Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

GANGGUAN SKIZOAFEKTIF DENGAN KOMORBIDITAS DIABETES MELITUS : SEBUAH TINJAUAN PUSTAKA ARIRAHMAYANTI, I GUSTI AYU EKA; ARDANI, I GUSTI AYU INDAH; SUHARDI, MUHAMAD
KNOWLEDGE: Jurnal Inovasi Hasil Penelitian dan Pengembangan Vol. 4 No. 3 (2024)
Publisher : Pusat Pengembangan Pendidikan dan Penelitian Indonesia (P4I)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.51878/knowledge.v4i3.3679

Abstract

The prevalence rate is that individuals with schizophrenia and schizoaffective disorder have more than twice the risk of developing type 2 diabetes mellitus (T2DM) compared to the general population. People on the schizophrenia spectrum are genetically predisposed to type II diabetes, accompanied by weight gain as a side effect of treatment, which is a risk factor for developing type 2 diabetes, which will worsen medical outcomes and mortality rates. This literature review involves 21 journal and book literature from the last 10 years regarding schizoaffective with comorbid diabetes mellitus. Different data sources and manual literature search methods were used to find related articles. The increase in comorbid DM in schizoaffective is related to mitochondrial dysfunction, the presence of shared susceptibility genes, and side effects of therapy. Functional proteins translated from shared genetic susceptibility genes are known to regulate neuronal development in the brain and insulin in the pancreas through several key cascades. Quetiapine, Ziprasidone, aripiprazole, and lurasidone have a lower metabolic risk profile. Olanzapine, clozapine and valproate are a high risk group for metabolic disorders. A much lower risk of DM was associated with lithium, lamotrigine, oxcarbazepine and bupropion monotherapy, single class selective serotonin reuptake inhibitor (SSRI) therapy and some drug combinations containing bupropion and SSRIs. Rational use of antipsychotics, metabolic monitoring and pharmacological and lifestyle modifications can also be carried out to reduce the risk of DM. Psychosis is a known risk factor for increasing metabolic syndrome. The existence of shared susceptibility genes between schizophrenia and DM, mitochondrial dysfunction, side effects of antipsychotic medication, antidepressants, mood stabilizers play a role in this. ABSTRAKAngka prevalensi individu penderita skizofrenia dan gangguan skizoafektif mempunyai risiko lebih dari dua kali lipat mengalami diabetes melitus tipe 2 (DMT2) dibandingkan populasi umum. Orang dengan spektrum skizofrenia secara genetik cenderung mengalami diabetes tipe II disertai peningkatan berat badan sebagai efek samping pengobatan merupakan faktor risiko berkembangnya diabetes tipe 2 yang akan memperburuk luaran medis dan tingkat mortalitas. Tinjauan literatur ini melibatkan 21 literatur jurnal dan buku 10 tahun terakhir mengenai skizoafektif dengan komorbiditas diabetes melitus. Sumber data yang berbeda dan metode pencarian literatur manual digunakan untuk menemukan artikel yang berkaitan. Peningkatan komorbid DM pada skizoafektif berkaitan dengan disfungsi mitokondria, adanya gen kerentanan bersama, serta efek samping terapi. Protein fungsional yang ditranslasi dari gen kerentanan genetik bersama diketahui mengatur perkembangan saraf di otak dan insulin di pankreas melalui beberapa kaskade utama. Quetiapine, Ziprasidone, aripiprazole, dan lurasidone memiliki profil risiko metabolik yang lebih rendah. Olanzapine, clozapine dan valproat merupakan kelompok risiko tinggi terjadinya gangguan metabolisme. Risiko DM jauh lebih rendah dikaitkan dengan monoterapi litium, lamotrigin, oxcarbazepine dan bupropion, terapi kelas tunggal inhibitor reuptake serotonin selektif (SSRI) dan beberapa kombinasi obat yang mengandung bupropion dan SSRI. Penggunaan antipsikotik yang rasional, pemantauan metabolik serta modifikasi farmakologis dan gaya hidup juga dapat dilakukan untuk mengurangi risiko DM. Psikosis merupakan faktor risiko yang diketahui meningkatkan sindrom metabolik. Adanya gen kerentanan bersama antara skizofrenia dan DM, disfungsi mitokondria, efek samping pengobatan antipsikotik, antidepresan, penstabil suasana hati berperan dalam hal tersebut.
TATALAKSANA NON-FARMAKOLOGI PADA DEPRESI REMAJA : LAPORAN KASUS ARIRAHMAYANTI, I GUSTI AYU EKA; ARDANI, I GUSTI AYU INDAH; AJI, I PUTU KRISNA
HEALTHY : Jurnal Inovasi Riset Ilmu Kesehatan Vol. 3 No. 4 (2024)
Publisher : Pusat Pengembangan Pendidikan dan Penelitian Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.51878/healthy.v3i2.3780

Abstract

Adolescents are a population that is vulnerable to mental disorders, one of which is depressive disorder. Biological and psychosocial factors can influence the occurrence of depression. Psychosocial factors that play a role include family upbringing, life events and environmental stress as well as certain personality factors. In this case report, a 22 year old man, a 7th semester student, has not worked and is not married. The patient was diagnosed with moderate depressive disorder without somatic symptoms. The patient felt sad followed by feelings of annoyance and anger since 4 years ago since the patient started studying at a university. He felt sad and disappointed because he was not in a campus life that met his expectations. The feeling of sadness felt by the patient is followed by feelings of pessimism, failure and loss of self-confidence, feeling that there is no future anymore, often thinking about just dying. The patient has anankastic personality traits with neglected parenting. This patient's neglected parenting style causes the patient's id to become more dominant than the superego, resulting in ego defense mechanisms of projection, introjection and reaction formation. In this parenting style, parents tend not to care or be involved in the child's life. The patient fails to pass the Autonomy vs. Autonomy phase. Shame and Doubt, so that they experience feelings of anxiety or perfectionism. ABSTRAKRemaja merupakan populasi yang rentan mengalami gangguan mental, salah satunya adalah gangguan depresi. Faktor biologis dan psikososial dapat memengaruhi terjadinya depresi pada remaja. Faktor psikososial yang berperan antara lain faktor pola asuh keluarga, peristiwa kehidupan dan stres lingkungan serta faktor kepribadian tertentu. Pada laporan kasus ini, laki laki berusia 22 tahun, merupakan seorang mahasiswa semester 7, belum bekerja dan belum menikah. Pasien terdiagnosis dengan gangguan depresi sedang tanpa gejala somatik. Pasien merasa sedih diikuti oleh perasaan kesal dan marah sejak 4 tahun yang lalu sejak pasien mulai berkuliah di salah satu universitas. Ia merasa sedih dan kecewa karena ia tidak berada dalam kehidupan kampus yang sesuai harapannya. Perasaan sedih yang dirasakan pasien diikuti oleh perasaan pesimis, gagal dan kehilangan kepercayaan diri, merasa tidak ada masa depan lagi, sering terpikirkan untuk mati saja. Pasien memiliki ciri kepribadian anankastik dengan pola asuh neglected. Pola asuh orang tua yang neglected pada pasien ini menyebabkan id pasien menjadi lebih dominan daripada superego sehingga muncul mekanisme pembelaan ego proyeksi, introyeksi dan reaksi formasi. Pada pola asuh ini, orang tua cenderung tidak peduli maupun terlibat dalam kehidupan anak. Pasien gagal melewati fase Autonomy vs. Shame and Doubt, sehingga muncul mereka perasaan kecemasan atau perfeksionisme.