Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search

Ocean Grabbing di Indonesia dan Malaysia: Catatan Krisis Sosio-Ekologis Dampak Proyek Reklamasi Muh Kamim, Anggalih Bayu
Jurnal Aspirasi Vol 11, No 1 (2020)
Publisher : Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46807/aspirasi.v11i1.1587

Abstract

This study explores the ocean grabbing phenomenon that arises as a result of the reclamation project undertaken to facilitate the expansion of urban capital. The case of reclamation projects in Indonesia and Malaysia is taken to be compared with the consideration of the method of spending and facilitation on urban capital investment through the reclamation project. The need for new land which has become the culprit of the reclamation project will be explored about the impact it has had on the socio-ecological crisis that coastal communities must suffer. This study is a literature review carried out by tracing research reports, journal articles, and online media coverage related to the problem being examined. This study was carried out by borrowing the definition of ocean grabbing made by Bennett, Govan, and Satterfield and the criteria they made to show socio-ecological crises arising in coastal communities due to the reclamation project. The results of the study show that reclamation projects in Indonesia and Malaysia pose serious ocean grabbing problems. First, reclamation projects in Indonesia and Malaysia have poor governance. Minimal public participation and inadequate planning are a way for the facilitation of urban capital expansion in the reclamation project. Second, the reclamation project has worsened the living conditions of coastal communities due to loss of catchment area, decreased income, and deprived the community of its living space. Third, the reclamation project has caused damage to the ecosystem which has broken the balance of the environment in marine waters.AbstrakKajian ini mendalami fenomena ocean grabbing yang muncul akibat proyek reklamasi yang dilakukan untuk memfasilitasi ekspansi modal. Kasus proyek reklamasi di Indonesia dan Malaysia diambil untuk diperbandingkan dengan melihat metode pengurugan dan upaya memfasilitasi investasi perkotaan dalam proyek reklamasi. Kebutuhan lahan baru yang menjadi biang keladi dari proyek reklamasi akan didalami mengenai dampak yang ditimbulkannya pada krisis sosio-ekologis yang harus diderita masyarakat pesisir. Studi ini adalah kajian pustaka yang dilakukan dengan menelusuri laporan penelitian, artikel jurnal, dan pemberitaan media daring yang terkait dengan persoalan yang dikaji. Kajian ini dilakukan dengan meminjam pendefinisian ocean grabbing yang dibuat oleh Bennett, Govan, dan Satterfield serta kriteria yang mereka buat untuk mengidentifikasi krisis sosio-ekologis yang muncul di masyarakat pesisir akibat proyek reklamasi. Hasil kajian menunjukkan bahwa proyek reklamasi di Indonesia dan Malaysia menimbulkan masalah ocean grabbing secara serius. Pertama, proyek reklamasi di Indonesia dan Malaysia memiliki tata kelola yang buruk. Partisipasi publik yang minim dan perencanaan tidak memadai menjadi jalan bagi fasilitasi ekspansi modal dalam proyek reklamasi. Kedua, proyek reklamasi telah memperburuk keadaan kehidupan masyarakat pesisir akibat hilangnya daerah tangkapan, penurunan pendapatan dan mencerabut komunitas dari ruang hidupnya. Ketiga, proyek reklamasi menyebabkan kerusakan ekosistem yang telah merusak keseimbangan lingkungan di perairan laut. 
Reforma Agraria di Perkotaan, Usaha Mencari Bentuk: Kasus Jakarta, Indonesia Muh Kamim, Anggalih Bayu
Jurnal Aspirasi Vol 13, No 2 (2022)
Publisher : Pusat Analisis Keparlemenan Badan Keahlian Sekretariat Jenderal DPR RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46807/aspirasi.v13i2.2832

