Fenomena pengangguran sarjana di Indonesia merupakan persoalan struktural dan kultural yang tidak dapat diselesaikan hanya melalui kebijakan ekonomi makro seperti perluasan lapangan kerja atau investasi industri. Faktor non-ekonomi, seperti kurangnya kesiapan mental, etika kerja, dan orientasi tanggung jawab sosial lulusan, juga memiliki kontribusi signifikan terhadap masalah ini (Sukamto, 2020). Oleh karena itu, solusi komprehensif harus mencakup pendekatan pendidikan karakter dan konseling, terutama dalam konteks nilai-nilai Islam. Dalam perspektif Bimbingan dan Konseling Islam (BKI), manusia dipandang sebagai makhluk yang memiliki potensi jasmani, akal, dan ruhani yang harus dikembangkan secara seimbang (Musfiroh, 2019). Melalui layanan BKI di perguruan tinggi, mahasiswa tidak hanya diarahkan untuk mencapai keberhasilan akademik, tetapi juga ditanamkan nilai-nilai seperti etika kerja (al-akhlaq al-karimah), tanggung jawab (amanah), dan orientasi pada kemaslahatan (maslahah ‘ammah). Nilai-nilai ini menjadi fondasi moral dalam menghadapi tantangan dunia kerja yang kompetitif dan dinamis (Hidayat, 2021). Pendekatan BKI juga mengajarkan kesadaran diri (self-awareness) dan pengembangan potensi diri (self-development) sebagai bentuk implementasi dari konsep tazkiyatun nafs proses penyucian diri agar individu mampu mengenali dan mengoptimalkan kemampuannya untuk kemanfaatan sosial (Rahman, 2022). Dengan demikian, mahasiswa tidak hanya mencari pekerjaan sebagai sarana ekonomi, tetapi juga sebagai bentuk ibadah dan kontribusi sosial. Selain itu, BKI berperan preventif dan kuratif. Secara preventif, BKI membantu mahasiswa memahami realitas dunia kerja dan mengembangkan soft skills seperti komunikasi, tanggung jawab, dan etos kerja Islami. Secara kuratif, BKI mendampingi lulusan yang mengalami kebingungan karier (career confusion) atau tekanan psikologis akibat pengangguran, dengan memberikan konseling berbasis spiritual dan nilai-nilai Islam (Nurdin & Fauzan, 2023). Oleh sebab itu, penerapan BKI di perguruan tinggi dapat menjadi strategi integral dalam menghadapi masalah pengangguran sarjana. Ia tidak hanya mencetak lulusan yang kompeten secara intelektual, tetapi juga berkarakter, beretika, dan siap berkontribusi dalam pembangunan bangsa. Hal ini sejalan dengan visi pendidikan Islam yang menekankan kesatuan antara ilmu, iman, dan amal (Azra, 2018).