Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

THE UNJUSTIFIABLE TARGETING OF HEALTHCARE IN PALESTINE: A VIOLATION OF HUMAN RIGHTS AND INTERNATIONAL LAW Imtihani, Hajar; Nasser, Muhammad
International Journal of Islamic Education, Research and Multiculturalism (IJIERM) Vol 6 No 3 (2024)
Publisher : The Islamic Education and Multiculturalism Foundation

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47006/ijierm.v6i3.367

Abstract

Introduction: The ongoing conflict in Palestine has severely impacted its healthcare system, with hospitals and medical personnel frequently targeted by Israeli forces. This paper examines the unjustifiable targeting of healthcare in Palestine, highlighting violations of human rights and international law. Objective: The study investigates the extent of these attacks, analyzes their legal implications, and proposes recommendations for protecting healthcare in conflict zones. Research problems: It addresses the legal issues of systematic and deliberate targeting of healthcare in Palestine, which constitutes a grave violation of human rights and international law, and seeks to shed light on the magnitude and consequences of this problem. Method: Using a multidimensional approach, this paper analyzes the legal and contextual issues surrounding the targeting of healthcare in Palestine. The analysis employs human rights theory to assess the impact of these attacks on fundamental rights. Results: Findings reveal a systematic pattern of attacks on healthcare facilities and personnel, leading to numerous casualties, infrastructure damage, and disruption of essential medical services. These attacks violate international humanitarian law, including the Geneva Conventions and the Rome Statute of the International Criminal Court. Conclusion: targeting of healthcare in Palestine is a serious violation of human rights and international law, calling for immediate action to protect healthcare and hold perpetrators accountable. Recommendations include strengthening international monitoring mechanisms, pursuing legal accountability through international courts, and increasing international pressure on Israel to respect its obligations under international law. Legal professionals must act decisively to address this crisis, aiming for a future where peace, justice, and the right to life and health are respected for all.
Analisis Yuridis dan Non-Yuridis Terhadap Hubungan Hukum Antara Dokter dan Pasien di Dalam Kontrak Terapeutik Tsan, Riki; Nasser, Muhammad
Soepra Jurnal Hukum Kesehatan Vol 10, No 2: Desember 2024
Publisher : Universitas Katolik Soegijapranata Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24167/sjhk.v10i2.12579

Abstract

Hubungan antara dokter dengan pasien adalah relasi yang amat personal sebab bertumpu kepada kepercayaan pasien terhadap dokter. Sepanjang sejarah, hubungan dokter dan pasien berkembang dalam 3 model yakni  Activity-Passivity Relation, Guidance - Cooperation dan Mutual Participation. Model hubungan Mutual Participation dianggap sebagai fase hubungan terbaik dimana dokter dan pasien berada dalam posisi sejajar dan terikat dengan hukum perikatan, yang dikenal dengan kontrak terapeutik. Di dalam hukum Indonesia, kontrak terapeutik berlandaskan kepada Kitab Hukum Undang Undang Hukum Perdata Buku Ketiga. Penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif dengan menelaah berbagai kepustakaan dan pandangan para ahli  dengan tujuan untuk untuk menganalis hubungan hukum antara dokter dan pasien di dalam kontrak terapeutik dari perpspektif yuridis dan non-yuridis. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa di dalam implementasi kontrak terapeutik, relasi antara dokter dan pasien telah bergeser menjadi relasi perikatan yang sangat kaku. Keadaan ini disebabkan pemahaman  terhadap hukum yang berorientasi positivistik, doktrinal dan dogmatis sehingga mengesampingkan  aspek aspek moral, etik, keluhuran budi,welas asih serta aspek spiritual dan bergesernya karakteristik hubungan dokter pasien yang semula bersifat kemanusiaan menjadi bersifat bisnis dan materialistik.Abstract: The relationship between doctors and their patients is a very personal one, as it is based on the patient's trust in the doctor. Throughout history, the doctor-patient relationship has developed in three models or phases : Activity-Passivity Relation, Guidance-Cooperation, and Mutual Participation. The Mutual Participation model is considered the best phase of the relationship, where doctors and patients are on equal footing and bound by contractual obligations, known as the Therapeutic Contract. In Indonesian law, the therapeutic contract is based on the Civil Code Law, Book Three. This research is a normative legal study that examines various literature and expert opinions, aiming to critically analyze the relationship between doctors and patients within the therapeutic contract. The findings of this study conclude that in the implementation of the therapeutic contract, the relationship between doctors and patients has shifted to a very rigid contractual relationship. This situation is caused by a positivistic, doctrinal, and dogmatic understanding of the law, which overlooks moral, ethical, noble, compassionate, and spiritual aspects. Furthermore, the characteristics of the doctor-patient relationship, which were originally humanitarian, have shifted to become more business-oriented and materialistic.
Penghapus Pidana pada Kealpaan Medik oleh Tenaga Kesehatan Aditya Pratama, Maulana; Nasser, Muhammad; Jaeni, Ahmad
Jurnal Surya Kencana Dua : Dinamika Masalah Hukum dan Keadilan Vol. 11 No. 2 (2024): Jurnal Surya Kencana Dua: Dinamika Masalah Hukum & Keadilan
Publisher : Universitas Pamulang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32493/SKD.v11i2.y2024.46265

