Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search

Analisis Kesenjangan Kualitas Pelayanan PPS Belawan Dalam Implementasi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Pascaproduksi Manoppo, Anneke Karinda Sherly; Ruchimat, Toni; Natsir, Moh.
Jurnal Penyuluhan Perikanan dan Kelautan Vol 18, No 2 (2024)
Publisher : Program Studi Penyuluhan Perikanan Politeknik Ahli Usaha Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33378/jppik.v18i2.490

Abstract

Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang saat ini keberadaannya menjadi semakin penting. PNBP pasca produksi merupakan hasil reformasi kebijakan yang dihasilkan oleh KKP dalam rangka peningkatan pengelolaan perikanan nasional secara lebih efisien dan berkelanjutan. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kualitas layanan  terhadap pelaksanaan kebijakan PNBP pasca produksi. Penelitian dilakukan melalui observasi dan wawancara dengan responden yaitu pelaku usaha. Metode penentuan responden dilakukan secara purposive sampling dengan jumlah responden sebanyak 60 orang. Analisis data menggunakan analisis gap lima aspek dimensi pelayanan. Pengolahan data analisis gap menggunakan perangkat lunak Microsoft excel. Hasil penelitian berupa informasi kesenjangan kualitas pelayanan melalui persepsi pelaku usaha terhadap penerapan PNBP pasca produksi di PPS Belawan. Hasil analisis gap menunjukkan bahwa terdapat gap yang cukup tinggi pada lima aspek dimensi pelayanan yang dianalisis. Dimensi yang perlu menjadi prioritas utama untuk perbaikan dalam hal kesiapan PPS Belawan dalam implementasi PNBP pasca produksi adalah dimensi tangible dengan nilai gap sebesar -0.80 yang berkaitan erat dengan kesiapan infrastruktur untuk mendukung penerapan PNBP pasca produksi. Urutan prioritas berikutnya adalah dimensi reliable, empathy, assurances, dan responsiveness.
Innovative Multi-Color LED HPL Lamps for Improved Efficiency in Floating Lift Net Fishing Jailani, Abdul Qadir; Suharyanto, Suharyanto; Ruchimat, Toni
Grimsa Journal of Science Engineering and Technology Vol. 3 No. 1 (2025): April 2025
Publisher : Graha Primera Saintifika

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.61975/gjset.v3i1.64

Abstract

This research focuses on the design and fabrication of a high-power LED (HPL) light that integrates red, green, and blue LEDs for underwater lighting, commonly known as "lacuda," used on floating fishing rafts. The lamp features an aluminum heatsink with integrated fins for efficient heat dissipation and is coated with a resin-catalyst mixture for durability. The study involved measuring, drafting, assembling, and wiring the LEDs, followed by field testing in Krueng Raya Bay, Aceh Province. The primary objective was to evaluate the performance of HPL LED lights compared to traditional tubular fluorescent lamps (TL) used on floating rafts. Results showed that the HPL LED lights met design specifications and were technically suitable for fishing operations. Notably, they proved more efficient than TLs by providing superior light penetration when submerged, addressing the limitations of surface-mounted lighting. These findings suggest that HPL LED lights are a viable alternative for underwater lighting in fishing operations.
DEVELOPING A FUNCTIONAL DEFINITION OF SMALL-SCALE FISHERIES IN SUPPORT OF MARINE CAPTURE FISHERIES MANAGEMENT IN INDONESIA Halim, Abdul; Wiryawan, Budy; Loneragan, Neil R.; Hordyk, Adrian; Sondita, M. Fedi A.; White, Alan T.; Koeshendrajana, Sonny; Ruchimat, Toni; Pomeroy, Robert S.; Yuni, Christiana
JFMR (Journal of Fisheries and Marine Research) Vol. 4 No. 2 (2020): JFMR
Publisher : Faculty of Fisheries and Marine Science, Brawijaya University, Malang, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21776/ub.jfmr.2020.004.02.9

