Claim Missing Document
Check
Articles

Found 29 Documents
Search

Agricultural Development Policy Strategies for Indonesia : Enhancing the Contribution of Agriculture to Poverty Reduction and Food Security I Wayan Rusastra; nFN Sumaryanto; Pantjar Simatupang
Forum penelitian Agro Ekonomi Vol 23, No 2 (2005): Forum Penelitian Agro Ekonomi
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/fae.v23n2.2005.84-101

Abstract

IndonesianTujuan penulisan paper ini adalah mendeskripsikan status ketahanan pangan nasional, kebijakan stra-tegis terkait dalam pengentasan kemiskinan, dan kebijakan pembangunan pertanian dalam rangka peningkatan kesejahteraan petani. Dalam satu dasa warsa terakhir ini, terdapat indikasi instabilitas ketahanan pangan yang ditunjukkan oleh adanya peningkatan ketergantungan impor pangan. Peningkatan kinerja pembangunan pertanian dan pedesaan diyakini akan memberikan kontribusi positif terhadap perbaikan aksesibilitas dan ketahanan pangan rumah tangga. Sedikitnya terdapat empat program pemerintah terkait dengan pengentasan kemiskinan, yaitu pengadaan beras bersubsidi, program padat karya, program pemberdayaan usaha mikro/ kecil/menengah, dan dana kompensasi kenaikan harga bahan bakar minyak untuk golongan miskin. Dalam rangka penguatan ketahanan pangan dan pengentasan kemiskinan, kebijakan pembangunan pertanian berikut ini perlu dipertimbangkan, yaitu : (1) Perluasan spektrum pengembangan irigasi dengan sasaran peningkatan produktivitas lahan beririgasi; (2) Pembaharuan arah kebijakan sebelumnya dalam rangka mengatasi kendala penawaran/produksi pertanian; (3) Reformulasi kebijakan proteksi harga melalui pembatasan impor, penegakan hukum, dan mengkaitkan program beras untuk  masyarakat miskin dengan program pengadaan gabah oleh pemerintah; (4) Mendorong diversifikasi pertanian dengan menjamin ketersediaan, akssessibilitas, dan perbaikan faktor pendukung pengembangan komoditas non-beras; dan (5) Ratifikasi perlakuan khusus (special product) bagi komoditas pertanian strategis, dan kembali kepada regulasi awal AoA-WTO berdasarkan pada komitmen dan Skedul XXI.EnglishThe objectives of the paper are to describe the state of national food security, related strategies for poverty eradication, and the respective policies on agricultural development for the benefit of the people. Over the last decade, the achievement of national food security depended on imports, indicating the instability of food security. The improvement of agricultural and rural development will contribute greatly to better food accessibility and a higher food security status of the population. There are at least four main government programs aimed at helping the poor, i.e. the provision of subsidized rice, public work programs, the empowerment program for micro-small-and medium enterprises, and low-income assistance funds to alleviate the burden of the poor. To strengthen food security and to eradicate the poverty, the following agricultural development policies should be taken into account, i.e.:  (1) The widening of the irrigation development spectrum with the main objective of improving irrigation productivity;  (2) To complete reversing the previous policy direction in order to eliminate agricultural supply constraint;  (3) The reformulation of price support policy implementing rice import through prohibition, strong law enforcement, and to integrate the rice program for the poor with the government procurement floor price policy;  (4) To enhance agricultural diversification through the availability, accessibility, and improvement of the supporting factors for non-rice commodities; (5) The ratification of special products for agricultural strategic commodities, in addition to return with the initial AoA-WTO regulation based on the commitment and Schedule of XXI
Analisis Sistem Agribisnis Jeruk di Kalimantan Selatan I Wayan Rusastra; nFN Saptana; Tahlim Sudaryanto
Forum penelitian Agro Ekonomi Vol 9, No 2-1 (1992): Forum Penelitian Agro Ekonomi
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/fae.v9n2-1.1992.1-10

