Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

The Absolute Competence of the Industrial Relations Court in Resolving Employment Termination Disputes Ndun, Ivan; Helan, Yohanes G. Tuba; Pekuwali, Umbu Lily
JILS (Journal of Indonesian Legal Studies) Vol 5 No 1 (2020): Globalization, Law, and Crimes: The Various Aspects of Law in Broader Context
Publisher : Faculty of Law, Universitas Negeri Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/jils.v5i1.33159

Abstract

Employment relations are subject to contracts agreed upon by employers and employees. Law Number 13 of 2003 clearly defined that employment relations as an agreement between an employer and their employees. The jurisdictional scope or competence of the Industrial Relations Court is further elaborated in Section 56 Law Number 2 of 2004. However, Section 56 Number Law 2 of 2004 has spurred further debate regarding the proper competence of the Industrial Relations Court, because, under this law, the Court has issued ineffective and inefficient court decisions. This research analyzed and criticized the competence of the Industrial Relations Court in presiding over the termination of employment contracts. In analyzing this problem, this paper deploys the theory of competence, theories of justice and the rule of law, subjective justice, the competence of the Industrial Relations Court according to existing laws, and expert views on the contribution of existing literature towards the competence of the Industrial Relations Court. This research emphasized that an excess of laws governs the termination of employment contracts, which supposedly lies under the competence of the Industrial Relations Court. Hence, to protect the rights of employees in the context of industrial relations, a judicial review of Law Number 2 of 2004 on Manpower is required.
The Absolute Competence of the Industrial Relations Court in Resolving Employment Termination Disputes Ndun, Ivan; Helan, Yohanes G. Tuba; Pekuwali, Umbu Lily
JILS (Journal of Indonesian Legal Studies) Vol 5 No 1 (2020): Globalization, Law, and Crimes: The Various Aspects of Law in Broader Context
Publisher : Universitas Negeri Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/jils.v5i1.33159

Abstract

Employment relations are subject to contracts agreed upon by employers and employees. Law Number 13 of 2003 clearly defined that employment relations as an agreement between an employer and their employees. The jurisdictional scope or competence of the Industrial Relations Court is further elaborated in Section 56 Law Number 2 of 2004. However, Section 56 Number Law 2 of 2004 has spurred further debate regarding the proper competence of the Industrial Relations Court, because, under this law, the Court has issued ineffective and inefficient court decisions. This research analyzed and criticized the competence of the Industrial Relations Court in presiding over the termination of employment contracts. In analyzing this problem, this paper deploys the theory of competence, theories of justice and the rule of law, subjective justice, the competence of the Industrial Relations Court according to existing laws, and expert views on the contribution of existing literature towards the competence of the Industrial Relations Court. This research emphasized that an excess of laws governs the termination of employment contracts, which supposedly lies under the competence of the Industrial Relations Court. Hence, to protect the rights of employees in the context of industrial relations, a judicial review of Law Number 2 of 2004 on Manpower is required.
REDESAIN PENYELESAIAN SENGKETA PEMILIHAN KEPALA DESA DI PERADILAN TATA USAHA NEGARA Mahdi, Harsya; Tadeus, Dhey W.; Helan, Yohanes G. Tuba
Jurnal Hukum Peratun Vol 6 No 2 (2023): Jurnal Hukum Peratun Vol. 6 No. 2
Publisher : Puslitbang Hukum dan Peradilan MA bekerja sama dengan Ditjen Badimiltun MA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25216/peratun.622023.247-278

Abstract

Pemilihan kepala desa atau sebutan lainnya merupakan salah satu bentuk pengejawantahan dari prinsip demokrasi pada pemerintahan di desa atau sebutan lainnya. Pengaturan mengenai pemilihan kepala desa secara langsung oleh warga desa diatur saat ini dalam Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa. Undang-Undang tersebut juga mengatur mengenai penyelesaian perselisihan pemilihan kepala desa yang diselesaikan oleh bupati/walikota. Kemudian meski pun dalam Undang-Undang tidak diatur secara tegas, tetapi penyelesaian sengketa pemilihan kepala desa juga dapat diselesaikan melalui peradilan tata usaha negara yang didahului dengan upaya administratif sesuai ketentuan yang berlaku. Namun ternyata pada praktiknya penyelesaian melalui upaya administratif dan pengadilan menimbulkan permasalahan terutama terkait dengan waktu penyelesaian sengketa yang berlarut-larut. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis apa saja permasalahan yang ditemukan terkait dengan penyelesaian sengketa pemilihan kepala desa dalam sistem peradilan tata usaha negara, serta bagaimana desain ideal penyelesaian sengketa pemilihan kepala desa dalam sistem peradilan tata usaha negara. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan pendekatan konseptual, yang memanfaatkan bahan hukum primer berupa peraturan perundang-undangan dan bahan hukum sekunder berupa literatur yang terkait. Penelitian ini menemukan bahwa permasalahan yang ditemukan terkait dengan penyelesaian sengketa pemilihan kepala desa adalah terkait dengan pelaksanaan upaya administratif sebagai upaya pra-litigasi dalam sistem peradilan tata usaha negara, aspek formal gugatan, acara di pengadilan, dan upaya hukum terkait penyelesaian sengketa pemilihan kepala desa di Pengadilan. Kemudian desain ideal penyelesaian sengketa pemilihan kepala desa dalam sistem peradilan tata usaha negara harus diatur dalam perubahan Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa dan juga agar permasalahan terkait penyelesaian sengketa pemilihan kepala desa dalam sistem peradilan tata usaha negara yang telah diuraikan dapat diatur lebih rinci dan didelegasikan kepada Peraturan Mahkamah Agung, di antaranya mengenai pembatasan objek gugatan di pengadilan, pembatasan upaya hukum atas putusan pengadilan, dan pembatasan tenggang waktu pengajuan upaya administratif dan gugatan di Pengadilan.
Perluasan Kompetensi Pengadilan Tata Usaha Negara dalam Mengadili Tindakan Faktual Pemerintah Penu, Stephanie Angela; Likadja, Jeffry A. Ch.; Helan, Yohanes G. Tuba
Action Research Literate Vol. 8 No. 12 (2024): Action Research Literate
Publisher : Ridwan Institute

