firdaus, taufan
Unknown Affiliation

Published : 3 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

RELEVANSI KONSEP RUJUK ANTARA KOMPILASI HUKUM ISLAM, UNDANG-UNDANGKEKELUARGAAN MALAYSIA, DAN PANDANGAN IMAM EMPAT MADZHAB firdaus, taufan; lisyahidah, neng
Jurnal Bimas Islam Vol 9 No 4 (2016): Jurnal Bimas Islam
Publisher : Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (436.355 KB)

Abstract

Abstraksi Para ulama sepakat rujuk itu diperbolehkan dalam Islam. Upaya rujuk ini diberikan sebagai alternatif terakhir untuk menyambung kembali hubungan lahir batin yang telah terputus.Dari analisa yang telah penulis lakukan ternyata Imam Hanbali berpendapat bahwa rujuk hanya terjadi melalui percampuran. Begitu terjadinya percampuran, maka terjadilah rujuk walaupun tanpa niat. Menurut Imam Hanafi, selain melalui percampuran rujuk juga bisa terjadi melalui sentuhan dan ciuman, dan hal-hal sejenisnya. Imam Malik menambahkan harus adanya niat rujuk dari sang suami disamping perbuatan, pendapat ini bertolak belakang dengan pendapat Imam Hanafi yang menyatakan rujuk bisa terjadi dengan perbuatan saja tanpa adanya niat. Sedangkan Imam asy-Syafi?i rujuk harus dengan ucapan yang jelas bagi orang yang dapat mengucapkannya, dan tidak sah jika hanya perbuatan. Sedangkan pendapat yang dianggap lebih relevan dengan konteks Indonesia adalah pendapat Imam asy-Syafi'i-lah yang mewajibkan dengan adanya saksi.   Abstract The scholars agreed that reconciliation is allowed in Islam. This reconciliation effort is given as a last alternative to reconnect inner and outer relationship that disconnected. From the analysis that has been done brought to Imam Hanbali thought that reconciliation only occur through mixing. Once the mixture happen, then there is reconciliation eventhough there is no intention. According to Imam Hanafi, instead of mixing, reconciliation occur through touch and kiss and stuff like that. Imam Malik added it should refer to their intention of action in addition to the husband, this opinion is contrary to the opinion of Imam Hanafi that states reconciliation can be happen if there is physical action without any intention. While Imam Shafi'i stated that reconciliation need a clear speech for people who can say it, and invalid if it just show by the behaviour. On the other hands, opinion is considered more relevant to the context of Indonesia is the opinion of Imam Shafi'i was the statement that requires the present of a witness.
Konsep Dasar Pendidikan Agama Islam sebagai Basis Pengembangan Kurikulum PAI Sitika, Achmad Junaedi; Alandes, Pirdaus; Aziz, Tariq; Firdaus, Taufan
Jurnal Pendidikan Tambusai Vol. 9 No. 2 (2025): Agustus
Publisher : LPPM Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai, Riau, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/jptam.v9i2.28694

Abstract

Pendidikan Agama Islam (PAI) memiliki peran strategis dalam membentuk karakter, moralitas, dan kepribadian peserta didik di tengah arus globalisasi dan kemajuan teknologi yang pesat. Kurikulum PAI yang dirancang secara tepat tidak hanya berfungsi sebagai sarana transfer ilmu agama, tetapi juga sebagai instrumen internalisasi nilai-nilai Islam yang luhur dalam kehidupan sehari-hari. Kurikulum tersebut harus berpijak pada konsep dasar pendidikan Islam yang bersumber dari Al-Qur’an, Hadis, serta warisan pemikiran para ulama klasik dan kontemporer. Artikel ini bertujuan untuk mengkaji secara mendalam tentang pengertian, dasar-dasar filosofis, serta prinsip-prinsip utama dalam pendidikan agama Islam. Pembahasan ini menjadi fondasi dalam merumuskan dan mengembangkan kurikulum PAI yang relevan, kontekstual, dan aplikatif sesuai dengan kebutuhan zaman dan tantangan pendidikan modern. Dengan demikian, kurikulum PAI diharapkan mampu menghasilkan peserta didik yang berakhlak mulia, cerdas, dan berdaya saing.
Pemikiran Tauhid dalam Pemikiran Tasawuf Sunni dan Falsafi Sitika, Achmad Junaedi; Wahyudin, Wahyudin; Maehi, Emay Ahmad; Firdaus, Taufan
Jurnal Pendidikan Tambusai Vol. 8 No. 3 (2024)
Publisher : LPPM Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai, Riau, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tasawuf falsafi adalah konsep tasawuf yang mengetahui tentang Tuhan (makrifat) dengan pendekatan proporsional (filsafat) pada tingkat yang lebih tinggi, tidak hanya mengetahui Tuhan (makrifatullah) tetapi juga lebih tinggi dari itu, yaitu ittihad, hullul dan wahdatul wujud (bersatu dalam wujud). Tasawuf Sunni adalah salah satu bentuk tasawuf yang para Sufinya mendasarkan tasawufnya pada Al-Qur'an dan As-Sunnah, dan menghubungkan keadaan spiritual (ahwaal) dan tingkatan (maqomaah) ) dengan kedua sumber tersebut. Kedua orientasi tasawuf ini didasarkan pada disposisi ajaran yang mereka kembangkan, yaitu kecenderungan perilaku religius atau moral dan kecenderungan berpikir. Namun keduanya memiliki tujuan yang sama, yaitu mendekatkan diri kepada Allah SWT melalui ibadah, dan berusaha menyucikan diri untuk mencapai kedamaian, kebahagiaan dan kesucian hati dengan melaksanakan moralitas Islam yang berimplikasi terhadap perbaikan moralitas diri sendiri dan masyarakat di semua aspek kehidupan, baik dimensi esoteris maupun dimensi eksoteris yang berdampak pada perubahan sosial yang dijiwai oleh ajaran sosial.