Abstract

This research explores the effort of residents in Jakarta to defend their land and housing rights. The research question is: How are the residents’ efforts to carry out land reform by leverage in Jakarta? This study uses a case study method with data collected from government documents, journal articles, online media, and other types of secondary data. Data collecting is also done through in-depth interviews and focus group discussions with civil society activists, residents of Kampung Kota, and the administrator of Jakarta’s Agrarian Reform Task Force. Data analysis is carried out through the planning process, reviewing the literature, collecting data, to presenting and drawing a conclusion. The results of the study indicate that three foundations encourage the emergence of agrarian reform under which the residents have carried out namely the long experience of policy advocacy, the use of community action plans, and the emergence of the Agrarian Reform Task Force. Recognition through social mapping to the preparation of participatory village flat designs is an essential instrument for villagers to fight for their rights. Residents together with their social networks succeeded in encouraging 21 villages as objects of agrarian reform in Jakarta. The solidarity of the movement, support from civil society networks, and successful negotiations with Anies Baswedan became the entry point for agrarian reform from below in Jakarta. Civil society networks still have problems that must be resolved together with other stakeholders to formulate the correct form of urban agrarian reform and solve the problem of agrarian sectoral nationally.AbstrakKajian ini mendalami upaya warga kampung di Jakarta dalam memperjuangkan hak atas tanah dan hunian. Pertanyaan penelitiannya adalah bagaimana upaya warga kampung kota melakukan reforma agraria dari bawah di Jakarta? Studi ini menggunakan metode studi kasus melalui proses penelusuran atas dokumen pemerintahan, artikel jurnal, media daring, dan sumber sekunder lainnya. Pengumpulan data juga dilakukan melalui wawancara mendalam dan focus group discussion bersama para pegiat masyarakat sipil, warga kampung, dan pengurus Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) Jakarta. Analisis data dilakukan melalui proses perencanaan, penyusunan kajian literatur, pengumpulan data, sampai dengan penyajian dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada tiga landasan yang mendorong munculnya reforma agraria dari bawah yang dilakukan oleh warga yakni pengalaman panjang advokasi kebijakan, pemanfaatan community action plan, dan munculnya GTRA. Rekognisi melalui pemetaan sosial sampai dengan penyusunan desain kampung susun secara partisipatif menjadi instrumen penting bagi warga kampung untuk memperjuangkan hak-haknya. Warga bersama jejaring sosialnya berhasil mendorong 21 kampung sebagai objek reforma agraria di Jakarta. Soliditas gerakan, dukungan dari jejaring masyarakat sipil, dan keberhasilan negosiasi dengan Anies Baswedan menjadi pintu masuk bagi reforma agraria dari bawah di Jakarta. Jejaring masyarakat sipil masih memiliki masalah yang harus diselesaikan bersama dengan pemangku kepentingan lainnya untuk merumuskan bentuk reforma agraria perkotaan yang tepat dan menyelesaikan problem sektoral agraria secara nasional.
Ocean Grabbing di Indonesia dan Malaysia: Catatan Krisis Sosio-Ekologis Dampak Proyek Reklamasi Muh Kamim, Anggalih Bayu
Jurnal Aspirasi Vol 11, No 1 (2020)
Publisher : Pusat Analisis Keparlemenan Badan Keahlian Sekretariat Jenderal DPR RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46807/aspirasi.v11i1.1587

