Latar belakang: Henti jantung di luar rumah sakit (Out-of-Hospital Cardiac Arrest/OHCA) merupakan salah satu penyebab utama kematian global. High-Quality Cardiopulmonary Resuscitation terbukti dapat meningkatkan angka kelangsungan hidup pasien. Namun, kemampuan mahasiswa keperawatan dalam melaksanakan HQ-CPR masih perlu dievaluasi untuk memastikan kesiapan mereka menghadapi situasi kegawatdaruratan. Tujuan: Mengetahui kemampuan HQ-CPR pada mahasiswa keperawatan. Metode: Penelitian ini merupakan studi deskriptif dengan pendekatan kuantitatif yang bertujuan untuk menggambarkan kemampuan mahasiswa keperawatan dalam melakukan HQ-CPR. Penelitian dilaksanakan pada 25–26 September 2021 di Laboratorium Keperawatan Gawat Darurat ITSK RS dr. Soepraoen Malang. Sampel sebanyak 91 mahasiswa semester enam dipilih melalui teknik purposive sampling dari total 101 peserta pelatihan BTCLS tahun 2021. Variabel penelitian terdiri dari: usia, jenis kelamin, tinggi badan, berat badan, skor IMT, kecepatan kompresi dada, kedalaman kompresi, chest recoil, interupsi minimal, dan rasio kompresi–ventilasi. Data dikumpulkan melalui lembar observasi yang divalidasi oleh instruktur BTCLS dan didukung rekaman video, serta dianalisis secara univariat menggunakan Stata versi 17. Penelitian ini telah mendapat persetujuan etik dari Komite Etik Poltekkes Kemenkes Malang (No. 041/KEPK-POLKESMA/2021). Hasil: Dalam pelaksanaan HQ-CPR, 82.4% responden melakukan kompresi dada sesuai standar, 64.8% menunjukkan recoil dada yang baik, dan 65.9% memiliki kedalaman kompresi yang sesuai. Sebanyak 81.3% mampu meminimalkan interupsi, serta 85.7% memenuhi rasio kompresi dan ventilasi 30:2. Secara keseluruhan, 53.8% responden dinyatakan mampu melakukan HQ-CPR sesuai kriteria. Kesimpulan: Lebih dari separuh mahasiswa keperawatan mampu melakukan HQ-CPR secara tepat, namun beberapa aspek teknis seperti kedalaman kompresi dan recoil dada masih perlu ditingkatkan melalui pelatihan yang berkelanjutan dan berbasis umpan balik. Hasil ini menjadi bahan evaluasi bagi institusi pendidikan untuk memperkuat kompetensi kegawatdaruratan sejak dini.