Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Penadahan Yang Menyebabkan Kerugian Barang Berharga Dan Kartu Identitas Diri (Studi Putusan Nomor : 101/Pid.B/2022/PN.Tjk) Khurniawan, Azis; Siregig, I Ketut; Hesti, Yulia
Humani (Hukum dan Masyarakat Madani) Vol 13, No 1 (2023): Mei
Publisher : Universitas Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26623/humani.v13i1.6560

Abstract

Penadahan barang hasil pencurian ialah salah satu bentuk dari perilaku menyimpang yang selalu ada dan melekat dalam setiap masyarakat, karena itu penadahan barang curian merupakan salah satu fenomena sosial yang dapat terjadi dimanapun dan pada siapaun. Salah satu peristiwa tindak pidana penadahan barang hasil curian yang terjadi di tengah masyarakat dan menimbulkan kerugian bagi korban yakni dalam Putusan Nomor : 101/Pid.B/2022/PN.Tjk. Terdakwa dimintai pertanggungjawaban pidana atas tindakan yang dilakukanya dengan tuntutan pidana pada Pasal 480 ke 2 (dua) KUHP. Permasalahan masalah dalam penulisan ini yakni apakah faktor penyebab pelaku melalui tindak pidana penadahan dan bagaimana bentuk pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku melalui tindak pidana sesuai Putusan Nomor : 101/Pid.B/2022/PN.Tjk. Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah secara yuridis normatif Faktor penyebab Terdakwa melakukan tindak pidana penadahan disebabkan faktor ekonomi, pendidikan, lingkungan dan rendahnya kesadaran hukum dari diri Terdakwa dikarenakan perbuatan penadahan merupakan tindak pidana yang telah diatur dalam KUHP. Akibat perbuatan yang telah dilakukan oleh Terdakwa dan saksi IK Bin AS korban mengalami kerugian sebesar Rp.4.500.000,- (empat juta lima ratus). Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tanjung Karang dalam menjatuhkan tindak pidana penadahan kepada Terdakwa sebagai bentuk pertanggungjawaban tindak pidana yang telah dilakukan oleh Terdakwa yang telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana penadahan dan turut memberikan rencana atau ide atas terjadinya tindak kejahatan pencurian disertai dengan kekerasan dengan menjatuhkan hukuman pidana penjara kepada Terdakwa dimana perbuatan Terdakwa telah memenuhi unsur-unsur dalam Pasal 480 ayat ke 2 KUHP.
PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA PERPAJAKAN PADA KANTOR PT. JALA ENERGI PRIMA DI TELUK BETUNG UTARA KOTA BANDAR LAMPUNG Kadafi, Ahmad Ali; Siregig, I Ketut; Anggalana, Anggalana
Jurnal Pro Justitia (JPJ) Vol 5, No 2 (2024)
Publisher : Universitas Mitra Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.57084/jpj.v5i2.1125

Abstract

Pajak merupakan sumber utama dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Dasar hukum pajak yang tertinggi adalah Pasal 23A Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berbunyi, “pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang”.Pajak sendiri merupakan kontribusi wajib rakyat kepada negara yang terutang. Pajak menjadi penerimaan negara terbesar yang digunakan negara untuk membangun seluruh wilayah yang ada di Indonesia untuk itu diperlukan partisipasi warga negara dengan patuh membayar pajak agar ikut berpartisipasi dan berperan serta terhadap pembiayaan negara dan pembangunan nasional melaksanakan kewajibannya.Wajib pajak diberikan kepercayaan untuk menghitung, memperhitungkan serta melaporkan kewajiban perpajakannya sendiri sesuai dengan asas self assessment system. Negara untuk melakukan pemugutan pajak kepada wajib pajak walaupun sudah memiliki sifat memaksa yang kuat dan di sertai dengan sanksi yang tegas. Sistem pajak yang menggunakan self assessment system sebenarnya memperlunak sifat memaksa dari pajak ini, dengan harapan masyarakat akan memenuhi kewajiban perpajakannya dengan benar. 
Penerapan Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Penyalahgunaan Senjata Api oleh Warga Sipil (Studi Putusan Nomor 28/Pid.Sus/2024/PN Kot) Siregig, I Ketut; Putra, Mega Trio Kristian Ade
SAKOLA: Journal of Sains Cooperative Learning and Law Vol 2, No 1 (2025): April 2025
Publisher : CV. Rayyan Dwi Bharata