Abstract

This study explores the ocean grabbing phenomenon that arises as a result of the reclamation project undertaken to facilitate the expansion of urban capital. The case of reclamation projects in Indonesia and Malaysia is taken to be compared with the consideration of the method of spending and facilitation on urban capital investment through the reclamation project. The need for new land which has become the culprit of the reclamation project will be explored about the impact it has had on the socio-ecological crisis that coastal communities must suffer. This study is a literature review carried out by tracing research reports, journal articles, and online media coverage related to the problem being examined. This study was carried out by borrowing the definition of ocean grabbing made by Bennett, Govan, and Satterfield and the criteria they made to show socio-ecological crises arising in coastal communities due to the reclamation project. The results of the study show that reclamation projects in Indonesia and Malaysia pose serious ocean grabbing problems. First, reclamation projects in Indonesia and Malaysia have poor governance. Minimal public participation and inadequate planning are a way for the facilitation of urban capital expansion in the reclamation project. Second, the reclamation project has worsened the living conditions of coastal communities due to loss of catchment area, decreased income, and deprived the community of its living space. Third, the reclamation project has caused damage to the ecosystem which has broken the balance of the environment in marine waters.AbstrakKajian ini mendalami fenomena ocean grabbing yang muncul akibat proyek reklamasi yang dilakukan untuk memfasilitasi ekspansi modal. Kasus proyek reklamasi di Indonesia dan Malaysia diambil untuk diperbandingkan dengan melihat metode pengurugan dan upaya memfasilitasi investasi perkotaan dalam proyek reklamasi. Kebutuhan lahan baru yang menjadi biang keladi dari proyek reklamasi akan didalami mengenai dampak yang ditimbulkannya pada krisis sosio-ekologis yang harus diderita masyarakat pesisir. Studi ini adalah kajian pustaka yang dilakukan dengan menelusuri laporan penelitian, artikel jurnal, dan pemberitaan media daring yang terkait dengan persoalan yang dikaji. Kajian ini dilakukan dengan meminjam pendefinisian ocean grabbing yang dibuat oleh Bennett, Govan, dan Satterfield serta kriteria yang mereka buat untuk mengidentifikasi krisis sosio-ekologis yang muncul di masyarakat pesisir akibat proyek reklamasi. Hasil kajian menunjukkan bahwa proyek reklamasi di Indonesia dan Malaysia menimbulkan masalah ocean grabbing secara serius. Pertama, proyek reklamasi di Indonesia dan Malaysia memiliki tata kelola yang buruk. Partisipasi publik yang minim dan perencanaan tidak memadai menjadi jalan bagi fasilitasi ekspansi modal dalam proyek reklamasi. Kedua, proyek reklamasi telah memperburuk keadaan kehidupan masyarakat pesisir akibat hilangnya daerah tangkapan, penurunan pendapatan dan mencerabut komunitas dari ruang hidupnya. Ketiga, proyek reklamasi menyebabkan kerusakan ekosistem yang telah merusak keseimbangan lingkungan di perairan laut. 
Perebutan Air dan Ketidakberdayaan Kelompok Tani Dalam Menjaga Irigasi Studi Kasus di Padukuhan Bayen, Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta Muh Kamim, Anggalih Bayu; Dharmawan, Arya Hadi; Abdulkadir-Sunito, Melani; Yulian, Bayu Eka
Ganaya : Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 8 No 3 (2025)
Publisher : Jayapangus Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37329/ganaya.v8i3.4212

Abstract

This study analyzes the inability of “peasant organization” to control irrigation resources in rural-urban areas. Water disputes have arisen among peasants in rural-urban areas due to their limited capacity to organize themselves and manage available resources. This research seeks to examine the weaknesses in the role of peasant organizations in coordinating the use of irrigation resources. This study is a qualitative research using case study approach, focusing on Bayen sub-village, District of Sleman Special Region of Yogyakarta. The data collection process was done via in-depth interviews, documentation techniques, and field observation. The analyst’s work progressed from study preparation to data verification and conclusion. The research reveals that elite peasants have become central actors in water disputes, undermining the effectiveness of peasant organizations. Furthermore, both local and village governments fail to adequately support these organizations due to budgetary constraints and limited policymaking capacity. The “peasant organization” also does not have sufficient capacity to coordinate with other peasants in many different areas surrounding Bayen sub-village. The study shows that the bad condition of irrigation in Bayen sub-village is related to the lack of capacity of peasants to negotiate with different actors that have many different interests. Urban economic expansion led to the establishment of an ice factory, disrupting peasant irrigation systems. The toll road project, a consequence of urban economic expansion, has also disrupted irrigation systems in the region. As a result of these problems, the peasants, together with the head of Bayen sub-village, can only promote the use of toll drainage as an emergency irrigation measure.
Analisis Perumusan Kebijakan Perencanaan Pembangunan Visi DIY "Menyongsong Abad Samudera Hindia" dalam Perancangan RPJMD DIY 2017-2022 Muh Kamim, Anggalih Bayu; Amal, Ichlasul; Khandiq, M. Rusmul
Jurnal Wacana Kinerja: Kajian Praktis-Akademis Kinerja dan Administrasi Pelayanan Publik Vol 21, No 2 (2018)
Publisher : Pusat Pembelajaran dan Strategi Kebijakan Talenta Aparatur Sipil Negara Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31845/jwk.v21i2.107