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46799/arl.v8i12.2565

Abstract

Keputusan dan ketetapan sebagai instrumen hukum pemerintah dalam melakukan tindakan hukum sepihak, dapat menjadi penyebab terjadinya pelanggaran hukum bagi warga negara, dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara dan perubahannya, dalam undang-undang tersebut dijelaskan yang menjadi objek sengketa tata usaha negara ialah yang berisi tindakan hukum yang dapat menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata, setidaknya ada kemudahan bagi masyarakat untuk menggugat pemerintah dan meminta pembatalan keputusan yang telah dibuat oleh pemerintah, namun karena adanya perluasan objek tersebut yang dimana pada Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 Pasal 87 huruf (a) mencantumkan penetapan tertulis, mencakup tindakan faktual. Oleh karena itu perumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah pengadilan tata usaha negara berkompeten mengadili tindakan faktual pemerintah yang merugikan masyarakat, bagaimana perlindungan hukum bagi masyarakat yang dirugikan oleh tindakan faktual pemerintah. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif dengan pendekatan undang-undang, konseptual, historis serta doktridal yang berlaku untuk mengetahui keseluruhan peraturan hukum. Hasil penelitian menunjukan bahwa Perluasan kompetensi Pengadilan Tata Usaha Negara untuk mengadili tindakan faktual pemerintah tidak berkompetensi sebab tidak dapat menimbulkan akibat hukum karena tidak sejalan dan bertentangan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan TUN dan Perubahannya, masyarakat tidak mendapat perlindungan hukum melalui pengadilan tata usaha negara sebagai akibat tindakan faktual dari badan/pejabat TUN. Saran dari penelitian ini yaitu seharusnya tindakan faktual di hapus atau dihilangkan dari kompetensi pengadilan tata usaha negara dan tidak perlu ada lagi perluasan objek sengketa TUN, bagi masyarakat yang merasa dirugikan sebagai akibat dari tindakan faktual badan/pejabat TUN, seharusnya melakukan gugatan perbuatan melawan hukum ke pengadilan negeri.
Peran Pemerintah Daerah Dalam Penyelesaian Sengketa Batas Antara Desa Petleng Kecamatan Alor Tengah Utara Dengan Kelurahan Welai Timur Kecamatan Teluk Mutiara, Kabupaten Alor Florian Atalo, Rainhard; Helan, Yohanes G. Tuba; Nuban, Detji K. E. R.
Cerdika: Jurnal Ilmiah Indonesia Vol. 3 No. 5 (2023): Cerdika : Jurnal Ilmiah Indonesia
Publisher : Publikasi Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59141/cerdika.v3i5.595

Abstract

Masalah dari pemekaran wilayah di tingkat kabupaten adalah mengenai sengketa batas wilayah desa/kelurahan. Sengketa batas wilayah merupakan sengketa yang timbul akibat tidak ada atau tidak jelasnya batas antara dua wilayah yang memiliki pemerintahan yang berbeda. Salah satunya adalah sengketa batas wilayah antara Desa Petleng Kecamatan Alor Tengah Utara dengan Kelurahan Welai Timur Kecamatan Teluk Mutiara Kabupaten Alor. Penelitian ini bertujuan mengetahui peran Pemerintah Daerah dalam penyelesaian sengeketa dan untuk mengetahui faktor penghambat Pemerintah Daerah dalam penyelesaian sengketa batas antara kedua wilayah ini. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum empiris dengan menggunakan pendekatan hukum progresif.Hasil penelitian menunjukan peran pemerintah daerah dalam penyelesaian sengekata batas wilayah antara Desa Petleng dengan Kelurahan Welai Timur, sudah cukup baik dengan terlaksanan rapat fasilitasi, mediasi dan penyelesaian oleh Bupati. Faktor-faktor yang menghambat penyelesaian sengketa batas wilayah yakni kurangnya dokumen penunjang penyelesaian, ketidaksehatian dari masyarakat, dan pencatatan tanah disekitar lokasi sengketa yang tidak jelas sehingga sampai saat ini penyelesaian sengketa ini masih belum terselesaikan. Saran dalam penulisan ini adalah pemerintah daerah dapat menggunakan pendekatan hukum progresif untuk penyelesaian seperti pencarian kebijakan yang menguntungkan masyrakat, perubahan kominkasi dari top up ke botoom up, pelibatan unsur budaya dan agama serta pelibatan unsur akademis. Sehingga sengketa ini dapat terselesaikan.