Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

Peran Serta Masyarakat Dalam Proses Penyusunan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup Ciptaningrum, Yurike Inna Rohmawati; Atikah, Warah; Fadhilah, Nurul Laili
Lentera Hukum Vol 4 No 1 (2017): LENTERA HUKUM
Publisher : University of Jember

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19184/ejlh.v4i1.4796

Abstract

Environmental Impact Analysis or called EIA is a preventive measure to prevent environmental damage as well as a prerequisite for getting an environmental license. The EIA in its preparation should involve the society, but there are still many societies that have not been fully involved by investors/business actors and the government. Whereas the society has the right and obligation to keep environment. The lack of social involvement to result in further about an assessment of social participation in the process of preparing EIA. The written uses normative juridical methods in addressing issues related to guarantees of protection concerning society involvement in the process of preparing to EIA and the legal consequences of non-involvement of the society. Discussion results show that society involvement in the EIA compilation process has been protected and guaranteed its rights by regulation but the implications of the regulation are still minimal. Consequently, the involvement of the public with the implications of EIA documents may be submitted to the Administrative Court and investors/business actors shall be required to improve the phase of the non-involvement of the society in the process of preparing the EIA in accordance with the court's verdict. Keywords: Social Participation, Environmental Impact Analysis, Administrative Court
Pengaturan Kepemilikan Rumah Susun oleh Warga Negara Asing di Indonesia Munnofa, Artha; Atikah, Warah
Jurnal Kajian Konstitusi Vol 2 No 2 (2022): JURNAL KAJIAN KONSTITUSI
Publisher : Department of Constitutional Law, Faculty of Law, University of Jember, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2818.069 KB) | DOI: 10.19184/jkk.v2i2.27913

Abstract

Pertumbuhan penduduk yang sangat pesat di Indonesia berdampak besar pada aspek kehidupan masyarakat, termasuk perumahan. Pertumbuhan penduduk yang pesat juga harus diikuti dengan pembangunan kawasan pemukiman. Pertumbuhan penduduk yang cepat berbanding lurus dengan kebutuhan lahan untuk perumahan di perkotaan. Untuk memenuhi kebutuhan rumah khususnya di perkotaan, salah satu solusi dari permasalahan tersebut adalah pembangunan rumah susun. Kemudian kedatangan warga negara asing (WNA) juga menjadi penambah devisa, tidak hanya warga negara Indonesia yang berniat memiliki rumah susun di Indonesia tetapi juga warga negara asing yang juga ingin memiliki rumah susun di Indonesia. Dalam hal ini, peluang kepemilikan rumah susun oleh warga negara asing serta kepastian hukum mengenai kepemilikan rumah susun oleh warga negara asing di Indonesia telah diatur dalam hukum positif di Indonesia. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah yuridis normatif dengan pendekatan masalah konseptual dan perundang-undangan. Dari hasil penelitian. Dari hasil kajian dapat disimpulkan bahwa warga negara asing mempunyai kesempatan untuk memiliki rumah susun di atas tanah dengan hak tertentu yaitu hak pakai atas tanah tersebut. Kemudian untuk kepastian hukum atas kepemilikan rumah susun, warga negara asing dapat memiliki sertifikat hak milik atas satuan rumah susun atas dasar hak pakai dan berada di atas tanah negara.Kata Kunci: Kepemilikan; Rumah Susun; Warga Negara Asing.The very rapid population growth in Indonesia has a major impact on aspects of people's lives, including housing. Rapid population growth must also be followed by the development of residential areas. Rapid population growth is directly proportional to the need for land for housing in urban areas. In order to fulfill housing needs, especially in urban areas, one of the solutions to the problem is the construction of flats. Then the arrival of foreign nationals (foreigners) is also an addition to foreign exchange, not only Indonesian citizens who intend to own flats in Indonesia but also foreign citizens who also want to own flats in Indonesia. In this case, the opportunity for ownership of flats by foreign citizens (WNA) as well as legal certainty regarding ownership of flats by foreign citizens in Indonesia have been regulated in positive law in Indonesia. The research method used in writing this thesis is normative juridical with a conceptual and statutory problem approach. From the research results. From the results of the study, it can be concluded that foreign nationals have the opportunity to own an apartment on land with certain rights, namely the right to use the land. Then for legal certainty of flat ownership, foreign citizens can have a certificate of ownership of the apartment unit on the basis of the right to use and located on state land.Keywords: Ownership; Flats; Foreign Nationals.
Aspek Hukum Perluasan Tanah Pemakaman Umum di Kota Surabaya Batara, Martinoadi; Jayus, Jayus; Atikah, Warah
Jurnal Kajian Konstitusi Vol 1 No 1 (2021): JURNAL KAJIAN KONSTITUSI
Publisher : Department of Constitutional Law, Faculty of Law, University of Jember, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (4098.363 KB) | DOI: 10.19184/jkk.v1i1.24105