Abstract

Penelitian ini mencoba menggali secara kritis dan mengevaluasi proses perumusan kebijakan dengan empat pendekatan yang digunakan dalam penyusunan kebijakan sesuai dengan Permendagri Nomor 86 Tahun 2017, yakni pendekatan politis, pendekatan teknokratis, pendekatan partisipatif dan pendekatan top down serta botttom-up yang akan digunakan untuk memahami proses perumusan kebijakan RPJMD DIY 2017-2022 dan sinkronisasinya dengan RPJMN 2014-2019. Penggambaran teoritis dengan rational-comprehensive menitikberatkan pengedepanan perumusan kebijakan secara rasional dengan menggunakan data secara komprehensif. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara mendalam dengan purposive sampling, serta teknik dokumentasi dengan melacak laporan riset, hasil kajian pemerintah dan hasil kajian LSM. Penelitian ini menunjukan bahwa pendekatan teknokratis masih dominan dalam proses perumusan kebijakan RPJMD DIY 2017-2022. Mekanisme birokratis masih menjadi primadona dalam upaya penyelesaian perencanaan pembangunan di DIY.
Kepentingan Ekonomi Politik Usaha Kecil di Malioboro, Yogyakarta [The Political Economy of Small Enterprises in Malioboro, Yogyakarta] Muh Kamim, Anggalih Bayu
Jurnal Politica Vol 14, No 2 (2023): Jurnal Politica November 2023
Publisher : Sekretariat Jenderal DPR RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22212/jp.v14i2.3981

Abstract

This study is aimed to explore the vulnerability of small enterprises in Malioboro that depend on mass tourism. The research question is how did the political economy of small enterprises in Malioboro change? Data collection was carried out by in-depth online interviews with small enterprise actors in Malioboro due to the Covid-19 pandemic situation. Data was also collected through searches of journal articles, manuscripts, government reports, online media reports, and books related to economic development of Malioboro. The results of the study show that the growth of small enterprises in Malioboro since the 18th century is related to the commodification of urban space around Pasar Gedhe. Massive development of urban infrastructure and the growth of tourism driven by the colonial government since the 19th century have encouraged the emergence of the "entrepreneurial city" phenomenon in Malioboro marked by the proliferation of small enterprises. The crisis in 1930 and the war for independence in 1945-1949 disrupted the economy in Malioboro, but did not kill small enterprises. After the 1970s, small enterprises grew and built organizations to sustain their livelihoods. Small businesses with their respective organizations seek to build connection with the ruling class to maintain their seasonal business. Small enterprises don't even hesitate to fight with each other. The clash of small enterprises is getting tougher after Malioboro’s revitalization project in 2016 to maintain the image of a tourist destination, for business continuity.AbstrakKajian ini bertujuan untuk menggali kerentanan usaha kecil di Malioboro yang bergantung pada turisme massal. Pertanyaan penelitian yang ingin dijawab adalah bagaimana perubahan ekonomi politik usaha kecil di Malioboro? Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam secara daring kepada pelaku usaha kecil di Malioboro disebabkan situasi pandemi Covid-19. Data dikumpulkan pula melalui penelusuran atas artikel jurnal, manuskrip, laporan pemerintahan, pemberitaan media daring dan buku yang terkait dengan perkembangan ekonomi di Malioboro. Hasil kajian menunjukkan bahwa tumbuhnya usaha kecil di Malioboro sejak abad ke 18 berkaitan dengan komodifikasi ruang perkotaan dimulai di sekitar Pasar Gedhe dan berlanjut di sekitarnya. Pembangunan infrastruktur perkotaan secara masif dan tumbuhnya turisme didorong oleh pemerintah kolonial sejak abad ke-19 telah mendorong munculnya fenomena “kota wirausaha” di Malioboro ditandai dengan maraknya usaha kecil. Krisis tahun 1930 dan perang kemerdekaan tahun 1945-1949 sempat mengganggu perekonomian di Malioboro, tetapi tak serta merta mematikan usaha kecil. Pasca tahun 1970-an, usaha kecil semakin tumbuh dan membangun organisasi untuk mempertahankan penghidupannya. Usaha kecil dengan masing-masing organisasinya berupaya membangun koneksi dengan kelas penguasa untuk mempertahankan bisnisnya dalam menjaga usahanya yang bersifat musiman. Usaha kecil bahkan tak segan untuk berseteru dengan sesamanya dan semakin keras bertarung pasca penataan Malioboro pada tahun 2016 untuk menjaga citra destinasi wisata, demi keberlangsungan usaha.