Abstract

IndonesianJeruk merupakan komoditi buah-buahan yang mempunyai arti strategis karena dalam penawaran buah domestik jeruk menduduki peringkat kedua setelah pisang. Dilihat dari potensi lahan, kualitas jeruk yang dihasilkan, dan permintaan pasar, maka jeruk Kalimantan Selatan perlu mendapatkan perhatian pengembangan dari pemerintah. Dalam sepuluh tahun terakhir ini terjadi peningkatan luas panen jeruk di daerah ini sebesar 11,5 persen per tahun. Di lain pihak produksi bersifat fluktuatif dengan laju peningkatan 1,3 persen per tahun. Dari gambaran tersebut terrefleksikan bahwa relatif belum berkembangnya adopsi teknologi bahkan ada kecenderungan terjadi penurunan produktivitas. Hasil analisis empirik usahatani menunjukkan bahwa pendapatan jeruk umur 5 tahun mencapai Rp 4,7 juta lebih per hektar (160 pohon) dengan efisiensi pemanfaatan modal (R/C) mencapai 2,65. Proporsi harga yang diterima petani dengan orientasi pemasaran ke Kalimantan Timur mencapai 33 persen (Rp 640/kg) dari harga jual pedagang besar. Total margin pemasaran mencapai 67 persen yang terdiri dari biaya tataniaga 13 persen dan keuntungan pedagang 54 persen. Diperoleh juga bahwa usahatani jeruk ini mendatangkan keuntungan yang cukup besar relatif terhadap usahatani padi maupun palawija. Namun demikian usahatani jeruk di daerah ini relatif belum berkembang diantaranya disebabkan oleh lemahnya aspek pembinaan, kurangnya ketersediaan dan adopsi teknologi, serta kendala permodalan yang dihadapi petani. Pengembangan komoditas ini hendaknya tetap terkait dengan usahatani skala kecil, diselaraskan dengan kemampuan daya serap pasar lokal, dan kemungkinan pengembangan diversifikasi tujuan pemasaran baik antar pulau maupun ekspor.
Kinerja dan Perspektif Usahatani Konservasi Alley Cropping di Indonesia Sri Hery Susilowati; Gelar Satya Budhi; I Wayan Rusastra
Forum penelitian Agro Ekonomi Vol 15, No 1-2 (1997): Forum Penelitian Agro Ekonomi
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/fae.v15n1-2.1997.1-16

Abstract

Alley cropping as a soil conservation technology owning certain advantages over terracing, particularly in that : a) costs are lower, b) soil productivity can be maintained, and c) it may be applied on all soil conditions. A disadvantage of alley cropping relates to the time taken for soil erosion control to become effective. However, over the longer time period, soil conversation control through alley cropping technology is more economical than that for terracing. The reviewed studies indicate that flemingia congesta is the most effective soil erosion controlling leguminous shrub,of those studied. Alley cropping is effective in maintaining land productivity. The synergic effect of soil productivity increase and soil erosion rate reduction. In some research,alley cropping systems have been shown to significantaly reduce farming costs per unit output,due to a decrease in manday (labour) use and other input reductions. In implementing alley cropping, land-holding status is one determining fector in farmers' willingness to apply the technology. That is why efforts to disseminate soil cinversation technology have often used some incentive in terms of land ownership rights for farmers. It is worthwhile to develop these incentives further, so that there is a legal certainty on cultivated land. Although alley cropping technology has currently been applied and adopted by farmers to a limited degree, there are still four main assues obstructing farmers' adoption of the tecnolog: a) small scale land-holding; b) limited capital ; c) production input availability; and d) lack of technology information
Prakiraan produksi dan kebutuhan produk pangan ternak di Indonesia I Wayan Rusastra
Forum penelitian Agro Ekonomi Vol 5, No 1-2 (1987): Forum Penelitian Agro Ekonomi
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/fae.v5n1-2.1987.15-21

Abstract

IndonesianPertumbuhan ekonomi telah menggeser pola konsumsi dengan penyediaan produk pangan ternak yang lebih besar. Dalam kajian ini prakiraan kebutuhan didasarkan atas perbedaan elastisitas dan pertumbuhan pendapatan masyarakat. Prakiraan produksi dibedakan berdasarkan perkembangan selama sepuluh tahun terakhir dan rencana pengembangan dalam Repelita IV. Ditinjau dari aspek produksi, daging unggas dan telur ayam ras mempunyai prospek pengembangan yang cukup baik di masa depan. Aspek konsumsi menunjukkan bahwa untuk mencapai norma gizi 5 gram protein asal ternak per kapita per hari, komoditi telur dapat diandalkan untuk mensubstitusi kebutuhan akan daging asal ternak (daging sapi dan kerbau). Di masa depan rencana peningkatan produksi telur hendaknya dibuat minimal sama dengan laju kebutuhan terahdap komoditi ini. Perkembangan komoditi susu hendaknya dibatasi sampai pada taraf kecukupan dan menjelang tahun 1995 pekembangan produksinya perlu disesuaikan dengan laju kebutuhan di dalam negeri.
Kebijaksanaan dan Perspektif Penelitian dan Pengembangan Pertanian dalam Mendukung Otonomi Daerah Tahlim Sudaryanto; I Wayan Rusastra
Forum penelitian Agro Ekonomi Vol 18, No 1-2 (2000): Forum Penelitian Agro Ekonomi
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/fae.v18n1-2.2000.52-64

