cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
jpptp06@yahoo.com
Editorial Address
Jalan Tentara Pelajar No. 10 Bogor, Indonesia
Location
Kota adm. jakarta selatan,
Dki jakarta
INDONESIA
Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian
Published by Kementerian Pertanian
ISSN : 1410959x     EISSN : 25280791     DOI : -
Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian (JPPTP) adalah media ilmiah penyebaran hasil penelitian/pengkajian inovasi pertanian untuk menunjang pembangunan pertanian wilayah.Jurnal ini memuat hasil penelitian/pengkajian primer inovasi pertanian, khususnya yang bernuansa spesifik lokasi. Jurnal diterbitkan secara periodik tiga kali dalam satu tahun.
Arjuna Subject : -
Articles 26 Documents
Search results for , issue "Vol 8, No 2 (2005): Juli 2005" : 26 Documents clear
KAJIAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT (Eucheuma cotonii) DENGAN SISTEM DAN MUSIM TANAM YANG BERBEDA DI KABUPATEN BANGKEP SULAWESI TENGAH Amin, Muh.; Rumayar, T. P.; N.F., Femmi; Kemur, D.; Suwitra, IK
Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Vol 8, No 2 (2005): Juli 2005
Publisher : Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

The assessment was conducted in Apal Village, Bangkep Regency since March to November 2002. It aimedat determine seaweed growing practice and planting season suitable with the local waters, applicable, and enable toimprove fisheries’ income. In addition, it was intended to create employment and to explore coastal resourcesoptimally. The assessment was carried out using a randomized split block design with three treatments, namelycontrol (T0), usual planting rows (T1), and three furrow planting rows (T2), and each of five replications. Plantingwas carried out in four planting seasons representing those of west to east (BT), east (T), east to west (TB), and west(W) and were subsequently on April, June, August, and October 2002. Average weight of seaweed of T2 treatmentduring 50 days of growing showed highest yields. In the same planting season, T0 and T2 were not differentsignificantly. Among the planting seasons, the highest average weights were found for planting on October-November2002 for all treatments. The highest productions the seaweed planted on October 2002, namely 55.09, 52.99, and55.09 kilograms for T0, T1, and T2, respectively. The yields attained were 2.20, 2.12, and 2.20 kg/m2 for T0, T1, andT2, respectively. Highest daily growth rates were achieved during October-November 2002 planting season, namelyT0 (4.4%), T1 (4.7%), and T2 (4.7%). Return to costs ratios of each treatment were 2.3 (T2), 2.2 (T0), and T1.Key words: growing practice, planting season, Eucheuma cotonii.Pengkajian dilaksanakan di Desa Apal Kabupaten Bangkep dari bulan Maret-November 2002, bertujuanuntuk mendapatkan informasi sistem dan waktu tanam rumput laut yang sesuai dengan perairan setempat, mudahdilakukan dan dapat meningkatkan pendapatan petani-nelayan. Di samping itu membuka peluang kesempatan kerjadan berusaha yang kondusif serta dapat memanfaatkan sumberdaya pesisir secara optimal. Rancangan penelitian yangdigunakan adalah Rancangan Acak Lengkap Faktorial dengan tiga perlakuan, yaitu kontrol (T0), jalur tanam biasa(T1), dan jalur tanam legowo tiga (T2) dengan masing-masing lima ulangan. Penanaman dilakukan empat kali musimtanam yang masing-masing mewakili peralihan musim barat ke musim timur (BT), musim timur (T), peralihan darimusim timur ke musim barat (TB), dan musim barat (B) yang secara berurutan jatuh pada bulan April, Juni, Agustus,dan Oktober tahun 2002. Hasil pengamatan rata-rata bobot akhir rumput laut selama 50 hari pemeliharaanmenunjukkan bahwa sistem legowo tiga pada hampir semua musim tanam masih memberikan hasil terbaik. Untukwaktu tanam, sistem tanam tali rentang dan legowo tiga tidak berpengaruh terhadap waktu tanam yang sama.Sedangkan untuk masing-masing waktu tanam, bobot akhir rata-rata tertinggi diperoleh pada periode penanamanOktober - November untuk setiap perlakuan. Untuk semua sistem tanam, produksi terbesar diperoleh pada musimtanam Oktober, masing-masing 55,09 kg pada sistem tanam tali rentang maupun legowo tiga, dan 52,99 kg pada jalurbiasa. Sedangkan untuk produktivas, masing-masing 2,20 kg/m2 untuk sistem tali rentang maupun sistem legowotiga, dan 2,12 kg/m2 untuk sistem jalur biasa. Pada laju pertumbuhan harian, periode penamanan Oktober - Novembermemperlihatkan hasil yang terbaik pada masing-masing teknologi yaitu 4,4 persen pada sistem tali rentang, 4,7 persenpada sistem tanam biasa, dan 4,7 persen pada sistem tanam legowo tiga. Untuk analisis usahatani, pendapatan bersihtertinggi diperoleh pada perlakuan sistem tanam jalur legowo tiga dengan R/C ratio 2,3, diikuti dengan tali rentangR/C ratio 2,2 dan sistem jalur biasa R/C ratio 1,6.Kata kunci : sistem tanam, waktu tanam, rumput laut
USAHA PEMBENIHAN IKAN HIAS CUPANG (Betta splenders) DI KABUPATEN SERANG Diani, Susanti; , Mustahal; Sunyoto, Pramu
Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Vol 8, No 2 (2005): Juli 2005
Publisher : Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

