S, Michelle Angelika
Unknown Affiliation

Published : 3 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

ASPEK HUKUM PIDANA TERHADAP INDIVIDU YANG MENGGUNAKAN IDENTITAS PALSU SEBAGAI SEORANG DOKTER (DOKTEROID) Firmansyah, Yohanes; Sylvana, Yana; Wijaya, Hanna; S, Michelle Angelika
Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni Vol 4, No 2 (2020): Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Tarumanagara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/jmishumsen.v4i2.9463.2020

Abstract

Health and medicine is a branch of science that aims to optimize and improve the health level of the public and individuals in order to improve the quality of life from individuals to communities. Medical and health education takes a long time and often costs a lot of money. Ironically, in the field there have been many incidents of persons pretending to be health workers, especially doctors (Dokteroid) without qualified competence. The problem raised in this study is how the legal aspects of a false identity as a doctor and the criminal aspect of the practice of medicine by a fake doctor (docteroid). The results of this study found that the use of a fake identity as a doctor and its criminal aspects has been regulated in Law Number 29 of 2004 concerning Medical Practice with a description of the criminal code contained in Articles 29 (1), 31 (1), 32 (1), 36, 73 (1), 73 (2), 41 (1), 42, 46 (1), and Article 51, as well as criminal regulations for physicians who practice illegal medicine as regulated in Articles 77 and 78 which contain evidence of violations of the provisions. in Articles 73 (1) and 73 (2) the threat of imprisonment for 5 years and a maximum fine of Rp. 150,000,000.00. On the other hand, law enforcement against cases of fake doctors who practice medicine uses preventive criminal law, namely prevention before a crime occurs by socialization and training as well as repressive criminal law in the form of actions to eradicate crimes based on reports by the public. The role of the community, law, apparatus, facilities, and culture is a factor that plays an important role in optimizing preventive action for docteroid cases Kesehatan dan kedokteran merupakan sebuah cabang ilmu pengetahuan yang bertujuan untuk mengoptimalkan dan meningkatkan taraf kesehatan masyarakat dan individu guna meningkatkan kualitas hidup individu dan masyarakat. Pendidikan kedokteran dan kesehatan ditempuh dengan waktu yang tidak singkat dan seringkali memakan biaya yang cukup besar. Ironisnya, di lapangan banyak sekali kejadian mengenai oknum yang berpura-pura menjadi tenaga kesehatan khususnya dokter (dokteroid) tanpa kompetensi yang mumpuni. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah bagaimana aspek hukum dari identitas palsu sebagai dokteroid dan aspek pidana dari pelaksanaan praktik kedokteran oleh dokteroid. Hasil penelitian ini menemukan bahwa penggunaan identitas palsu sebagai dokteroid dan aspek pidananya telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran dengan uraian pidana tertuang dalam Pasal 29 (1), 31 (1), 32 (1), 36, 73 (1), 73 (2), 41 (1), 42, 46 (1), dan Pasal 51, serta peraturan pidana bagi dokteroid yang menjalankan praktik kedokteran yang illegal diatur dalam Pasal 77 dan Pasal 78 yang berisikan adanya bukti pelanggaran terhadap ketentuan di Pasal 73 (1) dan 73 (2) dengan ancaman penjara 5 tahun dan denda uang maksimal Rp. 150.000.000,00. Disisi lain, penegakan hukum terhadap kasus dokter palsu yang melakukan praktik kedokteran menggunakan hukum pidana preventif yaitu pencegahan sebelum tidak kejahatan terjadi dengan sosialisasi dan pelatihan serta hukum pidana represif yang berupa tindakan untuk memberantas kejahatan berdasarkan adanya laporan oleh masyarakat. Peran masyarakat, hukum, aparat, fasilitas, dan kebudayaan adalah faktor yang berperan penting dalam optimalisasi tindakan pencegahan kasus dokteroid
HUKUMAN PIDANA PENGAMBILAN PAKSA JENAZAH COVID-19 DI INDONESIA S, Michelle Angelika; Firmansyah, Yohanes; Wijaya, Hanna; Sylvana, Yana
Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni Vol 5, No 1 (2021): Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Tarumanagara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/jmishumsen.v5i1.9486.2021

