Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

Gambaran Ketajaman Penglihatan terhadap Lama Penggunaan dan Jarak Pandang Gadget pada Siswa Kelas XII SMA Negeri 9 Binsus Manado Richter, Randy; Rares, Laya M.; Najoan, Imelda H. M.
e-CliniC Vol 6, No 2 (2018): Jurnal e-CliniC (eCl)
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ecl.6.2.2018.21993

Abstract

Abstract: Deterioration of visual acuity commonly occurs among students. This study was aimed to obtain the profile of visual acuity related to duration of gadget usage and distance between eye and the gadget among XII grade students of SMA Negeri 9 Binsus Manado (senior high school). This was a descriptive study. There were 105 students as subjects in this study; 34 of them (32.38%) had decreased visual acuity. There were 80 subjects (76.19%) that did not wear glasses, consisted of 27 males (25.72%) and 44 females (41.9%). Gadget usage for ≥2 hours was found in 99 subjects (94.29%). The most common visual length of using gadget was <30 cm which was found in 85 subjects (80.95%). At day-30, visual acuity examination did not reveal any significant improvement. Conclusion: In this study, most students had normal visus and the majority were females and age of 17 years. Most students used gadget for ≥2 hours, and the visual length of using gadget was <30 cm. There was no significant improvement of visual acuity after 30 days.Keywords: visual acuity, glasses, gadget Abstrak: Penurunan tingkat ketajaman penglihatan pada kalangan usia sekolah merupakan salah satu masalah yang paling sering terjadi. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran ketajaman penglihatan terhadap lama penggunaan dan jarak pandang gadget pada siswa kelas XII SMA Negeri 9 Binsus Manado. Jenis penelitian ialah deskriptif retrospektif. Hasil penelitian mendapatkan 105 siswa kelas XII SMA Negeri 9 Binsus sebagai subyek penelitian. Jumlah subyek yang mengalami penurunan visus ialah 34 siswa (32,38%). Siswa yang tidak memakai kacamata lebih banyak dibandingkan yang memakai kacamata dengan jumlah 80 siswa (76,19%), terdiri dari 27 laki-laki (25,72%) dan 44 perempuan (41,9%). Kasus lama penggunaan gadget yang terbanyak ialah ≥2 jam dengan jumlah 99 siswa (94,29%). Jarak pandang gadget yang terbanyak ialah <30 cm dengan jumlah 85 siswa (80,95%). Pada hari ke-30 penelitian, pemeriksaan ketajaman penglihatan tidak mendapatkan perubahan visus yang nyata. Simpulan: Sebagian besar siswa memiliki visus normal, didominasi oleh jenis kelamin perempuan dan usia 17 tahun. Umumnya lama penggunaan gadget ≥2 jam dengan jarak pandang gadget <30 cm. Tidak didapatkan perubahan visus yang nyata setelah 30 hari.Kata kunci: ketajaman penglihatan, kacamata, gadget
Konjungtivitis pada Bayi (Oftalmia Neonatorum) Pratasik, Chelsea T. J. M.; Najoan, Imelda H. M.; Manoppo, Rillya D. P.
e-CliniC Vol 9, No 1 (2021): e-CliniC
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ecl.v9i1.31708

Abstract

Abstract: Conjunctivitis is a disease that can affect every age group including newborns. One of its complications is blindness. The vision of WHO in 2020 is ophthalmia neonatorum as the leading cause of blindness in low income country in African and other third world countries. This study was aimed to obtain an overview of ophthalmia neonatorum in general. This was a literature review study using three database Clinical Key, Pub Med, and Google Scholar, using the key words ophthalmia neonatorum OR neonatal conjunctivitis. The result showed that the most common pathogens were S. aureus, C. trachomatis, and N. gonorrhoeae. Transmission through normal labour had the highest incidence of conjunctivitis in newborns. Internal factors of mothers such as infected by pathogens had a tendency to transmit the infection to the babies meanwhile external factors of mothers were skipping the initial antenatal care (ANC) for screening of pathogens infecting the mothers supported by the high prevalence of conjunctivitis in developing countries associated with lower educational and socioeconomic status. In conclusion, ophthalmia neonatorum was affected by the mother conditiom (antenatal infection) and external factors including ANC, developed countries, and low educational and socioeconomic status.Keywords: conjunctivitis, newborns, ophthalmia neonatorum Abstrak: Konjungtivitis merupakan penyakit mata yang dapat menyerang semua kalangan termasuk bayi. Salah satu komplikasi konjungtivitis pada bayi ialah kebutaan. World Health Organization tahun 2020 mencanangkan bahwa oftalmia neonatorum termasuk salah satu penyebab utama terjadinya kebutaan di negara-negara yang berpenghasilan rendah di benua Afrika dan negara lainnya. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran umum dari konjungtivitis pada bayi. Jenis penelitian ialah literature review. Pencarian data menggunakan tiga database, yaitu: ClinicalKey, PubMed, dan Google Scholar. Kata kunci yang digunakan yaitu ophthalmia neonatorum OR neonatal conjunctivitis. Hasil penelitian mendapatkan bahwa organisme patogen penyebab tersering ialah S. aureus, C. trachomatis, dan N. gonorrhoeae dengan penularan melalui jalan lahir ibu yang terinfeksi. Persalinan pervaginam menunjukkan angka kejadian terjadinya konjungtivitis pada bayi yang tinggi. Faktor internal ibu yang terinfeksi organisme patogen berisiko menularkan infeksi kepada bayinya. Faktor eksternal ibu yang tidak rutin melakukan antenatal care (ANC) akan melewatkan skrining awal adanya organisme yang menginfeksi ibu, didukung juga oleh prevalensi konjungtivitis yang terjadi di negara berkembang dengan status pendidikan dan sosioekonomi yang masih rendah. Simpulan penelitian ini ialah konjungtivitis pada bayi dipengaruhi oleh faktor ibu (infeksi antenatal) dan faktor eksternal termasuk ANC, negara berkembang, serta status pendidikan dan sosioeknomi yang rendah.Kata kunci: konjungtivitis, bayi, oftalmia neonatorum
Computer Vision Syndrome Dotulong, Dean; Rares, Laya M.; Najoan, Imelda H. M.
e-CliniC Vol 9, No 1 (2021): e-CliniC
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ecl.9.1.2021.31707