The fighting fish (Betta splenders) is one of ornamental fish with high economic value. The price of malefish is about Rp 5,000 to Rp 1,000,000 per fish. Demand for the fish in Serang Regency is satisfied by the fish raisersfrom other regencies. Seedling technique for the fighting fish is available at the Fresh Water Fisheries ResearchInstitute and the hobbyists but the fighting fish raisers in Serang Regency still rely on natural stocks for live feedsupply. The assessment aimed at applying and disseminating seedling technique for the fighting fish, and improvingfish raisers in Serang Regency. Assessment was conducted on January to December 2002 with nine cooperatingfarmers classified into three groups. Nine pairs of the fighting fish parent stocks of Serit type were spawned in nineaquaria of 20 x 20 x 25 cm3 . There were three treatments with three replications, namely (A) male fish was separatedafter spawning, (B) male fish was separated after the larvae were three days old, and (C) male fish was separated afterthe larvae were seven days old. The larvae were fed with Moina sp until 14 days old, fed with Moina sp and Daphniasp for 14-30 days old, and fed with Daphnia sp and the mosquito larvae of Chironomus sp for 30-45 days old. Totalegg produced varied from 408-815 eggs per female parent. Fertilization rates were 80.5-94.5 percent and hatchingrates were 74.5-95.8 percent. Egg incubation periods were 25-31 hours. Survival rates of B treatment in 14 and 45days old were each of 87.5 and 87 percent, while those C treatment were each of 82.0and 81.5 percent, and those Atreatment were each of 81.5 and 80.0 percent. Profit earned from fighting fish breeding was Rp 3,390,000 perspawning period of 1.5 months.Keywords: Betta splenders, seedling, separation of male fish, survival rate, proitabilityIkan cupang (Betta splendens) merupakan salah satu jenis ikan hias yang mempunyai nilai ekonomis tinggidan banyak terdapat di pasaran. Harga ikan cupang jantan berkisar Rp. 5.000,- - Rp. 1.000.000,- per ekor. DiKabupaten Serang kebutuhan ikan cupang masih dipenuhi dari berbagai daerah di luar Serang, seperti Tangerang,Bogor, Sukabumi, dan Jakarta. Kabupaten Serang merupakan salah satu daerah potensial yang dapat dikembangkanuntuk usaha pembenihan ikan cupang. Teknologi pembenihan ikan cupang sudah tersedia di Balai Penelitian Ikan AirTawar maupun di pihak swasta, namun di Kabupaten Serang para petani ikan cupang untuk penyediaan jasad pakan(pakan hidup) masih tergantung dari alam. Dengan menerapkan sistem budidaya pakan hidup yang berkesinambunganpada usaha pembenihan ikan hias cupang di tingkat petani, maka akan mendukung keberhasilan produksi benih.Tujuan pengkajian adalah untuk menerapkan dan menyebarluaskan teknologi pembenihan ikan cupang danmeningkatkan pendapatan petani di Kabupaten Serang. Pengkajian dilakukan bulan Januari-Desember 2002 yangdilaksanakan secara partisipatif. Petani kooperator berjumlah sembilan orang yang dibentuk menjadi tiga kelompok.Induk cupang yang digunakan sembilan pasang adalah jenis “Serit” dan dipijahkan dalam sembilan akuariumberukuran 20x20x25 cm. Perlakuan yang diberikan adalah: A. Induk jantan diambil setelah pemijahan selesai. B.Induk jantan diambil setelah burayak berumur tiga hari. C. Induk jantan diambil setelah burayak berumur tujuh hari.Semua perlakuan diulang tiga kali. Pemeliharaan burayak sampai umur 14 hari diberi pakan Moina sp, umur 14-30hari di beri pakan Moina sp dan Daphnia sp, umur 30-45 hari diberi pakan Daphnia sp dan larva nyamuk Chironomussp. Hasil pengkajian menunjukkan bahwa jumlah telur berkisar 408-815 butir per ekor induk. Derajat pembuahanberkisar 80,5-94,5 persen, dan penetasan 74,5-95,8 persen. Masa inkubasi telur ialah 25-31 jam. Kelangsungan hidup293Usaha Pembenihan Ikan Hias Cupang (Betta splenders) di Kabupaten Serang (Susanti Diani, Mustahal, dan PramuSunyoto)benih pada umur 14 dan 45 hari pada perlakuan B mencapai 87,5 dan 87,0 persen jauh lebih baik bila dibandingkandengan perlakuan C yaitu 82,0 dan 81,5 persen dan perlakuan A. 81,5 dan 80,0 persen. Secara ekonomis keuntunganyang diperoleh dari usaha pembenihan ikan cupang cukup tinggi yaitu Rp. 3.390.000/1,5 bulan/periode pemijahan.Kata kunci : Betta splenders, pembenihan, pemisahan induk jantan, kelangsungan hidup, tingkat keuntungan
KAJIAN FAKTOR-FAKTOR SOSIAL YANG BERPENGARUH TERHADAP ADOPSI INOVASI USAHA PERIKANAN LAUT DI DESA PANTAI SELATAN KABUPATEN BANTUL, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA , Subagiyo; , Rusidi; Sekarningsih, R.
Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Vol 8, No 2 (2005): Juli 2005
Publisher : Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

