drama, Surabaya Membara. Abstract Permission in every event is very necessary so that if something unexpected happens there are parties who are ready to be responsible and can be processed according to the law. The colossal drama "Surabaya Membara" has been going on since 2012. In the implementation should has a permit to conduct the event, but the organizer of the event only gives a notification to the police. Regulations regarding permits to organize events are in the Indonesian Penal Code (KUHP) article 510. This study examines that there is no permit in organizing the event but the police still carry out security in the event. The purposes of this study are to find out the problem for the colossal drama permit of "Surabaya Membara" and to know the law enforcement of the colossal drama permit. The type of research used in this research is qualitative research with a sociological juridical approach. The types of law materials consist of primary and secondary law materials. The research data collection technique uses data collection by means of documentation, observation and interviews. The qualitative analysis method technique is descriptive analysis. The results showed that the colossal drama "Surabaya Membara" only gave a notification letter to the police but why did the police provide security for the event. The police should not give security and forced dissolution because the event took place outside the provisions that caused accidents and casualties. Law No.9 of 1998 Article 9 Paragraph (2) has prohibited activities in national vital objects where colossal drama was held in the area of ​​the Tugu Pahlawan Monument and has violated existing rules. The result of the research showed that police and the organizer of the event did not really understand and did not know the difference between permit and notification. The legal consequences of the lack of permits and as a form of legal certainty caused no party will be responsible, and the inspection process of the colossal drama of "Surabaya membara" has stopped in the investigation step. Keywords: Permit, Law Enforcement, Drama, Surabaya Membara.
perlindungan hukum akuntan indonesia di era mea sejak berlakunya MRA On Accountancy Services
aeni, nurul jazilah
NOVUM : JURNAL HUKUM Vol 6 No 4 (2019)
Publisher : Universitas Negeri Surabaya
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.2674/novum.v6i4.30835
Sejak akhir tahun 2015, Indonesia telah memasuki Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) dimana terjadi perdagangan bebas dalam lingkup kawasan negara-negara se-ASEAN. Akuntan merupakan salah satu profesi yang terdampak arus bebas tenaga kerja terampil di era MEA yang diatur melalui Mutual Recognition Arrangement On Accountancy Services. Berlakunya MRA on Accountancy Services yang memberi kebebasan tenaga akuntan asing bekerja di Indonesia membuat banyak perusahaan dan masyarakat lebih memilih kantor akuntan publik (KAP) yang berafiliasi dengan asing dibanding dengan KAP Lokal yang tidak berafiliasi dengan KAP asing. Adanya pengutamaan akuntan asing pada beberapa perusahaan dengan cara mensyaratkan KAP harus berafiliasi dengan KAP asing menimbulkan kekhawatiran bagi tenaga akuntan Indonesia dalam bersaing dengan tenaga akuntan asing yang kemudian menimbulkan pertanyaan apakah tujuan negara dalam melindungi warga negaranya khususnya para pekerja akuntan untuk mengutamakan tenaga kerja Indonesia masih diberlakukan di Era MEA dengan berlakunya MRA on Accountancy Services. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perlindungan hukum terhadap akuntan Indonesia di era MEA sejak berlakunya MRA on accountancy services serta upaya hukum yang dapat dilakukan akuntan Indonesia dalam hal tidak mendapat perlindungan hukum. Metode Penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif, dengan pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Bahan yang digunakan adalah bahan hukum primer, sekunder, dan bahan non-hukum. Teknik analisis penelitian ini menggunakan metode analisis preskriptif. Hasil penelitian dan pembahasan menjelaskan bahwa terjadi pengutamaan akuntan asing oleh perusahaan dengan adanya persyaratan audit harus KAP yang berafiliasi KAP asing. Perlindungan hukum terhadap akuntan Indonesia yaitu tercantum dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2018 Tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing, dan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 10 Tahun 2018 Tentang Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing serta Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 216/PMK. 01/2017 Tentang Akuntan Beregister serta MRA On Accountancy Services mewajibkan akuntan asing mengikuti aturan hukum negara tuan rumah. Upaya yang dapat dilakukan dalam hal tidak mendapat perlindungan hukum yakni upaya penangguhan dari perjanjian.
