Dekie GG Kasenda
Unknown Affiliation

Published : 4 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

GANTI RUGI DALAM PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM Dekie GG Kasenda
MORALITY: Jurnal Ilmu Hukum Vol 2 No 2 (2015): Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Fakultas Hukum Universitas PGRI Palangkaraya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (268.617 KB)

Abstract

Paradigma ganti rugi cenderung bermakna bahwa pemegang hak atas tanah itu sudah mengalami kerugian sebelum pelepasan tanahnya untuk kepentingan umum. Keppres Nomor 55 Tahun 1993, Perpres Nomor 36 Tahun 2005 dan Perpres Nomor 65 Tahun 2006 mengandung banyak kelemahan dan bersifat represif yang merugikan pemilik hak atas tanah. Beberapa kasus pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum menunjukkan bahwa telah timbul berbagai persoalan dalam pelaksanaannya. Mengingat kelemahan-kelemahan dalam peraturan perundang-undangan terdahulu yang berkaitan dengan pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum, maka dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012, pemerintah mencoba untuk memperbaiki kekurangan tersebut. Ganti Rugi Pengadaan Tanah Untuk kepentingan umum sejak lahirnya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012, penilaian besarnya nilai ganti kerugian oleh pemerintah dilakukan bidang per bidang tanah meliputi Tanah, ruang atas tanah dan bawah tanah, bangunan, tanaman, benda yang berkaitan dengan tanah; dan/atau kerugian lain yang dapat dinilai. Nilai ganti kerugian berdasarkan hasil Penilai, menjadi dasar musyawarah penetap kerugian. Pemberian ganti kerugian dapat diberikan dalam bentuk uang, Tanah pengganti, permukiman kembali, kepemilikan saham; atau bentuk lain yang disetujui oleh kedua belah pihak. Dalam hal tidak terjadi kesepakatan mengenai bentuk dan/ atau besarnya ganti kerugian, pihak yang berhak dapat mengajukan keberatan kepada pengadilan paling lama 14 (empat belas) hari kerja setelah musyawarah penetapan ganti kerugian. Pengadilan Negeri memutus bentuk dan/ atau besarnya ganti kerugian dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak diterimanya pengajuan keberatan. Sebagai pertimbangan dalam memutus putusan atas besaran ganti kerugian, pihak yang berkepentingan dapat menghadirkan saksi ahli di bidang penilaian untuk didengar pendapatnya sebagai pembanding atas penilaian ganti kerugian.
PENEGAKAN HUKUM PEKERJA ASING DALAM KONSEP OMNIBUS LAW Dekie GG Kasenda
Jurnal Ilmu Hukum Tambun Bungai Vol 5 No 1 (2020): Jurnal Ilmu Hukum Tambun Bungai
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Tambun Bungai Palangka Raya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (348.695 KB) | DOI: 10.61394/jihtb.v5i1.126

Abstract

Rancangan undang-undang cipta kerja telah diserahkan pemerintah kepada DPR RI untuk untuk selanjutnya dibahas dengan harapan dapat disepakati bersama untuk disahkan menjadi undang-undang. Bahwa rancangan undang-undang cipta kerja yang dibuat oleh pemerintah menganut konsep Omnibus Law yang merupakan hal baru dalam sistim pembentukan Peraturan Perundang-undangan di Indonesia sehingga ketika gagasan ini dikumandangkan oleh pemerintah dalam hal ini Presiden Joko Widodo disambut pro dan kontra di masyarakat sehingga terjadi berbagai kelompok diskusi-diskusi baik dari kalangan perguruan tinggi, para Ahli Hukum serta pemerhati dibidang ketenagakerjaan.Terlepas dari pro dan kontra terhadap konsep Omnibus Law dalam rancangan undang-undang cipta kerja tersebut faktanya pemerintah telah menyerahkan secara resmi kepada DPR RI untuk dibahas, namun sangat disayangkan draft rancangan undang-undang cipta kerja tersebut sampai sekarang belum bisa diakses oleh publik.Bahwa terlepas belum bisa diaksesnya draf rancangan undang-undang cipta kerja tersebut ada hal yang menarik untuk dikaji khususnya tentang pekerja asing atau tenaga kerja asing di Indonesia dimana regulasinya saat ini diatur berdasarkan dua ketentuan undang-undang yaitu Undang-undang nomor 13 tahun 2013 Tentang Ketenagakerjaan dan Undang-undang Nomor 6 tahun 2011 tentang Keimigrasian yang implementasinya berada lintas kementrian yaitu Kementrian Ketenagakerjaan dan kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dalam hal ini Dirjen Keimigrasian.Kajian ini tidak dimaksudkan untuk mendahului diberlakukan undang-undang cipta kerja tetapi lebih kepada tinjauan Yuridis implementasi Undang-undang nomor 13 tahun 2013 Tentang Ketenagakerjaan dan Undang-undang Nomor 6 tahun 2011 tentang Keimigrasian yang dilakukan oleh Kementrian Ketenagakerjaan dan kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia khususnya pekerja asing atau tenaga kerja asing dalam hal Penegakan hukum yang dapat menjadi bahan pemikiran dalam pembahasan draft rancangan undang-undang cipta kerja khususnya bagi pekerja asing dalam rangka meningkatkan pertumbhan ekonomi semakin baik yang pada gilirannya semakin mensejahterakan bangasa Indonesia.
TINJAUAN YURIDIS TENTANG EKSEKUSI KERUGIAN NEGARA DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI DEKIE GG KASENDA; EKO SURYA SAPUTRA
Jurnal Ilmu Hukum Tambun Bungai Vol 5 No 2 (2020): Jurnal Ilmu Hukum Tambun Bungai Palangka Raya
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Tambun Bungai Palangka Raya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (591.075 KB) | DOI: 10.61394/jihtb.v5i2.145

