cover
Contact Name
Aqil Luthfan
Contact Email
walisongo@walisongo.ac.id
Phone
-
Journal Mail Official
aqilluthfan@walisongo.ac.id
Editorial Address
-
Location
Kota semarang,
Jawa tengah
INDONESIA
Walisongo: Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan
ISSN : 08527172     EISSN : 2461064X     DOI : -
Core Subject : Humanities, Social,
Walisongo: Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan is an international social religious research journal, focuses on social sciences, religious studies, and local wisdom. It is intended to communicate original research and current issues on the subject. The subject covers literary and field studies with various perspectives i.e. philosophy, culture, history, education, law, art, theology, sufism, ecology and much more.
Arjuna Subject : -
Articles 20 Documents
Search results for , issue "Vol 21, No 1 (2013): Resolusi Konflik" : 20 Documents clear
POLA PENANGANAN KONFLIK AKIBAT KONVERSI AGAMA DI KALANGAN KELUARGA CINA MUSLIM Elizabeth, Misbah Zulfa
Walisongo: Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan Vol 21, No 1 (2013): Resolusi Konflik
Publisher : LP2M - Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21580/ws.21.1.241

Abstract

This research has the purposes to reveal the patterns of conflict caused by religious conversion among Chinese Muslim in Semarang, the patterns of conflict resolution applied among them, and their view on the conflict resolutions applied. Applying the methods of interviewing using structured interview guidance, participation observation, and deep interview, it was revealed that there are five kinds of conflict come out of conversion: indifference, teasing allusion, rude speaking, rejection, and hostile. Meanwhile there are three ways found in resolving conflict caused by religious conversion: to let the conflict goes on and resolved by time, to explain the problem related to Islam, and to go out from family circle. Based on the varieties in resolving the conflict, it is revealed that the community tends to approve the peace way in solving any problem, otherwise it will break the value the community hold, harmony.***Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap pola konflik yang disebabkan oleh konversi agama di kalangan Cina Muslim di Semarang, pola resolusi konflik yang diterapkan di kalangan mereka, serta pandangan mereka mengenai penyelesaian yang mereka lakukan, Dengan menggunakan metode wawancara dengan pedoman wawancara terstruktur, observasi partisipasi, observasi, dan wa­wan­cara mendalam ditemukan bahwa ada lima bentuk konflik akibat konversi: tidak dipedulikan, digoda, bicara kasar, penolakan, dan permusuhan. Sementara itu ditemukan tiga cara penyelesaian konflik, yaitu membiarkan masalah sehingga hilang bersama waktu, menjelaskan tentang Islam, dan keluar dari lingkup keluarga. Berdasarkan keragaman cara penyelesaian masalah tampak bahwa komunitas Cina cenderung menggunakan cara damai dalam menyelesaikan masalah.
SEGREGASI ETNO-RELIGIUS: UPAYA RESOLUSI KONFLIK DAN PEMBANGUNAN PERDAMAIAN Mustain, Mustain
Walisongo: Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan Vol 21, No 1 (2013): Resolusi Konflik
Publisher : LP2M - Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21580/ws.21.1.237

Abstract

Ethno-religious segregation in Lombok, especially in Mataram existed because of population migration and the implication of the implemenation of the policy on the politic of Karang Asem Hinduism Mataram Kingdom that dominated this area for more than one century (1670-1820). The policy subjected to the community made the fixed social stratification in the context of community settlement, and generated two different groups, the Balinesse-Hiduism as the noble and Sasak-Muslim as the lower-level society members. Applying qualitative method and conflict study approach it was revealed that historical legacy had been become the social-psychological barrier for the two communities for making open and trustful interaction.***Segregasi etno-religius di wilayah Lombok, khususnya di Mataram selain terjadi karena migrasi penduduk, juga merupakan implikasi dari penerapan kebijakan politik kerajaan Hindu Karangasem Mataram yang menguasai wilayah ini selama 1,5 abad, yaitu dari tahun (1670-1820 M). Kebijakan itu antara lain dalam bentuk mempertahankan stratifikasi sosial masyarakat dalam pemukiman, sehingga melahirkan komunitas Bali-Hindu sebagai kelompok bangsawan dan komunitas Sasak-Islam sebagai kelompok rakyat kelas bawah. Melalui metode kualitatif dan pendekatan kajian konflik tampak bahwa warisan sejarah telah menjadi hambatan psikologis-sosial kedua komunitas untuk berinteraksi secara terbuka dan saling mempercayai.
INTEGRASI SOSIAL DALAM MASYARAKAT MULTI ETNIK Hendry Ar., Eka
Walisongo: Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan Vol 21, No 1 (2013): Resolusi Konflik
Publisher : LP2M - Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21580/ws.21.1.242