Abstract

EnglishThe role of regional government on agricultural development management will be very important by the implementation of UU No.22/1999 and UU No.25/1999. On the spirit of autonomy, the local government is still needed to consider and accommodate some of national agricultural development strategy such as considering agricultural on transforming economic structure, enhancing sustainable food security, agribusiness and agropolytan development adapted for the benefit of regional development as well as the welfare of the local people. In this case, AIAT played an important role through focusing on resource based agricultural development supporting by location specific technology in order to have higher financial and economic efficiency. During the transision period, technical, management, and financial support from central government are necessary, especially for the region having budget constraint and limited capacity of human resource development. For the perspective of autonomy, AIAT or Agency for Regional Research and Development (Balitbangda) have to strenghten participative research planning program and its implementation through empowering interregional research coordination, human resource development, and condusive insentive system. IndonesianImplementasi UU No.22/1999 dan UU No.25/1999 memberikan implikasi strstegis mengenai peran daerah dalam menejemen pembangunan termasuk di dalamnya pembangunan pertanian. Dalam semangat otonomi daerah, pemerintah setempat perlu tetap mengacu dan mengakomondasi beberapa strategi pembangunan pertanian nasional seperti transformasi struktur ekonomi berbasis pertanian, peningkatan ketahanan pangan berkelanjutan, pengembangan agribisnis dan ekonomi kerakyatan, dan pengembangan agropolitan yang diadaptasikan bagi pembangunan daerah dan kesejahteraan masyarakat setempat. Balai pengkajian Teknologi pertanian (BPTP) memegang peranan penting melalui pengembangan komoditas unggulan lokal yang didukung teknologi spesifik lokasi dan sesuai dengan potensi sumber daya dan keunggulan komparatif wilayah. Dalam masa transisi ini, dukungan bimbingan teknis, menejemen, dan pendanaan dari pusat masih tetap di perlukan, khususnya bagi daerah yang terbatas kemampuan sumber daya manusia (SDM) dan keuangannya. Dalam perspektif otonomi daerah, BPTP/Balitbangda perlu memperkuat perencanaan dan pelaksanaan seluruh program penelitian/pengkajian partisipatif, dengan penguatan koordinasi penelitian antar wilayah, pengembangan SDM dan sistem insentif yang handal.
Analisa Kesesuaian Dana Penelitian Perkebunan di Indonesia Delima H.A. Darmawan; I Wayan Rusastra; Sjarifuddin Baharsjah
Forum penelitian Agro Ekonomi Vol 6, No 1 (1988): Forum Penelitian Agro Ekonomi
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/fae.v6n1.1988.1-9

Abstract

IndonesianPeranan riset dalam pembangunan pertanian tidak perlu dipersoalkan lagi. Masalahnya adalah bagaimana sumberdaya riset dialokasikan sehingga diperoleh dampak hasil yang maksimum. Kajian ini menggunakan alat analisa rasio kesesuaian dengan data makro Indonesia. Diperoleh hasil bahwa terdapat ketimpangan alokasi dana subsektor dalam sektor pertanian dan subsektor perkebunan bukan menjadi penyebab kejadian tersebut. Ketimpangan tersebut terkait dengan lemahnya perencanaan alokasi dana bantuan luar negeri, program lanjutan pasca riset yang lebih menekankan pada pembangunan subsektor tanaman pangan, dan kurangnya kesesuaian alokasi dana riset antar komoditi sebsektor bersangkutan. Walaupun demikian, tidak ada alasan untukk mengurangi alokasi dana riset secara absolut untuk seluruh subsektor pertanian di Indonesia, karena alokasinya memang masih rendah (0,17 persen - 0,57 persen) dari produk domestik bruto subsektor bersangkutan. Di negara maju proporsinya dapat mencapai 2,2 persen sampai 4,0 persen. Demikian juga dengan aloksai dana riset komoditi perkebunan. Komoditi coklat yang belakangan ini mendapat alokasi dana riset cukup memadai (3,48 persen) perlu tetap dipertahankan sedangkan untuk komoditi lainnya masih perlu ditingkatkan. Alokasi tenaga penelitian sebaiknya juga mempertimbangkan hasil analisa kesesuaian dalam penelitian ini.
Industri Agribisnis Sapi Perah Nasional Menantang Masa Depan Yusmichad Yusdja; I Wayan Rusastra
Forum penelitian Agro Ekonomi Vol 19, No 1 (2001): Forum Penelitian Agro Ekonomi
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/fae.v19n1.2001.33-54

