Claim Missing Document
Check
Articles

Found 10 Documents
Search

RANAH INFORMAL, PATRON-KLIEN, DAN KEKUASAAN DI KALANGAN JAWARA BANTEN Hendrik, Herman
Kebudayaan Vol 12, No 1 (2017)
Publisher : Puslitjakdikbud Balitbang Kemdikbud

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (431.727 KB) | DOI: 10.24832/jk.v12i1.162

Abstract

AbstractThis article explains the roles of jawara Banten in the informal sphere, patron-client relationships that they have, and the correlation of those factors with the sustainability of jawara?s power in Banten. The question is, how is jawara obtain, maintain and expand their power? The aim of this article is to explain the correlation among the three, especially to expose how the former two contribute to the later. The uniqueness of this article compared to other studies on jawara Banten is that the informants of the study are small jawara or jawara kampung, not big jawara often disscussed in many studies. The data for this article were resulted from a field research conducted with qualitative method, especially life-history method, in a region in Serang Regency, Banten. The findings of the research show that the sustainability of jawara?s power is backed up by the important roles they play in Banten society and their patron-client relationships with many parties, either jawara or non-jawara. AbstrakTulisan ini menjelaskan tentang peranan para jawara dalam ranah informal di Banten, hubungan patron-klien yang mereka miliki, dan kaitannya dengan kelanggengan kekuasaan mereka di Banten. Pertanyaannya adalah bagaimanakah para jawara mendapatkan, mempertahankan, dan memperbesar kekuasaan mereka? Tujuan dari tulisan ini adalah menjelaskan keterkaitan antara hal-hal tersebut di atas, terutama memaparkan tentang bagaimana peranan sosial para jawara dan hubungan patron-klien yang mereka jalani berkontribusi terhadap kelanggengan kekuasaan mereka. Kekhasan tulisan ini dibandingkan dengan tulisan lain tentang jawara adalah bahwa informan dalam penelitiannya merupakan para jawara kecil atau jawara kampung, bukan jawara besar yang sudah banyak dibicarakan dalam berbagai tulisan. Data untuk tulisan ini dihasilkan dari sebuah penelitian lapangan dengan metode kualitatif, khususnya metode life history, yang dilakukan di sebuah daerah di Kabupaten Serang, Banten. Temuan penelitian menunjukkan bahwa kelanggengan kekuasaan para jawara ditopang oleh peranan penting mereka dalam kehidupan masyarakat Banten dan hubungan patron-klien yang merekamiliki dengan berbagai pihak, baik jawara maupun bukan jawara.
Narasi tentang Kebudayaan Baduy di Tiga Lembaga Kebudayaan Hendrik, Herman
Kebudayaan Vol 14, No 1 (2019)
Publisher : Puslitjakdikbud Balitbang Kemdikbud

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (330.556 KB) | DOI: 10.24832/jk.v14i1.237

Abstract

Tulisan ini membahas tentang narasi yang disajikan oleh tiga lembaga yang merepresentasikan kebudayaan Banten dalam rangka merepresentasikan kebudayaan Baduy, suatu komunitas adat yang hidup di wilayah Banten. Lembaga-lembaga tersebut yaitu Anjungan Provinsi Banten di Taman Mini Indonesia Indah, Museum Negeri Provinsi Banten, dan Museum Situs Kepurbakalaan Banten Lama. Narasi tentang kebudayaan Baduy dalam hal ini dipahami sebagai cara-cara yang ditempuh oleh masing-masing lembaga untuk bercerita tentang atau mendeskripsikan kebudayaan Baduy. Kajian mengenai hal ini penting mengingat komunitas Baduy merupakan salah satu elemen yang membentuk masyarakat dan kebudayaan Banten. Hal yang membuat diskusi lebih menarik yaitu bahwa komunitas Baduy merupakan minoritas di Banten, baik dalam hal jumlah maupun kebudayaan, tetapi menjadi salah satu ikon dari kebudayaan Banten. Mereka minoritas dalam segi jumlah karena mereka memang komunitas yang menghuni suatu wilayah kecil di wilayah Kabupaten Lebak. Dalam segi kebudayaan, status minoritas mereka dapat dilihat setidaknya dari dua hal, yaitu kepercayaan (baca: agama) dan tradisi. Komunitas Baduy menganut kepercayaan Sunda Wiwitan, yang tentu saja berbeda dengan mayoritas masyarakat Banten yang beragama Islam. Sementara itu, secara tradisi, komunitas Baduy masih menjalani cara hidup warisan leluhur secara ketat, pengaruh modernisme masih relatif kecil dalam kehidupan mereka. Dalam konteks seperti itu, menarik untuk memahami bagaimanakah lembaga-lembaga yang bertugas merepresentasikan kebudayaan Banten bernarasi tentang kebudayaan Baduy. Penelitian untuk tulisan ini dilakukan di Anjungan Provinsi Banten TMII, Museum Negeri Provinsi, dan Museum Banten Lama pada bulan Mei tahun 2018. Metode pengumpulan data yang digunakan yaitu pengamatan terhadap berbagai objek/koleksi museum yang dijadikan representasi kebudayaan Baduy.
RANAH INFORMAL, PATRON-KLIEN, DAN KEKUASAAN DI KALANGAN JAWARA BANTEN Hendrik, Herman
Kebudayaan Vol 12 No 1 (2017)
Publisher : Puslitjakdikbud Balitbang Kemdikbud