The study, conducted on August to November 2002, was intended to identify social factors affectingadoption of fisheries business innovation in the three coastal villages in Bantul Regency. Respondents of the studywere 20 boat-owners and 50 workers. The study applied survey method. Data was analyzed using descriptive statisticsand path analysis. Internal factors (individual characteristics, motivation, organizational involvement, impersonalcommunication, mass media exposures, cosmopolitan level), external factors (government policy, social system, andsocial norms), and fishermen’s perception on innovation (comparative advantage, compatibility, complexity, trialing,and observation) positively affected adoption of fisheries business innovation. Adoption was carried through agents ofchange. The social impact found was new business opportunity employing productive labor force which in turn it willimprove fishermen’s income.Key words: social factors, adoption, innovation, marine fisheries, BantulPenelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor sosial yang mempengaruhi adopsi inovasi usahaperikanan di desa pantai selatan Kabupaten Bantul, proses adopsi inovasi usaha perikanan serta dampak sosialnyaterhadap nelayan di desa kawasan pantai selatan Kabupaten Bantul. Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustussampai dengan Nopember 2002 di tiga desa pantai selatan Kabupaten Bantul. Jumlah sampel sebanyak 70 respondenyang terdiri dari 20 responden nelayan pemilik dan 50 responden nelayan tekong/anak buah kapal. Penelitian inidilakukan dengan menggunakan survai. Untuk menganalisis data yang diperoleh digunakan analisis statistik deskriptifdan analisis jalur (path analysis). Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor internal (karakteristik individu,motivasi, keterlibatan dalam organisasi, komunikasi impersonal, terpaan media massa, tingkat kosmopolitan), faktoreksternal (kebijakan pemerintah, sistem sosial dan norma-norma sosial), dan persepsi nelayan terhadap sifat-sifatinovasi (keuntungan relatif, kompatibilitas, kompleksitas, triabilitas, dan observabilitas) berpengaruh positif terhadapadopsi inovasi usaha perikanan. Proses adopsi inovasi usaha perikanan pada masyarakat desa pantai selatanKabupaten Bantul mengikuti pola umum dalam proses adopsi inovasi yaitu melalui agen-agen perubahan (nelayanyang sudah terlebih dahulu mengadopsi usaha perikanan). Dampak sosial yang terjadi adalah terbukanya peluangusaha baru sehingga terserapnya tenaga kerja usia produktif yang pada akhirnya mampu meningkatkan pendapatanpara petani/nelayan.Kata kunci : faktor-faktor sosial, adopsi inovasi, perikanan laut, Bantul
USAHA PEMBENIHAN IKAN HIAS CUPANG (Betta splenders) DI KABUPATEN SERANG Susanti Diani; Mustahal ;; Pramu Sunyoto
Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Vol 8, No 2 (2005): Juli 2005
Publisher : Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jpptp.v8n2.2005.p%p