Pengawasan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jawa Timur Mengenai Kewajiaban Perusahaan Mempekerjakan Penyandang Disabilitas di Kabupaten Malang
Alqifari, Abidzar;
Nugroho, Arinto
NOVUM : JURNAL HUKUM Vol 6 No 4 (2019)
Publisher : Universitas Negeri Surabaya
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.2674/novum.v6i4.30838
Pasal 53 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 Tentang penyandang disabilitas mewajibkan perusahaan untuk mempekerjakan paling sedikit 1% (satu persen) penyandang disabilitas dari jumlah pegawai atau pekerja. Faktanya masih terdapat perusahaan yang belum mempekerjakan penyandang disabilitas. Kabupaten Malang yang berada di wilayah Provinsi Jawa Timur merupakan salah satu Kabupaten di Indonesia yang memiliki cukup banyak penyandang disabilitas yang membutuhkan pekerjaan. Dengan 1200 perusahaan yang berada di Kabupaten Malang yang diidentifikasi mulai dari perusahaan yang berskala kecil samai perusahaan yang berskala besar dengan banyaknya perusahaan di Kabupaten Malang apakah calon pekerja penyandang disabilitas terserap dengan baik. Oleh karena itu penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten malang Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kendala yang di hadapi Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jawa Timur dalam pelaksanaan pengawasan mengenai kewajiban perusahaan memperkerjakan penyandang disabilitas di Kabupaten Malang selain itu juga untuk mengetahui upaya pengawasan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jawa Timur dalam meningkatkan pengawasan  terhadap kewajiban perusahaan memperkerjakan penyandang disabilitas di Kabupaten Malang. Jenis penelitian ini adalah penelitian empiris. Jenis data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Teknik pengumpulan data dengan cara wawancara dan dokumentasi. Informan dari penelitian ini adalah pihak Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jawa Timur dan perusahaan yang ada di Kabupaten Malang . Teknik analisis data bersifat deskriptif analitis dengan pendekatan kualitatif. Dari hasil penelitian Ini dapat disimpulkan dua hal. Pertama, Pengawasan yang telah dilakukan oleh pengawas Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jawa Timur mengenai kewajiban perusahaan dalam mempekerjakan penyandang disabilitas di kabupaten Malang masih belum terlaksana dengan baik karena mengalami beberapa kendala baik itu kendala secara internal maupun kendala secara eksternal. Kedua, Dinas Tenaga kerja dan Transmigrasi Provinsi Jawa Timur memiliki upaya untuk meningkatkan pengawasan mengenai kewajiban perusahaan mempekerjakan penyandang disabilitas dengan melakukan sosialisasi ke setiap perusahaan mengenai kewajiban untuk mempekerjakan penyandang disabilitas dan menambah jumlah personel pengawas.  Kata Kunci: Penyandang disabilitas, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jawa Timur, Perusahaan Kabupaten MalangArticle 53 paragraph (2) of Law Number 8 Year 2016 concerning people with disabilities requires companies to employ at least 1% (one percent) of people with disabilities from the number of employees or Article 53 paragraph (2) of Law Number 8 Year 2016 concerning people with disabilities requires companies to employ at least 1% (one percent) of people with disabilities from the number of employees or workers. the fact, there is still companies do not employ people with disabilities. Malang Regency in the East Java Province is one of the districts in Indonesia that has quite a number of people with disabilities who need jobs Malang Regency is one area that has quite a lot of jobs in East Java. With 1200 companies located in Malang Regency, identified from small-scale companies to large-scale companies with many companies in Malang, whether prospective workers with disabilities are well absorbed. The purpose of this research is to find out the constraints experienced by the East Java Provincial Manpower and Transmigration Office in carrying out supervision on the obligations of companies employing people with disabilities in Malang District, besides to know the supervision efforts of the East Java Provincial Manpower and Transmigration Office in increasing supervision of company obligations to employ people with disabilities in Malang Regency. Type of research is empirical research. The type of data used is primary data and secondary data. Data collection techniques by interview and documentation. The informants of this study are the East Java Province Manpower and Transmigration Office and companies in Malang Regency. The data analysis technique is descriptive analytical with a qualitative approach. The results of this research can be concluded two things. First, Oversight has been carried out by supervisors of the Office of Manpower and Transmigration of East Java Province regarding the obligations of companies in employing people with disabilities in Malang regency have not implemented properly because they experienced constraints both internal and external constraints. Second, the Department of Manpower and Transmigration of East Java Province has an effort to improve supervision regarding the obligations of companies employing people with disabilities by conducting socialization to each company regarding the obligation to employ people with disabilities and increasing the number of supervisory personnel. Keywords: People with disabilities, East Java Province Manpower and Transmigration Office, Malang Regency Company
PENGAWASAN PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN BERKAITAN DENGAN PUNGUTAN DALAM LINGKUNGAN SEKOLAH DI KOTA SURABAYA
Calista, Winna Dhara;
Astuti, Pudji
NOVUM : JURNAL HUKUM Vol 6 No 4 (2019)
Publisher : Universitas Negeri Surabaya
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.2674/novum.v6i4.30887
Salah satu tujuan negara Indonesia yaitu memajukan pendidikan. Pendidikan merupakan faktor utama dalam membangun masa depan generasi muda penerus bangsa. Sesuai dengan Pasal 34 Ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional apabila pemerintah dan pemerintah daerah telah menjamin terselenggaranya pendidikan minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya. Namun dengan dikeluarkannya Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 16 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pendidikan menimbulkan adanya berbagai macam bentuk pungutan seperti biaya bulanan, biaya remedial, dan sebagainya yang terjadi dalam lingkungan sekolah di kota Surabaya. Hal ini dapat terjadi akibat lemahnya sistem pengawasan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis apakah pungutan yang terjadi dalam lingkungan sekolah pada proses belajar mengajar di wilayah Surabaya termasuk dalam pungutan liar serta upaya pengawasan yang dilakukan oleh lembaga terkait. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis sosiologis. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dan studi kepustakaan yang akan dianalisis secara kualitatif. Pungutan pada saat proses belajar mengajar yang terjadi dalam lingkungan sekolah di wilayah Surabaya dapat dikatakan sebagai pungutan liar dikarenakan terpenuhinya unsur-unsur pelanggaran dalam Perda Nomor 16 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pendidikan. Pengawasan pungutan dalam lingkungan sekolah di wilayah Surabaya tidak berjalan maksimal akibat sistem pengawasan dilaksanakan apabila diperlukan. Oleh karena itu, perlu adanya pengaturan tentang pengawasan pungutan dalam lingkungan sekolah yang disesuaikan dengan kebutuhan di lapangan. Kata Kunci: Sekolah, Pengawasan, Pungutan, Pelanggaran