cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota adm. jakarta selatan,
Dki jakarta
INDONESIA
Forum Penelitian Agro Ekonomi
Published by Kementerian Pertanian
ISSN : 02164361     EISSN : 25802674     DOI : -
Forum penelitian Agro Ekonomi (FAE) adalah media ilmiah komunikasi penelitian yang berisi review, gagasan, dan konsepsi orisinal bidang sosial ekonomi pertanian, mencakup sumber daya, agribisnis, ketahanan pangan, sosiologi, kelembagaan, perdagangan, dan ekonomi makro.
Arjuna Subject : -
Articles 5 Documents
Search results for , issue "Vol 28, No 2 (2010): Forum Penelitian Agro Ekonomi" : 5 Documents clear
Green Agriculture dan Green Food sebagai Strategi Branding dalam Usaha Pertanian nFN Sumarno
Forum penelitian Agro Ekonomi Vol 28, No 2 (2010): Forum Penelitian Agro Ekonomi
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/fae.v28n2.2010.81-90

Abstract

EnglishTechnology application during the Green Revolution had been successfully worked to overcome the national food production deficit.  However, due to the policy to maintain low food prices, the increase of production failed to improve the actual farmer’s income. The strategy to differentiate agricultural products with premium prices is set through a logo or brand seal on the products, means that the products are explicitly embedded with environment friendly images, safe and sustainable.  The suggested logo is “Green Food” indicated that the products come from “green Agriculture”.  The Green Agriculture is a modern agricultural practice using a balanced and controlled agrochemical according to certain protocol to guarantee an environment friendly production process and safety consume of the products.  Green Agriculture and the Green Food easier to apply compared to that of Good Agriculture Practices.  If Indonesia to adopt Green Agriculture and Green Food, a new regulation called “Indonesian Green Agriculture and Green Food Protocol” need to be formulated.  For operational reason, the need to adopt Green Agriculture and Green Food should come from the incumbent and influenced government officials.  Green Agriculture and Green Food is a branding strategy to increase the bargaining position and the competitive level of Indonesian agricultural products at both domestic and international markets.  China has applied Green Agriculture and Green Food since 1990 and in 2008, 6 million of China’s farmers have adopted the practices along with 816 post-harvest processors with annual Green Food total volume amounted to 42 million ton and US$ 2.32 billion of export value.  In Indonesia, Green Food has a high opportunity to get market segment due to the increase awareness on environment quality in addition to higher prices the farmers could enjoy compared to the price of conventional products.  Through Green Agriculture and Green Food, the maintenance of environment quality and safety of food consumption will be a collective responsibility of the farmers, processors, traders, and consumers.  Green Agriculture and Green Food is the “eco-farming with modern techniques and modern management by modern farmers for modern societies and modern world”.IndonesianPenerapan teknologi Green Revolution telah berhasil mengatasi kekurangan produksi pangan nasional, namun karena kebijakan pemerintah untuk menjaga harga pangan murah, maka kenaikan produksi tidak meningkatkan pendapatan petani secara nyata. Strategi diferensiasi produk pertanian untuk memperoleh harga premium adalah dengan memberi logo atau brand pada produk, yang secara eksplisit mencitrakan sebagai produk yang ramah lingkungan, aman konsumsi dan berkelanjutan. Logo yang disarankan adalah Green Food yang produknya berasal dari Green Agriculture. Green Agriculture merupakan praktek pertanian modern dengan penggunaan sarana agrokimia secara terkendali oleh ketentuan protokol, sehingga menjamin proses produksi ramah lingkungan dan produk panennya aman konsumsi. Ketentuan Green Agriculture dan Green Food lebih mudah dioperasionalkan dibandingkan dengan ketentuan Good Agriculture Practices. Apabila Indonesia akan mengadopsi Green Agriculture dan Green Food, perlu disusun ketentuan yang dapat disebut Indonesian Green Agriculture and Green Food Protocol. Keinginan untuk mengadopsi Green Agriculture dan Green Food harus datang dari pejabat berwenang sehingga operasionalisasinya dapat dilaksanakan. Green Agriculture dan Green Food merupakan strategi branding untuk meningkatkan posisi tawar dan daya saing produk pertanian Indonesia di dalam negeri dan di pasar internasional. China telah menerapkan Green Agriculture dan Green Food  sejak tahun 1990 dan pada tahun 2008 diikuti oleh 6 juta petani dan 816 perusahaan pengolah hasil panen, dengan total produk Green Food setahun mencapai 42 juta ton dan nilai ekspor sebesar 2,32 milyar dolar. Di Indonesia, Green Food berpeluang mendapatkan segmen pasar cukup besar oleh meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap mutu lingkungan dan petani memperoleh harga yang lebih baik dibandingkan produk pangan konvensional. Melalui Green Agriculture dan Green Food, maka pemeliharaan mutu lingkungan dan keamanan konsumsi pangan menjadi tanggung jawab bersama, oleh petani, pengolah produk, pedagang dan konsumen. Green Agriculture dan Green Food merupakan “eco-farming with modern techniques and modern management by modern farmers for modern societies and modern world”.
Dampak Krisis Pangan-Energi-Finansial (PEF) terhadap Kinerja Ketahanan Pangan Nasional Handewi Purwati Saliem; Erma Suryani
Forum penelitian Agro Ekonomi Vol 28, No 2 (2010): Forum Penelitian Agro Ekonomi
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/fae.v28n2.2010.107-121

