Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search
Journal : Indonesian Journal of Obstetrics

Diagnostic Approach to Vaginismus and How to Differentiate it from Dyspareunia Farhanah, Aninda Yasmin; Sukarsa, Mochamad Rizkar Arev; Armawan, Edwin; Achmad, Eppy Darmadi; Sasotya, R. M Sonny; Rinaldi, Andi; Ma’soem, Aria Prasetya; Praharsini, Raden Kania; Imantika, Efriyan; Nurtanio, Setiawan; Arwan, Berriandi
Indonesian Journal of Obstetrics & Gynecology Science Volume 8 Nomor 1 Maret 2025
Publisher : Dep/SMF Obstetri & Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/obgynia.v8i1.689

Abstract

Introduction:Vaginismus is a recurrent or persistent spasm of the muscles of the outer third of the vagina that interferes with coitus. The diagnosis of vaginismus is challenging since it requires the exclusion of possible organic comorbidities. Vaginismus needs to be differentiated from dyspareunia. This article comprehensively discusses the approach to diagnosis and management of vaginismus and highlights its differences from dyspareunia.Methods: A literature search was conducted in PubMed®, ScienceDirect, and Google Scholar databases on February 7–8, 2024, using Boolean combinations of the specified keywords. No specific timeframe was used. Editorials, commentaries, and articles other than written in English and Indonesian were excluded.Results: The review found that vaginismus is characterized by involuntary pelvic floor muscle contractions and significant anxiety towards penetration, which is diagnosed mainly through patient history and physical examination. In contrast, dyspareunia encompasses a wider range of pain, which may be superficial or deep and can result from various physiological or psychological factors. Differentiating between the two conditions requires a detailed clinical interview, physical examination, and possibly additional tests to identify the specific cause.Conclusion: Treatment for vaginismus focuses on reducing fear and pelvic muscle spasms, while dyspareunia focuses on addressing the underlying cause and pain management.Pendekatan Diagnosis pada Vaginismus dan Cara Membedakannya dengan DispareuniaAbstrakPendahuluan: Vaginismus adalah spasme otot-otot sepertiga bagian luar vagina yang berulang atau terus-menerus dan mengganggu koitus. Diagnosis vaginismus menantang dan memerlukan eksklusi kemungkinan komorbiditas organik. Vaginismus perlu dibedakan dengan dispareunia. Artikel ini membahas pendekatan diagnosis dan penatalaksanaan vaginismus secara komprehensif dan menyoroti perbedaannya dengan dispareunia.Metode: Pencarian literatur dilakukan di basis data PubMed®, ScienceDirect, dan Google Scholar pada tanggal 7 – 8 Februari 2024 dengan menggunakan kombinasi Boolean dari kata kunci yang ditentukan. Tidak ada jangka waktu tertentu yang digunakan dalam pencarian artikel untuk tinjauan literatur ini. Editorial, komentar, dan artikel yang tidak berbahasa Inggris dan Indonesia tidak disertakan.Hasil: Tinjauan menunjukkan bahwa vaginismus ditandai oleh kontraksi involunter otot dasar panggul serta kecemasan signifikan terhadap penetrasi. Diagnosis utama didasarkan pada riwayat pasien dan pemeriksaan fisik. Sebaliknya, dispareunia mencakup spektrum nyeri, baik superfisial maupun dalam, yang dapat dipicu oleh berbagai faktor fisiologis atau psikologis. Untuk membedakan kedua kondisi tersebut, diperlukan wawancara klinis yang mendetail, pemeriksaan fisik, dan tes tambahan guna mengidentifikasi penyebab spesifik.Kesimpulan: Terapi untuk vaginismus berfokus pada pengurangan rasa takut dan spasme otot panggul, sedangkan dispareunia berfokus pada penanganan penyebab yang mendasari dan manajemen nyeri.Kata kunci: Diagnosis, dyspareunia, tatalaksana, vaginismus
Diagnosis and Management of Utero-Sigmoid Fistula Cases: Case Report Arwan, Berriandi; Rinaldi, Andi; Sasotya, R. M. Sonny; Achmad, Eppy Dharmadi; Sukarsa, Moch. Rizkar Arev
Indonesian Journal of Obstetrics & Gynecology Science Volume 7 Nomor 3 November 2024
Publisher : Dep/SMF Obstetri & Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/obgynia.v7i3.698