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24832/jk.v12i1.162

Abstract

AbstractThis article explains the roles of jawara Banten in the informal sphere, patron-client relationships that they have, and the correlation of those factors with the sustainability of jawaraâ??s power in Banten. The question is, how is jawara obtain, maintain and expand their power? The aim of this article is to explain the correlation among the three, especially to expose how the former two contribute to the later. The uniqueness of this article compared to other studies on jawara Banten is that the informants of the study are small jawara or jawara kampung, not big jawara often disscussed in many studies. The data for this article were resulted from a field research conducted with qualitative method, especially life-history method, in a region in Serang Regency, Banten. The findings of the research show that the sustainability of jawaraâ??s power is backed up by the important roles they play in Banten society and their patron-client relationships with many parties, either jawara or non-jawara. AbstrakTulisan ini menjelaskan tentang peranan para jawara dalam ranah informal di Banten, hubungan patron-klien yang mereka miliki, dan kaitannya dengan kelanggengan kekuasaan mereka di Banten. Pertanyaannya adalah bagaimanakah para jawara mendapatkan, mempertahankan, dan memperbesar kekuasaan mereka? Tujuan dari tulisan ini adalah menjelaskan keterkaitan antara hal-hal tersebut di atas, terutama memaparkan tentang bagaimana peranan sosial para jawara dan hubungan patron-klien yang mereka jalani berkontribusi terhadap kelanggengan kekuasaan mereka. Kekhasan tulisan ini dibandingkan dengan tulisan lain tentang jawara adalah bahwa informan dalam penelitiannya merupakan para jawara kecil atau jawara kampung, bukan jawara besar yang sudah banyak dibicarakan dalam berbagai tulisan. Data untuk tulisan ini dihasilkan dari sebuah penelitian lapangan dengan metode kualitatif, khususnya metode life history, yang dilakukan di sebuah daerah di Kabupaten Serang, Banten. Temuan penelitian menunjukkan bahwa kelanggengan kekuasaan para jawara ditopang oleh peranan penting mereka dalam kehidupan masyarakat Banten dan hubungan patron-klien yang merekamiliki dengan berbagai pihak, baik jawara maupun bukan jawara.
NARASI TENTANG KEBUDAYAAN BADUY DI TIGA LEMBAGA KEBUDAYAAN Hendrik, Herman
Kebudayaan Vol 14 No 1 (2019)
Publisher : Puslitjakdikbud Balitbang Kemdikbud