Abstract

EnglishThe current state of the Indonesian dairy industry has showed a promising future. The main objective of this study is to critically review the development of the dairy industry in Indonesia. This study, which based primarily on the literature reviews, describes the current state and problems face by the industry. The focus of the study is to identify the problem face by the industry to meet the domestic and global market demand. The study concluded that there are ample rooms for improvement of the industry, mainly at the milk processing stage both at the individual farmer and as groups (cooperative units). IndonesianIndustri sapi perah di Indonesia bergerak maju menuju industri maju, sejak tahun 1998, pemerintah Indonesia telah membebaskan industri ini dari segala bentuk intervensi. Tujuan makalah ini adalah mereview secara kritis perkembangan industri sapi perah di Indonesia. Kajian ini berdasarkan hasil-hasil penelitian tentang profil industri sapi perah di Indonesia. Makalah ini memfokuskan pada masalah bagaimana industri menentukan jalan masa depan dalam menghadapi permintaan susu sapi dalam negeri dan pasar global. Kesimpulan pokok dari hasil rincian ini adalah industri sapi perah masih membutuhkan usaha-usaha untuk meningkatkan performan pengolahan susu pada tingkat peternak dan koperasi.
Penataan Ruang Daerah Aliran Sungai Ciliwung dengan Pendekatan Kelembagaan dalam Perspektif Pemantapan Pengelolaan Usahatani Tri Ratna Saridewi; Setia Hadi; Akhmad Fauzi; I Wayan Rusastra
Forum penelitian Agro Ekonomi Vol 32, No 2 (2014): Forum Penelitian Agro Ekonomi
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/fae.v32n2.2014.87-102

Abstract

EnglishRapid development on Ciliwung watershed converts farmland to other uses causing decreased catchment area and flood. Flood occurrence on Ciliwung watershed indicates that current land use planning is not in accordance with its carrying capacity. Currently, most of the policies issued to manage watershed are dominated by structural approach. Moreover, land use planning often leads regional and sectoral conflicts. Based on a literature study, a non-structural approach should be done prior to a structural approach. Land use planning using an institutional approach is part of a non-structural approach. An institutional approach in managing Ciliwung watershed could be based on Ostrom’s Institutional Analysis and Development (IAD). Payment mechanism for environmental services and compensation can be carried out through the operation and maintenance of irrigation and watershed management simultaneously. Good watershed quality is able prevent flood incidence and to guarantee continuity of irrigation water supply resulting in farming productivity improvement. Optimum allocation of Ciliwung watershed can be achieved by accommodating both conservation and economic requirements simultaneously. Effective institutional interaction is the appropriate way to ensure implementation of integrated watershed management.  IndonesianPembangunan yang sangat pesat di Daerah Aliran Sungai Ciliwung mendorong terjadinya konversi lahan pertanian menjadi lahan terbangun. Hal ini menyebabkan berkurangnya daerah resapan air sehingga terjadi banjir. Banjir tersebut merupakan indikasi bahwa tata ruang saat ini tidak sesuai dengan daya dukung wilayah. Selama ini, kebijakan pemerintah untuk penyelesaian pengelolaan kawasan DAS lebih didominasi oleh penyelesaian secara struktural. Selain itu, perencanaan penataan ruang yang telah disusun seringkali menimbulkan adanya konflik sektoral dan kewilayahan. Melalui studi literatur, dapat diketahui bahwa pendekatan yang bersifat nonstruktural harus dilakukan terlebih dahulu sebelum pendekatan struktural. Penataan ruang menggunakan pendekatan kelembagaan merupakan bagian dari pendekatan nonstruktural. Pendekatan kelembagaan dalam pengelolaan kawasan DAS Ciliwung dapat mengacu pada Ostrom’s Institutional Analysis and Development (IAD). Mekanisme imbal jasa lingkungan dan pemberian kompensasi dapat dilakukan melalui operasi dan pemeliharaan irigasi serta pengelolaan DAS secara bersamaan. Kualitas DAS yang terjaga dengan baik mampu menanggulangi banjir sekaligus menjaga kontinuitas air irigasi sehingga produktivitas usahatani meningkat. Alokasi tata ruang kawasan DAS Ciliwung yang optimum dapat diperoleh dengan mengakomodir kebutuhan konservasi dan ekonomi secara bersamaan. Interaksi kelembagaan yang efektif merupakan langkah yang tepat untuk menjamin implementasi pengelolaan DAS secara terpadu.
Aspek Ekonomi Pengembangan Transmigrasi Dengan Pola Usaha Peternakan I Wayan Rusastra; Nizwar Syafa'at; Faisal Kasryno
Forum penelitian Agro Ekonomi Vol 5, No 1-2 (1987): Forum Penelitian Agro Ekonomi
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/fae.v5n1-2.1987.22-30

