Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search

Peranan Detasemen Khusus 88 Anti-Teror Dalam Penanganan Tindak Pidana Terorisme Dalam Perspektif Hak Asasi Manusia Saputra, Rizky; Lina Sinaulan, Ramlani; Farhana, Farhana
Jurnal Multidisiplin Indonesia Vol. 2 No. 9 (2023): Jurnal Multidisiplin Indonesia
Publisher : Riviera Publishing

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.58344/jmi.v2i9.551

Abstract

Keberadaan lembaga yang memiliki kewenangan khusus untuk melawan, mencegah dan memberantas terorisme diharapkan dapat menjadi jawaban atas ancaman terorisme yang berada di Indonesia. Dengan dikeluarkannya, Undang-undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai bentuk untuk melaksanakan Undang-undang tersebut kemudian mengeluarkan dan menetapkan satuan anti teror sesuai dengan Surat Keputusan Kapolri Nomor 30/VI/2003 pada tanggal 20 Juni 2003. Hal tersebut sebagai bentuk perlindungan masyarakat Indonesia. Namun demikian hubungan antara peraturan umum dan khusus tersebut tercakup dalam suatu proses harmonisasi hukum yakni sebagai suatu upaya atau proses untuk merealisasi keselarasan, kesesuaian, keserasian, kecocokan, keseimbangan di antara norma-norma hukum di dalam peraturan perundang-undangan sebagai sistem hukum dalam satu kesatuan kerangka sistem hukum nasional. Sebagai suatu aturan khusus yang bersifat khusus peraturan di luar KUHP tersebut harus tetap dan berada dalam batas-batas yang diperkenankan oleh hukum pidana formal dan materiil. Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini metode pendekatan yuridis normatif. Pendekatan yang digunakan dalam tipe penelitian normatif ini adalah pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Jenis dan sumber data yang dijadikan bahan penelitian bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi pustaka dan studi dokumen. Teknik analisis bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah interpretasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Tugas Detasemen Khusus 88 Anti-Teror diatur oleh berbagai peraturan perundang-undangan, seperti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pengesahan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Perkap) Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan Dalam Tindakan Kepolisian, dan Perkap Nomor 23 Tahun 2011 tentang Prosedur Penindakan Terhadap Tersangka Tindak Pidana Terorisme. Di samping itu, penggunaan kekerasan oleh aparat penegak hukum adalah hal kompleks. Pasal 10 Peraturan Kapolri Nomor 8 tahun 2009 memberikan pedoman yang jelas terkait larangan penyiksaan, perlakuan kekerasan, dan batasan penggunaan kekuatan.
Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pelanggaran Pesawat Sipil Asing Diwilayah Udara Negara Kesatuan Republik Indonesia Dwiyanto, Erwin; Lina Sinaulan, Ramlani; Adianto Mau, Hedwig
Jurnal Multidisiplin Indonesia Vol. 2 No. 9 (2023): Jurnal Multidisiplin Indonesia
Publisher : Riviera Publishing

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.58344/jmi.v2i9.576

Abstract

Ruang udara nasional merupakan salah satu sumber daya alam yang terdapat di udara, dan sekaligus merupakan wilayah nasional sebagai wadah atau ruang/media, tempat Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) melaksanakan kedaulatan, hak berdaulat dan yuridiksinya. Indonesia sebagai negara berdaulat, memiliki kedaulatan yang utuh dan eksklusif terhadap ruang udara di atas wilayah NKRI, sesuai dengan ketentuan dalam konvensi Chicago 1944 Tentang Penerbangan Sipil Indonesia. Pelanggaran kedaulatan udara terjadi karena, kurangnya jumlah radar milik TNI AU dibawah Kohanudnas dalam melindungi wilayah udara Indonesia, dan tugas berat Kementerian Luar Negeri untuk membangun kepercayaan negara tetangga ditengah dinamika konflik teritorial Laut China Selatan apabila pemerintah menetapkan ADIZ Indonesia. Penegakan kedaulatan atas wilayah ruang udara nasional, antara lain penegakan hukum terhadap pelanggaran wilayah udara kedaulatan Indonesia dan pelanggaran terhadap kawasan udara terlarang, baik kawasan udara nasional maupun asing, sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 2 ayat (2) UU No. 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan, dan Peraturan Pemerintah No. 3 Tahun 2001 tentang Keamanan dan Keselamatan Penerbangan. Peraturan Pemerintah No. 3 Tahun 2001 tentang Keamanan dan Keselamatan Penerbangan. Hasil yang dapat ditarik benang merah dalam penulisan ini menunjukan bahwa ada celah dan kekosongan hukum dalam penetapan denda sanksi administratif, dan sanksi pidana. Sehingga penegakan hukum untuk sanksi pidana dan administratif bagi pesawat sipil asing yang masuk ke Indonesia harus dilaksanakan seoptimal mungkin dengan tetap memperhatikan konvensi Chicago 1944.
CRIMINAL LIABILITY OF THE COMPANY'S LEGAL ENTITY IN THE CRIME OF MONEY LAUNDRING Suluh, Bintang; Farhana, Farhana; Lina Sinaulan, Ramlani
IBLAM LAW REVIEW Vol. 2 No. 1 (2022): IBLAM LAW REVIEW
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LPPM IBLAM)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52249/ilr.v2i1.61