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24832/jk.v14i1.237

Abstract

Tulisan ini membahas tentang narasi yang disajikan oleh tiga lembaga yang merepresentasikan kebudayaan Banten dalam rangka merepresentasikan kebudayaan Baduy, suatu komunitas adat yang hidup di wilayah Banten. Lembaga-lembaga tersebut yaitu Anjungan Provinsi Banten di Taman Mini Indonesia Indah, Museum Negeri Provinsi Banten, dan Museum Situs Kepurbakalaan Banten Lama. Narasi tentang kebudayaan Baduy dalam hal ini dipahami sebagai cara-cara yang ditempuh oleh masing-masing lembaga untuk bercerita tentang atau mendeskripsikan kebudayaan Baduy. Kajian mengenai hal ini penting mengingat komunitas Baduy merupakan salah satu elemen yang membentuk masyarakat dan kebudayaan Banten. Hal yang membuat diskusi lebih menarik yaitu bahwa komunitas Baduy merupakan minoritas di Banten, baik dalam hal jumlah maupun kebudayaan, tetapi menjadi salah satu ikon dari kebudayaan Banten. Mereka minoritas dalam segi jumlah karena mereka memang komunitas yang menghuni suatu wilayah kecil di wilayah Kabupaten Lebak. Dalam segi kebudayaan, status minoritas mereka dapat dilihat setidaknya dari dua hal, yaitu kepercayaan (baca: agama) dan tradisi. Komunitas Baduy menganut kepercayaan Sunda Wiwitan, yang tentu saja berbeda dengan mayoritas masyarakat Banten yang beragama Islam. Sementara itu, secara tradisi, komunitas Baduy masih menjalani cara hidup warisan leluhur secara ketat, pengaruh modernisme masih relatif kecil dalam kehidupan mereka. Dalam konteks seperti itu, menarik untuk memahami bagaimanakah lembaga-lembaga yang bertugas merepresentasikan kebudayaan Banten bernarasi tentang kebudayaan Baduy. Penelitian untuk tulisan ini dilakukan di Anjungan Provinsi Banten TMII, Museum Negeri Provinsi, dan Museum Banten Lama pada bulan Mei tahun 2018. Metode pengumpulan data yang digunakan yaitu pengamatan terhadap berbagai objek/koleksi museum yang dijadikan representasi kebudayaan Baduy.
Perilaku Masyarakat Jabodetabek dalam Penyebaran Informasi tentang Kasus COVID-19 Hendrik, Herman
Jurnal Informasi Kesehatan Indonesia (JIKI) Vol 7 No 1 (2021): Jurnal Informasi Kesehatan Indonesia (JIKI)
Publisher : Politeknik Kesehatan Kemenkes Malang (State Health Polytechnic of Malang)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31290/jiki.v7i1.2251

Abstract

Sejak pertama kali diumumkan, kasus COVID-19 di Indonesia terus bertambah. Pandemi tersebut tidak lagi sekedar masalah dalam bidang kesehatan tetapi menjadi masalah dalam bidang sosial. Salah satu dampak sosial dari pandemi COVID-19 yaitu adanya stigmatisasi dan diskriminasi terhadap orang yang tertular atau diduga tertular penyakit tersebut. Selain itu, hoaks dan informasi yang salah atau tidak lengkap juga marak. Berbagai kasus stigmatisasi, diskriminasi, dan penyebaran hoaks menunjukkan adanya masalah dalam aspek informasi mengenai COVID-19. Dampak dari masalah itu lebih terasa dalam level mikro, yaitu di lingkungan permukiman, di mana warga harus menyikapi adanya kasus COVID-19 yang ada di hadapan mereka. Sehubungan dengan itu, tulisan ini bertujuan untuk memaparkan perilaku masyarakat Jabodetabek dalam penyebaran informasi mengenai kasus COVID-19 di lingkungan tempat tinggal mereka. Tulisan ini dibuat berdasarkan suatu penelitian survei yang dilakukan secara online oleh Kelompok Studi Mahasiswa Eka Prasetya Universitas Indonesia (KSM EP UI) dari akhir Mei hingga akhir Juni 2020. Survei tersebut berhasil mengumpulkan 254 respon. Data yang terkumpul kemudian diolah secara statistik deskriptif untuk melihat pola dan kecenderungan perilaku berinformasi masyarakat dalam penyebaran informasi tentang COVID-19. Hasil survei menunjukkan bahwa dalam kondisi riil atau nyata responden cenderung pasif dalam penyebaran informasi; tetapi dalam kondisi hipotetis atau pengandaian, mereka cenderung aktif. Saluran penyebaran informasi yang dipilih responden yang utama yaitu saluran yang lebih pribadi, dalam hal ini keluarga; dan mereka menghindari penyebaran informasi melalui medsos. Adapun saluran yang dapat dianggap “formal”, yaitu ketua/pengurus RT/RW, cenderung tidak menjadi pilihan dalam kondisi riil.
PERAN ORGANISASI MASYARAKAT SIPIL DALAM PENGELOLAAN KERAGAMAN DI SEKOLAH Hendrik, Herman
Jurnal Penelitian Kebijakan Pendidikan Vol 15 No 1 (2022)
Publisher : Pusat Standar dan Kebijakan Pendidikan, BSKAP, Kemendikbudristek