Abstract

IndonesianKajian ini menggunakan data sekunder dan tinjauan tentang pengembangan transmigrasi berpolakan peternakan. Disamping itu juga diperkaya dengan hasil pengamatan langsung di daerah transmigrasi Sarolangun-Bangko Jambi. Di daerah transmigrasi dengan pola tanaman pangan dan perkebunan, usaha peternakan perlu diarahkan menjadi komponen penting dalam usahatani dengan sasaran optimalisasi kegiatan dan kelestarian usahatani tanaman. Pergeseran ini hendaknya dilakukan secara selektif, dengan mengembangkan pola tanam tumpangsari pada budidaya tanaman pangan yang menjamin ketersediaan pakan dan pengembangan padang-penggembalaan pada lahan di bawah tanam perkebunan. Pemilihan jenis ternak pada transmigrasi yang sejak semula dirintis berpolakan peternakan hendaknya telah mempertimbangkan potensi wilayah, aspek kemudahan pelayanan, transportasi, pemasaran dan kecukupan penyediaan pangan dan pakan penguat. Pengembangan pola ini membutuhkan lahan per kepala keluarga yang cukup luas, sehingga perlu usaha reformasi paket program transmigrasi yang berjalan selama ini. Realisasinya sebaiknya dikaitkan dengan program Ternak Inti Rakyat dan petani transmigrasi hendaknya dipilih petani maju yang berorientasi wiraswasta.
Analisis usaha ayam petelur peternak plasma di Jawa Barat dan Lampung nFN Sumaryanto; I Wayan Rusastra; Arti Djatiharti
Forum penelitian Agro Ekonomi Vol 7, No 2 (1989): Forum Penelitian Agro Ekonomi
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/fae.v7n2.1989.20-31

Abstract

IndonesianSejak pertengahan dasawarsa delapan puluhan industri perunggasan nasional menghadapi berbagai permasalahan yang berat. Perkembangan industri perunggasan yang sangat cepat pada periode 1974-1983 diwarnai oleh berbagai permasalahan yang dapat mengancam masa depan PIR perunggasan pada khususnya dan usaha peternakan unggas rakyat pada umumnya. Peternak sebagai ujung tombak industri perunggasan harus memperoleh perhatian utama. Berangkat dari permasalahan itu tulisan ini ditujukan untuk mengkaji usaha peternakan ayam petelur plasma. Penelitian dilakukan di provinsi Jawa Barat dan Lampung pada tahun 1987/1988. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada tahun 1987 usaha peternakan ayam petelur peternak plasma tidak menguntungkan. Tingginya harga pakan menyebabkan biaya produksi total lebih besar dari nilai total penerimaan. Komponen biaya untuk pakan di tiga lokasi penelitian yakni Tasikmalaya, Bogor/Tangerang dan Lampung Selatan berkisar antara 83-88 persen. Di lain pihak tekanan dari permintaan dalam pasar telur menyebabkan rataan harga telur selama tahun 1987 hanya berkisar antara Rp 1.056 - Rp 1.154 per kg. Dengan kondisi demikian kendatipun penerapan teknologi berproduksi sudah berada pada kategori cukup yang tercermin dari produktivitas usaha ternak yang termasuk kategori sedang, tetapi nilai permintaan marjinal lebih rendah dari biaya korbanan marjinalnya. Pembandingan antar wilayah menunjukkan bahwa usaha peternakan ayam petelur di Tasikmalaya dan Bogor/Tangerang. Katup pengaman dari pendapatan rumahtangga terletak pada kesediaan inti memberikan pinjaman sarana produksi dan diversifikasi pendapatan rumahtangga peternak itu sendiri. Dari hasil analisa terlihat bahwa titik strategis dalam pembenahan industri perunggasan terletak pada penyediaan pakan dalam harga yang lebih rendah. Dalam pelaksanaan tentu bukan hanya menyangkut masalah teknis dan manajemen pada industri pakan saja, tetapi melibatkan aspek penyediaan bahan baku. Pada akhirnya pengembangan diversifikasi tanaman pangan dengan sendirinya ikut punya andil dalam hal ini.