Abstract

Introduction: Intrauterine devices (IUDs) are a common form of contraception due to their affordability and effectiveness. But they can also result in migration into the myometrium, which can cause utero-sigmoid fistulas. Utero-sigmoid fistulas is a rare but dangerous side effect of intrauterine device migration, which can make diagnosis and device retrieval challenging. Here, we present a case report that highlights the diagnosis and the management of utero-sigmoid fistula.Case Presentation: A 63-year-old woman came to the hospital due to feces appearing from her vagina. Later, it was confirmed from vaginal touch examination. On US examination, the IUD was found to have migrated to the deeper part of the uterus and a defect was confirmed as a fistula between the sigmoid colon and the uterus by contrast-enhanced abdominal MSCT. The patient then underwent a joint surgery consisting of wedge reesection of the uterus + fistula repair by the digestive surgery team, and hysterotomy + bilateral salpingectomy by the obgyn team. The procedure was success, and the fistula was closed, however the IUD was not retrieved during surgery. The patient had no early post-operative problem.Conclusion: The management of utero-sigmoid fistulas varies greatly and is not standardized. The diagnosis can be confirmed by hysteroscopy or surgical exploration, although non-invasive imaging techniques like MRI can aid in the process. Even though utero-sigmoid fistulas are uncommon, physicians need to be aware of this possible IUD complications.Diagnosis dan Tatalaksana Kasus Fistula Utero-Sigmoid: Laporan KasusAbstrakPendahuluan: Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) merupakan bentuk kontrasepsi yang umum digunakan karena harganya terjangkau dan efektif. Namun, AKDR dapat bermigrasi ke dalam miometrium yang dapat menyebabkan pembentukan fistula utero-sigmoid. Fistula utero-sigmoid adalah efek samping yang jarang terjadi tetapi berbahaya akibat migrasi AKDR. Migrasi AKDR dapat menjadi tantangan untuk diagnosis penyebab fistula utero-sigmoid dan penyulit saat prosedur pengambilan AKDR. Laporan kasus ini akan membahas mengenai diagnosis dan penanganan fistula utero-sigmoid.Presentasi Kasus: Seorang wanita berusia 63 tahun datang ke rumah sakit mengeluhkan feses yang keluar dari vaginanya. Kemudian, hal itu dikonfirmasi saat pemeriksaan vagina. Pada pemeriksaan USG ditemukan IUD yang berpindah ke bagian uterus yang lebih dalam dan suatu defek yang terkonfirmasi sebagai fistula antara kolon sigmoid dan uters melalui MSCT abdomen dengan kontras. Kemudian pasien menjalani operasi bersama yang terdiri dari wedge reesection pada rahim + repair fistula oleh tim bedah digestif, dan histerotomi + salpingektomi bilateral oleh tim obgyn. Prosedur berjalan dengan baik dan fistula berhasil ditutup, namun AKDR tidak diambil pada saat operasi. Tidak didapati komplikasi akut pascaoperasi.Kesimpulan: manajemen fistula utero-sigmoid sangat bervariasi dan belum terstandardisasi. Diagnosis dapat dikonfirmasi melalui histereskopi atau eksplorasi pembedahan, namun teknik pencitraan non-invasif seperti MRI dapat membantu proses diagnosis. Meskipun fistula utero-sigmoid jarang terjadi, klinisi tetap harus waspada akan komplikasi ini akibat dari IUDKata kunci: AKDR, Diagnosis, Fistula utero-sigmoid, manajemen,