Jurnal Ilmiah HUBUNGAN INTERNASIONAL
JIHI can be a reference and literature source for academician in International Relations area as it consists of articles and research reports on International Relations Issues. Articles and research reports are written by academics who is the expert on its field like Security Studies, International Political Economy, Regime, International Organization, Gender and International Relations, Diplomacy, Media and International Relations, etc.
Articles
14 Documents
Search results for
, issue
" Vol 10, No 2 (2014): Jurnal Ilmiah Hubungan Internasional"
:
14 Documents
clear
Apple Role through Fair Labour Association (FLA) in order to Fixing Foxconns Sweatshop in China
Sari, Sarah Puspa
Jurnal Ilmiah HUBUNGAN INTERNASIONAL Vol 10, No 2 (2014): Jurnal Ilmiah Hubungan Internasional
Publisher : Jurnal Ilmiah HUBUNGAN INTERNASIONAL
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (518.721 KB)
In 2010, there is several news about suicides at Foxconns factory in ShenZhen, China, a plant that assembles iPhones, iPods, and iPads for Apple. In order to fix this sweatshop practice in its chain, Apple make affliliateswith independent labor monitoring organizations engaged by the Fair Labour Association (FLA) as participating company. In FLA charter stated that the member should adopted a "Workplace Code of Conduct". The FLA Workplace Code of Conduct defines labor standards that aim to achieve decent and humane working conditions. FLA conducts independent assesments of a random sample of companies supplier factories such as the three Foxconn facilities in Longhua, Guanlan and Chengdu to investigates the situation in Foxconn. Based on assessment, FLA founded that the condition in Foxconns factories, there is several violation on FLA Code Standard. FLA has made a series of recommendations to Apple and Foxconn, which is in immediate action required and sustainable remediation required. Thus, Apple released Supplier Responsibility Standards to make a standard for its own supply chain including Foxconn to meet several acquirements in order to prevent sweatshops practice.
The Democratic Peace Theory and Its Problems
Manan, Munafrizal
Jurnal Ilmiah HUBUNGAN INTERNASIONAL Vol 10, No 2 (2014): Jurnal Ilmiah Hubungan Internasional
Publisher : Jurnal Ilmiah HUBUNGAN INTERNASIONAL
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (557.054 KB)
This essay discusses the democratic peace theory from the prespective of both its proponents and opponents. The puzzle of the democratic peace theory has long been debated methodologically and empirically. Both have a strong argument to support their views, however. This essay highlights the debate by focusing on three problems of the democratic peace theory. First, the differences of the definitions of democracy, war, and peace that demonstrates the lack of robustness in the democratic peace theory. Second, democracy by force has often failed to establish peace whether international or domestic peace and therefore the promotion of democarcy around the world have been seen as a justification of democratic intervention to other sovereign states. Third, the democratic peace theory does not always apply in new emerging democratic countries. As a result, it raises a question whether the democratic peace theory or an ideology.
Keterkaitan Tipe Rezim dengan Pembangunan Ekonomi Suatu Negara Studi Kasus East Asian Miracles
Natalia, Cristine
Jurnal Ilmiah HUBUNGAN INTERNASIONAL Vol 10, No 2 (2014): Jurnal Ilmiah Hubungan Internasional
Publisher : Jurnal Ilmiah HUBUNGAN INTERNASIONAL
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (751.947 KB)
Sistem demokrasi liberal dan kapitalisme merupakan dua persyaratan penting, yang diterima secara global, untuk mengakomodasi terjadinya pembengunan ekonomi di negara-negara berkembang. Hal ini merupakan suatu pelajaran yang diambil dari negara-negara Barat yang maju seperti Amerika Serikat dan negara-negara di kawasan Eropa Barat. Bagaimanapun, wilayah Asia Timur/Tenggara menjadi unik bagi penulis karena ia mendapati adanya suatu anomali di dalam keterkaitan antara tipe rezim/pemerintahan yang diadopsi suatu negara dengan pembangunan ekonomi negara yang bersangkutan. Penulis menggunakan kasus Singapura, Korea Selatan, dan Jepang sebagai contoh dari anomali antara keterkaitan tipe rezim dengan pembangunan ekonomi yang terjadi di kawasan Asia Timur/Tenggara untuk mengkaji topik ini secara lebih mendalam. Dari studi kasus yang dipaparkan di dalam makalah, penulis menyimpulkan bahwa secara esensial, bukanlah bentuk atau tipe rezim yang diadopsi oleh suatu negara yang berpengaruh secara langsung terhadap pembangunan ekonomi, tetapi unit-unit kebijakan yang bersifat suportif bagi pembangunan (baik di dalam rezim otoriter atau liberal) yang diterapkan yang dapat berpengaruh secara signifikan terhadap pembangunan ekonomi negara bersangkutan.