Abstract

Based on Law Number 40 of 2007 concerning Limited Liability Companies Jo. Law Number 8 of 2010 Concerning the Prevention and Eradication of Money Laundering Jo. Regulation of the Indonesian Republic of Indonesia Court of Justice Number 13 of 2016 concerning Procedures for Handling Criminal Cases by Corporations provides space for criminalizing corporations as subjects who are being held liable for criminal acts of money laundering. However, in practice, law enforcement officers rarely place corporations as subjects for criminal responsibility in money laundering cases, even though corporations play an important role in the occurrence of money laundering crimes. This was proven by the handling of the money laundering case handled by the Corruption Eradication Commission, which for the first time made PT Putra Ramadhan a corporation that was asked to be held responsible for criminal acts of money laundering.
Perlindungan Sosial Bagi Perempuan Korban Pernikahan Dini di Gorontalo Yuhelson, Yuhelson; Lina Sinaulan, Ramlani; Rahmat, Abdul
Jurnal Pemberdayaan Masyarakat: Media Pemikiran dan Dakwah Pembangunan Vol. 4 No. 1 (2020): Jurnal Pemberdayaan Masyarakat
Publisher : UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14421/jpm.2020.041-10

Abstract

This study explores the dynamic of early-age marriage and implementing social protection concepts for households’ women victims in Gorontalo. This research uses qualitative method with explorative-inductive approaches. We were collected data by interviews, observation, and documentation. Resulting studies that early-age marriage cases in Gorontalo effected by low education, patriarchy system, domestic violence, divorced, and multi-dimensional poverty. For that, this study recommended that social control be worked fine, where the role of parent’, education, and community—create a social safety net for getting better—this role of parents and educational institutions in implementing the protection concept as a social policy reformulation material.Studi ini mengeksplorasi dinamika pernikahan dini dan skema perlindungan sosial yang tepat bagi perempuan korban kekerasan dalam ruamh tangga di Gorontalo. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan eksploratif-induktif. Data dikumpulkan dengan wawancara, observasi, dan dokumentasi. Hasil studi menunjukkan bahwa kasus pernikahan dini di Gorontalo disebabkan oleh rendahnya tingkat pendidikan, budaya patriarkhi, kekerasan dalam rumah tangga, perceraian, dan kemiskinan multidimensi. Untuk itu, studi ini merekomendasikan agar kontrol sosial dapat berfungsi dengan baik—peran orang tua, sekolah, dan komunitas—agar social safety net berjalan dengan baik. Peran ini tercermin dalam konsep perlindungan sebagai bahan untuk reformulasi kebijakan sosial. 
Legal Certainty of the Existence of Foreign Workers According to Law Number 11 of 2020 Concerning Job Creation Yowargana, Tine; Lina Sinaulan, Ramlani; Adianto Mau, Hedwig
Jurnal Indonesia Sosial Sains Vol. 5 No. 03 (2024): Jurnal Indonesia Sosial Sains
Publisher : CV. Publikasi Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59141/jiss.v5i03.1024

Abstract

Through Law Number 11 of 2020 on Job Creation, it is easy for foreign workers to enter Indonesia because written permits are replaced by only using a plan for the use of foreign workers. The method used in this research is the normative or legal research method. As a normative legal research, the approach used by the author in discussing this problem is to use a statutory approach. From the results of the research, it is obtained that the policy regarding the regulation of foreign workers in Indonesia has been contained in several regulations, including Minister of Manpower Regulation Number 8 of 2021 which explains the implementation of Government Regulation Number 34 of 2021 concerning the Use of Foreign Workers, as well as Law Number 6 of 2023 which stipulates Government Regulation in Lieu of Law Number 2 of 2022 into the Job Creation Law. The use of foreign workers actually aims to meet the needs of labour with certain skills and expertise in supporting the country's development, especially when the Indonesian workforce is still inadequate in achieving the necessary professionalism. The ratification of Law Number 11 of 2020 brought significant changes in the Labour Law by facilitating the entry of foreign workers into Indonesia, through the deletion and amendment of several articles. In relation to legal certainty regarding the use of foreign workers in Indonesia, Law No. 11/2020 stipulates procedures for the use of foreign workers in Indonesia
The Constitutional Court as a Positive Legislative through the Living Constitution Approach Lina Sinaulan, Ramlani; Saputra, Rahmat; Sugeng Sugeng
International Journal of Law and Society Vol. 2 No. 4 (2025): International Journal of Law and Society
Publisher : Asosiasi Penelitian dan Pengajar Ilmu Hukum Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.62951/ijls.v2i4.780

Abstract

This study examines the role of the Constitutional Court of Indonesia (Mahkamah Konstitusi/MK) as a positive legislator through the lens of the living constitution approach, which conceptualizes the constitution as a dynamic and evolving document responding to social and political change. The main problem addressed is the extent to which the MK’s judicial activism in interpreting and even creating new legal norms aligns with constitutional principles, democratic legitimacy, and the balance of powers between the judiciary and the legislature. The objective of the research is to analyze how the MK’s progressive interpretations have transformed it from a negative legislator—which merely annuls unconstitutional laws—into a positive legislator that effectively fills legal gaps and constructs new constitutional meanings. Using a normative juridical method combined with case study analysis, this research explores key constitutional decisions, focusing on cases where the MK extended its interpretive authority beyond mere judicial review. The findings reveal that the MK, through the living constitution approach, justifies its role as a positive legislator by invoking principles of constitutional morality, justice, and responsiveness to societal evolution. However, this judicial creativity also generates tension with legislative supremacy and may risk overstepping the boundaries of judicial function. The synthesis of findings suggests that the MK’s transformation embodies the dynamic interplay between constitutional text and social context, reinforcing the adaptability of Indonesian constitutionalism. The study concludes that while the MK’s position as a positive legislator under the living constitution paradigm strengthens constitutional justice and protects citizens’ rights, it must remain anchored in checks and balances to prevent judicial overreach and preserve democratic legitimacy.