Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

PEMULIHAN HAK ATAS TANAH EX-GAFATAR PASCA PENGGUSURAN DAN PEMULANGAN DARI KALIMANTAN muhammad, hasanudin
Istinbath : Jurnal Hukum Vol 15 No 1 (2018): Istinbath Jurnal Hukum
Publisher : Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Metro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32332/istinbath.v15i1.1082

Abstract

Abstrak Fatwa Majelis Ulama Indonesia tentang Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) sebagai organisasi sesat telah mengakibatkan pengusiran dan pemulangan secara paksa oleh pemerintah dari Kalimantan. Ada sekitar 8.000 anggota Gafatar yang dipulangkan dari Kalimantan Barat. Mereka berasal dari beberapa daerah di Indonesia antara lain DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten dan Lampung. Hal ini merupakan bentuk pelanggaran hak asasi manusia. Pemerintah selaku penanggungjawab sudah seharusnya melindungi dan memenuhi hak-hak eks Gafatar, karena akibat pengusiran tersebut. Anggota eks Gafatar mengalami kerugian materil harta benda seperti tanah dan kerugian immateril dengan hilangnya rasa kenyamanan karena dianggap sesat. Tujuan kajian ini adalah untuk memberikan pandangan hukum tentang pelanggaran HAM bagi para eks Gafatar, meskipun organisasi Gafatar dianggap sesat oleh MUI, tetapi rasa keadilan harus tetap dijalankan yang diamanatkan oleh UUD 1945. Abstract The decision of The Indonesian Ulema Council for Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar)“as organitation is deviat causes eviction and repatriation forcibly by government from Borneo. Around 8000 members of Gafatar group was repatriated from west Borneo. They are from several regions in Indonesia like Jakarta, West Java, and Lampung. It is infraction human right. Government as responsibler should save and fill rights for ex-Gafatar because of the eviction. Members of ex-Gafatar get financial loss like material effects and immaterial effects. Government as responsibler on saving and filling human right should make policy for restoring ex-Gafatars right. Especially it is change all of ex-Gafatars asset at Borneo. The Purpose of the article is the extending view of law about infraction human right of ex-Gafatar, Although organitation of Gafatar was reputed as organitation is deviate from The Indonesian Ulema Council, but justice based on constitution 1945th must be doing as shape responbility state to it citizen. because of eviction and repatriation forcibly from Borneo. Hopefully, the article can will be solve solution to justice for ex-Gafatar.
Golput Ditinjau Dari Perspektif Hak Asasi Manusia Dan Maslahah Mursalah muhammad, hasanudin
Istinbath : Jurnal Hukum Vol 16 No 1 (2019): Istinbath : Jurnal Hukum
Publisher : Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Metro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32332/istinbath.v16i1.1552

Abstract

Abstrak Golput merupakan sebutan yang dialamatkan kepada mereka yang tidak menggunakan hak pilihnya pada saat diadakannya pemilihan umum. Bila menggunakan perspektif hak asasi manusia dalam konteks pemilu, siapapun dan apapun statusnya, maka dia memiliki hak untuk ikut serta memilih atau tidak ikut serta memilih ketika sedang berlangsung kegiatan pemilu. Namun bila menggunakan perspektif hukum, baik itu hukum tata Negara/hukum normatif dan/atau ajaran agama islam, tentu ada pertimbangan-pertimbangan tertentu yang harus diperhatikan, khususnya adalah pertimbangan kemaslahatan yang didalam ajaran islam disebut dengan maslahah. Tulisan ini adalah tulisan kualitatif dengan metode study pustaka, dan menggunakan pendekatan hukum/law approach. Secara hukum normatif Golput tidak dibenarkan, bahkan bagi yang mengajak untuk golput bisa dikenakan ancaman pidana. Sementara itu dari sisi perspektif hukum islam, maka dengan pertimbangan kemaslahatan/ maslahah mursalah gerakan ini juga tidak dibenarkan. Karena memberikan hak suara dalam memilih pemimpin bisa dikatakan sebagai kewajiban setiap rakyat, dan umat islam untuk membuktikan ketaatan rakyat itu terhadap negara/ulil amri dan ketaatan umat tersebut kepada apa yang sudah menjadi syari’at agama. Kata kunci : Pemilihan umum, Golput, Maslahah/Kemaslahatan. Abstract Abstentions are designations addressed to those who did not exercise their right to vote at the time of the general election. When using the perspective of human rights in the context of elections, whoever and whatever their status, then he has the right to participate in voting or not participating when voting takes place. However, when using a legal perspective, be it the state administration law / normative law and / or Islamic religious teachings, of course there are certain considerations that must be considered, in particular the consideration of benefit which in Islamic teachings is called maslahah. This paper is a qualitative writing with a literature study method, and uses a legal approach / law approach. By law normative Abstentions are not justified, even those who invite abstentions can be subject to criminal threats. Meanwhile, from the perspective of Islamic law, it is also not justified by considering the benefit / maslahah of mursalah. Because giving voting rights in choosing a leader can be said as an obligation of every people, and Muslims to prove the people's obedience to the state / ulil amri and the obedience of these people to what has become a religious shariah. Keywords: General Election, Abstentions, Maslahah/Benefit.
Ijma’ Dalam Konteks Penetapan Hukum Pada Suatu Negara Muhammad, Hasanudin; Alimuddin, Agus; Wahdini, Muhammad; Aisyah, Lisda
Istinbath : Jurnal Hukum Vol 17 No 2 (2020): Istinbath : Jurnal Hukum
Publisher : Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Metro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32332/istinbath.v17i2.2391

Abstract

Ijma’ adalah salah satu metode yang pembahasannya semakin berkembang karena konsep Ijma’ yang dirumuskan oleh para ulama fuqaha terdahulu ternyata di masa sekarang menimbulkan pertanyaan mengenai bagaimana Ijma’ bisa diimplementasikan. Ketika Ijma’ dipahami sebagai kesepakatan ulama maka ulama yang seperti apakah pada saat ini yang dapat membentuk sebuah kesepakatan yang dapat dipakai umat. Kemudian masih memungkinkah akan adanya sebuah ijtihad berbentuk Ijma’ yang akan dikaitkan dengan kontek negara bangsa ini. Dengan metode library research dan content analysis terhadap penafsiran beberapa ayat Al-Qur’an yang terkait. Tujuan penelitian ini adalah sebagai konteks negara bangsa bahwa Ijma’ dapat dilakukan oleh pemerintah dalam hal ini lembaga legislatif sebagai wakil rakyat, sehingga produk-produk hukumnya jika disepakati bisa dikatakan dengan Ijma’. Dan upaya kontekstualisasi konsep rukun Ijma’ dari segi kriteria mujtahid maupun secara yuridis historis bahwa Ijma’ itu adalah sebuah konsensus, maka dalam konteks negara bangsa peraturan-perundang-undangan menjadi keniscayaan menjadi sebuah Ijma’. Konsep Ijma’ ini akan menghasilkan sebuah dalam konteks negara bangsa peraturan-perundang-undangan menjadi keniscayaan menjadi sebuah Ijma’. Seperti Undang-Undang Perkawinan, Wakaf, dan peraturan perundangan lainnya.