Abstract

EnglishFood-energy-financial crisis (PEF crisis), which is discussed in this paper is the spike in world food prices in 2007/2008, the competition for the utilization of food for energy demand, triggered by the world financial crisis.  This paper aims to review the impact of the PEF crisis on Indonesia's food security. Impact of PEF crisis viewed with examining the various elements of food security in the period after 2007 compared to the previous condition. The review showed that the general crisis of PEF did not significantly affect national food security conditions, indicated by the positive direction of the rate of increase in primary production and food availability. However, PEF crisis negatively impact the diversity and quality of household food consumption and household access to food. The level of food dependence on imports for strategic food types in the proportion of the recovery. Especially for the consumption of wheat, need extra attention given the imbalance in the rate of increase in consumption by domestic capacity to produce food ingredients. Although in terms of availability could be due to be met from imports, but in the long run this will further deplete foreign exchange. It is recommended that policies that focus on strategic activities and implementation of programs related to strengthening food security can be implemented in consistency and need the support of all parties for strengthening the sustainability of national food security can be maintained.IndonesianKrisis pangan-energi-finansial (krisis PEF) yang dibahas dalam tulisan ini adalah kondisi lonjakan harga pangan dunia pada tahun 2007/2008, persaingan pemanfaatan bahan pangan untuk kebutuhan energi yang dipicu oleh krisis finansial dunia. Tulisan ini bertujuan untuk mereview dampak krisis PEF terhadap ketahanan pangan di Indonesia. Dampak krisis PEF dilihat dengan mencermati berbagai elemen ketahanan pangan pada periode setelah tahun 2007 dibanding kondisi sebelumnya. Hasil review menunjukkan bahwa secara umum krisis PEF tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kondisi ketahanan pangan nasional, diindikasikan oleh positifnya arah laju peningkatan produksi dan  ketersediaan  pangan utama.  Namun demikian, krisis PEF berdampak negatif terhadap keragaman dan kualitas konsumsi pangan rumah tangga maupun akses rumah tangga terhadap pangan. Tingkat ketergantungan pangan terhadap impor untuk jenis-jenis pangan strategis secara proporsi mengarah ke perbaikan. Khusus untuk konsumsi terigu, perlu mendapat perhatian ekstra mengingat ketidakseimbangan laju peningkatan konsumsi dengan kapasitas domestik untuk menghasilkan bahan pangan tersebut.  Walaupun dari sisi ketersediaan mampu dilakukan karena dipenuhi dari impor, namun dalam jangka panjang hal ini akan makin menguras devisa negara. Disarankan agar kebijakan yang fokus pada kegiatan strategis dan implementasi program terkait dengan pemantapan ketahanan pangan dapat dilaksanakan secara konsistensi dan perlu dukungan semua pihak agar keberlanjutan pemantapan ketahanan pangan nasional dapat dipertahankan.
Sejarah Politik dan Dinamika Agraris Kawasan Timur Indonesia Tri Pranadji
Forum penelitian Agro Ekonomi Vol 28, No 2 (2010): Forum Penelitian Agro Ekonomi
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/fae.v28n2.2010.123-134

