Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

PEMBATALAN PERKAWINAN KARENA PEMALSUAN IDENTITAS SUAMI DALAM PERKAWINAN POLIGAMI (STUDI KASUS PUTUSAN PENGADILAN AGAMA SEMARANG NOMOR : 1447/PDT.G/2011/PA.SM) Uraidi, Ali; Firmansyah, Devi
FENOMENA Vol 12 No 1 (2018): MEI
Publisher : Fakultas Hukum - Universitas Abdurachman Saleh Situbondo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Setiap pasangan suami isteri selalu menginginkan perkawinannya hanya berlangsung sekali seumur hidup. Hal ini tergambar dalam Pasal 3 ayat (1) Undang-undang No. 1 Tahun 1974 yaitu pada asasnya seorang pria hanya boleh memiliki seorang isteri, dan seorang wanita hanya boleh memiliki seorang suami. Akan tetapi, hukum perkawinan sebagaimana yang terdapat dalam Undang-undang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam memberikan pengecualian terhadap seorang suami yang ingin memiliki isteri lebih dari satu yaitu harus mendapat ijin dari Pengadilan dan harus memenuhi syarat-syarat untuk dapat beristeri lebih dari satu. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana proses pembuktian dan pertimbangan hukum yang digunakan oleh hakim, untuk memutuskan perkara Nomor 1447/Pdt.G/2011/PA.SM dan bagaimana Implikasi hukum dari pembatalan perkawinan karena pemalsuan identitas suami di Pengadilan Agama Semarang. Berdasarkan uraian latar belakang dan pembahasan penelitian ini, maka dapat diambil kesimpulan bahwa Proses pembuktian dan pertimbangan hukum yang digunakan oleh hakim adalah berawal dari surat gugatan yang diajukan Penggugat (ibu kandung Tergugat I) dan untuk menguatkan dalil-dalil gugatannya Penggugat maka Penggugat mengajukan alat bukti surat maupun saksi. Alat bukti tersebut berupa bukti surat foto kopi kutipan akta nikah, dan para saksi, dan gugatan yang diajukan oleh Penggugat tersebut sudah sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Berdasarkan alat bukti yang diajukan oleh Penggugat maka pertimbangan hukum yang digunakan hakim yaitu alasan yang diajukan oleh penggugat sesuai dengan Pasal 27 ayat (2) Undang-undang perkawinan dan Pasal 72 ayat (2) Kompilasi Hukum Islam, selain itu pengajuan permohonan pembatalan perkawinan tersebut sesuai dengan Pasal 27 ayat (3) Undang-undang Perkawinan dan Pasal 72 ayat (3), selain peraturan hukum tersebut hakim juga merujuk pada sumber lain yaitu kitab-kitab fiqih. Implikasi hukum yang ditimbulkan dari adanya pembatalan perkawinan adalah sebagai berikut: terhadap keduanya implikasi hukumnya yaitu perkawinan suami istri yang dibatalkan akan mengakibatkan keduanya kembali seperti keadaan semula atau diantara keduanya seolah-olah tidak pernah melangsungkan perkawinan, maka secara otomatis hubungan suami isteri tersebut putus. Dan perkawinan yang telah dibatalkan tidak mendapat akta cerai, hanya mendapat surat putusan bahwa pernikahan tersebut dibatalkan. dan terhadap Tergugat I yaitu status hukum Tergugat I menjadi perawan hukmi. Terhadap Tergugat II, selain perkawinannya dibatalkan Tergugat II dapat diancam Pidana penjara.
Effectiveness of the Madrasah Development Team in Enhancing Educational Quality at MTsN 1 East Aceh Firmansyah, Devi; Arianto, Sofyan; Almuhajir, A
JURNAL HURRIAH: Jurnal Evaluasi Pendidikan dan Penelitian Vol. 6 No. 2 (2025): Jurnal Hurriah: Journal of Educational Evaluation and Research
Publisher : Yayasan Pendidikan dan Kemanusiaan Hurriah Aceh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56806/jh.v6i2.222

Abstract

This study aims to analyze the effectiveness of the development team's role in improving the quality of education at MTsN 1 Aceh Timur. Utilizing a qualitative approach with a case study design, this research explores local dynamics and challenges faced during program implementation. The results indicate that the development team significantly contributes to increasing institutional attractiveness, transforming learning processes, and strengthening networks with various stakeholders. Despite managerial challenges such as resource limitations and increased workloads, adaptive strategies and the establishment of a quality assurance team are expected to address these obstacles. This research also highlights the importance of collaboration among managers, educators, and students in creating a conducive environment for quality improvement in education. The novelty of this study lies in its focus on the collective role of the development team within the specific context of madrasahs. Future research is recommended to explore more integrated collaborative models and involve the perspectives of students and parents in program evaluations.