Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

Pemilihan Presiden Tahun 2016 dan Politik Luar Negeri Amerika Serikat Yuliantoro, Nur Rachmat; Prabandari, Atin; Agussalim, Dafri
Jurnal Hubungan Internasional Vol 5, No 2 (2016): October
Publisher : Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.18196/hi.5297

Abstract

This study is trying to project some trends of U.S. foreign policy based on the results of presidential election in 2016. The United States had recently held presidential election on November 8, 2016. The victory of Republican candidate Donald Trump shocked the world that he defeated Democratic Hillary Clinton, who had excelled in some polls before the election. Various controversies raised by Trump did not prevent him from becoming the president-elect, as the global community soon became concerned with the possibility of the unstable international politics. After describing Clinton and Trump’s stand on foreign policy during their campaign, the study will present the results of the presidential election. Trump’s foreign policy is expected to show “the great American power,” but at the same time his favor of protectionism could threaten international economic cooperations involving the United States. The U.S. could see its image of “world police” reduced, but this would not automatically make the world safer. Under the leadership of Trump, American foreign policy will face many problems and challenges that are not easy to solve. Tulisan ini mencoba untuk memproyeksikan beberapa kecenderungan kebijakan luar negeri Amerika Serikat berdasarkan hasil pemilihan presiden tahun 2016. Amerika Serikat baru saja menyelenggarakan pemilihan presiden pada tanggal 8 November 2016. Kemenangan kandidat Partai Republik, Donald Trump, mengejutkan dunia. Ia mengalahkan kanditat partai Demokrat Hillary Clinton, yang unggul dalam beberapa jajak pendapat sebelum pemilu. Berbagai kontroversi yang disampaikan oleh Trump tidak mencegahnya memenangkan pemilihan, membuat masyarakat dunia segera menjadi khawatir dengan kemungkinan politik internasional yang kacau. Setelah menggambarkan posisi Clinton dan Trump pada isu luar negeri selama kampanye mereka, studi ini akan menyajikan hasil pemilihan presiden tahun 2016. Kebijakan luar negeri Trump diharapkan menunjukkan “kekuatan besar Amerika,” tetapi pada saat yang sama kecenderungan proteksionismenya bisa mengancam kerja sama ekonomi internasional yang melibatkan Amerika Serikat. AS akan melihat bahwa citra “polisi dunia”-nya bisa berkurang, tapi ini tidak akan otomatis membuat dunia lebih aman. Di bawah kepemimpinan Trump, kebijakan luar negeri Amerika akan menghadapi banyak masalah dan tantangan yang tidak mudah untuk dipecahkan.
Sinergi Motif Politik dan Motif Normatif dalam Diplomasi Kemanusiaan Tiongkok Pada Masa Pandemi Covid-19 Prabaningtyas, Rizka Fiani; Prabandari, Atin
Jurnal Penelitian Politik Vol 17, No 2 (2020): Konstelasi Politik di Tengah Pandemi Covid-19 (I)
Publisher : Pusat Penelitian Politik

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14203/jpp.v17i2.905

Abstract

This article seeks to map the patterns of humanitarian diplomacy carried out by China as emerging power in responding to the COVID-19 pandemic. Departing from the debate about political motives in the humanitarian diplomacy strategy carried out by the states, it is increasingly relevant and crucial to examine how humanitarian action, which should be a solution in a crisis situation such as a pandemic, can actually be exploited to serve political interests and how the state humanitarian diplomacy can affect the whole performance of international humanitarian system. The focus on China as a developing country as well as a non-Western donor country (emerging donors) in the international humanitarian aid regime is expected to provide an alternative perspective in seeing the dynamics of actors in the regime. It will be argued that in the context of efforts against COVID-19, China’s humanitarian diplomacy is a mixture of normative and political motives to serve three main national interests, namely normative obligation, stigma management to defend international reputation, and domestic legitimacy of national government. These interests cannot be separated from its status as emerging power trying to fit in the established international humanitarian system while defending its eligibility as influential power in global politics. Penelitian ini berupaya untuk memetakan pola pelaksanaan diplomasi kemanusiaan yang dilakukan oleh negara emerging powers dalam merespon pandemi COVID-19. Berangkat dari perdebatan tentang motif politik dalam strategi diplomasi kemanusiaan yang dilakukan oleh negara selama ini, penelitian ini menjadi semakin relevan dan krusial untuk dilakukan untuk mengetahui bagaimana aksi kemanusiaan yang seharusnya menjadi solusi di tengah situasi krisis semacam pandemi dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kepentingan politik negara. Selain itu, fokus terhadap Tiongkok sebagai negara berkembang sekaligus negara donor non-Barat (emerging donors) dalam rezim bantuan kemanusiaan internasional diharapkan dapat memberikan pandangan alternatif dalam melihat dinamika karakteristik aktor dalam rezim tersebut. Argumen utama yang dibangun adalah diplomasi kemanusiaan Tiongkok dalam konteks memerangi pandemic COVID-19 adalah perpaduan antara motif normative dan politik untuk memenuhi tiga kepentigan utama, yakni obligasi normative, manajemen stigma untuk mempertahankan reputasi internasional dan legitimasi domestik dari pemerintah pusat. Kepentingan-kepentingan ini tidak dapat dilepaskan dari status dan posisi Tiongkok sebagai emerging power yang harus beradaptasi dan beroperasi di dalam sistem kemanusiaan internasional sekaligus berjuang menjaga eligibilitasnya sebagai negara berpengaruh di dunia.