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24832/jpkp.v15i1.592

Abstract

This paper aimed to describe the roles of civil society organizations in managing diversity at schools. Civil society organization is an important element in a democracy. Their role in many aspects of life in Indonesia has been widely revealed, including in the education sector. Education in Indonesia reflects the character of Indonesian society in general, which is rich in diversity. Therefore, managing diversity in schools becomes a paramount issue. This is to anticipate the emergence of conflicts stemming from intolerance and inability to accept differences. This paper was written through library research. Data were collected from various sources: books, journals, reports, and websites containing information about civil society organizations and their work in managing diversity in education. Research findings revealed that a number of civil society organizations had played a role in managing diversity in education units through various activities such as trainings, seminars, and discussions. These various activities target almost every element in the school; namely students, teachers, and principals.
PERAN ORGANISASI MASYARAKAT SIPIL DALAM PENGELOLAAN KERAGAMAN DI SEKOLAH Hendrik, Herman
Jurnal Penelitian Kebijakan Pendidikan Vol 15 No 1 (2022)
Publisher : Pusat Standar dan Kebijakan Pendidikan, BSKAP, Kemendikbudristek

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24832/jpkp.v15i1.592

Abstract

This paper aimed to describe the roles of civil society organizations in managing diversity at schools. Civil society organization is an important element in a democracy. Their role in many aspects of life in Indonesia has been widely revealed, including in the education sector. Education in Indonesia reflects the character of Indonesian society in general, which is rich in diversity. Therefore, managing diversity in schools becomes a paramount issue. This is to anticipate the emergence of conflicts stemming from intolerance and inability to accept differences. This paper was written through library research. Data were collected from various sources: books, journals, reports, and websites containing information about civil society organizations and their work in managing diversity in education. Research findings revealed that a number of civil society organizations had played a role in managing diversity in education units through various activities such as trainings, seminars, and discussions. These various activities target almost every element in the school; namely students, teachers, and principals.
IMPLEMENTASI PROGRAM REVITALISASI DESA ADAT DI PROVINSI JAWA BARAT Hendrik, Herman
Patra Widya: Seri Penerbitan Penelitian Sejarah dan Budaya. Vol. 19 No. 3 (2018)
Publisher : Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah X

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (273.987 KB) | DOI: 10.52829/pw.126

Abstract

Adat merupakan subjek dari berbagai kebijakan, misalnya kebijakan sosial, kebijakan sumber daya alam, kebijakan pemerintahan lokal, dan kebijakan kebudayaan. Sehubungan dengan itu, banyak kajian telah dilakukan untuk melihat adat dalam konteks kebijakan tertentu. Namun, kajian-kajian tersebut lebih banyak membahas adat dalam konteks kebijakan sosial, kebijakan sumber daya alam, dan kebijakan pemerintahan lokal. Kajian mengenai adat dalam konteks kebijakan kebudayaan masih sedikit. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah menjalankan program Revitalisasi Desa Adat (RDA). Tujuan utama RDA yaitu merevitalisasi bangunan adat, dengan mekanisme pemberian bantuan dana. Tulisan ini memaparkan implementasi program RDA di Jawa Barat, tepatnya di Desa Panjalu (Ciamis) dan di Kampung Dukuh (Garut). Penelitian yang mendasari tulisan ini dilakukan pada Agustus 2016. Metode yang digunakan yaitu kualitatif dengan wawancara sebagai teknik pengumpulan data. Berdasarkan temuan, tulisan ini berargumen bahwa program RDA, tanpa mengesampingkan manfaat yang diterima oleh komunitas penerima bantuan, masih belum menjawab masalah utama yang dihadapi oleh masyarakat adat. ____________________________________________________________Adat is a subject of many policies, e.g. social policy, natural resources policy, local government policy, and cultural policy. Accordingly, many studies have been conducted on adat in the context of certain policies. However, studies on adat in the context of cultural policy are still rare. The Ministry of Education and Culture has run a program named Adat Village Revitalization, aimed at revitalizing adat-related buildings and objects with the mechanism of cash transfer. This article discusses the implementation of that program in West Java Province, namely in Desa Panjalu (Regency of Ciamis) and Kampung Dukuh (Regency of Garut). The research for this article was conducted on August 2016. The method used is qualitative, with interview as a main technique of data collection. Based on the findings, this article argue that the Adat Village Revitalization Program, without ignoring the benefit gained by the recipient communities, has not answered the main problems faced by adat communities.
FROM ACADEMIC PROFICIENCY TO RELIGIOUS AFFILIATION: THE IMPACT OF SCHOOL ZONING POLICIES ON STUDENT DIVERSITY Hendrik, Herman; W. Nurrochsyam, Mikka; P. Putra, Romeyn; Murdiyaningrum, Yunita
Lentera Pendidikan : Jurnal Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Vol 27 No 1 (2024): JUNE
Publisher : Faculty of Tarbiyah and Teacher Training, Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24252/lp.2024v27n1i9