Abstract

EnglishFrom the agrarian politic history view, the eastern region of Indonesia has a relatively strong competition potential in the global arena.  However, since the past five decades, the capacity of socio-economic-politic-culture of the eastern region of Indonesia was degraded to the lowest level. The political planning concern of the central government in the agrarian resource development management is the obstacle point to allow serious implication on social gap and backwardness. The agrarian politic set back in the western part of Indonesia has a heavy influence on the community’s socio-economic livelihood who are depending on local agrarian resources. The prominent ability of several local kings of kingdoms in the eastern Indonesia to perform agricultural trade at a global level during the period of 15-18 centuries has no longer existed.  In the future, a strong political support is required to reform agrarian development planning for the eastern region of Indonesia. The plan should cover: First, the vision and direction to establish a strong, self-support, high competitive, fair, and sustainable industrial community based on the existing agrarian resource management.  Second, to produce high value of agrarian products, manage by integrated organizations, use high technology and innovation, apply sharing system on collective assets, and select appropriate business adjusted to the existing local agro-ecosystems. Third, strengthen infrastructure networks, support financial institutions, and apply law enforcement in accordance with good governance in a decentralized government administration. Fourth, to establish the community’s rights to express their political opinion and aspiration, to involve in organization (economic, society, and politic), and support on local wisdom. Fifth, to perform policies that integrates agrarian management, safety and defense, and the empowerment of civil society in the eastern part of Indonesia.IndonesianDilihat dari sejarah politik agraria, kawasan timur Indonesia mempunyai potensi daya kompetisi relatif kuat dalam “pertarungan” global. Hanya saja, sejak lima dekade terakhir secara sosio-ekonomi-politik-budaya kawasan timur Indonesia berbalik menjadi sangat memprihatinkan. Kepedulian politik perencanaan pemerintah pusat dalam pengembangan pengelolaan sumber daya agraria setempat tampaknya menjadi titik lemah yang berimplikasi serius terhadap munculnya keterbelakangan dan kesenjangan sosial. Kemunduran politik agraria yang terjadi di kawasan barat Indonesia berimbas sangat berat terhadap tingkat kehidupan sosial-ekonomi masyarakat berbasis pengelolaan sumber daya agraria setempat. Kehebatan kemajuan perdagangan produk agraris yang dikendalikan secara politik di tingkat global oleh beberapa kerajaan di kawasan timur Indonesia pada rentang abad 15-18 saat ini sudah hampir tidak tersisa lagi. Pada  masa mendatang perlu dukungan politik yang kuat untuk merumuskan kembali perencanaan pembangunan agraria di kawasan timur Indonesia. Substansi perencanaan mencakup: Pertama, visi dan arah yang mengutamakan terbentuknya masyarakat industrial berbasis pengelolaan sumber daya agraria yang kuat, mandiri, berdaya saing tinggi, adil, dan berkelanjutan. Kedua, dihasilkannya produk agraria bernilai tambah tinggi, dikelola dengan organisasi yang utuh (tidak tersekat-sekat), sarat dengan muatan iptek tinggi, penguasaan aset secara kolektif dengan sharing system yang lebih adil, serta pilihan usaha yang sesuai dengan kekayaan agroekosistem setempat. Ketiga, dilakukan penguatan terhadap jaringan infrastruktur, kelembagaan modal finansial, penegakan hukum, serta good governance dalam penyelenggaraan pemerintahan yang desentralistik. Keempat, penguatan hak-hak warga dalam berpendapat dan beraspirasi secara politik, berorganisasi (ekonomi, kemasyarakatan, dan politik), serta pemberdayaan aspek kearifan lokal. Kelima, kebijakan politik yang mengintegrasikan pengelolaan agraria, pertahanan dan keamanan, serta penguatan civil society di kawasan timur Indonesia.
Pola Komunikasi dalam Pengembangan Modal Manusia dan Sosial Pertanian Retno Sri Hartati Mulyandari; Sumardjo Sumardjo; Nurmala K. Pandjaitan; Djuara P. Lubis
Forum penelitian Agro Ekonomi Vol 28, No 2 (2010): Forum Penelitian Agro Ekonomi
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/fae.v28n2.2010.135-158