Abstract

Abstract: Computer vision syndrome (CVS) describes a group of eye and vision related problems that result from prolonged computer use or other gadgets. Its clinical manifestations maybe are not very disturbing for most people. Therefore, it tends to cause delayed treatment. If CVS is not well treated, there would be obstacles in daily life such as decreased productivity, increased failure in working or studying, and also low job satisfaction. This study was aimed to obtain a general view of CVS that involved the development of CVS, subjective complaints, and the its risk factors. This was a literature review study using three databases, as follows: Pubmed, ClinicalKey, and Google Scholar. The keywords were "Computer Vision Syndrome". The results showed that the most frequent complaints were eyestrain, neck pain, and headache, meanwhile the others complaints varied among literatures. The risk factors of CVS were usage of eyeglasses and contact lens, eye distance to the monitor, monitor position, duration of usage, break time, lighting intensity, age and gender, anti-glare filter usage, and brightness. In conclusion, the main complaints of CVS involved the eyes, head, and neck (ocular and non-ocular), meanwhile the risk factors were related to the usage of eyeglasses or contact lens, computer, lighting, and individual factors.Keywords: computer vision syndrome Abstrak: Computer vision syndrome (CVS) adalah sekumpulan gejala pada mata yang dise-babkan oleh penggunaan komputer atau alat elektronik lainnya dalam waktu cukup lama. Manifestasi klinis CVS mungkin dirasakan tidak parah dan tidak mengganggu bagi sebagian orang. Hal tersebut memicu keterlambatan dalam pengobatan.. Dampak yang selanjutnya terjadi jika CVS tidak diatasi ialah adanya hambatan dalam aktivitas sehari-hari seperti penurunan produktivitas kerja, peningkatan tingkat kesalahan dalam bekerja atau belajar, dan penurunan kepuasan kerja. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui CVS secara umum yang meliputi proses terjadinya CVS, keluhan subjektif, serta faktor risikonya. Jenis penelitian ialah literature review dengan pencarian data menggunakan tiga database yaitu Pubmed, ClinicalKey, dan Google Scholar. Kata kunci yang digunakan yaitu "Computer Vision Syndrome". Hasil peneli-tian menunjukkan bahwa keluhan-keluhan yang muncul paling sering yaitu mata lelah, nyeri leher, dan nyeri kepala, sedangkan keluhan lainnya bervariasi antar penelitian. Faktor risiko yang berpengaruh yaitu penggunaan kacamata dan lensa kontak, jarak mata dengan layar, posisi layar komputer, durasi penggunaan, pola istirahat, intensitas pencahayaan ruangan, usia, jenis kelamin, penggunaan anti-glare filter, dan kecerahan layar. Simpulan penelitian ini ialah keluhan pada CVS dapat terkait dengan mata dan kepala sampai ke leher (okuler dan non-okuler), dan faktor risikonya berhubungan dengan pemakaian kacamata dan lensa kontak, komputer, pencahayaan, dan faktor individual.Kata kunci: computer vision syndrome
Prevalensi Kelainan Refraksi pada Anak Remaja Kelas X di SMA Rex Mundi Manado Putri, Angeline J.; Umboh, Anne M. S.; Najoan, Imelda H. M.
e-CliniC Vol. 12 No. 3 (2024): e-CliniC
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ecl.v12i3.53529