Abstract

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indnesia Tahun 1945 menyebutkan bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, sebagai dasar kegiatan pembangunan untuk kepentingan umum. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Pasal 6 menegaskan bahwa semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial, salah satunya yakni kegiatan perluasan ataupun penambahan tempat pemakaman umum. Dalam pelaksanaannya pemerintah kota harus melaksanakan tahapan-tahapan kegiatan pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum sesuai Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012. Pemerintah dalam mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan dengan memperhatikan berbagai pertimbangan dan kondisi dan juga sosialisasi kepada masyarakat diantaranya, masyarakat/warga. Sebab pada dasarnya tujuan pembangunan untuk kepentingan umum sendiri yakni untuk meningkatkan kualitas hidup manusia, meningkatkan kesejahteraan, serta pemenuhan kebutuhan masyarakat. Pembangunan yang berkelanjutan akan terwujud apabila antar elemen selanjutnya saling berkaitan sebab seyogyanya pembangunan untuk kepentingan umum sendiri mengedepankan kemanusiaan, keterbukaan, keadilan, kepastian, kesepakatan, keikutsertaan, kesejahteraan, keberlanjutan, dan keselarasan guna mewujudkan kemakmuran masyarakat dan terpenuhinya kebutuhan masyarakat. Artikel ini dibuat untuk mendeskripsikan tentang bagaimana tempat pemakaman umum semakin luas di Surabaya dan segala akibat hukum yang timbul oleh karenanya.Kata Kunci: Perluasan Tanah; Pemakaman Umum; Kepentingan Umum.Constitution of the Republic of Indonesia states that the land and water and natural resources contained therein are controlled by the state and used for the greatest welfare of the people, as the basis for development activities for the public interest. In Law No. 5/1960, Article 6 states that all land rights have a social function, one of which is the expansion or addition of public cemeteries. In its implementation, the city government must carry out the stages of land acquisition activities for development in the public interest in accordance with Law Number 2 of 2012. The government in realizing sustainable development takes into account various considerations and conditions as well as socialization to the community, including the community / residents. Because basically the purpose of development is for the public interest itself, namely to improve the quality of human life, increase welfare, and fulfill the needs of the community. Sustainable development will be realized if the following elements are interrelated because development for the public interest itself should prioritize humanity, openness, justice, certainty, agreement, participation, welfare, sustainability and harmony in order to realize the prosperity of society and fulfill the needs of society.Keywords: Land Expansion; Public cemetery; Public interest.
Pembangunan Rumah Layak Huni dari Perspektif Hukum Perumahan dan Permukiman Wahyuwono, Ardimas Akbar Dwi; Atikah, Warah
Jurnal Kajian Konstitusi Vol 2 No 1 (2022): JURNAL KAJIAN KONSTITUSI
Publisher : Department of Constitutional Law, Faculty of Law, University of Jember, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (4526.602 KB) | DOI: 10.19184/jkk.v1i3.28446

Abstract

Pembangunan rumah di Desa Dawuhan Kabupaten Trenggalek sering kali tidak memperhatikan standar layak huni, dimana masyarakat dalam melakukan pembangunan hanya menggunakan material seadanya saja selama rumah tersebut dapat berdiri dan di gunakan. Untuk itu akan dibahas tentang perpektif Undang-Undang terkait standar rumah layak huni dan kendala program bantuan pembangunan rumah di Desa Dawuhan Kabupaten Trenggalek. Berdasarkan Penjelasan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 rumah layak huni merupakan rumah yang memenuhi standart minimal keselamatan bangunan, kesehatan dan kecukupan luas minimum, maka dapat dikatakan rumah yang di bangun oleh masyarakat di Desa Dawuhan tidak memenuhi Standart minimal, sehingga Pemerintah Trenggalek melakukan pemenuhan hak atas rumah layak huni di Desa Dawuhan dengan cara Program Bantuan Pembangunan Rumah Layak Huni. Mengingat minimnya pemahaman masyarakat terhadap pembangunan rumah layak huni yang membuat pembangunan rumah tidak layak huni tidak berjalan dengan merata, kesalahan pemahaman atas Program Bantuan Pembangunan dan ketidak jelasan penerima Program Bantuan Pembangunan antara MBR dan warga miskin yang mengakibatkan kecemburuan di masyarakat yang menerima dan tidak menerima Program Bantuan Pembangunan.Kata Kunci: Rumah Layak Huni; Perumahan dan Pemukiman; Program Bantuan Pembangunan.The construction of houses in Dawuhan Village, Trenggalek Regency often does not pay attention to livable standards, where people in carrying out construction only use what materials they have as long as the house can stand and be used. For this reason, we will discuss the perspective of the law regarding livable house standards and obstacles to the house construction assistance program in Dawuhan Village, Trenggalek Regency. Based on the Explanation of Law Number 1 of 2011, a habitable house is a house that meets the minimum standards for building safety, health and sufficient minimum area, so it can be said that the houses built by the community in Dawuhan Village do not meet the minimum standards, so the Trenggalek Government fulfills their rights. for livable houses in Dawuhan Village through the Livable House Construction Assistance Program. Considering the lack of public understanding regarding the construction of livable houses which means that the construction of unlivable houses does not proceed evenly, misunderstandings regarding the Development Assistance Program and lack of clarity regarding the recipients of the Development Assistance Program between MBR and the poor have resulted in jealousy among the people who receive and do not receive the Program. Development Assistance.Keywords: Decent Housing; Housing and Settlements; Development Assistance Program.
Surat Pernyataan Penguasaan Fisik Bidang Tanah (SPPFBT) Sebagai Agunan Kredit Bank Atas Tanah Yang Belum Bersertifikat (Studi Putusan Nomor: 6/PDT.G.S/2021/PN PGA) Safitri, Atika Rani Dyah; Wati, Antiko; Atikah, Warah
MIMBAR YUSTITIA : Jurnal Hukum dan Hak Asasi Manusia Vol 8 No 1 (2024): June 2024
Publisher : Universitas Islam Darul 'Ulum Lamongan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52166/mimbar.v8i1.6480

