Tulisan ini membahas sejarah dan dinamika tafsir Al-Qur’an di Bugis. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang sumber datanya diperoleh dari kepustakaan (Library research). Hasil dari penelitian ini menyimpulkan bahwa Sejarah dan dinamika tafsir Al-Qur'an di Bugis mencerminkan kontinuitas dan perubahan dalam upaya memperluas pemahaman agama Islam di Sulawesi Selatan. Dengan adaptasi budaya lokal melalui penggunaan bahasa Bugis atau aksara Lontara, tafsir Al-Qur'an di Bugis menjadi instrumen untuk memperluas aksesibilitas dan inklusivitas terhadap pengetahuan agama bagi masyarakat. Perjalanan panjang tafsir Al-Qur'an di Bugis dimulai sejak era KH. Muhammad As'ad, yang merupakan salah satu tokoh utama dalam pengembangan pondok pesantren As'adiyah di Sulawesi Selatan. Pada tahun 1948, AG. H. Muhammad As'ad menulis tafsir pertama dalam bahasa Bugis yang diberi judul "Tafsir Surah Ammah bi Al-Lugha Al-Bughisiyyah", yang kemudian menjadi tonggak awal bagi perkembangan tafsir Al-Qur'an dalam bahasa Bugis di daerah tersebut. Pondok pesantren ini telah memainkan peran penting dalam pengembangan tafsir Al-Qur'an di Sulawesi-selatan. Institusi ini tidak hanya menyediakan tempat untuk belajar agama, tetapi juga menjadi pusat pemikiran dan produksi intelektual yang pada masanya juga menulis kitab tafsir seperti AG. H Yunus Martan, AG. H Abdullah Pabbaja AG. H Hamzah Manguluang, AG. H. Daud Ismail dan AG. H Mu’in Yusuf.