cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota adm. jakarta selatan,
Dki jakarta
INDONESIA
Forum Penelitian Agro Ekonomi
Published by Kementerian Pertanian
ISSN : 02164361     EISSN : 25802674     DOI : -
Forum penelitian Agro Ekonomi (FAE) adalah media ilmiah komunikasi penelitian yang berisi review, gagasan, dan konsepsi orisinal bidang sosial ekonomi pertanian, mencakup sumber daya, agribisnis, ketahanan pangan, sosiologi, kelembagaan, perdagangan, dan ekonomi makro.
Arjuna Subject : -
Articles 5 Documents
Search results for , issue "Vol 22, No 1 (2004): Forum Penelitian Agro Ekonomi" : 5 Documents clear
Pemerintah, Pasar, dan Komunitas: Faktor Utama dalam Pengembangan Agribisnis di Pedesaan nFN Syahyuti
Forum penelitian Agro Ekonomi Vol 22, No 1 (2004): Forum Penelitian Agro Ekonomi
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/fae.v22n1.2004.54-62

Abstract

EnglishThe social world consists of three main pillars which influence each other and determine social system existing in the community including agribusiness system. Those pillars are government, market, and community representing political, economic, and social forces in each community group. Rural agribusiness performance is affected by those three forces either as the supporting or constraining factors. This paper deals with conceptual review using sociological approach in rural agribusiness development. Understanding these aspects is crucial as the basis to study various explaining factors that describe development capacity of an agribusiness system. Results of some research show that government’s role in developing agribusiness is very dominant. This is not a good indicator because agribusiness will get more developed if it is managed using market mechanism.IndonesianDunia sosial berdiri di atas tiga pilar utama, yang satu sama lain saling mempengaruhi dan ikut mewarnai setiap bentuk sistem sosial yang hidup dalam masyarakat, termasuk sistem agribisnis. Ketiga pilar tersebut adalah pemerintah, pasar, dan komunitas. Secara sederhana ketiganya mewakili kekuatan politik, ekonomi, dan sosial yang selalu eksis dalam setiap kelompok masyarakat. Kinerja agribisnis di pedesaan dipengaruhi oleh ketiga kekuatan tersebut, yang dapat menjadi faktor pendorong maupun penghambat bagi pengembangan agribisnis. Tulisan ini merupakan review konseptual yang menggunakan pendekatan sosiologi dalam pengembangan agribisnis di pedesaan. Pemahaman terhadap aspek ini sangat penting sebagai dasar untuk mempelajari berbagai faktor penjelas untuk menerangkan kapasitias pengembangan suatu sistem agribisnis. Dari beberapa hasil penelitian diperoleh bahwa, selama ini peran pemerintah dirasakan terlalu dominan dalam upaya pengembangan agribisnis. Hal ini memberi iklim yang kurang baik,  karena pada prinsipnya agribisnis akan lebih maju bila dikembangkan dalam bentuk sebagai sebuah kelembagaan pasar.
Kebijakan Distribusi, Tingkat Harga dan Penggunaan Pupuk di Tingkat Petani Valeriana Darwis; Ahmad Rozany Nurmanaf
Forum penelitian Agro Ekonomi Vol 22, No 1 (2004): Forum Penelitian Agro Ekonomi
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/fae.v22n1.2004.63-73