Abstract

Coronavirus (CoV) is included in severe acute respiratory syndrome (SARS). Coronavirus attacks all parts of the world and causes quite a number of deaths. The funeral process is required to follow the protocol of covid-19 but in fact in Indonesia many face situations where the forced pick-up of bodies is unexpected or confirmed covid-19 by family or local residents. One of the social problems that arise is the forced collection of the body of Covid-19 by the community without paying attention to safety and health protocols. This is dangerous because it can be a source of the spread of COVID-19. This research discusses various violations of the law due to the forcible collection of the body of Covid-19 and the forms of Criminal Liability in Collecting Covid-19 bodies. This research is a qualitative research with literature review that uses 3 kinds of approaches, namely: statute approach, conceptual approach, and case approach. The results of this study reveal that the number of cases of forced pick-up of the bodies of suspected or confirmed covid resulted in the Indonesian National Police issuing a telegram letter to the National Police Chief Number ST / 1618 / VI / Ops.2 / 2020 dated June 5, 2020. Unscrupulous individuals either in groups or individually forcing to take the body of a suspect or confirmed that Covid will be charged with multiple articles, namely; Article 214 KUHP jo, Article 335 KUHP jo, Article 336 KUHP jo, article 93 Law Number 6 Year 2018, whose information has been mentioned in the discussion. Coronavirus (CoV) termasuk ke dalam sindrom pernapasan akut parah (SARS). Coronavirus menyerang seluruh belahan dunia dan menyebabkan cukup banyak kematian. Proses pemakaman jenazah diwajibkan untuk mengikuti protokol covid-19 namun pada kenyataanya di Indonesia banyak menghadapi situasi di mana penjemputan paksa jenazah terduga atau terkonfirmasi covid-19 oleh keluarga atau warga sekitar. Salah satu permasalahan sosial yang muncul adalah penjemputan paksa jenazah covid-19 oleh masyarakat tanpa memperhatikan protokol keselamatan dan kesehatan. Hal ini menjadi berbahaya dikarenakan dapat menjadi sumber penyebaran COVID-19. Penelitian ini membahas mengenai berbagai pelanggaran undang-undang akibat penjemputan paksa jenazah covid-19 serta bentuk Pertanggungjawaban Pidana Dalam Pengambilan Jenazah Covid-19. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan telaah pustaka yang menggunakan 3 macam pendekatan yaitu: statuta approach, conceptual approach, dan case approach. Hasil penelitian ini mengungkapkan banyaknya kasus penjemputan paksa jenazah terduga atau terkonfirmasi covid mengakibatkan pihak Kepolisian Republik Indonesia mengeluarkan surat telegram Kapolri Nomor ST/1618/VI/Ops.2/2020 tanggal 5  Juni 2020. Oknum-oknum yang dengan sengaja baik secara berkelompok maupun individu memaksa mengambil jenazah terduga atau terkonfirmasi covid akan dijerat dengan pasal berlapis yaitu; pasal 214  KUHP  jo, Pasal 335 KUHP jo, Pasal 336 KUHP jo, pasal 93  UU Nomor 6 Tahun 2018, yang keterangan nya telah disebutkan dalam pembahasan.
TINJAUAN HUKUM TERHADAP TINDAKAN EUTHANASIA DI INDONESIA Wijaya, Hanna; Firmansyah, Yohanes; Sylvana, Yana; S, Michelle Angelika
Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni Vol. 6 No. 3 (2022): Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Tarumanagara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/jmishumsen.v6i3.9454.2022

Abstract

Euthanasia merupakan permasalahan medis yang masih menjadi perdebatan yang ada di setiap negara, khususnya Indonesia melarang secara eksplisit dan khusus tindakan euthanasia. Permintaan tindakan euthanasia di Indonesia setiap tahun semakin meningkat. Permasalahan utama dalam penelitian ini adalah membahas aspek kepastian hukum terhadap tindakan euthanasia di Indonesia Penelitian ini menggunakan metodologi penelitian yang meninjau yuridis normatif yang dilakukan telaah secara sintesis kesimpulan deduktif dari pernyataan yang ada di dalam sumber data seperti bahan pustaka meliputi jurnal, buku, dokumen, dan literature atau hukum sekunder seperti Undang-Undang, teori hukum, putusan pengadilan, pendapat ahli yang relevan dan berkaitan dengan pembahasan pada jurnal ini. Penelitian ini merupakan preskriptif analitis yang sintesis data, pembahasan dan kesimpulan secara kualitatif. Hasil penelusuran literatur mengungkapkan bahwa hingga saat ini belum ada hukum positif yang mengatur Euthanasia di Indonesia, tetapi tindakan euthanasia melanggar hukum yang berlaku di Indonesia. Tindakan euthanasia dianggap sebagai tindakan pidana. Hukum positif Indonesia seharusnya mengatur tindakan euthanasia secara eksplisit sehingga dokter dapat menentukan tindakan-tindakan yang akan dilakukan kepada pasiennya. Karena tindakan euthanasia tidak dapat diberlakukan sama dengan perbuatan pidana. Adapun pelanggaran hukum yang memenuhi adalah  pasal 338 KUHP, euthanasia aktif masih dianggap pembunuhan atau sebagai pembunuhan berencana menurut pasal 340 KUHP, pembunuhan yang dilakukan dengan permintaan korban menurut pasal 344 KUHP.