Abstract

The fighting fish (Betta splenders) is one of ornamental fish with high economic value. The price of malefish is about Rp 5,000 to Rp 1,000,000 per fish. Demand for the fish in Serang Regency is satisfied by the fish raisersfrom other regencies. Seedling technique for the fighting fish is available at the Fresh Water Fisheries ResearchInstitute and the hobbyists but the fighting fish raisers in Serang Regency still rely on natural stocks for live feedsupply. The assessment aimed at applying and disseminating seedling technique for the fighting fish, and improvingfish raisers in Serang Regency. Assessment was conducted on January to December 2002 with nine cooperatingfarmers classified into three groups. Nine pairs of the fighting fish parent stocks of Serit type were spawned in nineaquaria of 20 x 20 x 25 cm3 . There were three treatments with three replications, namely (A) male fish was separatedafter spawning, (B) male fish was separated after the larvae were three days old, and (C) male fish was separated afterthe larvae were seven days old. The larvae were fed with Moina sp until 14 days old, fed with Moina sp and Daphniasp for 14-30 days old, and fed with Daphnia sp and the mosquito larvae of Chironomus sp for 30-45 days old. Totalegg produced varied from 408-815 eggs per female parent. Fertilization rates were 80.5-94.5 percent and hatchingrates were 74.5-95.8 percent. Egg incubation periods were 25-31 hours. Survival rates of B treatment in 14 and 45days old were each of 87.5 and 87 percent, while those C treatment were each of 82.0and 81.5 percent, and those Atreatment were each of 81.5 and 80.0 percent. Profit earned from fighting fish breeding was Rp 3,390,000 perspawning period of 1.5 months.Keywords: Betta splenders, seedling, separation of male fish, survival rate, proitabilityIkan cupang (Betta splendens) merupakan salah satu jenis ikan hias yang mempunyai nilai ekonomis tinggidan banyak terdapat di pasaran. Harga ikan cupang jantan berkisar Rp. 5.000,- - Rp. 1.000.000,- per ekor. DiKabupaten Serang kebutuhan ikan cupang masih dipenuhi dari berbagai daerah di luar Serang, seperti Tangerang,Bogor, Sukabumi, dan Jakarta. Kabupaten Serang merupakan salah satu daerah potensial yang dapat dikembangkanuntuk usaha pembenihan ikan cupang. Teknologi pembenihan ikan cupang sudah tersedia di Balai Penelitian Ikan AirTawar maupun di pihak swasta, namun di Kabupaten Serang para petani ikan cupang untuk penyediaan jasad pakan(pakan hidup) masih tergantung dari alam. Dengan menerapkan sistem budidaya pakan hidup yang berkesinambunganpada usaha pembenihan ikan hias cupang di tingkat petani, maka akan mendukung keberhasilan produksi benih.Tujuan pengkajian adalah untuk menerapkan dan menyebarluaskan teknologi pembenihan ikan cupang danmeningkatkan pendapatan petani di Kabupaten Serang. Pengkajian dilakukan bulan Januari-Desember 2002 yangdilaksanakan secara partisipatif. Petani kooperator berjumlah sembilan orang yang dibentuk menjadi tiga kelompok.Induk cupang yang digunakan sembilan pasang adalah jenis “Serit” dan dipijahkan dalam sembilan akuariumberukuran 20x20x25 cm. Perlakuan yang diberikan adalah: A. Induk jantan diambil setelah pemijahan selesai. B.Induk jantan diambil setelah burayak berumur tiga hari. C. Induk jantan diambil setelah burayak berumur tujuh hari.Semua perlakuan diulang tiga kali. Pemeliharaan burayak sampai umur 14 hari diberi pakan Moina sp, umur 14-30hari di beri pakan Moina sp dan Daphnia sp, umur 30-45 hari diberi pakan Daphnia sp dan larva nyamuk Chironomussp. Hasil pengkajian menunjukkan bahwa jumlah telur berkisar 408-815 butir per ekor induk. Derajat pembuahanberkisar 80,5-94,5 persen, dan penetasan 74,5-95,8 persen. Masa inkubasi telur ialah 25-31 jam. Kelangsungan hidup293Usaha Pembenihan Ikan Hias Cupang (Betta splenders) di Kabupaten Serang (Susanti Diani, Mustahal, dan PramuSunyoto)benih pada umur 14 dan 45 hari pada perlakuan B mencapai 87,5 dan 87,0 persen jauh lebih baik bila dibandingkandengan perlakuan C yaitu 82,0 dan 81,5 persen dan perlakuan A. 81,5 dan 80,0 persen. Secara ekonomis keuntunganyang diperoleh dari usaha pembenihan ikan cupang cukup tinggi yaitu Rp. 3.390.000/1,5 bulan/periode pemijahan.Kata kunci : Betta splenders, pembenihan, pemisahan induk jantan, kelangsungan hidup, tingkat keuntungan
INTRODUKSI MODEL PTT DALAM MENINGKATKAN PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI PADI DI SULAWESI TENGAH Muljady D. Mario; RH. Anasiru; IGP Sarasutha; Husen Hasni
Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Vol 8, No 2 (2005): Juli 2005
Publisher : Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jpptp.v8n2.2005.p%p

Abstract

It is still possible to improve potential yield of rice in Central Sulawesi. One of efforts to increase yield isthrough Integrated Rice Crop Management (PTT), namely managing crop, soil, water, and soil nutritional elements toimprove crop growth, and higher, sustainable yield. Results of PTT were promising. Rice yield increased from 3.5tons/ha (Non PTT) to 6 tons/ha (PTT) with farm income of Rp 4,617,500/year and B/C ratio of 1.56. Total productioncost of Non-PTT farmers and PTT farmers were each of Rp 4.1 million/ha and Rp 3.2 million/ha.Key words : rice, integrated farming system, production, income, Central Sulawesi Pencapaian produksi rata-rata padi sawah di Sulawesi Tengah relatif masih jauh dari potensi genetik yangdimiliki oleh tanaman padi (yield gap), sehingga masih terdapat cukup besar peluang untuk meningkatkan produksipadi. Upaya peningkatan produksi padi dilakukan melalui pendekatan model Pengelolaan Tanaman Padi secaraTerpadu (PTT) yakni mengelola tanaman, tanah, air dan unsur hara secara terintegrasi untuk mendapatkanpertumbuhan tanaman yang lebih baik, serta hasil yang lebih tinggi dan berkelanjutan. Hasil yang dicapai dariintroduksi model PTT ini sangat menggembirakan dan membuka harapan yang besar bagi peningkatan produktivitasdan pendapatan usahatani padi. Peningkatan hasil gabah yang diperoleh sangat signifikan yakni dari rata-rata produksigabah non-PTT sekitar 3,5 t/ha meningkat hingga 6 t/ha dengan pendapatan sebesar Rp 4.617.500/tahun dan nilai B/Csekitar 1,56. Sementara total biaya produksi dari sistem usahatani menggunakan model PTT tidak terlalu jauhberbeda dibandingkan cara petani non-PTT, yaitu Rp. 4,1 juta/ha dibanding Rp. 3,2 juta/ha pada non-PTT.Kata kunci : Oryza sativa, usahatani terpadu, produksi, pendapatan, Sulawesi Tengah
PENGARUH DOSIS PUPUK KANDANG DAN LAMA FERMENTASI TERHADAP MUTU FISIK DAN CITARASA KOPI ARABIKA VARIETAS S 795 DI BALI Rubiyo ;; Luh Kartini; IGA. Mas Sri Agung
Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Vol 8, No 2 (2005): Juli 2005
Publisher : Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jpptp.v8n2.2005.p%p