Abstract

EnglishVarious government policies on fertilizer distribution aim at improving distribution efficiency. However, fertilizer scarcity is commonly found and the farmers frequently get difficulty in purchasing the required fertilizer. Some cases indicate that fertilizer scarcity is due to abnormal distribution. The farmers have to buy fertilizer much more expensively mainly since fertilizer price subsidy was abolished. In general, fertilizer price is not the main factor determining fertilizer application rate. More determining factors in fertilizer application rate are agricultural product selling price, capital availability, and soil fertility.IndonesianBerbagai kebijakan distribusi pupuk yang dikeluarkan pemerintah selama ini secara umum bertujuan untuk lebih meningkatkan efisiensi dalam distribusi. Namun, pada kenyataannya masih dijumpai berbagai kasus terjadinya kelangkaan pupuk, dimana petani kesulitan mendapatkan pupuk pada saat membutuhkan. Dari beberapa kasus mengindikasikan bahwa kelangkaan pupuk terjadi akibat sistem distribusi yang tidak berjalan sebagaimana seharusnya. Akibat lainnya adalah  petani harus membeli pupuk dengan harga lebih mahal, terlebih semenjak diberlakukannya kebijakan pengurangan dan penghapusan subsidi harga pupuk. Secara umum, harga pupuk bukan menjadi faktor utama yang mempengaruhi tingkat penggunaan pupuk pada petani. Faktor-faktor yang lebih menentukan adalah harga jual produk pertanian, kemampuan menyediakan modal, dan kesuburan lahan yang dimiliki petani.
Kerangka Kebijakan Sosio-Budaya Menuju Pertanian 2025 ke Arah Pertanian Pedesaan Berdaya Saing Tinggi, Berkeadilan dan Berkelanjutan Tri Pranadji
Forum penelitian Agro Ekonomi Vol 22, No 1 (2004): Forum Penelitian Agro Ekonomi
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/fae.v22n1.2004.1-21

Abstract

EnglishThe condition of rural agriculture recently facing some big problems in particular the weakness of social capital, poverty and environmental degradation which are progressively on large scale. Vision of agricultural development 2025 is sustaining rural welfare which is characterized by highly competitive, equity and sustainable. One of very important agricultural policies is how to improve rural socio-culture regarding to most of rural people good opportunity in higher level of quality of life. Therefore, agricultural development 2025 will strongly require a comprehensive framework of socio-culture policy. There are five primary elements of socio-culture which must be developed in agricultural development 2025, that are human competency (or high quality of human capital), strong local leadership, value system, health agribusiness organization (and management) at village level, and equal social structure (being based on agrarian resources domination). It is highly recommend that framework of socio-culture policy is constructed by combination between time reference of change and level of society in one side, and elements of socio-culture which are being transformed in the other side. Social capital, such as  rural law enforcement and governmental decentralization at rural level, have to be considered as the key to success in achieving rural community welfare. Some important aspects which must be paid attention to arrange good condition for running agriculture vision 2025 are to shift development orientation (from urban bias of non-agricultural resources based and footloose industrialization) toward rural industrialization base on local natural and human resources; agrarian reform base; strengthening of social control based on civil society; harmonization of partnership among government, rural-agricultural economic actors and community; and political arrangement which farmers have higher influence in political decision.IndonesianPertanian pedesaan saat ini masih menghadapi tiga masalah besar, yaitu lemahnya modal sosial, kemiskinan dan kerusakan sumberdaya pertanian yang semakin membesar. Visi pembangunan pertanian 2025 yang sesuai adalah pertanian pedesaan yang berdaya saing tinggi, berkeadilan dan berkelanjutan. Salah satu kebijakan pembangunan pertanian yang penting adalah kebijakan pemberdayaan sosio-budaya pedesaan. Oleh karena itu pembangunan pertanian 2025 membutuhkan kerangka kebijakan sosio-budaya yang komprehensif. Ada lima elemen sosio-budaya utama yang harus dikembangkan, yaitu: kompetensi SDM, kepemimpinan lokal, tata nilai, keorganisasian (dan manajemen) usaha tingkat desa dan struktur sosial (berbasis penguasaan sumberdaya agraria). Kerangka kebijakan sosio-budaya mengacu pada kombinasi antara tingkat masyarakat dan jangka waktu di satu sisi, dan elemen sosio-budaya yang ditransformasikan di sisi lain. Modal sosial, seperti penegakan sistem hukum pedesaan dan desentralisasi pemerintahan hingga tingkat desa, harus dianggap sebagai kunci sukses pencapaian kesejahteraan masyarakat pertanian pedesaan berkelanjutan. Beberapa hal yang harus diperhatikan untuk mengkondisikan visi pertanian 2025 terwujud, yaitu: perlunya mengubah orientasi pembangunan (dari industrialisasi non-pertanian yang footloose dan bias kota) menjadi yang memihak pada industrialisasi pedesaan berbasis pertanian dan perbaikan sumberdaya agraria di pedesaan; pentingnya reformasi keagrariaan; pengembangan kekuatan kontrol masyarakat madani (civil society); sinergi (harmonis) atau partnership antara pemerintah, pelaku usaha pertanian di pedesaan dan masyarakat lokal; dan tatanan politik yang memberi posisi layak bagi petani pedesaan.
Tinjauan Penerapan Kebijakan Industri Ayam Ras : Antara Tujuan dan Hasil Yusmichad Yusdja; Nyak Ilham; Rosmijati Sajuti
Forum penelitian Agro Ekonomi Vol 22, No 1 (2004): Forum Penelitian Agro Ekonomi
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/fae.v22n1.2004.22-36