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.57235/sakola.v2i1.5214

Abstract

Peningkatan kejahatan yang melibatkan penyalahgunaan senjata api oleh warga sipil menjadi isu serius yang meresahkan masyarakat. Kepemilikan senjata api, baik legal maupun ilegal, memiliki dampak signifikan terhadap keamanan publik. Meskipun regulasi terkait seperti Undang-Undang Darurat No. 12 Tahun 1951 telah mengatur dengan tegas larangan dan sanksi terhadap pelanggaran kepemilikan senjata api, kasus-kasus penyalahgunaan senjata api tetap marak terjadi. Faktor utama penyebabnya adalah lemahnya pengawasan serta sulitnya melacak keberadaan senjata api ilegal. Salah satu kasus yang relevan adalah Studi Putusan Nomor 28/Pid.Sus/2024/PN Kot, di mana terdakwa Samsudin kedapatan membawa senjata api ilegal jenis Revolver yang hendak digunakan untuk tindakan kriminal. Kasus ini menyoroti pentingnya penerapan sanksi pidana yang tegas sebagai upaya menekan angka penyalahgunaan senjata api di masyarakat.Permasalahan dalam penelitian ini adalah: Apakah faktor penyebab warga sipil membawa senjata api kaliber 38 mm tanpa izin sesuai studi Putusan Nomor 28/Pid.Sus/2024/Pn Kot. Bagaimana penerapan sanksi pidana terhadap warga sipil yang membawa senjata api tanpa izin sesuai studi Putusan Nomor 28/Pid.Sus/2024/Pn Kot.Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif dan pendekatan empiris. Data skunder adalah data yang diperoleh melalui studi kepustakaan (library research) seperti literatur dan karya ilmiah yang berkaitan dengan permasalahan penelitian. Data sekunder terdiri dari 3 (tiga) bahan hukum, hukum primer, hukum sekunder dan tersier. Pembahasan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat berbagai faktor yang melatar belakangi warga sipil membawa senjata api kaliber 38 mm tanpa izin, yaitu faktor ekonomi, lingkungan, sosial, individu, dan kurangnya kesadaran masyarakat terhadap bahaya senjata api ilegal. Faktor ekonomi dan sosial, seperti kemiskinan, ketidakadilan, dan kurangnya akses ke pendidikan atau pekerjaan, menjadi pendorong signifikan, sementara kondisi lingkungan yang memfasilitasi kriminalitas dan lemahnya pengawasan memperburuk situasi. Dari segi penegakan hukum, penerapan sanksi pidana merujuk pada Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Darurat No. 12 Tahun 1951, yang memberikan dasar hukum tegas dengan ancaman pidana mulai dari hukuman mati hingga penjara maksimal 20 tahun. Putusan Nomor 28/Pid.Sus/2024/PN Kot mencerminkan penerapan sanksi dengan mempertimbangkan fakta kasus, niat pelaku, dan dampak dari pelanggaran, di mana terdakwa dijatuhi hukuman penjara 4 tahun 8 bulan. Penelitian ini menegaskan pentingnya sosialisasi hukum dan peningkatan kesadaran masyarakat sebagai langkah preventif untuk mencegah kepemilikan dan penggunaan senjata api secara ilegal.Sebagai saran dari hasil penelitian ini adalah: faktor utama yang menyebabkan warga sipil membawa senjata api tanpa izin meliputi aspek ekonomi, lingkungan, sosial, kurangnya kesadaran masyarakat terhadap bahaya senjata api ilegal, serta lemahnya pengawasan. Penerapan sanksi pidana, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Darurat No. 12 Tahun 1951, memberikan dasar hukum tegas dengan ancaman hukuman hingga 20 tahun penjara. Dalam kasus yang dikaji, terdakwa dijatuhi hukuman penjara 4 tahun 8 bulan atas tindak pidana kepemilikan senjata api tanpa izin. Oleh karena itu, diperlukan peningkatan kontrol dan penegakan hukum yang lebih tegas untuk mengurangi peredaran senjata api ilegal. Selain itu, penerapan sanksi pidana harus dilakukan secara konsisten sesuai ketentuan hukum untuk mencapai tujuan pemidanaan, mengurangi kriminalitas, serta meningkatkan kesadaran masyarakat akan bahaya kepemilikan senjata api ilegal.
Penerapan Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Penyalahgunaan Senjata Api oleh Warga Sipil (Studi Putusan Nomor 28/Pid.Sus/2024/PN Kot) Siregig, I Ketut; Putra, Mega Trio Kristian Ade
SAKOLA: Journal of Sains Cooperative Learning and Law Vol 2, No 1 (2025): April 2025
Publisher : CV. Rayyan Dwi Bharata