Abstract

Study on effects of cow manure rates and fermentation periods on quality of Arabica coffee was carried outin Belantih Village, Kintamani District, Bangli in 2002-2003. The experiment used a randomized split block designwith two treatments and each of four replications, namely cow manure rates (P) and fermentation period (F). Therewere 6 levels of P treatment, namely 5, 10, 20, 30, 40, and 60 kg/tree/year. F treatment consisted of 4 levels, namely12, 24, 36, and 48 hours. Combination of two treatments improved significantly physical quality, except the beans ofL size and all components of coffee tastes. Cow manure of 5 kg/tree/year and fermentation periods of 12 to 24 hourswere able to produce quality beans and good coffee taste. Cow manure rate of 5 kg/tree/year with fermentation periodof 24 hours produced highest M-size beans (18.43%), with lowest Ss-size beans (10.07%). Best coffee aroma wasfound in manure rate of 5 kg/tree/year with fermentation period of 12, 24, and 36 hours. Flavor scores of manure rateof 5 kg/tree/year with all fermentation periods, except that of 48 hours, were higher than those of 60 kg/tree/year.Highest strength (7.30) was found on the rate of 5 kg/tree/year with 24 hour of fermentation. Acid or bitter taste waslower on the coffee tree at applied with 60 kg/tree/year than that applied with 5 kg/tree/year. Lower rate of manureapplication was able to produce optimal quality coffee beans than that applied by the farmers, namely 60 kg/tree/year.Key words: cow manure, coffea arabica, fermentation, physical quality, flavor, Bali.Penelitian mengenai pengaruh dosis pupuk kandang sapi dan lama fermentasi terhadap mutu hasil KopiArabika telah dilakukan di Desa Belantih, Kecamatan Kintamani, Bangli pada tahun 2002-2003. Rancanganpercobaan yang digunakan dalam penelitian adalah Rancangan Acak Kelompok Faktorial dengan dua perlakuan, yaitudosis pupuk kandang (P) dan lama fermentasi (F). Perlakuan dosis pupuk kandang (P) terdiri dari enam level, yaitu :5, 10, 20, 30, 40, dan 60 kg/pohon/tahun. Perlakuan lama fermentasi (F) terdiri dari empat level, yaitu : 12, 24, 36, dan48 jam. Fermentasi dilakukan dengan cara basah terhadap biji kopi yang telah dikupas. Perlakuan dilakukan empatkali ulangan. Untuk mengetahui beda antarperlakuan digunakan uji DMRT. Secara statistik, kombinasi keduaperlakuan, yaitu dosis pupuk kandang dan lama fermentasi berpengaruh nyata terhadap semua komponen mutu fisikkopi, kecuali jumlah biji ukuran L dan semua komponen citarasa kopi. Secara umum, pemupukan dosis 5kg/pohon/ tahun dengan kombinasi lama fermentasi 12 jam sampai 24 jam sudah dapat menghasilkan biji KopiArabika Varietas S 795 dengan mutu fisik yang baik dan dapat menghasilkan seduhan kopi dengan mutu citarasa yangbaik pula. Dosis pupuk 5 kg/pohon/tahun dengan lama fermentasi 24 jam menghasilkan jumlah biji ukuran M tertinggi(18,43 %) dengan jumlah biji ukuran Ss terendah (10.07%). Aroma kopi terbaik (skor 7,00) diperoleh pada perlakuandosis pupuk 5 kg/pohon/tahun dengan lama fermentasi 12, 24, dan 36 jam. Skor perisa pada perlakuan dosis pupuk 5kg/pohon/tahun dengan semua perlakuan lama fermentasi, kecuali 48 jam lebih tinggi dibandingkan skor padaperlakuan 60 kg/pohon/tahun. Demikian juga dengan dosis pupuk 5 kg/pohon/tahun dengan lama fermentasi di atas 24jam memberikan skor kekentalan tertinggi (7,30). Namun, untuk keasaman dan rasa pahit, dosis pupuk 60kg/pohon/tahun memiliki skor yang lebih rendah dibandingkan dosis 5 kg/pohon/tahun. Rasa asam atau pahit yangterlalu tinggi tidak dikehendaki dalam citarasa kopi. Berdasarkan keunggulan mutu fisik dan citarasa kopi yangdihasilkan, aplikasi pupuk kandang yang lebih sedikit namun dapat menghasilkan produk dengan kualitas yangoptimal ini dapat menggantikan dosis pupuk kandang yang selama ini diterapkan oleh petani, yaitu 60 kg/pohon/ tahun.Kata kunci: pupuk kandang, Coffea arabica, fermentasai, mutu fisik, citarasa, Bali
KINERJA PENYULUH PERTANIAN DALAM PENGEMBANGAN AGRIBISNIS NENAS DI KECAMATAN TAMBANG, KABUPATEN KAMPAR Bestina ;; Supriyanto ;; Slamet Hartono; Amiruddin Syam
Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Vol 8, No 2 (2005): Juli 2005
Publisher : Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jpptp.v8n2.2005.p%p