Abstract

This is a social research focused on the processes of society integration in the period of post-conflict. Locus of research is in Kelambu, a village in Sambas Regency West Kalimantan Province in which in 1999 a bloody violence broken between ethnic groups living there. Applying sociological approach and the perspective of conflict study, it was revealed that so far community living in Sungai Kelambu village is in negative peace because negative effect of the last confict is still there.***Penelitian ini merupakan penelitian ilmu sosial yang mempelajari tentang proses integrasi dalam masyarakat post konflik. Penelitian ini difokuskan di sebuah desa di Kabupaten Sambas Kalimantan Barat yang pada tahun 1999 diketahui pernah terjadi konflik sosial berdarah antarsuku. Dengan menggunakan pendekatan sosiologis dengan perspektif studi konflik ditemukan bahwa masyarakat saat ini dalam keadaan damai negatif karena ekses negatif dari konflik tersebut dirasakan sampai hari ini.
TRADITIONAL CONFLICT AND ITS INTERVENTIONS Muhlis, Muhlis
Walisongo: Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan Vol 21, No 1 (2013): Resolusi Konflik
Publisher : LP2M - Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21580/ws.21.1.238

Abstract

The Ngali-Renda conflict is habituated. It has taken for years. It has grown in its severity. It is not the case that the people of Ngali and Renda and the government do nothing in dealing with the conflict. However, the conflict is still there and waiting its trigger to appear. This research is significant in that it analyzes the traditional factors and interventions of the conflict. Applying qualitative research and historical, socio-cultural and phenomenological approaches showed that the Ngali-Renda conflict transformed from ndempa (empty-handed fighting) to lewa (armed fighting). Ndempa implied the spirit of honesty, openness and patriotism. It occurred every year in rest period of cultivation and took one or two month. Although ndempa was kapoda ade (serious and violent), it was kadihi ade (no intention to do harm) and for play and pleasure. On the contrary, lewa was more violent and caused casualties because the fighters used big knifes, arrows and firearms.***Konflik Ngali-Renda merupakan konflik yang sudah biasa terjadi. Konflik ini merupakan konflik kekerasan. Masyarakat Ngali-renda maupun pemerintah telah berupaya untuk mengatasi konflik tersebut, namun belum menampakkan hasil. Penelitian ini memiliki ati penting untuk melihat faktor-faktor tradisional dan penanganan konflik yang telah dilakukan. Tampak dalam penelitian ini bahwa konflik Ngali-Renda merupakan transformasi konflik dari ndempa (perkelahian tanpa senjata) menjadi lewa (perkelahian dengan senjata). Ndempa memiliki makna semangat kejujuran, keterbukaan, dan patriotisme. Tradisi ini merupakan tradisi tahunan, yang dilakukan setelah musim tanam dan berlangsung selama satu hingga dua bulan. Walaupun ndempa disebut kapoda ade (sungguh-sungguh dan keras) namun kadihe ade (tidak berniat untuk menyakiti), dan hanya untuk tujuan permainan dan kesenangan. Sementara lewa lebih keras dan me­nyebab­kan korban luka karena pelaku menggunakan pedang, panah, serta senjata api.
KONFLIK PEMEKARAN WILAYAH DI NANGGROE ACEH DARUSSALAM (NAD) PASCA PERJANJIAN HELSINKI Hanafi, M. Sahlan
Walisongo: Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan Vol 21, No 1 (2013): Resolusi Konflik
Publisher : LP2M - Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21580/ws.21.1.243