Abstract

Zoning-based New Student Admission is a policy designed to allocate students to schools based on their area of residence. This policy aims to ensure equitable access to education and promote social diversity within the school environment. This paper investigates the impact of the zoning-based New Student Admission system on student diversity in schools. The school zoning policy has the potential to modify the levels and dimensions of student diversity. Schools are required to admit the largest quota of students through the zoning route, resulting in a student body that reflects the composition of the local community. This research is significant because previous studies have primarily focused on administrative and academic aspects. Employing a qualitative methodology, including online focus group discussions (FGDs) as a data collection technique, this study found that schools labeled as "excellent" or "prestigious," particularly those situated in urban centers, reported increased student diversity following the implementation of the school zoning policy. This shift in diversity encompasses not only academic ability but also economic background, ethnicity, regionality, and religion. The study recommends that schools and teachers enhance their capacity to manage student diversity as a consequence of the school zoning system. Abstrak: Penerimaan Peserta Didik Baru berbasis zonasi merupakan kebijakan yang diterapkan untuk mendistribusikan siswa ke sekolah-sekolah berdasarkan wilayah tempat tinggal mereka. Kebijakan ini bertujuan untuk memastikan pemerataan akses pendidikan dan mendorong keberagaman sosial di lingkungan sekolah. Artikel ini mengkaji dampak dari sistem Penerimaan Peserta Didik Baru berbasis zonasi terhadap keragaman siswa di sekolah. Kebijakan zonasi sekolah memberikan peluang untuk mengubah tingkat dan aspek keragaman siswa. Hal ini disebabkan oleh mandat bagi sekolah untuk menerima siswa dengan kuota terbesar dari jalur zonasi, yang berarti komposisi siswa akan mencerminkan komposisi masyarakat yang tinggal di sekitar sekolah. Penelitian ini penting karena penelitian-penelitian sebelumnya lebih banyak berfokus pada aspek administratif dan akademis. Berdasarkan studi kualitatif yang menggunakan FGD daring sebagai teknik pengumpulan data, studi ini menemukan bahwa sekolah-sekolah yang dilabeli sebagai sekolah unggulan atau favorit dan berlokasi di tengah kota umumnya mengalami peningkatan keberagaman siswa setelah penerapan kebijakan zonasi sekolah. Perubahan keberagaman tersebut tidak hanya terjadi dalam hal kemampuan akademik, tetapi juga dalam hal latar belakang ekonomi, etnisitas atau kedaerahan, dan agama. Rekomendasi dari studi ini adalah bahwa sekolah dan guru perlu meningkatkan kapasitas mereka dalam mengelola keragaman siswa sebagai konsekuensi dari adanya sistem zonasi sekolah.
PERAN ORGANISASI MASYARAKAT SIPIL DALAM PENGELOLAAN KERAGAMAN DI SEKOLAH Hendrik, Herman
Jurnal Penelitian Kebijakan Pendidikan Vol 15 No 1 (2022)
Publisher : Pusat Standar dan Kebijakan Pendidikan, BSKAP, Kemendikbudristek

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24832/jpkp.v15i1.592

Abstract

This paper aimed to describe the roles of civil society organizations in managing diversity at schools. Civil society organization is an important element in a democracy. Their role in many aspects of life in Indonesia has been widely revealed, including in the education sector. Education in Indonesia reflects the character of Indonesian society in general, which is rich in diversity. Therefore, managing diversity in schools becomes a paramount issue. This is to anticipate the emergence of conflicts stemming from intolerance and inability to accept differences. This paper was written through library research. Data were collected from various sources: books, journals, reports, and websites containing information about civil society organizations and their work in managing diversity in education. Research findings revealed that a number of civil society organizations had played a role in managing diversity in education units through various activities such as trainings, seminars, and discussions. These various activities target almost every element in the school; namely students, teachers, and principals.