Abstract

EnglishThis paper aims to analyze the high quality of agricultural human capital and social indicators in improving the performance of national development and to formulate their communication patterns to support capacity building of human and social capital of agriculture in every line of agricultural development. The lack of agricultural human capital and social capital capacity is one of the constraints causing the accessibility limitation for Indonesian agriculture to face the global competition. The low farmer’s education attainment has caused a low capacity of farmers to manage information and to adopt new technology resulting the low products quality. At the extension level, the shortage number and quality of the extension workers has also contributed to that situation. Beside low of basic capability, most of the extension workers do not have adequate mental capacity, especially related to integrity, communication skills, and moral and ethical capacity. At the policy maker’s level, many local government institutions have no capacity to mapping agricultural resources along with their capability to make use of the available resources. With the high technical ability, agricultural human resource as a capital resource and as a social resource should have shared values and rules that expressed through personal relationships, trust, and common sense about the community responsibilities. To strengthen agricultural sector In supporting national development, agricultural sector need appropriate communication patterns for agricultural human resource improvement at each level of agricultural development. Such communication pattern should be based on the convergent-interaction communication through knowledge sharing model. This model is appropriate for both agricultural personnel and for farmers. Through active role of various institutions within the Ministry of Agriculture and with the help of modern information technology, a network to reach farmers could be achieved. The extension workers or village facilitators are required in the development of agricultural community because of its important function as problem analyst, group supervisor, trainers, innovators, and liaison officers.IndonesianTulisan ini ditujukan untuk menganalisis indikator modal manusia dan sosial pertanian yang berkualitas dalam meningkatkan kinerja pembangunan nasional, dan merumuskan pola komunikasi untuk mendukung peningkatan kapasitas modal manusia dan sosial pertanian di setiap lini pembangunan pertanian. Keterbatasan kapasitas modal manusia dan sosial pertanian merupakan salah satu penyebab kurang mampunya pertanian Indonesia dalam menghadapi persaingan global. Rendahnya tingkat pendidikan petani menyebabkan kemampuan dalam mengolah informasi dan mengadopsi teknologi relatif sangat terbatas sehingga menghasilkan produk yang berkualitas rendah. Pada tingkat penyuluh, ketersediaannya di lapangan juga sangat terbatas jumlah dan kualitasnya. Selain kemampuan dasar yang masih rendah, sebagian besar penyuluh juga belum memiliki kapasitas mental yang memadai, khususnya terkait dengan integritas, kemampuannya dalam berkomunikasi, serta kapasitas moral dan etika. Sedangkan di tingkat pengambil kebijakan, masih banyak instansi daerah yang belum mampu memetakan sumber daya pertanian di daerah secara komprehensif dan memiliki kecermatan dalam membuat konsep pemanfaatannya. Selain memiliki kemampuan teknis yang tinggi, SDM pertanian sebagai modal manusia dan sosial pertanian juga harus memiliki dan berbagi nilai (shared values) serta pengorganisasian peran-peran (rules) yang diekspresikan dalam hubungan-hubungan personal (personal relationships), kepercayaan (trust), dan common sense tentang tanggung jawab komunitas (bersama). Agar sektor pertanian semakin kuat dalam mendukung pembangunan nasional, diperlukan pola komunikasi yang tepat untuk mendukung peningkatan kapasitas SDM pertanian di setiap lini pembangunan pertanian. Pola komunikasi dalam peningkatan kapasitas SDM pertanian dalam konsep sebagai modal manusia dan sosial yang unggul mengacu pada pola komunikasi interaksional konvergen melalui model berbagi pengetahuan (knowledge sharing model). Model ini tidak hanya sesuai untuk SDM dalam kategori aparatur pertanian, namun juga sesuai untuk petani. Peran aktif berbagai institusi dalam lingkup Departemen Pertanian yang diintegrasikan dengan perkembangan teknologi informasi, upaya untuk mewujudkan jaringan informasi bidang pertanian sampai di tingkat petani dapat diwujudkan. Fasilitator atau pendamping, khususnya penyuluh pertanian sangat dibutuhkan dalam pengembangan masyarakat karena mempunyai fungsi sebagai analis masalah, pembimbing kelompok, pelatih, inovator, dan penghubung.
Pendekatan Skala Ekivalensi untuk Mengukur Kemiskinan Sri Hery Susilowati
Forum penelitian Agro Ekonomi Vol 28, No 2 (2010): Forum Penelitian Agro Ekonomi
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/fae.v28n2.2010.91-105