Abstract

EnglishThe government policy related to development of layer and broiler industry began in 1970 through foreign investment. In the same year the government approved development of broiler and layer hatchery industry from Japan and United States. This policy was followed-up by broiler and layer farms policy in 1980 that limited economic scales of the farms. The objective of the policy is to create employment as many as possible for smallholders backed up by Livestock Bill No. 67. After 20 years of the Bill enactment, however, the policy was ineffective and encouraged the big scale farms to arrive at uncontrollable growth. In 1996, namely right before economic crisis took place, layer and broiler industry were dominated by the big scale farms and the independent smallholders did not exist anymore. This paper aims to describe the policies related to layer and broiler industry development since 1979 to 2003. This experience is important as the knowledge in order to develop the other commodities such as dairy cows, native chicken, food crops, and estate crops which, so far, are still chained up in the smallholders protecting policies.IndonesianKebijaksanaan pemerintah menyangkut pengembangan industri ayam ras dimulai tahun 1970 melalui kebijakan penanaman modal asing (PMA). Pada tahun tersebut disetujui pengembangan pembibitan ayam ras dari negara Jepang dan Amerika Serikat. Kebijakan ini disusul dengan kebijakan budidaya tahun 1980 yang mengatur pembatasan skala usaha ayam ras. Tujuan kebijakan tersebut adalah untuk menyediakan lapangan kerja sebanyak-banyaknya bagi rakyat  dengan dukungan UU Peternakan No 67.  Namun setelah 20 tahun berlangsung, ternyata kebijakan ini tidak berhasil efektif  bahkan mendorong percepatan pertumbuhan skala besar yang semrawut.  Pada tahun 1996 sesaat sebelum krisis ekonomi, industri ayam ras dikuasai oleh peternak skala besar. Usaha rakyat dalam bentuk mandiri dapat dikatakan tidak ada lagi. Tujuan tulisan ini  adalah untuk memaparkan perjalanan kebijakan pengembangan industri ayam ras dari tahun 1979 sampai tahun 2003. Pengalaman ini penting sebagai pengetahuan dalam rangka mengembangkan komoditas lain seperti sapi perah, ayam buras dan  tanaman pangan, maupun perkebunan yang sampai saat ini terbelenggu dalam kebijakan perlindungan usaha rakyat.
Prospek Pengembangan Pola Tanam dan Diversifikasi Tanaman Pangan di Indonesia I Wayan Rusastra; Handewi Purwati Saliem; nFN Supriyati; nFN Saptana
Forum penelitian Agro Ekonomi Vol 22, No 1 (2004): Forum Penelitian Agro Ekonomi
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/fae.v22n1.2004.37-53

