Pemilihan kepala desa atau sebutan lainnya merupakan salah satu bentuk pengejawantahan dari prinsip demokrasi pada pemerintahan di desa atau sebutan lainnya. Pengaturan mengenai pemilihan kepala desa secara langsung oleh warga desa diatur saat ini dalam Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa. Undang-Undang tersebut juga mengatur mengenai penyelesaian perselisihan pemilihan kepala desa yang diselesaikan oleh bupati/walikota. Kemudian meski pun dalam Undang-Undang tidak diatur secara tegas, tetapi penyelesaian sengketa pemilihan kepala desa juga dapat diselesaikan melalui peradilan tata usaha negara yang didahului dengan upaya administratif sesuai ketentuan yang berlaku. Namun ternyata pada praktiknya penyelesaian melalui upaya administratif dan pengadilan menimbulkan permasalahan terutama terkait dengan waktu penyelesaian sengketa yang berlarut-larut. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis apa saja permasalahan yang ditemukan terkait dengan penyelesaian sengketa pemilihan kepala desa dalam sistem peradilan tata usaha negara, serta bagaimana desain ideal penyelesaian sengketa pemilihan kepala desa dalam sistem peradilan tata usaha negara. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan pendekatan konseptual, yang memanfaatkan bahan hukum primer berupa peraturan perundang-undangan dan bahan hukum sekunder berupa literatur yang terkait. Penelitian ini menemukan bahwa permasalahan yang ditemukan terkait dengan penyelesaian sengketa pemilihan kepala desa adalah terkait dengan pelaksanaan upaya administratif sebagai upaya pra-litigasi dalam sistem peradilan tata usaha negara, aspek formal gugatan, acara di pengadilan, dan upaya hukum terkait penyelesaian sengketa pemilihan kepala desa di Pengadilan. Kemudian desain ideal penyelesaian sengketa pemilihan kepala desa dalam sistem peradilan tata usaha negara harus diatur dalam perubahan Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa dan juga agar permasalahan terkait penyelesaian sengketa pemilihan kepala desa dalam sistem peradilan tata usaha negara yang telah diuraikan dapat diatur lebih rinci dan didelegasikan kepada Peraturan Mahkamah Agung, di antaranya mengenai pembatasan objek gugatan di pengadilan, pembatasan upaya hukum atas putusan pengadilan, dan pembatasan tenggang waktu pengajuan upaya administratif dan gugatan di Pengadilan.