Abstract

The purposes of this research are to describe the processes of the emerge of ideas to establish the province of ABAS and explain the factors supporting the idea and to explain the reasons of NAD government to reject the expand of ABAS province. Applying qualitative methods using field observation and media discourse study. It was found that media discourse and the proposal for province expand of ABAS rose pro and contra in all level of society that impacted in horizontal and vertical conflict***Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan proses munculnya ide pembentukan Provinsi ABAS dan menjelaskan faktor-faktor yang mendorong munculnya ide tersebut serta menjelaskan mengapa Pemerintah pusat NAD tidak menyetujui pemekaran Provinsi ABAS. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif. Tekhnik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi di lapangan dan mengamati perkembangan wacana pemekaran melalui media. Ditemukan bahwa wacana dan usulan pemekaran Provinsi ABAS dari Provinsi NAD telah menimbulkan pro dan kontra di berbagai lapisan masyarakat sehingga memunculkan konflik horizontal dan vertikal.
DEPICTION OF COMMON ENEMIES IN RELIGIOUS SPEECH: THE ROLE OF THE RHETORIC OF IDENTIFICATION AND PURIFICATION IN INDONESIAN RELIGIOUS CONFLICTS Suwarno, Peter
Walisongo: Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan Vol 21, No 1 (2013): Resolusi Konflik
Publisher : LP2M - Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21580/ws.21.1.234

Abstract

The role of common enemies in speech on religious issues have contributed to religious tension, conflict and even violence in Indonesia. It will select the most representative and most frequently used key terms from religiously related speeches and other texts containing the portrayal of common enemies. Using Burke’s theories of identification, this paper will explain the important roles of common enemies in group unity and in achieving certain objectives.***Peran musuh bersama dalam ceramah-ceramah agama telah memberikan kontri­busi untuk timbulnya tekanan, konflik, dan kekerasan di Indonesia. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah istilah-istilah kunci yang sering digunakan dalam ceramah maupun teks yang menggambarkan musuh bersama. Dengan menggunakan teori identifikasi dari Burke, tulisan ini akan menjelaskan peran penting musuh bersama dalam kesatuan kelompok dan dalam rangka mencapai tujuan tertentu.
PRASANGKA: POTENSI PEMICU KONFLIK INTERNAL UMAT ISLAM Alfandi, Muhammad
Walisongo: Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan Vol 21, No 1 (2013): Resolusi Konflik
Publisher : LP2M - Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21580/ws.21.1.239

Abstract

This study is about the potential prejudice sparked internal conflict of Muslims, especially between the group Nahdlatul Ulama (NU) and the Council of Tafsir Al-Qur'an (MTA) in Surakarta. Lately there is a conflict between NU and the MTA congregation. MTA is questioned by NU in some areas because of the materials and methods of preaching/dakwah considered to be provocative and less likely to appreciate the difference fiqhiyah and abusive deeds done by NU. From the reason above, the conflict between these two Islamic organizations appeared. One of the triggers that caused the internal conflict among Muslims is the certain group of Muslims can not understand well the other religious groups, which have different ideological backgrounds; that it affects the way of thinking, behaving and acting that are different from themselves. As a result, the internal relations marred by religious conflict, caused by the internal religious prejudice. Similarly, the possibility that occurred among the group of NU and MTA.***Penelitian ini adalah tentang potensi memicu prasangka konflik internal umat Islam, terutama antara kelompok Nahdlatul Ulama (NU) dan Majelis Tafsir Al-Qur'an (MTA) di Surakarta. Akhir-akhir ini ada konflik antara NU dan jemaat MTA. MTA dipertanyakan/diperdebatkan oleh NU di beberapa daerah karena bahan dan metode dakwah/dakwah dianggap/cenderung provokatif dan cenderung tidak menghargai perbedaan fiqhiyah dengan perbuatan kasar yang dilakukan oleh NU. Dari alasan di atas, konflik antara kedua organisasi Islam telah terjadi/ muncul. Salah satu pemicu yang menyebabkan konflik internal di kalangan umat Islam adalah kelompok tertentu umat Islam tidak bisa memahami dengan baik kelompok agama lain, yang memiliki latar belakang ideologi yang berbeda, se­hingga mempengaruhi cara berpikir, bersikap dan bertindak yang berbeda dari diri mereka sendiri. Akibatnya, hubungan internal yang dirusak oleh konflik agama, disebabkan oleh prasangka keagamaan internal. Demikian pula, ke­mungkin­an yang terjadi di antara kelompok NU dan MTA.
REVITALISASI NILAI-NILAI KEARIFAN LOKAL BAGI UPAYA RESOLUSI KONFLIK Suprapto, Suprapto
Walisongo: Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan Vol 21, No 1 (2013): Resolusi Konflik
Publisher : LP2M - Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21580/ws.21.1.235