Abstract

EnglishConsumption calculation to measure the level of poverty in Indonesia was based on the average of expenditure per capita approach. The approach did not consider the age’s composition of household members. With such approach, the calculation of poverty level should not provide accurate figures and need to be evaluated. The equivalent scale approach to measure the level of poverty was used by considering the household member’s age composition.  The result of poverty calculation using the equivalent scale approach gave the level of poverty at a more proportionate level compared to the average expenditure per capita approach.  The main problem in applying the equivalent scale approach to calculate the level of poverty in Indonesia is the lack of equivalent scale formula suitable for Indonesian consumption household pattern. IndonesianPenghitungan pengeluaran per kapita untuk menghitung penduduk miskin di Indonesia yang selama ini hanya didasarkan pada rata-rata pengeluaran per kapita dan tidak memperhatikan komposisi umur anggota rumah tangga. Dengan pendekatan tersebut hasil perhitungan kemiskinan kurang mencerminkan angka kemiskinan secara akurat. Untuk itu penetapan kemiskinan dengan metode rata-rata pengeluaran per kapita seperti yang dilakukan BPS hingga saat ini perlu dievaluasi. Hasil perhitungan kemiskinan dengan pendekatan skala ekivalensi diketahui menghasilkan angka kemiskinan yang lebih rendah dibandingkan dengan metode rata-rata pengeluaran per kapita. Pendekatan skala ekivalensi sebagai alternatif metode menghitung kemiskinan diperkirakan akan menghasilkan angka kemiskinan yang lebih proporsional dibandingkan dengan metode rata-rata pendapatan per kapita. Kendala penerapan skala ekivalensi untuk menetapkan angka kemiskinan di Indonesia terutama belum tersedianya formula skala ekivalensi yang tepat sesuai dengan pola konsumsi anggota rumah tangga di Indonesia.

Page 1 of 1 | Total Record : 5


Filter by Year

2010 2010


Filter By Issues
All Issue Vol 39, No 2 (2021): Forum penelitian Agro Ekonomi : In Press Vol 39, No 1 (2021): Forum penelitian Agro Ekonomi Vol 38, No 2 (2020): Forum penelitian Agro Ekonomi Vol 38, No 1 (2020): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 37, No 2 (2019): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 37, No 1 (2019): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 36, No 2 (2018): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 36, No 1 (2018): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 35, No 2 (2017): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 35, No 1 (2017): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 34, No 2 (2016): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 34, No 1 (2016): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 33, No 2 (2015): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 33, No 1 (2015): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 32, No 2 (2014): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 32, No 1 (2014): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 31, No 2 (2013): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 31, No 1 (2013): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 30, No 2 (2012): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 30, No 1 (2012): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 29, No 2 (2011): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 29, No 1 (2011): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 28, No 2 (2010): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 28, No 1 (2010): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 27, No 2 (2009): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 27, No 1 (2009): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 26, No 2 (2008): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 26, No 1 (2008): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 25, No 2 (2007): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 25, No 1 (2007): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 24, No 2 (2006): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 24, No 1 (2006): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 23, No 2 (2005): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 23, No 1 (2005): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 22, No 2 (2004): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 22, No 1 (2004): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 21, No 2 (2003): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 21, No 1 (2003): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 20, No 2 (2002): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 20, No 1 (2002): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 19, No 2 (2001): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 19, No 1 (2001): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 18, No 1-2 (2000): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 17, No 2 (1999): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 17, No 1 (1999): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 16, No 2 (1998): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 16, No 1 (1998): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 15, No 1-2 (1997): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 14, No 2 (1996): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 14, No 1 (1996): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 13, No 2 (1995): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 13, No 1 (1995): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 12, No 2 (1994): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 12, No 1 (1994): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 10, No 2-1 (1993): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 11, No 2 (1993): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 9, No 2-1 (1992): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 9, No 1 (1991): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 8, No 1-2 (1990): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 7, No 2 (1989): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 7, No 1 (1989): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 6, No 2 (1988): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 6, No 1 (1988): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 5, No 1-2 (1987): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 4, No 2 (1986): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 4, No 1 (1985): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 3, No 2 (1984): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 3, No 1 (1984): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 2, No 2 (1983): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 2, No 1 (1983): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 1, No 2 (1983): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 1, No 1 (1982): Forum Penelitian Agro Ekonomi More Issue