Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

PENANGANAN POLISI TERHADAP KASUS PERDAGANGAN PEREMPUAN DAN ANAK DI KALIMANTAN DAN JAWA Putri, Anggreany Haryani; Irsan, Koesparmono
KRTHA BHAYANGKARA Vol. 13 No. 1 (2019): KRTHA BHAYANGKARA: JUNE 2019
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Bhayangkara Jakarta Raya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31599/krtha.v13i1.20

Abstract

Penanganan kasus perdagangan perempuan dan anak yang dilakukan polisi di daerah Jakarta, Subang, Cirebon, Indramayu, Surabaya, Malang, Situbondo, Batam, Pontianak, Sambas, Sanggau, dan Singkawang. Modus dari perdagangan manusia pada umumnya hampir sama. Modus trafficking berkisar pada korban dibujuk, dijebak atau diiming-imingi pekerjaan ditempat seperti café, toko, atau pembantu rumah tangga dan lain-lain. Ternyata akhirnya mereka tertipu dan diperkerjakan pada tempat prostitusi atau tempat hiburan lain yang harus melayani pelanggan atau kemudian tidak mendapat bayaran. Modus lain yang mencolok adalah yang melibatkan bayi, di Batam Riau, penjualan bayi ke negara tetangga dengan cara yang sangat tidak manusiawi yaitu bayi tersebut ditempatkan di dalam kotak stereofoam dan di beri susu yang telah dicampur dengan obat penenang. Modus khas yang lain yaitu di Sambas yang disebut pengantin pesanan. Korban pada umumnya mempunyai motif / kebutuhan ekonomi yang kuat dan berpendidikan rendah sehingga mereka mudah menjadi korban. Pandangan masyarakat juga menjadi faktor pemicu adanya Trafficking, misalnya ada orang tua yang merasa tidak dirugikan karena anaknya memberikan nafkah kepada mereka. Hasil penelitian ini menunjukkan berbagai kendala yang dihadapi polisi dalam mengungkap berbagai kasus perdagangan perempuan dan anak. Seperti Hukum Adat yang terdapat didaerah tersebut menganggap kasus yang terjadi bukalah sebuah Crime tetapi merupakan adat dan kebiasaan. Selain itu banyak korban tidak melanjutkan laporannya karena mereka tidak menganggap dirinya adalah korban Human Trafficking. Serta faktor kendala yang bahwa masyarakat menganggap hal ini adalah sebuah perjanjian biasa yang dibuat sesuai dengan pasal 1320 KUHPerdata namun mereka tidak menyadarinya bahwa didalamnya terdapat unsur penipuan yang berakibat terpenuhinya unsur Human Trafficking.
POLISI, KEKERASAN DAN SENJATA API Irsan, Koesparmono; Putri, Anggreany Haryani
KRTHA BHAYANGKARA Vol. 12 No. 1 (2018): KRTHA BHAYANGKARA: JUNE 2018
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Bhayangkara Jakarta Raya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31599/krtha.v12i1.28

Abstract

Brimob is a special top of Indonesian National Police Force, Brimob was trained to face special crimes using guns and other special weapon to face crimes using force. All politics is a struggle for power is violence. The reemergence in the early 1980s of terrorism motivated by a religions imperative and state-sponsored terrorist set in motion perfound changes in the nature, motivations and capabilitis of terrorist that are still unfolding. Torture is used as a strategic component of state security system to achieve board political ends thorugh the victimizaztion of individuals which serves pain of suffering, wether physical of metal, is intentionally inflicted : ‘many person, of course, harbor all sorts of radical and extreme belifts and opinion, and many of them belong to radical or even illegal of proscribed political organization. However, if they do not use violence in the pursuance of their beliefs, they cannot be considered terrorist. The willful application of force in such a way that is intentionally injurious to the person or group against whom it applied. Injury is under stood to include psychological as well as physical harm. Police use arms to protect himself and the people.
EFEKTIVITAS PENGELOLAAN LIMBAH MEDIS RUMAH SAKIT TERHADAP DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP Putri, Anggreany Haryani
KRTHA BHAYANGKARA Vol. 12 No. 1 (2018): KRTHA BHAYANGKARA: JUNE 2018
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Bhayangkara Jakarta Raya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31599/krtha.v12i1.31