Abstract

The study was conducted in Tambang District, Kampar Regency, Riau Province in pineapple agribusinessdevelopment in 2001 and aimed at observing performance of field extension workers and the affecting factors .Primary data were collected using questionnaires from the respondents consisting of 60 farmers, 10 filed extensionworkers, and one Head of Agricultural Extension Service (BPP). The data were processed using both parametric andnon parametric statistics. Performance of the field extension workers in pineapple agribusiness development was notoptimal due to lack of motivation, limited capabilities of the extension workers, and lack of farmers’ participation.Key words: agricultural extension workers, agribusiness, pineapplePenelitian ini dilakukan di Kecamatan Tambang, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau pada tahun 2001, dengantujuan untuk melihat kinerja penyuluh pertanian dalam pengembangan agribisnis nenas dan faktor-faktor apa sajayang mempengaruhinya. Data dianalisis secara deskriptif. Pengumpulan data-data primer menggunakan kuesionerdengan mewawancarai responden yang terdiri dari 60 orang petani, 10 orang penyuluh pertanian, dan seorang KepalaBPP. Untuk memperoleh kesepadanan penilaian antara kelompok responden dilakukan uji Konkordasi Kendall.Metode analisis dilakukan dengan uji statistik parametrik dan nonparametrik. Hasil penelitian menunjukkan bahwakinerja penyuluh pertanian dalam pengembangan agribisnis nenas belum optimal. Belum optimalnya kinerja penyuluhpertanian ini disebabkan oleh : motivasi penyuluh dalam melaksanakan tugas hanya sekedar untuk memenuhikewajibannya, kemampuan penyuluh masih terbatas, dan tingkat partisipasi petani dalam pelaksanaan kegiatanusahatani nenas juga sedang.Kata kunci : penyuluh pertanian, agribisnis, nenas
ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL USAHATANI KAPAS TRANSGENIK DI SULAWESI SELATAN Amiruddin Syam
Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Vol 8, No 2 (2005): Juli 2005
Publisher : Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jpptp.v8n2.2005.p%p

Abstract

This study aimed at assessing financial feasibility of transgenic (Bollgard) and non-transgenic cotton farmingsystems in south Sulawesi in 2001. Survey method was used in this study through interview of 75 farmers consistingof 25 transgenic and 10 non-transgenic cotton farmers in Bulukumba Regency (dry land), 30 transgenic farmers inBantaeng Regency (dry land), and 10 transgenic cotton farmers in Gowa Regency (rain fed lowland). Both transgenicand non-transgenic cotton farming systems were feasible financially. However, profits of transgenic farming systemwas higher than that of non transgenic. Gross B/C ratios of transgenic and non-transgenic cotton farming systems inBulukumba Regency were each of 2.93 and 1.39. Meanwhile, gross B/C ratios of transgenic cotton farming systemsin Bantaeng and Gowa Regencies were 2.69 and 3.67, respectively.Key words: farming system, transgenic, financial analysis, South Sulawesi.Untuk melihat kelayakan finansial usahatani kapas transgenik (Bollgard) dan kapas nontransgenik diSulawesi Selatan telah dilakukan penelitian di Kabupaten Bulukumba, Bantaeng, dan Gowa pada musim tanam 2001.Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kelayakan finansial usahatani kapas transgenik dannontransgenik. Metode yang digunakan adalah metode survai dan menggunakan daftar pertanyaan (kuesioner) denganwawancara petani responden sebanyak 75 orang, terdiri atas petani kapas transgenik 25 orang dan 10 petani kapasnontransgenik (Kabupaten Bulukumba) yang diusahakan di lahan kering, 30 petani kapas transgenik (KabupatenBantaeng) yang diusahakan di lahan kering, dan 10 petani kapas transgenik (Kabupaten Gowa) yang diusahakan dilahan sawah tadah hujan. Hasil analisis menunjukkan bahwa usahatani kapas transgenik dan nontransgenik di tigakabupaten contoh layak secara finansial. Akan tetapi keuntungan dari usahatani kapas transgenik lebih besar daripadausahatani kapas nontransgenik. Tingkat keuntungan yang dicapai petani kapas ditandai dengan nilai Gross B/C Ratioyaitu sebesar 2,93 petani kapas transgenik dan 1,39 petani kapas nontransgenik (Kabupaten Bulukumba). Sedangkannilai Gross B/C Ratio petani kapas transgenik di Kabupaten Bantaeng dan Gowa masing-masing sebesar 2,69 dan3,67.Kata kunci : sistem usahatani, transgenik, analisis finansial, Bollgard, Sulawesi Selatan
PENGKAJIAN INTENSIFIKASI PADI SAWAH BERDASAR PENGELOLAAN TANAMAN DAN SUMBERDAYA TERPADU DI KABUPATEN PINRANG, SULAWESI SELATAN Arafah ;
Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Vol 8, No 2 (2005): Juli 2005
Publisher : Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jpptp.v8n2.2005.p%p

