Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

Analysis of Economic Potential of Lebak Indonesia Regency Based on Leading Sector Puspita, Mutiara Eka; Handayani, Aniek Sri; Ratnawati, Ratnawati; Medtry, Medtry
Budapest International Research and Critics Institute (BIRCI-Journal): Humanities and Social Sciences Vol 5, No 1 (2022): Budapest International Research and Critics Institute February
Publisher : Budapest International Research and Critics University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33258/birci.v5i1.4166

Abstract

Lebak Regency has the largest area in Banten Province, Indonesia with an area of 3426.56 km or 35.46% of the total area of Banten province. With this landscape, Lebak has development potential which is indicated by the existence of national strategic projects such as the construction of the Serang-Panimbang toll road, the construction of the Karian dam which is the third largest in Indonesia and the development of the new city of Maja. The realization of investment in Lebak Regency for 2 consecutive years in 2019 and 2020 has always been above the target. This is inseparable from the strong commitment of the Lebak Regency Government to improve a conducive investment climate. An analysis of the economic potential is needed to determine the comparative advantage of the location so that the promotion strategy to bring in investment can run effectively. From the results of the comparison of the Gross Regional Domestic Product (GRDP) of Lebak Regency with the Provincial Gross Regional Domestic Product, it was found that the Location Quotient (LQ) value was relatively stable and consistent in 2020 (LQ value> 1), namely the agriculture, forestry and fisheries sub-sectors (3, 30), mining and quarrying sub-sector (6.64), provision of accommodation and food and drink (1.47), government administration, defense and compulsory social security (2.00), educational services (1.38), and other services ( 1.15).
KAJIAN PENATAAN KAMPUNG TERJEPIT (ENCLAVE) SEBAGAI KAMPUNG LAYAK HUNI Medtry MEDTRY
JURNAL ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI (IPTEK) Vol. 1 No. 2 (2017): Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK)
Publisher : Institut Teknologi Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31543/jii.v1i2.123

Abstract

Abstract Wilayah Kabupaten Tangerang yang berbatasan dengan Kota Tangerang dan Kota Tangerang Selatan merupakan kawasan dengan pertumbuhan tinggi. Pengaruh kota Inti Jakarta yang begitu kuat akan kebutuhan lahan untuk perumahan skala besar mengakibatkan banyak kampung-kampung yang tergusur. Kini para pengembang (developer) perumahan real estate “mengepung” wilayah tersebut. Tidak jarang terdapat permukiman padat perkotaan atau kampung kota di wilayah perbatasan khususnya yang tinggal di DAS atau sempadan sungai Cisadane terjepit dan menjadi kantong-kantong (enclave), berpotensi menjadi kampung yang tidak layak huni serta menjadi halaman belakang perumahan/permukiman real estate skala besar. Kampung Lengkong Ulama adalah salah satu kampung yang rawan tergusur akibat pengembangan perumahan elite di sekitar DAS Cisadane. Padahal kawasan ini memiliki situs sejarah dan budaya, banyak ulama dan santri yang belajar di kawasan ini. Cikal bakal perkampungan sudah ada sejak tahun 1628 terdapat perkampungan tua dan makam Raden Aria Wangsakara. Metode yang dilakukan dalam kajian ini dengan analisis aspek fisik, ekonomi dan sosial budaya. Melakukan social mapping untuk menjaring keinginan dari berbagai kelompok masyarakat. Dalam kajian ini berupaya agar kampung tua bersejarah tidak tergusur dan menjadi kampung yang layak huni tetap eksis dengan usaha mencegah timbulnya permukiman kumuh di sempadan Sungai Cisadane sekaligus terpenuhinya air bersih, menciptakan lingkungan yang layak, adanya ruang komunitas untuk bersosial dan berbudaya, berpeluang pengembangan ekonomi bagi warga kampung yang dapat berselaras dengan permukiman skala besar.Kata kunci : kampung terjepit (enclave), layak huni, eksistensi, ruang komunitas 
Pengoptimalan Jalur Pejalan Kaki dari Stasiun Ampera ke Kawasan Wisata Ampera di Kota Palembang Kusmalinda Kusmalinda; Athari Citra Shazwani; Medtry Medtry
JURNAL ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI (IPTEK) Vol. 3 No. 2 (2019): Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK)
Publisher : Institut Teknologi Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31543/jii.v3i2.152