Abstract

The hospital is where the health services are operated and maintained with the utmost regard for the building and environmental hygiene aspect both physically, waste, liquid waste, clean water and insect/pest animals.Akantetapi to create the hygiene in hospitals is an attempt which is quite difficult and complex nature of the dealing with various aspects of, among others, culture/society behaviors, habits, environmental conditions, social and technological. Hospital waste is any waste generated by the activities of the hospital and other supporting activities.Hospital waste, in particular the infectious medical waste that has not been in the manage well will be catastrophic for the environment.Many hospitals have yet to manage infectious wastes according procedural should be.Not rare cases medical and non medical waste mixed giving rise to the problem of medical waste. Hospital waste processing can be done in various ways, by giving priority to sterilization, namely in the form of a reduction in volume, the use of sterilization must return with the first, recycling and processing.The most important thing in the processing of waste is the separation of waste, waste storage, handling of waste and waste disposal must be in accordance with the provisions of the regulations.So as not to give a negative impact to the environment.
Pertanggungjawaban Perusahaan Yang Tidak Memenuhi Hak Karyawan Setelah Pemutusan Hubungan Kerja Ramadan, Gilang; Putri, Anggreany Haryani; Ahmad, Ahmad
Publication of the International Journal and Academic Research Vol. 1 No. 2 (2024)
Publisher : Indonesian Student Association Study Center in Türkiye

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.63222/pijar.v1i2.16

Abstract

  Setiap individu yang hidup pada umumnya membutuhkan biaya untuk melangsungkan kehidupannya, untuk mendapatkan biaya tersebut setiap orang perlu pekerjaan, Setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang selayaknya untuk manusia. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) merupakan sesuatu yang sangat ditakuti oleh karyawan, Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) adalah berakhirnya hubungan kerja antara pekerja/karyawan dengan pengusaha atau berakhirnya jangka waktu yang telah ditentukan dalam kontrak kerja akibat perselisihan antara pekerja/karyawan dengan pengusaha. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aturan hukum bagi perusahaan yang tidak memberikan hak karyawan,dalam hal pemutusan hubungan kerja serta upaya hukum apa yang dapat di lakukan oleh karyawan yang tidak mendapatkan hak nya dalam hal pemutusan hubungan kerja, Metode yang dilakukan dalam penelitian ini yuridis normatif. Pendekatan yang di gunakan melalui perundang – undangan, kasus dan konseptual, Metode pengumpulan data melalui studi dokumen, Analisis data menggunakan analisis kualitatif. Hasil dari penelitian ini  bahwa dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha wajib membayar uang pesangon, uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima. Sanksi administratif yang diterima bagi perusahaan yang tidak memberikan hak karyawan yaitu berupa teguran tertulis, pembatasan kegiatan usaha, penghentian sementara sebagian atau seluruh alat produksi, pembekuan kegiatan usaha. Terdapat beberapa upaya hukum yang dapat di lakukan oleh karyawan untuk memperjuangkan haknya yaitu upaya bipartit, upaya mediasi, upaya konsiliasi, upaya di pengadilan hubungan industrial, dan upaya hukum kasasi.  
Analisis Implementasi Kebijakan Pekerja Alih Daya UU Ciptaker No. 6 Tahun 2023 Pasal 66 dan Pasal 81 Putri, Anggreany Haryani
JURNAL HUKUM PELITA Vol. 5 No. 2 (2024): Jurnal Hukum Pelita November 2024
Publisher : Direktorat Penelitian dan Pengabdian (DPPM) Universitas Pelita Bangsa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37366/jh.v5i2.5197

Abstract

Dalam era persaingan usaha yang sangat kompetitif akibat perkembangan ekonomi global dan kemajuan teknologi, perusahaan di Indonesia cenderung fokus pada bisnis inti dan menggunakan alih daya (outsourcing) untuk mengelola fungsi non-inti guna meningkatkan efisiensi operasional dan menekan biaya. Meskipun outsourcing memberikan keuntungan seperti fokus pada bisnis utama dan pengurangan beban pengembangan SDM, terdapat kekhawatiran mengenai dampak negatifnya terhadap pekerja, seperti ketidakpastian status, ketidakadilan upah, dan perlindungan kerja yang minim. UU No. 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja, dengan konsep Omnibus Law, memperkenalkan fleksibilitas yang lebih besar dalam penggunaan tenaga outsourcing, menggantikan UU No. 13 Tahun 2003 Ketenagakerjaan, namun menuai kontroversi dan penolakan dari kalangan pekerja karena dianggap merugikan mereka. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan deskripsi kualitatif dan analisis yuridis untuk mengkaji tantangan dan kendala serta solusi dari implementasi pasal 66 dan 81 UU Cipta Kerja. Pembahasan menunjukkan bahwa meskipun UU Cipta Kerja bertujuan meningkatkan kesejahteraan dan investasi, perubahan regulasi mengenai outsourcing dan ketenagakerjaan menimbulkan kekhawatiran terkait pengurangan hak dan perlindungan pekerja, yang dapat berdampak negatif pada kesejahteraan mereka.Kata Kunci : Alih Daya, Omnibus Law, Undang-Undang Cipta Kerja