Migration in EU: Impication to the Regional Integration
Indraswari, Ratih
Jurnal Ilmiah HUBUNGAN INTERNASIONAL Vol 10, No 2 (2014): Jurnal Ilmiah Hubungan Internasional
Publisher : Jurnal Ilmiah HUBUNGAN INTERNASIONAL
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (664.36 KB)
The paper aims to address the imigrations issues in European Union (EU) and its relation to the continuation of closer union. Migrations becomes essential, yet delicate issues on the integration of Europe based on the socio-economic impacts they create. Two importants relations will be focused on, first is the relations between migration the problems of aging population and second is the realtion between migration and social tension. This paper concludes that the negative excess of economic achievement on socio-culture will potentially hamper the regional integration.
Demokratisasi dalam Diplomasi?: Sebuah Tinjauan terhadap Konsep dan Fungsi "Citizen Diplomacy"
Mutmainah, Dian
Jurnal Ilmiah HUBUNGAN INTERNASIONAL Vol 10, No 2 (2014): Jurnal Ilmiah Hubungan Internasional
Publisher : Jurnal Ilmiah HUBUNGAN INTERNASIONAL
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (586.382 KB)
Artikel ini membahas tentang bagaimana aktifitas diplomasi terdemokratisasi oleh meningkatnya partisipasi publik di dalamnya. Konsep citizen diplomacy berkembang seiring meningkatnya partisipasiwarga biasa dalam aktifitas diplomasi. Dalam kenyatannya, aktifitas citizen diplomacy sulit dipisahkan dari aktifitas diplomasi publik dimana negara memang dengan sengaja melibatkan aktor non-negara untuk meningkatkan kredibilitas dilomasi pemerintah. Sebagian besar definisi citizen diplomacy juga masih melihat partisipasi warga biasa memang dilakukan dalam rangka mendukung diplomasi negaranya. Artikel ini secara khusus membahas tipologi citizen diplomat dari Paul Sharp yang sangat membantu dalam mengidentifikasi aktor-aktor dalam citizen diplomacy dan berbagai bentuk partisipasinya. Melalui tipologi tersebut Sharp menawarkan pengertian yang lebih luas dimana citizen diplomacy dilihat sebagai partisipasi warga biasa dalam interaksi global baik yang bersifat internasional maupun transnasional. Kesimpulannya, secara umum citizen diplomacy sebagai metode penyelenggaraan hubungan internasional memiliki tiga karakteristik: adanya partisipasi warga biasa dalam interaksi global; bersifat komplementer terhadap dplomasi berbasis-negara; dan mensyaratkan adanya kesadaran global pada para pelakunya.
Konflik Laut Cina Selatan dan Politik Luar Negeri Indonesia ke Amerika dan Eropa
Sudira, I Nyoman
Jurnal Ilmiah HUBUNGAN INTERNASIONAL Vol 10, No 2 (2014): Jurnal Ilmiah Hubungan Internasional
Publisher : Jurnal Ilmiah HUBUNGAN INTERNASIONAL
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (600.946 KB)
Konflik yang terjadi di Laut Cina Selatan melibatkan beberapa negara di kawasan Asia Tenggara. Negara-negara tersebut adalah Vietnam dan Filipina. Akan tetapi, konflik ini pun mempengaruhi beberapa negara diluar kawasan Asia Tenggara yaitu Cina dan Amerika Serikat. Kawasan Laut Cina Selatan yang cukup luas dan berbatasan langsung dengan beberapa negara membuat Laut Cina Selatan memiliki potensi yang dapat dimanfaatkan oleh negara-negara seperti Amerika Serikat dan Cina. Dalam penulisan paper "Konflik Laut Cina Selatan dan Politik Luar Negeri Indonesia ke Amerika dan Eropa" ini pembahasan akan difokuskan pada empat bagian. Diawali dengan pembahasan mengenai Amerika Serikat (AS) dan Konflik Laut Cina Selatan, kemudian diikuti pembahsan mengenai Uni Eropa dan Konflik Laut Cina Selatan. Pada bagian akhir akan disajikan dua bahasan yang berkaitan dengan Indonesia yakni:Indonesia dan Konflik Laut Cina Selatan;serta sekaligus sebagai penutup, Politik Luar Negeri RI terhadap Amerika dan Eropa terkait isu Laut Cina Selatan.