Abstract

Small-scale capture fisheries have a very important place globally, but unfortunately are still mostly unregulated. Typically, they are defined based on capture fisheries characteristics, technical attributes of fishing vessels, and socio-economic attributes of fishers. Indonesia uses the term ‘small-scale fisher’ (nelayan kecil), currently defined to include fishing boats of ≤ 10 gross tons (GT), which previously covered only boats of ≤ 5 GT. Because small-scale fishers are by law granted a privilege by government to be exempted from fisheries management measures (e.g. fisheries licensing system), its current definition jeopardizes fisheries sustainability and significantly increases the size of unregulated and unreported fisheries. It is also unfair, as it legitimizes the payment of government support to relatively well-off fishers. This paper aims to develop a functional definition of small-scale fisheries (perikanan skala kecil) to guide policy implementation to improve capture fisheries management in Indonesia. A definition of small-scale fisheries is proposed as a fisheries operation, managed at the household level, fishing with or without a fishing boat of < 5 GT, and using fishing gear that is operated by manpower alone. This definition combines attributes of the fishing vessel (GT), the fishing gear (mechanization), and the unit of business decision making (household) to minimize unregulated and unreported fishing and focus government aid on people who are truly poor and vulnerable to social and economic shocks. The terms small-scale fisheries and small-scale fishers must be legally differentiated as the former relates to fisheries management and the latter relates to empowerment of marginalized fishers.
Efektivitas Ukuran Bukaan Mulut Bubu Karang terhadap Hasil Tangkapan Ikan di Perairan Sorong Siaila, Max; Ruchimat, Toni; Jabbar, Meuthia Aula
Jurnal Penyuluhan Perikanan dan Kelautan Vol 19, No 2 (2025)
Publisher : Program Studi Penyuluhan Perikanan Politeknik Ahli Usaha Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33378/jppik.v19i2.508

Abstract

Pada tahun 2016, produksi perikanan tangkap di Kota Sorong tercatat sebesar 47.328 ton, namun pada tahun 2017 mengalami penurunan menjadi 44.710 ton (BPS, 2017). Penurunan dan fluktuasi hasil produksi tersebut umumnya dipengaruhi oleh jenis alat tangkap yang digunakan serta kapasitas kapal yang beroperasi. Berangkat dari kondisi ini, penelitian dilakukan untuk mengkaji sejauh mana variasi ukuran bukaan mulut bubu memengaruhi hasil tangkapan ikan di perairan Sorong, Papua Barat Daya. Penelitian menerapkan metode experimental fishing dengan membandingkan tiga ukuran bukaan mulut bubu, yakni Ø30 cm, Ø40 cm, dan Ø50 cm, selama periode enam bulan (Januari–Juni 2024). Hasil penelitian memperlihatkan adanya pengaruh signifikan dari perbedaan ukuran bubu terhadap jumlah dan komposisi ikan yang tertangkap. Secara total diperoleh 124 ekor ikan dengan berat kumulatif 122,4 kg yang terdiri atas 20 spesies. Bubu dengan bukaan Ø50 cm memberikan hasil paling tinggi, ditandai dengan dominasi tangkapan Kakap Timor (Lutjanus timorensis) sebesar 19 kg. Analisis data menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang dilanjutkan dengan Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) menguatkan temuan bahwa ukuran bukaan bubu berpengaruh nyata terhadap produktivitas hasil tangkapanKata
Sea turtle management in three conservation areas of West Sumatera using EVIKA approach Deshan, Farah; Jabbar, Meuthia Aula; Ruchimat, Toni
JURNAL MINA SAINS Vol. 11 No. 2 (2025): Jurnal Mina Sains
Publisher : Universitas Djuanda

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30997/jmss.v11i2.19910

Abstract

Sea turtles are keystone species in coastal ecosystems, playing an essential role in maintaining ecological balance by regulating the population of certain marine organisms and sustaining the quality of critical habitats such as seagrass beds and coral reefs. Their presence not only reflects the health of marine ecosystems but also serves as a key indicator of the success of marine conservation initiatives. This study evaluates the effectiveness of conservation area management in three sites in West Sumatera Province using the Evaluation of Marine Protected Area Management Effectiveness (EVIKA) framework, namely the Pieh Marine Protected Area on Pandan Island, Karabak Ketek Island, and the Ampiang Parak Conservation Area. A descriptive analysis was applied to assess the performance of each EVIKA criterion and indicator. The results show that the Pieh Conservation Area achieved a sustainable management status with the highest score in the input component, while Karabak Ketek Island and Ampiang Parak were categorized as optimally managed. The effectiveness of management across these areas is influenced by several key factors, including the strength of legal frameworks, the availability and competence of human resources, institutional capacity, and the level of community participation. This study recommends enhancing multi-stakeholder collaboration, strengthening the role of community-based monitoring groups (pokmaswas), and implementing participatory monitoring systems that are community-driven and adaptive to the dynamic changes of coastal environments.
Evaluasi Habitat Peneluran Penyu Pada Tiga Kawasan Konservasi Penyu Di Sumatera Barat Pasokawati, Farah Deshan; Jabbar, Meuthia Aula; Ruchimat, Toni; Rachmad, Basuki; Ilham, Yuwanda; Yendri, Yendri
Jurnal Kelautan Vol 18, No 3: Desember (2025)
Publisher : Department of Marine Sciences, Trunojoyo University of Madura, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21107/jk.v18i3.32395

