Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

Konflik Hak dan Kewajiban dalam Perjanjian Digital Saat Janji Hukum Tak Seindah Kenyataan Isnaeni, Yuliasara; Rasnoto; Indriasari, Evy; Dilaga, Tirta Prasetya
Journal Scientific of Mandalika (JSM) e-ISSN 2745-5955 | p-ISSN 2809-0543 Vol. 6 No. 7 (2025)
Publisher : Institut Penelitian dan Pengembangan Mandalika Indonesia (IP2MI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36312/10.36312/vol6iss7pp1979-1986

Abstract

The advancement of digital technology has transformed legal interactions in agreements between users and digital service providers. However, in practice, there is often an imbalance between the rights and obligations of the parties, where the legal promises stated in the agreement do not always align with their actual implementation. This study aims to analyze conflicts of rights and obligations in digital agreements and their impact on legal protection for users. This research employs a qualitative method with a literature study (library research) approach to examine various legal sources, including legislation, court decisions, and academic literature related to digital agreements. The findings indicate that digital agreements are often unilaterally drafted by service providers with standard clauses that tend to favor one party. This imbalance potentially violates the principle of contractual fairness and weakens legal protection for users. Furthermore, the implementation of rights and obligations in digital agreements is often hindered by users' lack of understanding of contract terms, weak law enforcement mechanisms, and the dynamic nature of digital sector regulations. Therefore, efforts are needed to strengthen digital agreement regulations, enhance users' legal literacy, and promote the application of transparency and fairness principles in drafting digital contracts. By doing so, conflicts over rights and obligations in digital agreements can be minimized, ensuring that legal promises are not merely formalities but provide real protection for all parties involved.
Pelaksanaan Perkawinan Beda Agama di Indonesia Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 24/PPU-XX/2022 Lian, Nur; Isnaeni, Yuliasara; Alpiya, Hansa
SUPREMASI : Jurnal Hukum Vol 7 No 2 (2025): SUPREMASI : Jurnal Hukum 2025
Publisher : Universitas Sahid

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Perkembangannya perkawinan beda agama diistilahkan sama dengan “pernikahan lintas agama”, yaitu pernikahan yang dilakukan antara seorang yang beragama Islam (Muslim atau Muslimah) dengan orang non-Muslim, baik yang dikategorikan sebagai orang musyrik maupun ahli kitab. Perbedaan perspektif dalam menafsirkan teks agama tentang larangan pernikahan antara muslim dan non-muslim menyebabkan perdebatan intens di kalangan ulama, menjadikan pernikahan lintas agama sebagai isu kontroversial. Tujuan Penelitian Untuk mengetahui kepastian hukum terhadap perkawinan beda agama di Indonesia dan untuk mengetahui pertimbangan hukum hakim pengadilan negeri Jakarta Selatan dalam mengabulkan penetapan perkawinan beda agama (Studi Kasus Penetapan Nomor 53/Pdt.P/2023/PN JKT.SEL). Penelitian memakai penelitian Yuridis Normatif, yaitu dengan melihat hukum sebagai kaidah (norma). Untuk menghimpun data menggunakan metode penelitian kepustakaan (library research), yaitu dengan mempelajari kepustakaan hukum yang berkaitan dengan pokok permasalahan, himpunan peraturan perundang-undangan, artikel-artikel hukum, Studi Kasus Penetapan Nomor 53/Pdt.P/2023/Pn Jkt.Sel. Pelaksanaan perkawinan beda agama di Indonesia hingga saat ini mengalami ketidakpastian hukum meskipun sudah ada Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 24/PUUXX/2022 yang menolak secara tegas mengenai Perkawinan beda agama, dikarenakan adanya Pasal 21 ayat (3) Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 jo.Pasal 35 huruf a Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 yang dijadikan dasar untuk memperbolehkan perkawinan beda agama di Indonesia sehingga pada saat ini masih tetap ada pasangan yang melaksanakan perkawinan beda agama. Akibatnya, perkawinan beda agama masih terus terjadi di Indonesia, dengan beberapa pasangan berhasil memperoleh izin dari pengadilan, sehingga terdapat kesenjangan antara peraturan hukum yang berlaku (dassein) dan implementasinya di lapangan (dassolen). Hakim dalam putusan Nomor 53/Pdt.P/2023/PN JKT.SEL mengesampingkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 24/PUU.