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.57235/sakola.v2i1.5214

Abstract

Peningkatan kejahatan yang melibatkan penyalahgunaan senjata api oleh warga sipil menjadi isu serius yang meresahkan masyarakat. Kepemilikan senjata api, baik legal maupun ilegal, memiliki dampak signifikan terhadap keamanan publik. Meskipun regulasi terkait seperti Undang-Undang Darurat No. 12 Tahun 1951 telah mengatur dengan tegas larangan dan sanksi terhadap pelanggaran kepemilikan senjata api, kasus-kasus penyalahgunaan senjata api tetap marak terjadi. Faktor utama penyebabnya adalah lemahnya pengawasan serta sulitnya melacak keberadaan senjata api ilegal. Salah satu kasus yang relevan adalah Studi Putusan Nomor 28/Pid.Sus/2024/PN Kot, di mana terdakwa Samsudin kedapatan membawa senjata api ilegal jenis Revolver yang hendak digunakan untuk tindakan kriminal. Kasus ini menyoroti pentingnya penerapan sanksi pidana yang tegas sebagai upaya menekan angka penyalahgunaan senjata api di masyarakat.Permasalahan dalam penelitian ini adalah: Apakah faktor penyebab warga sipil membawa senjata api kaliber 38 mm tanpa izin sesuai studi Putusan Nomor 28/Pid.Sus/2024/Pn Kot. Bagaimana penerapan sanksi pidana terhadap warga sipil yang membawa senjata api tanpa izin sesuai studi Putusan Nomor 28/Pid.Sus/2024/Pn Kot.Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif dan pendekatan empiris. Data skunder adalah data yang diperoleh melalui studi kepustakaan (library research) seperti literatur dan karya ilmiah yang berkaitan dengan permasalahan penelitian. Data sekunder terdiri dari 3 (tiga) bahan hukum, hukum primer, hukum sekunder dan tersier. Pembahasan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat berbagai faktor yang melatar belakangi warga sipil membawa senjata api kaliber 38 mm tanpa izin, yaitu faktor ekonomi, lingkungan, sosial, individu, dan kurangnya kesadaran masyarakat terhadap bahaya senjata api ilegal. Faktor ekonomi dan sosial, seperti kemiskinan, ketidakadilan, dan kurangnya akses ke pendidikan atau pekerjaan, menjadi pendorong signifikan, sementara kondisi lingkungan yang memfasilitasi kriminalitas dan lemahnya pengawasan memperburuk situasi. Dari segi penegakan hukum, penerapan sanksi pidana merujuk pada Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Darurat No. 12 Tahun 1951, yang memberikan dasar hukum tegas dengan ancaman pidana mulai dari hukuman mati hingga penjara maksimal 20 tahun. Putusan Nomor 28/Pid.Sus/2024/PN Kot mencerminkan penerapan sanksi dengan mempertimbangkan fakta kasus, niat pelaku, dan dampak dari pelanggaran, di mana terdakwa dijatuhi hukuman penjara 4 tahun 8 bulan. Penelitian ini menegaskan pentingnya sosialisasi hukum dan peningkatan kesadaran masyarakat sebagai langkah preventif untuk mencegah kepemilikan dan penggunaan senjata api secara ilegal.Sebagai saran dari hasil penelitian ini adalah: faktor utama yang menyebabkan warga sipil membawa senjata api tanpa izin meliputi aspek ekonomi, lingkungan, sosial, kurangnya kesadaran masyarakat terhadap bahaya senjata api ilegal, serta lemahnya pengawasan. Penerapan sanksi pidana, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Darurat No. 12 Tahun 1951, memberikan dasar hukum tegas dengan ancaman hukuman hingga 20 tahun penjara. Dalam kasus yang dikaji, terdakwa dijatuhi hukuman penjara 4 tahun 8 bulan atas tindak pidana kepemilikan senjata api tanpa izin. Oleh karena itu, diperlukan peningkatan kontrol dan penegakan hukum yang lebih tegas untuk mengurangi peredaran senjata api ilegal. Selain itu, penerapan sanksi pidana harus dilakukan secara konsisten sesuai ketentuan hukum untuk mencapai tujuan pemidanaan, mengurangi kriminalitas, serta meningkatkan kesadaran masyarakat akan bahaya kepemilikan senjata api ilegal.