Abstract

Pejalan kaki adalah istilah dalam transportasi yang digunakan untuk menjelaskan orang yang berjalan di lintasan pejalan kaki baik dipinggir jalan, trotoar, lintasan khusus bagi pejalan kaki ataupun menyebrang jalan. Pejalan kaki umumnya terdiri dari orang yang berjalan dari/ke tempat- tempat menuju/turun dari angkutan umum dan orang yang melakukan perjalanan jarak dekat. Salah satu tempat tujuan pejalan kaki adalah tempat wisata. Menurut Peraturan Daerah Kota Palembang No.15 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Palembang Tahun 2022-2032 akan mengembangkan kota berbasis pariwisata dan perdagangan salah satunya adalah pada Kawasan Wisata Ampera. Jarak dari setiap destinasi wisata tidak melebihi 1 km sehingga bisa ditempuh dengan berjalan kaki. Setiap pejalan kaki yang berjalan membutuhkan jalur pejalan kaki. Pada kondisi eksisting jalur pejalan kaki di Kawasan Wisata Ampera sudah tersedia yang sebelumnya merupakan jalur kendaraan pribadi menuju kawasan wisata, namun pada tahun 2016 jalur ini sudah ditutup untuk kendaraan pribadi sehingga jalur ini dimanfaatkan masyarakat untuk berjalan kaki. Penyediaan jalur pejalan kaki yang terbilang baru membuat kelengkapan dan elemen pendukungnya belum tersedia dengan baik seperti penandaan  khusus atau papan informasi tentang destinasi yang ada, penerangan sepanjang jalur pejalan kaki, dan kios-kios khusus menjual makanan atau cendramata yang belum bisa mendukung kawasan wisata sehingga jalur pejalan kaki belum optimal. Maka dari itu penelitian ini bertujuan untuk mengoptimalkan jalur pejalan kaki dari Stasiun Ampera ke Kawasan Wisata Ampera di Kota Palembang. Metoda penelitian menggunakan kualitatif deskriptif. Metoda analisis yang digunakan pada penelitian ini yaitu analisis karakteristik pejalan kaki dengan melihat dari segara macam karakteristik pengguna jalur pejalan kaki, analisis jalur pejalan kaki dengan melihat kondisi fisik jalur dan melihat potensi untuk kedepannya, analisis pola pergerakan pejalan kaki, serta analisis kelengkapan dan analisis elemen jalur pejalan kaki. Hasil penelitian ini mengeluarkan konsep jalur pejalan kaki yang optimal dengan menyediakan jalur khusus untuk penyandang disabilitas, memberikan design  unik pada jalur pejalan kaki, menyediakan penanda dan arah wisata yang jelas, menyediakan tempat duduk disetiap jalur pejalan kaki, menanam pohon yang rindang untuk memberikan kesan teduh di setiap jalur pejalan kaki, meletakkan tempat sampah diberbagai titik pada jalur pejalan kaki, dan membangun kios-kios khusus tempat berjualan makanan atau minuman serta cendramata khas Kota Palembang.  Kata Kunci : Jalur Pejalan Kaki, Kawasan Wisata Ampera, Kota Palembang.
KAJIAN PENGEMBANGAN KAWASAN CAMPURAN (MIXED USE) DI PERKOTAAN Medtry MEDTRY
JURNAL ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI (IPTEK) Vol. 5 No. 1 (2021): Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK)
Publisher : Institut Teknologi Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31543/jii.v5i1.171

