This Author published in this journals
All Journal WACANA
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

Gambaran Seksualitas Pada Remaja Down Syndrome Di SLB PGRI Kecamatan Nanggulan Kabupaten Kulonprogo (Studi Kasus) Dzikrina Istighfaroh, Asri; Murti Karini, Suci; Tri Setyanto, Arif
Wacana Vol 10, No 1 (2018)
Publisher : UNS Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1137.791 KB) | DOI: 10.13057/wacana.v10i1.120

Abstract

  ABSTRAK   Down syndrome  merupakan suatu gangguan kesehatan fisik atau cacat fisik bawaan dan  disertai dengan retardasi  mental  yang  disebabkan  karena kelainan  pada   kromosom ke-21.  Banyak  anggapan bahwa pengetahuan seksualitas bagi down syndrome  tidaklah penting. Pembahasan mengenai seksualitas bagi  penderita  down  syndrome  masih  dianggap  tabu, menyeramkan, dan  masih  diabaikan  oleh  banyak orang.  Mitos yang mengatakan bahwa anak berkebutuhan khusus,  termasuk juga down syndrome,  adalah aseksual  atau tidak  mengalami  perkembangan  seksual   tidaklah  benar. Remaja  down  syndrome   juga mengalami perkembangan seksual, namun terdapat beberapa perbedaan dengan remaja pada umumnya. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran seksualitas yang  terjadi pada  remaja down syndrome.   Penelitian ini  menggunakan metode  kualitatif dengan desain studi  kasus  dengan harapan dapat menggali fokus penelitian secara lebih mendalam. Responden penelitian ini adalah  satu remaja laki- laki down syndrome dan dua remaja perempuan down syndrome  yang berusia 15-20 tahun yang bersekolah di SLB PGRI Kecamatan Nanggulan Kabupaten Kulonprogo. Metode pengambilan data yang  digunakan adalah  wawancara, observasi, riwayat hidup, tes psikologi, dan  dokumentasi. Tes  psikologi dilakukan dengan tes CPM (Coloured  Progressive  Matrices), dengan hasil  tiap responden berada pada   grade  V (intellectually defective). Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara biologis ketiga responden mengalami perkembangan seksualitas yang  sama  dengan remaja lain, ditandai dengan mimpi basah pada  responden laki-laki, dan menstruasi  pada   responden  perempuan.  Secara   umum   responden  belum   memiliki  pengetahuan mengenai seksualitas, seperti reproduksi manusia dan perilaku-perilaku seksual  (ciuman, masturbasi, dan seks).  Hal ini disebabkan karena orang  tua dan  guru  merasa tidak nyaman  dan  takut untuk memberikan penjelasan serta arahan mengenai seksualitas. Orang tua dan guru belum  memiliki cara yang tepat untuk memberikan  penjelasan  tentang  seksualitas  kepada  responden  agar   mudah  memahaminya.  Meski demikian  ketiga  responden  sudah   dapat  merawat  diri  dengan  mandiri,  seperti  dapat  mandi  dan berpakaian sendiri, dapat mencuci piring, dan  dapat mengganti pembalut sendiri saat menstruasi bagi responden perempuan. Pemahaman tentang  gender  juga  sudah   dimiliki  oleh  responden. Responden dapat membedakan gender  melalui penampilan fisik yang  nampak dari luar.  Ketiga responden mulai melihat  lawan   jenisnya  atraktif  dan   menarik  secara fisik,  dua  responden menunjukkan  ketertarikan terhadap lawan  jenis sedangkan satu responden belum  menunjukkan ketertarikan kepada lawan  jenis. Namun,  ketiga responden belum  menunjukkan  adanya   gairah seksual   yang  mengarah pada  perilaku seksual  seperti masturbasi atau seks. Dua responden mulai memiliki body image negatif pada  dirinya yang membuat responden  memandang dirinya  berbeda  dengan remaja  lainnya  dan   perbedaan ini  dapat berakibat pada  kehidupan seksual  responden. Dua dari tiga responden juga memiliki keinginan untuk bekerja dimasa depan. Pengetahuan mengenai bentuk hubungan antara lawan  jenis seperti pacaran dan pernikahan sudah  diketahui  oleh  responden, namun responden belum  memahami  adanya  rasa  sayang, rasa  cinta,  komitmen,  tanggung jawab,  serta aturan-aturan  dalam   hubungan tersebut.  Pemahaman responden terhadap hubungan antara lawan  jenis sebatas pada  sepasang laki-laki dan  perempuan yang saling berdekatan.   Kata kunci:  Down Syndrome, Sindrom Down, Seksualitas, Remaja
Penerapan Social Support untuk meningkatkan Kemandirian pada penderita Skizofrenia. Tri Setyanto, Arif; Hartini, Nurul; Nur Alfian, Ilham
Wacana Vol 9, No 1 (2017)
Publisher : UNS Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (168.67 KB) | DOI: 10.13057/wacana.v9i1.114