Abstract

Kealpaan medik merupakan tindakan yang seharusnya tidak dilakukan atau tidak melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan, tidak adanya penghati-hatian, penduga-duga. Kealpaan tersirat sifat sembrono atau sembarangan yang merupakan perbuatan melawan hukum. Sengketa hukum dalam pelayanan kesehatan menimbulkan pertanggungjawaban pidana yang harus diterima oleh tenaga kesehatan. Penghapus pidana merupakan perbuatan yang dihilangkan sifat perbuatan melawan hukumnya dikarenakan adanya kepentingan yang lebih besar. Mengapa kealpaan medik patut memperoleh penghapus pidana pada tenaga kesehatan dan bagaimana kepastian hukum dalam penghapus pidana pada kealpaan tenaga kesehatan di rumah sakit Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penghapus pidana yang dilakukan oleh tenaga kesehatan. Metode penilitian ini menggunakan yuridis normatif menggunakan metode penelitian studi literatur dengan menggunakan studi kepustakaan. Penghapus pidana mengemukakan “alasan-alasan tidak dapat dipertanggungjawabkannya seseorang atau alasan-alasan tidak dapat dipidanannya seseorang berdasarkan alasan tidak dapat dipertanggungjawabkan seseorang yang terletak pada diri orang tersebut, dan alasan tidak dapat dipertanggungjawabkannya seseorang terletak diluar dari diri orang tersebut. Penghapus pidana terdapat dalam KUHPidana pada Tenaga Kesehatan pada pasal 48 keadaan darurat, Pasal 50 melaksanakan perintah undang-undang, dan pasal 51 menjalankan perintah jabatan. Penghapus pidana diluar KUHPidana terdapat pada izin dan perintah jabatansebagai alasan pembenar. Penghapus pidana pada kealpaan medik oleh Tenaga kesehatan dapat berupa adanya resiko medik, kecelakaan medik, kekeliruan penilaian klinis, volunti nonfit iniura dan adanya kealpaan kontributor. Kepastian hukum pada kealpaan medik oleh Tenaga Kesejatan di Rumah sakit terdapat pada pasal 193 undang-undang nomor 17 tahun 2023 tentang Kesehatan. Pertanggungjawaban kealpaan medik oleh Tenaga Kesehatan haruslah dibuktikan. Pembuktian secara terbalik, perbuatan yang tidak sesuai standar pelayanan, standar profesi, standar prosedur operasional dan tidak adanya kontribusi kealpaan yang dilakukkan pasien atau keluarga pasien sehingga timbul akibat luka berat atau kematian yang disebabkan langsung oleh Tenaga Kesehatan sehingga dapat dikatakan kealpaan medik.