Abstract

ABSTRAKPenelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi karakteristik habitat pendaratan dan keberhasilan penetasan telur penyu di tiga kawasan konservasi penyu di Sumatera Barat, yaitu Pulau Pandan, Pulau Karabak Ketek, dan Ampiang Parak. Pengumpulan data dilakukan dengan pendekatan berbeda pada masing-masing lokasi, menyesuaikan kondisi ekologi dan akses lapangan. Pengamatan primer dilakukan di Pulau Pandan karena aktivitas pendaratan penyu masih terjadi dan lokasi dapat dijangkau selama penelitian. Sementara itu, pengumpulan data primer tidak dapat dilakukan di Pulau Karabak Ketek akibat kondisi gelombang tinggi, dan di Ampiang Parak tidak ditemukan penyu yang mendarat karena abrasi yang menyebabkan kemiringan pantai menjadi curam. Oleh karena itu, data pada kedua lokasi tersebut diperoleh melalui data sekunder dari laporan monitoring pengelola kawasan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pulau Pandan memiliki tujuh sarang aktif (satu sarang alami dan enam semi-alami), sedangkan informasi dari Karabak Ketek dan Ampiang Parak diperoleh melalui monitoring tahunan pengelola. Variasi keberhasilan penetasan di Pulau Pandan (11-98%) berasal dari sarang bulan Januari-Desember 2024, sedangkan nilai 54-99% pada Karabak Ketek dan 73-100% pada Ampiang Parak merupakan rekapitulasi sarang semi-alami yang dikelola sepanjang tahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pulau Pandan masih memiliki habitat yang sesuai untuk peneluran, sementara dua lokasi lain menunjukkan penurunan fungsi habitat akibat abrasi dan gelombang tinggi. Penelitian ini merupakan evaluasi komparatif terbaru yang memadukan data primer dan monitoring tahunan untuk melihat pergeseran fungsi habitat penyu di Sumatera Barat.Kata Kunci: habitat peneluran, konservasi, penyu lautABSTRACTThe study aims to evaluate sea turtle nesting habitat characteristics and hatching success in three conservation areas in West Sumatera: Pandan Island, Karabak Ketek, and Ampiang Parak. Data collection methods differed among locations based on ecological conditions and field accessibility. Primary observations were conducted on Pandan Island, where active nesting was still occurring and field access was feasible. In contrast, primary data collection could not be conducted on Karabak Ketek Island due to high wave conditions, and no nesting activity was observed at Ampiang Parak due to coastal abrasion that caused steep beach slopes. Therefore, data from Karabak Ketek and Ampiang Parak were obtained from secondary monitoring records maintained by conservation staff. The findings show that Pulau Pandan recorded seven active nests (one natural nest and six semi-natural nests), while information from Karabak Ketek and Ampiang Parak was sourced from annual monitoring records. The variation in hatching success on Pandan Island (11-98%) represents nest outcomes recorded from January to December 2024, whereas the 54-99% range in Karabak Ketek and the 73-100% range in Ampiang Parak reflect semi-natural hatchery results managed throughout the monitoring year. Overall, the analysis indicates that Pandan Island still maintains suitable ecological conditions for natural nesting, while the other two locations have experienced a decline in habitat function due to abrasion and high wave exposure. This study presents the most recent comparative evaluations integrating primary field observations with annual monitoring data to identify shifts in sea turtle nesting habitat functionality in West Sumatera.Keywords: nesting habitat, conservation, sea turtle