Abstract

Penerapan Social Support untuk meningkatkan Kemandirian pada penderita Skizofrenia.   Social Support Intervention To Increase Self-Reliance of Patients With Schizophrenia   Arif Tri Setyanto, Nurul Hartini, Ilham Nur Alfian Program Magister Profesi Psikologi UniversitasAirlangga     ABSTRAK Skizofrenia adalah gangguan jiwa yang tergolong berat. Skizofrenia merupakan suatu gangguan psikotik terutama ditandai oleh adanya gangguan pikiran, emosi, dan perilaku antara lain kekacauan pikiran, dimana ide-idenya tidak memiliki hubungan yang logis. Kekacauan persepsi dan perhatian, aktifitas motorik yang ganjil,serta emosi yang dangkal dan tidak wajar. Gejala karakteristik skizofrenia meliputi tidak berfungsinya kemampuan kognitif emosional yang meliputi persepsi, pikiran yang cenderung menarik diri, bahasa dan komunikasi, perilaku yang termonitor oleh kesadaran, kelancaran bahasa, kapasitas hedonis, kemauan dan drive, serta perhatian. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa dalam proses penyembuhannya para penderita skizofrenia hampir tidak bisa lepas dengan terapi medikasi (obat-obatan). Sementara perlakuan terhadap penderita skizofrenia dalam dekade ini terlalu menitikberatkan pada medikasi antipsikotik yang seringkali kurang dapat menawarkan pemulihan sosial (Carson,2000 dalam Schwarzer dan Schulz,2002), sehingga pemberian terapi medis saja tidaklah cukup bagi penderita skizofrenia. Sehubungan dengan permasalahan tersebut, maka diperlukan adanya suatu penanganan yang holistik untuk membantu penderitanya. Dalam kajian ini, intervensi ditujukan pada penderita skizofrenia dengan menggunakan suatu bentuk social support. Subyek dalam penelitian ini adalah laki-laki berusia 54 tahun, sudah berkeluarga, dan posisi sebagai kepala keluarga. Ia telah menjalani perawatan medis kurang lebih dua puluh tahun, adapun kondisinya saat ini sudah mengalami kemajuan setelah mendapatkan perawatan medis dibanding kondisi sebelumnya. Namun, masih ada permasalahan dalam kemandiriannya khususnya dalam Activity daily living (Adl). Intervensi dengan  bentuk social support bertujuan untuk meningkatkan kemandirian penderita. Pelaksanaan kegiatan intervensi social support dilaksanakan dalam tiga tahap kegiatan, yaitu: (1) Membangun rapport & kepercayaan antara peneliti, anak subyek dan subyek.(2) Melatih kemandirian subyek dengan memberikan tugas-tugasnya secara mandiri.(3) Meningkatkan rasa kemandirian subyek dalam bentuk pemberian social support, diantaranya berupa pemberian (informasi, nasehat, motivasi,dan sebagainya). Hampir keseluruhan serangkaian kegiatan program intervensi social support berjalan dengan cukup berhasil. Hal ini ditandai dengan subyek semakin termotivasi untuk melakukan aktifitasnya dibanding sebelum pelaksanaan intervensi. Subyek mengutarakan perasaannya ketika ia mendapatkan perhatian dari orang-orang di sekitarnya ia merasa lebih dihargai serta diperhatikan dan kemudian muncul motivasi dalam mengerjakan tugas-tugasnya.   Kata Kunci: social support, kemandirian, skizofrenia