Abstract

Abstract A mixed use area is basically an urban area that is designed in an integrated manner (integrated development), with a fairly high building density and a combination of land functions that are mixed (mixed used), where the most important key to its success is the functioning of the control mechanism which is the implementation. from the regulations for the development of the superblock area itself (Wikipedia, 2018). Another definition based on arsitag.com states that Mixed use is the use of a building, a building complex, or an environment for more than one use. This concept has been adopted by several countries in the world since 1920. The idea is to combine offices, residences, and other activity centers in adjacent areas or even in the same building. In Indonesia, mixed areas are permitted and regulated in Government Regulation Number 15 of 2010 concerning Spatial Planning, which mandates that to improve the quality of spatial structures and spatial patterns. In addition, in the Regulation of the Minister of ATR / BPN Number 16 of 2017 concerning Guidelines for the Development of Transit Oriented Areas, Regulation of the Minister of ATR / BPN Number 1 of 2018 concerning the Compilation of Regional Spatial Planning (RTRW), and Regulation of the Minister of ATR / BPN Number 16 of 2018 concerning Compilation Detailed Spatial Planning (RDTR) and Zoning Regulations (PZ. In the spatial planning regulations, the mixed area is regulated in a mixed zone (C), which includes; housing and trade / services, housing and offices, trade / services and offices. For the use of the mixed zone category, it must be supported by the existence of a clear zone boundary which can limit the further expansion of the mixed function and there must be an effort to encourage the development of the mixed function towards a certain designated zone. Therefore, it is necessary to conduct this research to provide input and suggestions for related parties, including mixed area typology, mixed area prerequisites, mixed area principles, mixed area criteria and standards. Keywords: mixed-use area, typology, prerequisites, principles, criteria
Identification of Vernacular Architectural Typology at Raden Aria Wangsakara’s House in Banten as an Effort to Utilize Cultural Heritage Buildings Titieandy Lie; Intan Findanavy Rdzqo; Medtry Medtry
JURNAL ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI (IPTEK) Vol. 5 No. 1 (2021): Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK)
Publisher : Institut Teknologi Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31543/jii.v5i1.174

Abstract

Rumah tinggal peninggalan Raden Aria Wangsakara yang berlokasi di permukiman Lengkong, Tangerang, Banten merupakan salah satu bangunan bersejarah yang telah ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya. Namun, seiring dengan gencarnya aktivitas pembangunan kota untuk meningkatkan nilai kawasan, terutama yang terjadi di Lengkong, hal ini berpotensi menggerus dan menghilangnya bukti sejarah serta nilai-nilai budaya kawasan tersebut apabila tidak adanya upaya pelestarian yang lebih lanjut. Penelitian terdahulu terhadap Rumah Arya Wangsakara telah lebih banyak dilakukan pada lingkup yang makro, yaitu obyek bangunan yang dikaitkan dengan konteks sejarah dan geografis kawasan. Sementara itu, dalam upaya pelestarian yang lebih teknis pada bangunan, pengetahuan membangun bangunan belum banyak dibahas. Padahal, langkah ini sangat diperlukan untuk mengetahui nilai-nilai budaya yang terkandung pada bangunan rumah Raden Aria Wangsakara melalui tipologi arsitektur bangunannya dan menentukan signifikansi bangunan yang berkontribusi untuk meluaskan khasanah arsitektur dan ketukangan. Untuk itu, langkah penelitian ini, yaitu menguraikan kesejarahan bangunan cagar budaya rumah Raden Aria Wangsakara, mengidentifikasi tipologi bangunan cagar budaya rumah Raden Aria Wangsakara melalui elemen-elemen arsitekturnya, dan menganalisa elemen-elemen arsitektural bangunan sekitar bangunan cagar budaya rumah Raden Aria Wangsakara. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi peningkatan nilai sejarah dan budaya bangunan serta kawasan, dokumentasi catatan ketukangan, dan menginspirasi masyarakat untuk mengekspresikan upaya pelestarian melalui elemen arsitektural yang diterapkan pada bangunan atau kawasan sekitar mereka.