p-Index From 2020 - 2025
0.444
P-Index
This Author published in this journals
All Journal Jurnal Tunas Agraria
Earlene, Felishella
Unknown Affiliation

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

Implikasi kebijakan reforma agraria terhadap ketidaksetaraan kepemilikan tanah melalui lensa hak asasi manusia Earlene, Felishella; Djaja, Benny
Tunas Agraria Vol. 6 No. 2 (2023): Tunas Agraria
Publisher : Diploma IV Pertanahan Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31292/jta.v6i2.223

Abstract

Unbalanced land ownership is an issue that arises due to the basic need for everyone to own land. This imbalance in land ownership not only triggers agrarian conflicts and disputes but also has the potential to violate human rights (HAM). This study aims to examine the relationship between Agrarian Reform and the inequality of land ownership in the context of human rights. Normative legal research methods are used by analyzing secondary data through library research. The research results show that agrarian reform aims to restructure land ownership, use, and utilization with the principle of justice. Nonetheless, the imbalance in land ownership that still exists has the potential to violate human rights. Human rights violations related to land ownership inequality not only cover land rights but also other rights such as employment, a decent standard of living, and others. Agrarian conflicts that arise due to inequality in land ownership can increase poverty and hinder the enforcement of human rights, especially in civil and political aspects. The importance of fair agrarian policies is crucial to preventing human rights violations. Unfortunately, the implementation of agrarian reform is still far from achieving the desired justice and prosperity, especially due to the frequent occurrence of agrarian conflicts related to unequal land ownership.   Kepemilikan tanah yang tidak seimbang menjadi isu yang muncul akibat kebutuhan dasar setiap orang untuk memiliki tanah. Ketimpangan kepemilikan tanah ini tidak hanya memicu konflik agraria dan sengketa, tetapi juga berpotensi melanggar Hak Asasi Manusia (HAM). Penelitian ini bertujuan untuk meninjau hubungan antara Reforma Agraria dan ketimpangan kepemilikan tanah dalam konteks HAM. Metode penelitian hukum normatif digunakan dengan menganalisis data sekunder melalui studi kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa reforma agraria bertujuan untuk merestrukturisasi kepemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah dengan prinsip keadilan. Meskipun demikian, ketimpangan kepemilikan lahan yang masih ada berpotensi melanggar HAM. Pelanggaran HAM yang terkait dengan ketimpangan kepemilikan tanah tidak hanya mencakup hak atas tanah, tetapi juga hak-hak lain seperti pekerjaan, standar hidup yang layak, dan lainnya. Konflik agraria yang muncul akibat ketimpangan kepemilikan tanah dapat meningkatkan kemiskinan dan menghambat penegakan HAM, terutama dalam aspek sipil dan politik. Pentingnya kebijakan agraria yang adil menjadi krusial dalam mencegah pelanggaran HAM. Sayangnya, pelaksanaan reforma agraria masih jauh dari harapan dalam mencapai keadilan dan kesejahteraan yang diinginkan, terutama karena sering terjadi konflik agraria terkait dengan ketimpangan kepemilikan lahan.
Tanggung Jawab Negara Terhadap Hak Masyarakat Hukum Adat di Pulau Rempang dalam Perspektif HAM Earlene, Felishella; Sitabuana, Tundjung Herning
Tunas Agraria Vol. 7 No. 2 (2024): Tunas Agraria
Publisher : Diploma IV Pertanahan Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31292/jta.v7i2.301

Abstract

The Indonesian constitution and international instruments mandate the recognition and protection of customary law communities. The plan to build the Rempang Eco-City on Rempang Island triggered an agrarian conflict, which resulted in violations of the traditional rights of the Rempang Island customary community, especially land rights. This research is intended to determine the state's responsibility for the rights of the Rempang Island customary community by examining it from a Human Rights (HAM) perspective. This research uses a type of normative legal research with descriptive research characteristics through data collection techniques, a literature study of secondary data through a statutory regulations approach, and is analyzed qualitatively. This legal research provides results that implementing development must be based on the human rights of local customary law communities in order to reduce the potential for conflict, considering that human rights are very closely related to development, and there is a contradiction between fulfilling rights through the implementation of National Strategic Projects (PSN) in order to improve the quality of life of the community. Local communities' traditional rights serve as a foundation for state accountability, ensuring the fulfillment of their human rights through relocation efforts, all while respecting and safeguarding their right to remain free from forced relocation.   Masyarakat hukum adat telah diakui dan dilindungi sebagaimana diamanatkan dalam konstitusi Indonesia maupun melalui instrumen internasional. Rencana pembangunan Rempang Eco-City di Pulau Rempang memicu konflik agraria yang mengakibatkan pelanggaran hak-hak tradisional masyarakat hukum adat Pulau Rempang khususnya hak atas tanah. Penelitian ini ditujukan guna mengetahui tanggung jawab negara atas hak masyarakat hukum adat Pulau Rempang dengan mengkaji dari perspektif Hak Asasi Manusia (HAM). Penelitian ini menggunakan jenis penelitian hukum normatif dengan sifat penelitian deskriptif melalui teknik pengumpulan data studi kepustakaan terhadap data sekunder melalui pendekatan peraturan perundang-undangan, dan dianalisis secara kualitatif. Penelitian hukum ini memberikan hasil bahwa dalam melaksanakan pembangunan harus berlandaskan pada HAM masyarakat hukum adat setempat agar mengurangi potensi terjadinya konflik mengingat HAM memiliki kaitan sangat erat dengan pembangunan, dan terdapat kontradiksi antara pemenuhan hak melalui pelaksanaan Proyek Strategis Nasional (PSN) guna meningkatkan kualitas hidup masyarakat dengan hak tradisional masyarakat setempat, serta bentuk pertanggungjawaban negara dalam pemenuhan HAM masyarakat setempat ialah melalui upaya relokasi dengan tetap menghormati dan melindungi hak untuk tidak direlokasi secara paksa.