Abstract

Abstract: Uncorrected refractive errors are a leading cause of vision impairment across all age groups. In Indonesia, adolescents aged 15-18 years face the risk of eye health issues due to excessive use of electronic devices, particularly during the COVID-19 pandemic. This study aimed to obtain the prevalence of refractive errors among adolescents. This was a quantitative and descriptive study using a cross-sectional design. Subjects were tenth-grade students at SMA Rex Mundi Manado. selected through total sampling. The results showed that there were 225 subjects who underwent refractive error screening and met the inclusion criteria. Out of 225 subjects, 176 had emmetropia (normal vision) and 49 had ametropia (refractive errors). The most common type of refractive error was astigmatism, followed by myopia; no subjects had hyperopia. In conclusion, the majority of tenth-grade adolescents have normal vision (emmetropia). Among all subjects, astigmatism is the most prevalent refractive error, followed by myopia. Keywords: refractive errors; myopia; astigmatism; adolescents    Abstrak: Kelainan refraksi yang tidak terkoreksi menjadi penyebab utama gangguan penglihatan pada semua kelompok usia. Di Indonesia, remaja usia 15-18 tahun menghadapi risiko kesehatan mata akibat penggunaan perangkat elektronik berlebihan, terutama selama masa pandemi COVID-19. Penelitian ini bertujuan untuk untuk mengetahui prevalensi kelainan refraksi pada anak remaja. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif dengan desain potong lintang. Subjek penelitian ini diambil dengan total sampling yaitu siswa kelas X di SMA Rex Mundi Manado yang mengikuti skrining kelainan refraksi dan memenuhi kriteria inklusi, yaitu sebesar 225 responden. Hasil penelitian mendapatkan sebanyak 176 siswa dengan emetropia dan 49 siswa ametropia. Jenis kelainan refraksi terbanyak ialah astigmatisme, diikuti dengan miopia ringan; tidak didapatkan siswa yang mengalami hipermetropia. Simpulan penelitian ini ialah mayoritas remaja kelas X memiliki status refraksi emetropia. Di antara seluruh subjek penelitian, prevalensi kelainan refraksi terbanyak ialah astigmatisme, diikuti dengan miopia ringan Kata kunci: kelainan refraksi; miopia; astigmatisme; remaja
Gambaran Kejadian Miopia pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Sambulele, Ananda P.; Najoan, Imelda H. M.; Supit, Wenny P.
Medical Scope Journal Vol. 7 No. 1 (2025): Medical Scope Journal
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/msj.v7i1.55450

Abstract

Abstract: Myopia is a condition in which incoming light is focused in front of the retina, causing distant objects to appear blurred. The prevalence of myopia is increasing rapidly and becoming a challenge to quality of life. Myopia is on the rise not only in children, but also in young adults. If left untreated, it can lead to serious complications and even blindness. This study aimed to determine the incidence of myopia among students of the Faculty of Medicine, Universitas Sam Ratulangi. This was a quantitative and descriptive study using a cross-sectional design. Subjects were students of the Faculty of Medicine, Universitas Sam Ratulangi who suffered from myopia taken by purposive sampling technique. The results showed that 31 students suffered from myopia, of which 26 students (83.9%) had low myopia. Myopia was more prevalent in the age group of 21 years with 13 students (41.9%), and in females with 24 students (77.4%). Myopia was found to be high in students with a family history of myopia with 17 students (56.4%). In conclusion, the highest incidence of myopia is found in individuals with low myopia, female, 21 years of age, and a family history of myopia. Keywords: myopia; degree of myopia; age; sex; family history   Abstrak: Miopia adalah suatu kelainan dimana cahaya yang masuk ke mata difokuskan di depan retina sehingga objek yang jauh terlihat buram. Prevalensi miopia mengalami peningkatan pesat baik pada anak maupun dewasa yang menjadi tantangan bagi kualitas hidup masyarakat. Jika tidak tangani, myopia dapat menyebabkan komplikasi serius bahkan kebutaan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kejadian miopia pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi. Jenis penelitian ialah deskriptif kuantitatif dengan desain potong lintang. Subjek penelitian ialah mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi yang menderita miopa diambil dengan teknik purposive sampling. Hasil penelitian ini menunjukkan jumlah subjek yang menderita miopia ialah 31 mahasiswa; 26 mahasiswa (83,9%) memiliki derajat ringan. Miopia lebih banyak terjadi pada usia 21 tahun dengan jumlah 13 mahasiswa (41,9%). Kejadian miopia ditemukan paling banyak pada perempuan sebanyak 24 mahasiswa (77,4%). Kejadian miopia ditemukan tinggi pada mahasiswa dengan riwayat keluarga miopia, yakni 17 mahasiswa (56,4%). Simpulan penelitian ini ialah kejadian miopia tertinggi didapatkan pada miopia derajat ringan, jenis kelamin perempuan, usia 21 tahun, dan memiliki riwayat keluarga dengan miopia. Kata kunci: miopia; derajat miopia; usia; jenis kelamin; riwayat keluarga