Abstract

The involvement of local wisdom in conflict resolution and peace building is not the only way to resolve conflict. Some level of conflict resolution should be there along the path of conflict resolution. The stressing on the patterns of conflict resolution is still limited on conflict settlement and need to develop toward peace building involving local wisdom which ic proven to be able to maintain social harmony. Considering to the norms had been long internalized among society, the society members strongly held the society order. The most important in this context is the need in the side of the elites to discuss the patters of local wisdom based peace building.***Keterlibatan kearifan lokal dalam upaya resolusi konflik dan pembangunan per­damaian bukan satu-satunya jalam untuk menangani konflik. Harus ada beberapa tingkatan resolusi konflik. Penekanan pada pola resolusi konflik masih terbatas pada penghentian konflik dan perlu dikembangkan ke arah pem­bangunan per­damaian yang melibatkan kearifan lokal yang terbukti mampu mem­per­tahankan harmoni sosial. Dengan mempertimbangkan pada norma-norma yang telah lama terinternalisir di kalangan masyarakat, maka anggota masyarakat akan mem­pertahankan norma yang dimilikinya secara kuat. Hal yang paling penting dalam konteks ini adalah perlunya para elite untuk membicarakan tentang pola kearifan lokal yang didasarkan pada pembangunan perdamaian.
SENGKETA TANAH KAWASAN HUTAN DAN RESOLUSINYA DALAM PERSPEKTIF FIQH Rokhmad, Abu
Walisongo: Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan Vol 21, No 1 (2013): Resolusi Konflik
Publisher : LP2M - Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21580/ws.21.1.240

Abstract

Land dispute on forest area in Blora Regency is still developing. This is a form of resistence among Blora community toward the patterns of forrest management by Perhutani since New Order. Many things became the trigger like illegal logging, violence involving community members, and claim on land ownership. This article studied the phenomenon applying fiqh perspective in order to develop peace building that was based on common good. However natural resources management constituted an important part in doing worship to God, so it needed to be accorded to Islamic spirit.***Konflik sengketa tanah kawasan hutan di kabupaten Blora terus bergulir. Kisah ini merupakan sejarah lama karena resistensi masyarakat Blora terhadap pola-pola pengelolaan hutan oleh Perhutani telah dimulai sejak masa Orde Baru. Banyak hal yang menjadi pemicu persoalan seperti penebangan liar, kekerasan yang melibatkan warga, dan klaim kepemilikan atas tanah. Tulisan ini mencoba melakukan kajian secara fiqh atas fenomena tersebut, sebagai salah satu upaya mengembangkan resolusi perdamaian berdasarkan dari kemaslahatan bersama. Bagaimanapun pengelolaan atas alam merupakan bagian penting dari prosesi ibadah kepada Tuhan sehingga perlu disesuaikan dengan spirit Islam.
MODEL PENYELESAIAN KONFLIK DI LEMBAGA ADAT Kamaruddin, Kamaruddin
Walisongo: Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan Vol 21, No 1 (2013): Resolusi Konflik
Publisher : LP2M - Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21580/ws.21.1.236