Abstract

Eksekusi pidana pembayaran ganti kerugian ini sebenarnya dilakukan sama seperti eksekusi kasus pidana pada umumnya. Hanya yang menjadi pembeda adalah adanya batas waktu bagi terpidana untuk membayar uang pengganti tersebut setelah putusan mempunyai kekuatan hukum tetap serta diharuskan menyerahkan harta bendanya untuk menutup pembayaran uang pengganti apabila terpidana mampu membayarnya. Namun pada dasarnya dalam menjalankan penindakan ini sangatlah tidak mudah, tidak jarang pelaksanaan eksekusi pembayaran ganti rugi baru dapat dilaksanakan selama bertahun-tahun. Hal inilah yang sangat menghambat negara dalam mengambil kembali hak-hak negara tersebut untuk menutupi kerugian keuangan negara akibat adanya tindak pidana korupsi yang dilakukan tersebut. Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian ini yaitu untuk mendeskripsikan bagaimana eksekusi pidana kerugian keuangan negara dalam tindak pidana korupsi. Pelaksanaan eksekusi kerugian keuang negara akibat tindak pidana korupsi adalah hukuman badan, denda, dan kewajiban membayar uang pengganti kerugian keuangan negara, dalam hal terpidana tidak bersedia membayar denda maka jaksa eksekutor segera melaksanakan eksekusi pidana kurungan dan membuat berita acara putusan pengadilan berupa pidana kurungan pengganti denda. Eksekusi pidana tambahan adalah kewajiban membayar uang pengganti, bersamaan dengan surat perintah putusan pengadilan, maka kepala kejaksaan negeri juga mengeluarkan surat perintah pencarian harta benda milik terpidana atau Asset Tracing. Terkait dengan pengawasan, kejaksaan memonitor atau mengawasi proses eksekusi dari perkara yang telah incracht, putusan badan, eksekusi denda, hingga pelacakan aset agar aset yang masih ada pada terdakwa dapat diproses guna mengganti kerugian keuangan negara.
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENANGANAN PENGEMIS DAN ANAK JALANAN DI MASA COVID-19 Dekie GG Kasenda; Muhamad Abidin
Jurnal Ilmu Hukum Tambun Bungai Vol 6 No 2 (2021): Jurnal Ilmu Hukum Tambun Bungai Palangka Raya
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Tambun Bungai Palangka Raya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (457.537 KB) | DOI: 10.61394/jihtb.v6i2.195

Abstract

Permasalahan Pengemis dan Anak Jalanan di Kota Palangka Raya setiap tahunnya semakin meningkat. Oleh karenanya diperlukan penanganan yang lebih mendalam dan efektif dalam mengatasi permasalahan pengemis dan anak jalanan di Kota Palangka Raya. Adanya Pandemic Covid-19 membuat semakin sempitnya ruang gerak untuk menertibkan pengemis dan anak jalanan. Namun, permasalahan pengemis dan anak jalanan harus tetap di selesaikan. Sebagaimana tertuang di dalam Pasal 34 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang mengatur bahwa Fakir Miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh Negara. Pasal 34 ayat (1) ini merupakan dasar dan acuan Pemerintah Daerah untuk membentuk suatu Peraturan Daerah, sehingga dibentuklah Peraturan Daerah Kota Palangka Raya Nomor 9 Tahun 2012 tentang Penanganan Gelandangan, Pengemis, Tuna Susila, dan Anak Jalanan. Penelitian ini mengambil rumusan masalah bagaimanakah penanganan pengemis dan anak jalanan di masa Covid-19 dan bagaimanakah pengawasan penanganan pengemis dan anak jalanan di masa Covid-19. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis Normatif. Sumber data primer diperoleh dari Penelitian Kepustakaan dan Penelitian Lapangan. Teknik pengumpulan datanya berupa wawancara dengan Dinas Sosial Kota Palangka Raya dan Satuan Polisi Pamong Praja Kota Palangka Raya. Kemudian data hasil penelitian tersebut dianalisa secara deskriptif kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian, penanganan pengemis dan anak jalanan di Kota Palangka Raya selama pandemic Covid-19 telah menerapkan protokol kesehatan, yakni dengan menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) seperti masker dan sarung tangan pada saat turun ke lapangan, serta pengawasan penanganan pengemis dan anak jalanan dilakukan secara langsung oleh Walikota Palangka Raya melalui Sekretaris Daerah Kota Palangka Raya. Saran, dalam hal penanganan pengemis dan anak jalanan selama masa pandemic Covid-19 diharapkan tetap menerapkan Protokol Kesehatan yang berlaku, yakni menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) seperti masker dan sarung tangan untuk meminimalisir peningkatan penularan virus Covid-19, serta diharapkan pula tambahan fasilitas kesehatan agar pengemis dan anak jalanan yang nantinya semakin banyak terjaring razia diperiksa Rapid Tes Antigen SARS COVID-19 sebelum dimasukan ke Rumah Singgah milik Dinas Sosial.