Abstract

Assessment of lowland rice intensification based on integrated crop and resources management was aimed atidentifying the components required to achieve high yield and income. The study site was purposively chosen on thelowland-rice producing center in Pinrang Regency conducted for two seasons, namely dry season and wet seasons.The observations consisted of cooperating and non-cooperating farmers. Lowland area cultivated by the cooperatingfarmers was 3.0 hectares for each season. The dry and wet seasons lasted from July 17 to November 22, 2001 andFebruary 10 to June 15, 2002. Ciliwung rice variety was transplanted when the seedlings were15 days old. Cropspractice included one seedling per hill, planting space of 25 x 25 cm2 , organic fertilizer made of decomposed straw (2tons/ha), Urea based on leaf color chart (155 kg/ha), SP-36 and KCl based on soil analysis each of 75 kgs/ha,intermitted irrigation, and integrated pests management. On the dry season, cooperating farmers’ income and yieldwere Rp 1,066,504/ha (20.72%) and 1,451 kg/ha (22.25%), respectively, greater than those of non-cooperatingfarmers. On the wet season, the cooperating farmers achieved Rp 1,904,692/ha (51.62%) higher than that of noncooperatingfarmers with yield difference of yields by 2,175 kg/ha (45.35%).Key words : intensification, integrated crop management, Oryza sativa Intensifikasi padi sawah dengan metode pengelolaan tanaman dan sumberdaya terpadu ini memperhitungkanketerkaitan dan keterpaduan antara tanaman dan sumberdaya yang ada. Teknik-teknik produksi yang diterapkanmempertimbangkan sinergisme yang ada antara teknik tersebut agar mampu memberikan hasil yang tinggi. Tujuanpengkajian adalah untuk mengidentifikasi komponen-komponen yang diperlukan bagi metode pengelolaan tanamansecara terpadu agar dapat memberikan hasil dan pendapatan yang tinggi dalam intensifikasi padi. Lokasi pengkajianditentukan secara sengaja (Purposive Sampling) pada daerah sawah beririgasi di sentra produksi padi yang merupakandaerah primer dalam pengembangan usahatani padi yaitu, Kabupaten Pinrang yang dilaksanakan pada dua musimtanam yaitu MK dan MH, dengan luas 3,0 ha pada setiap musim. Pengkajian ini melibatkan petani sebagaipelaksana (petani koperator), dan petani nonkoperator yang jumlahnya sama dengan petani koperator. Pengambilansampel ditentukan secara acak sederhana (simple random sampling). Petani nonkoperator ini memiliki lahan sawahyang berada di sekitar pengkajian. Pada musim kering tanam tanggal 17 Juli dan panen tanggal 22 November 2001,sedangkan pada musim hujan tanam tanggal 10 Februari dan panen tanggal 15 Juni 2002. Varietas yang digunakanadalah Ciliwung yang ditanam dengan umur bibit 15 hari, satu batang/rumpun dengan jarak tanam 25 x 25 cm.Pemupukan dengan menggunakan kompos jerami sebanyak 2 t/ha, urea sebanyak 155 kg/ha (berdasar LCC/BWD),SP-36 dan KCl masing-masing 75 kg/ha (berdasar analisis tanah). Pengelolaan air dilakukan secara Intermitten danpengendalian hama dengan metode PHT. Hasil pengkajian menunjukkan bahwa terdapat peningkatan pendapatanyang diperoleh petani koperator dibanding nonkoperator sebesar Rp 1.066.504/ha (20,72 %), dengan selisihpeningkatan produktivitas sebesar 1.451 kg/ha GKP (22,25 %) pada MK dan pada MH peningkatan pendapatansebesar Rp. 1.904.692/ha (51,62 %), dengan selisih peningkatan produktivitas sebesar 2.175 kg/ha GKP (45,35 %).Kata kunci: intensifikasi, Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT), Oriza sativa
PENGARUH SUMBER BIBIT TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KENTANG DI KABUPATEN KERINCI, JAMBI Syafri Edi; Yardha ;; Mildaerizanti ;; Mugiyanto ;
Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Vol 8, No 2 (2005): Juli 2005
Publisher : Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jpptp.v8n2.2005.p%p

Abstract

Quality seed supply is the main problem in potato farming. The assessment was aimed at analyzing sourcesof potato seeds’effect on yields and farmers’income. The study was conducted in Baru Pulau Sangkar Village,Batang Merangin District, Kerinci Regency on May to December 2003. Sources of seeds were (i) improved seeds ofBBU Pangalengan, West Java, and (ii) farmers’local seed of Kayu Aro, Kerinci Regency. The treatment was fertilizerrates, namely of Urea (150 kg/ha), SP-36 (450 kg/ha), KCl (300 kg/ha), ZA (150 kg/ha), and organic fertilizer (6,000kg/ha). Highest yield was achieved through application of improved seeds, namely 15,850 kg/ha with income of Rp29,030,000/ha, production cost of Rp 13,291,000/ha, and profit of Rp 15,739,000 or B/C ratio of 1.18. The localseeds’yield was 13,750 kg/ha with income of Rp 17,287,500, total cost of Rp 13,291,00, and profit of Rp3,996,500/ha or B/C ratio of 0.30. yield break event point of both seeds was 8,935.13 kg/ha and price break evenpoints of improved and local seeds were Rp 838.55/kg and Rp 966.62/kg, respectively.Key words: Solanum hybrid seed, indegenous seed, farm analysisPermasalahan dalam melakukan budidaya kentang selalu dihadapkan pada ketersediaan bibit bermutu, sehinggausaha pengembangan kentang sering tidak optimal. Permasalahan ini tidak saja berlaku untuk Provinsi Jambi, akantetapi secara umum dirasakan oleh petani kentang di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruhsumber bibit terhadap pertumbuhan dan hasil usahatani kentang; dan mendapatkan informasi tentang kelayakanusahatani tanaman kentang dalam rangka meningkatkan produksi serta penerimaan petani. Penelitian dilaksanakan diDesa Baru Pulau Sangkar, Kecamatan Batang Merangin Kabupaten Kerinci pada ketinggian 800 m dari permukaanlaut dengan jenis tanah Andisol pada bulan Mei sampai Desember 2003. Sumber bibit yang diuji berasal dari (1) bibitunggul BBU Pengalengan Jawa Barat; dan (2) bibit lokal petani Kayu Aro Kabupaten Kerinci. Pemupukanmenggunakan dosis anjuran BPTP Jambi yaitu urea 150 kg, SP-36 450 kg, KCl 300 kg, ZA 150 kg dan pupuk organik6.000 kg/ha. Hasil penelitian menunjukkan produksi tertinggi diperoleh pada sumber bibit unggul 15.850 kg/ha,jumlah penerimaan Rp. 29.030.000,- dengan biaya produksi Rp. 13.291.000,- dan keuntungan bersih Rp. 15.739.000,-serta B/C ratio 1.18, sedangkan untuk sumber bibit lokal hasil 13.750 kg/ha, jumlah penerimaan Rp. 17.287.500,-biaya produksi Rp. 13.291.000,- dan keuntungan bersih Rp. 3.996.500,- serta B/C ratio 0,30. Titik Impas Produksiuntuk kedua sumber bibit tercapai pada hasil 8935,13 kg/ha, sedangkan Titik Impas Harga untuk bibit unggul telahtercapai pada harga Rp. 838,55/kg dan untuk sumber bibit lokal Rp. 966,62/kg.Kata kunci : bibit kentang unggul, bibit kentang lokal, analisis usahatani