Abstract

EnglishAgricultural diversification policy has been developed since 1975 with the aim of strengthening food self-sufficiency program. This policy is followed up by research and development on cropping patterns in various agro-ecosystems with the target of providing know-how and locally specific technologies. In the future, it is necessary to evaluate potencies, impacts, constraints, and development prospect of the diversification program. Recommended cropping patterns in terms of higher production and income are not sustainable. Some required supporting policies are supply of seeds of secondary and vegetables crops, development program credit, labor-saving technology, coordinated supply of irrigation water, and extension improvement. At national level, it is necessary to develop physical infrastructure and agro-industry institution mainly for secondary and vegetable crops as the strategic precondition for agricultural diversification acceleration.IndonesianKebijakan diversifikasi usahatani telah dikembangkan sejak tahun 1975 dalam rangka memantapkan program swasembada pangan. Kebijakan ini ditindaklanjuti dengan penelitian dan pengembangan pola tanam pada berbagai agroekosistem, dengan sasaran penyediaan teknologi tepat guna spesifik lokasi. Pengembangan diversifikasi ini perlu dievaluasi potensi, dampak, kendala dan prospek pengembangannya di masa depan. Potensi pola tanam rekomendasi dalam bentuk tingkat produksi dan pendapatan yang lebih tinggi dalam pengembangannya ternyata tidak berkelanjutan. Beberapa kebijakan pendukung yang diperlukan adalah penyediaan bibit palawija dan sayuran, kredit program pengembangan, teknologi hemat tenaga kerja, koordinasi penyediaan air irigasi, dan peningkatan kinerja penyuluhan. Pada tataran makro dibutuhkan pengembangan infrastruktur fisik dan kelembagaan agroindustri (palawija dan sayuran) sebagai prakondisi strategis akselerasi diversifikasi pertanian.

Page 1 of 1 | Total Record : 5


Filter by Year

2004 2004


Filter By Issues
All Issue Vol 39, No 2 (2021): Forum penelitian Agro Ekonomi : In Press Vol 39, No 1 (2021): Forum penelitian Agro Ekonomi Vol 38, No 2 (2020): Forum penelitian Agro Ekonomi Vol 38, No 1 (2020): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 37, No 2 (2019): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 37, No 1 (2019): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 36, No 2 (2018): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 36, No 1 (2018): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 35, No 2 (2017): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 35, No 1 (2017): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 34, No 2 (2016): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 34, No 1 (2016): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 33, No 2 (2015): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 33, No 1 (2015): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 32, No 2 (2014): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 32, No 1 (2014): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 31, No 2 (2013): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 31, No 1 (2013): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 30, No 2 (2012): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 30, No 1 (2012): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 29, No 2 (2011): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 29, No 1 (2011): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 28, No 2 (2010): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 28, No 1 (2010): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 27, No 2 (2009): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 27, No 1 (2009): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 26, No 2 (2008): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 26, No 1 (2008): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 25, No 2 (2007): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 25, No 1 (2007): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 24, No 2 (2006): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 24, No 1 (2006): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 23, No 2 (2005): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 23, No 1 (2005): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 22, No 2 (2004): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 22, No 1 (2004): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 21, No 2 (2003): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 21, No 1 (2003): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 20, No 2 (2002): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 20, No 1 (2002): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 19, No 2 (2001): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 19, No 1 (2001): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 18, No 1-2 (2000): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 17, No 2 (1999): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 17, No 1 (1999): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 16, No 2 (1998): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 16, No 1 (1998): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 15, No 1-2 (1997): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 14, No 2 (1996): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 14, No 1 (1996): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 13, No 2 (1995): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 13, No 1 (1995): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 12, No 2 (1994): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 12, No 1 (1994): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 10, No 2-1 (1993): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 11, No 2 (1993): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 9, No 2-1 (1992): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 9, No 1 (1991): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 8, No 1-2 (1990): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 7, No 2 (1989): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 7, No 1 (1989): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 6, No 2 (1988): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 6, No 1 (1988): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 5, No 1-2 (1987): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 4, No 2 (1986): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 4, No 1 (1985): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 3, No 2 (1984): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 3, No 1 (1984): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 2, No 2 (1983): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 2, No 1 (1983): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 1, No 2 (1983): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 1, No 1 (1982): Forum Penelitian Agro Ekonomi More Issue