Abstract

Abstract: A land title certificate is legal and concrete evidence of ownership and control of land. Its permanent nature and high value make land a stable and safe collateral for banks to disburse credit. However, this is an obstacle for land owners who do not yet have a certificate for the land they own and control, have complete proof of ownership of the land or rights, or do not even have proof of ownership. In the Pagar Alam District Court Decision Numbers: 6/Pdt.G.S/2021/PN Pga Using collateral in the form of land and buildings with proof of ownership SPPFBT No. 593/06/MS.Dp.U/2018. This obstacle makes it an option for that land that does not have a land title certificate as stated in Article 4 UUHT, to make an Ownership Statement of Land Parcel (SPPFBT) as an option for the community to use as collateral for bank credit. However, SPPFBT is a statement letter made unilaterally by the applicant that contains juridical data related to land control based on good faith, the authority is not as perfect as an authentic deed. Bearing in mind that, if there is bad credit in the credit agreement, the funds can be auctioned to fulfill the rights and obligations of the credit agreement between the debtor and creditor. In an implementation, banks must be careful in assessing the character, capabilities, capital, collateral, and business prospect funds of debtors, as well as formulating regulations regarding the use of SPPFBT as bank collateral for uncertified land to protect the rights and obligations of the Bank and credit applicants. Clearly, to provide legal certainty and protection. Keywords: SPPFBT, Uncertificated, Collateral, Bad Credit, KPKNL. Abstrak: Sertifikat hak atas tanah merupakan bukti yang sah, konkret atas kepemilikan dan penguasaan atas tanah. Namun, merupakan kendala bagi pemilik tanah yang belum memiliki sertifikat atas tanah yang dimiliki dan dikuasainya, kepemilikan bukti tanah atau alas hak secara lengkap bahkan sama sekali tidak memiliki bukti kepemilikan. Dalam Putusan Pengadilan Negeri Pagar Alam Nomor: 6/Pdt.G.S/2021/PN Pga menggunakan agunan berupa tanah dan/atau bangunan dengan bukti kepemilikan SPPFBT Nomor: 593/06/MS.Dp.U/2018. Hal tersebut menjadikan sebuah opsi bahwasanya tanah yang tidak memiliki sertifikat sebagaimana disebutkan dalam Pasal 4 UUHT, dapat menjadikan Surat Pernyataan Penguasaan Fisik Bidang (SPPFBT) sebagai opsi bagi masyarakat sebagai agunan kredit bank. Namun, SPPFBT merupakan surat pernyataan yang dibuat sepihak oleh pemohon berisikan data yuridis terkait penguasaan tanah berdasarkan itikad baik, sehingga kekuatannya tidak sesempurna akta autentik. Mengingat bahwa, apabila terdapat kredit macet dalam perjanjian kredit, agunan tersebut dapat dilakukan lelang guna memenuhi hak dan kewajiban atas perjanjian kredit antara debitur dan kreditur. Sehingga, dalam pelaksanaannya bank haruslah seksama menilai terhadap watak, kemampuan, modal, agunan, dana prospek usaha dari debitur, pula perumusan pengaturan mengenai penggunaan SPPFBT sebagai agunan bank atas tanah yang belum bersertifikat untuk melindungi hak dan kewajiban Bank dan Pemohon kredit haruslah jelas, guna upaya memberikan kepastian dan perlindungan hukum. Kata Kunci: SPPFBT, Agunan, Tanah Tidak Bersertifikat, Kredit Macet, KPKNL.