Page 2 of 3 | Total Record : 26


Filter by Year

2005 2005


Filter By Issues
All Issue Vol 24, No 3 (2021): Desember 2021 Vol 24, No 2 (2021): Juli 2021 Vol 24, No 1 (2021): Maret 2021 Vol 23, No 3 (2020): November 2020 Vol 23, No 2 (2020): Juli 2020 Vol 23, No 1 (2020): Maret 2020 Vol 22, No 3 (2019): November 2019 Vol 22, No 2 (2019): Juli 2019 Vol 22, No 1 (2019): Maret 2019 Vol 21, No 3 (2018): November 2018 Vol 21, No 2 (2018): Juli 2018 Vol 21, No 1 (2018): Maret 2018 Vol 20, No 3 (2017): November 2017 Vol 20, No 2 (2017): Juli 2017 Vol 20, No 1 (2017): Maret 2017 Vol 19, No 3 (2016): November 2016 Vol 19, No 2 (2016): Juli 2016 Vol 19, No 1 (2016): Maret 2016 Vol 18, No 3 (2015): November 2015 Vol 18, No 2 (2015): Juli 2015 Vol 18, No 1 (2015): Maret 2015 Vol 17, No 3 (2014): November 2014 Vol 17, No 2 (2014): Juli 2014 Vol 17, No 2 (2014): Juli 2014 Vol 17, No 1 (2014): Maret 2014 Vol 17, No 1 (2014): Maret 2014 Vol 16, No 3 (2013): November 2013 Vol 16, No 2 (2013): Juli 2013 Vol 16, No.1 (2013): Maret 2013 Vol 15, No 2 (2012): Juli 2012 Vol 15, No 1 (2012): Maret 2012 Vol 15, No 1 (2012): Maret 2012 Vol 14, No 3 (2011): November 2011 Vol 14, No 3 (2011): November 2011 Vol 14, No 2 (2011): Juli 2011 Vol 14, No 2 (2011): Juli 2011 Vol 14, No 1 (2011): Maret 2011 Vol 14, No 1 (2011): Maret 2011 Vol 13, No 3 (2010): November 2010 Vol 13, No 3 (2010): November 2010 Vol 13, No 2 (2010): Juli 2010 Vol 13, No 2 (2010): Juli 2010 Vol 13, No 1 (2010): Maret 2010 Vol 13, No 1 (2010): Maret 2010 Vol 12, No 3 (2009): November 2009 Vol 12, No 3 (2009): November 2009 Vol 12, No 2 (2009): Juli 2009 Vol 12, No 2 (2009): Juli 2009 Vol 12, No 1 (2009): Maret 2009 Vol 12, No 1 (2009): Maret 2009 Vol 11, No 3 (2008): November 2008 Vol 11, No 3 (2008): November 2008 Vol 11, No 2 (2008): Juli 2008 Vol 11, No 2 (2008): Juli 2008 Vol 11, No 1 (2008): Maret 2008 Vol 11, No 1 (2008): Maret 2008 Vol 10, No 3 (2007): November 2007 Vol 10, No 3 (2007): November 2007 Vol 10, No 2 (2007): Juli 2007 Vol 10, No 2 (2007): Juli 2007 Vol 10, No 1 (2007): Juni 2007 Vol 10, No 1 (2007): Juni 2007 Vol 8, No 3 (2005): November 2005 Vol 8, No 3 (2005): November 2005 Vol 8, No 2 (2005): Juli 2005 Vol 8, No 2 (2005): Juli 2005 Vol 8, No 1 (2005): Maret 2005 Vol 8, No 1 (2005): Maret 2005 Vol 7, No 2 (2004): Juli 2004 Vol 7, No 2 (2004): Juli 2004 Vol 7, No 1 (2004): Januari 2004 Vol 7, No 1 (2004): Januari 2004 Vol 6, No 2 (2003): Juli 2003 Vol 6, No 2 (2003): Juli 2003 Vol 6, No 1 (2003): Januari 2003 Vol 6, No 1 (2003): Januari 2003 More Issue