Bhutan: Globalisasi, Demokrasi, dan Tantangan terhadap Kebahagiaan Masyarakat
Martha, Jessica
Jurnal Ilmiah HUBUNGAN INTERNASIONAL Vol 10, No 2 (2014): Jurnal Ilmiah Hubungan Internasional
Publisher : Jurnal Ilmiah HUBUNGAN INTERNASIONAL
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (545.754 KB)
Kehadiran globalisasi di suatu negara pasti akan membawa dampak positif dan negatif. Secara khusus, tulisan ini mengkaji sejauh mana pengaruh globalisasi terhadap Bhutan. Sebelumnya, Bhutan merupakan negara tertutup dan memiliki identitas nasional (agama dan budaya) yang sangat kuat. Selain itu, Bgutan juga menerapkan indikator unik untuk mengukur kesejahteraan negaranya yang dikenal dengan sebutan Gross National Happines (GNH). Dengan semua yang dimiliki oleh Bhutan, negara ini pun dinyatakan sebagai salah satu negara paling bahagia di dunia. Kemudian perubahan juga terjadi dalam sistem pemerintahnnya. Semua perubahan yang terjadi membuat Bhutan harus bisa mencapai keseimbangan antara identitas nasional dan pengaruh-pengaruh luar akibat arus globalisasi. Pada akhirnya di dalam tulisan ini dinyatakan bahwa globalisasi ternyata tidak selamanya membawa dampak yang positif bagi Bhutan. Selain itu, Bhutan pun harus lebih mengembangkan kapabilitas negaranya agar tidak kalah saing dengan negara-negara lainnya.
Bhutan: Globalisasi, Demokrasi, dan Tantangan terhadap Kebahagiaan Masyarakat
Martha, Jessica
Jurnal Ilmiah Hubungan Internasional Vol 10, No 2 (2014): Jurnal Ilmiah Hubungan Internasional
Publisher : Parahyangan Center for International Studies
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (545.754 KB)
|
DOI: 10.26593/jihi.v10i2.1314.%p
Kehadiran globalisasi di suatu negara pasti akan membawa dampak positif dan negatif. Secara khusus, tulisan ini mengkaji sejauh mana pengaruh globalisasi terhadap Bhutan. Sebelumnya, Bhutan merupakan negara tertutup dan memiliki identitas nasional (agama dan budaya) yang sangat kuat. Selain itu, Bgutan juga menerapkan indikator unik untuk mengukur kesejahteraan negaranya yang dikenal dengan sebutan Gross National Happines (GNH). Dengan semua yang dimiliki oleh Bhutan, negara ini pun dinyatakan sebagai salah satu negara paling bahagia di dunia. Kemudian perubahan juga terjadi dalam sistem pemerintahnnya. Semua perubahan yang terjadi membuat Bhutan harus bisa mencapai keseimbangan antara identitas nasional dan pengaruh-pengaruh luar akibat arus globalisasi. Pada akhirnya di dalam tulisan ini dinyatakan bahwa globalisasi ternyata tidak selamanya membawa dampak yang positif bagi Bhutan. Selain itu, Bhutan pun harus lebih mengembangkan kapabilitas negaranya agar tidak kalah saing dengan negara-negara lainnya.
Apple Role through Fair Labour Association (FLA) in order to Fixing Foxconns Sweatshop in China
Sari, Sarah Puspa
Jurnal Ilmiah Hubungan Internasional Vol 10, No 2 (2014): Jurnal Ilmiah Hubungan Internasional
Publisher : Parahyangan Center for International Studies
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (518.721 KB)
|
DOI: 10.26593/jihi.v10i2.1317.%p
In 2010, there is several news about suicides at Foxconns factory in ShenZhen, China, a plant that assembles iPhones, iPods, and iPads for Apple. In order to fix this sweatshop practice in its chain, Apple make affliliateswith independent labor monitoring organizations engaged by the Fair Labour Association (FLA) as participating company. In FLA charter stated that the member should adopted a "Workplace Code of Conduct". The FLA Workplace Code of Conduct defines labor standards that aim to achieve decent and humane working conditions. FLA conducts independent assesments of a random sample of companies supplier factories such as the three Foxconn facilities in Longhua, Guanlan and Chengdu to investigates the situation in Foxconn. Based on assessment, FLA founded that the condition in Foxconns factories, there is several violation on FLA Code Standard. FLA has made a series of recommendations to Apple and Foxconn, which is in immediate action required and sustainable remediation required. Thus, Apple released Supplier Responsibility Standards to make a standard for its own supply chain including Foxconn to meet several acquirements in order to prevent sweatshops practice.
The Democratic Peace Theory and Its Problems
Manan, Munafrizal
Jurnal Ilmiah Hubungan Internasional Vol 10, No 2 (2014): Jurnal Ilmiah Hubungan Internasional
Publisher : Parahyangan Center for International Studies
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (557.054 KB)
|
DOI: 10.26593/jihi.v10i2.1315.%p
This essay discusses the democratic peace theory from the prespective of both its proponents and opponents. The puzzle of the democratic peace theory has long been debated methodologically and empirically. Both have a strong argument to support their views, however. This essay highlights the debate by focusing on three problems of the democratic peace theory. First, the differences of the definitions of democracy, war, and peace that demonstrates the lack of robustness in the democratic peace theory. Second, democracy by force has often failed to establish peace whether international or domestic peace and therefore the promotion of democarcy around the world have been seen as a justification of democratic intervention to other sovereign states. Third, the democratic peace theory does not always apply in new emerging democratic countries. As a result, it raises a question whether the democratic peace theory or an ideology.