Abstract

So far, there is a claim that the conflict resolution conducted by tradition institution is mediation, but in some extend it showed the differences in principle and procedure. Based on the argument this article has the purposes to know any conflict frequently broken among Aceh community, the patterns of cooperation of the tradition institutions, and to know the most dominant institution in resolving conflict. Applying qualitative method, it is revealed that tradition institutions took a very important part in resolving confling in Aceh society. Eventhough all elements of the tradition institutions are involved in conflict resolution but in the processes of conflict resolution in gampong level, keuchik has a very important and strategic role.***Selama ini muncul klaim bahwa praktek penyelesaian konflik yang dilakukan oleh lembaga adat adalah mediasi tetapi pada tataran realitasnya menunjukkan ada perbedaan dalam prinsip dan prosedur yang selama ini dilakukan. Oleh karena itu tulisan ini bertujuan untuk mengetahui macam-macam konflik yang sering terjadi dalam masyarakat Aceh dan melihat pola kerjasama yang dilakukan lembaga adat dalam menyelesaikan konflik serta siapakah diantara mereka yang paling domi­nan dalam menyelesaikan konflik. Dengan mengguna­kan metode penelitian kuali­tatif ditemukan bahwa lembaga adat telah me­main­kan peran yang sangat signifi­kan dalam menyelesaikan konflik di kalangan masyarakat Aceh. Meskipun semua unsur lembaga adat terlibat dalam me­nyelesaikan konflik tetapi dalam proses penyelesaian konflik untuk tingkat gampong, keuchik menduduki peran yang sangat penting dan strategis.

Page 1 of 2 | Total Record : 20


Filter by Year

2013 2013


Filter By Issues
All Issue Vol. 33 No. 1 (2025) Vol. 32 No. 2 (2024) Vol. 32 No. 1 (2024) Vol. 31 No. 2 (2023) Vol 31, No 1 (2023) Vol 30, No 2 (2022) Vol 30, No 1 (2022) Vol 29, No 2 (2021) Vol 29, No 1 (2021) Vol 28, No 2 (2020) Vol 28, No 1 (2020) Vol 27, No 2 (2019) Vol 27, No 1 (2019) Vol 26, No 2 (2018) Vol 26, No 2 (2018) Vol 26, No 1 (2018) Vol 26, No 1 (2018) Vol 25, No 2 (2017) Vol 25, No 2 (2017) Vol 25, No 1 (2017) Vol 25, No 1 (2017) Vol 24, No 2 (2016): Agama, Politik dan Kebangsaan Vol 24, No 2 (2016): Agama, Politik dan Kebangsaan Vol 24, No 1 (2016): Ekonomi (Bisnis) Islam Vol 24, No 1 (2016): Ekonomi (Bisnis) Islam Vol 23, No 2 (2015): Agama dan Sains untuk Kemanusiaan Vol 23, No 2 (2015): Agama dan Sains untuk Kemanusiaan Vol 23, No 1 (2015): Pendidikan dan Deradikalisasi Agama Vol 23, No 1 (2015): Pendidikan dan Deradikalisasi Agama Vol 22, No 2 (2014): Dakwah Multikultural Vol 22, No 2 (2014): Dakwah Multikultural Vol 22, No 1 (2014): Relasi Agama dan Negara Vol 22, No 1 (2014): Relasi Agama dan Negara Vol 21, No 2 (2013): Agama Lokal Vol 21, No 2 (2013): Agama Lokal Vol 21, No 1 (2013): Resolusi Konflik Vol 21, No 1 (2013): Resolusi Konflik Vol 20, No 2 (2012): Spiritualisme Islam Vol 20, No 2 (2012): Spiritualisme Islam Vol 20, No 1 (2012): Fundamentalisme Agama Vol 20, No 1 (2012): Fundamentalisme Agama Vol 19, No 2 (2011): Pendidikan Islam Vol 19, No 2 (2011): Pendidikan Islam Vol 19, No 1 (2011): Ekonomi Islam Vol 19, No 1 (2011): Ekonomi Islam More Issue