Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Pengaturan Program Legislasi Nasional Di Indonesia (Studi Pembentukan Undang-Undang Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah) Syakura, Furcony Putri
Jurnal Pendidikan Tambusai Vol. 6 No. 1 (2022): 2022
Publisher : LPPM Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai, Riau, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/jptam.v6i1.3355

Abstract

Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) mempunyai kinerja legislasi yang tidak sesuai dengan target dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Tahun 2015-2019, baik secara kuantitas maupun kualitas. Dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia sebagaimana diatur dalam Perubahan Pertama UUD NRI Tahun 1945 Pasal 20 ayat (1), diartikan bahwa kekuasaan DPR dalam membentuk Undang-Undang tidak sepenuhnya legislatif heavy, karena DPR RI tidak dapat berdiri sendiri dalam membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) perlu bersama Presiden. Eksekutif dan Legislatif perlu bersama dalam membahas undang-undang. Untuk menguraikan permasalahan dalam penelitian ini, peneliti mempunyai tiga rumusan masalah yaitu konsep penyusunan Prolegnas untuk menghasilkan undang-undang yang berdasarkan konstitusi, pembentukan Undang- Undang tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD berdasarkan konstitusi, dan pelaksanaan Program Legislasi Nasional khususnya Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD di masa mendatang. Adapun dalam rangka menjawab rumusan masalah digunakan Teori Negara Hukum Pancasila (grand theory), Teori Pembagian Kekuasaan dengan prinsip check and balances (middle range theory) dan Teori Perundang-Undangan berprinsip pada manfaat dan keadilan bermartabat (applied theory). Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum yuridis normatif. Jenis bahan hukum yang digunakan adalah bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier, serta bahan hukum primer untuk mendukung bahan hukum sekunder, metode analisis yang digunakan analisis yuridis yang bersifat preskriptif. Kesimpulan dari hasil penelitian adalah Pertama Penyusunan Prolegnas Tahun 2015-2019 masih belum terencana dengan baik dan tidak realistis. Penyebabnya adalah penetapan waktu Prolegnas terlambat, Naskah Akademik dan /atau Draft RUU diajukannya menyusul setelah judul RUU tersebut menjadi prioritas tahunan, jumlah target RUU terlalu banyak, alokasi waktu membahas legislasi terbatas, terdapat RUU diperpanjang terus pembahasannya. Kedua, Undang- Undang tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD Periode 2014-2019 sering diubah yaitu : Undang- Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD, Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD, terakhir Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2019 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD. Ketiga, dalam pelaksanaan pembentukan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD belum terlihat peran partisipasi masyarakat yang maksimal dalam pembahasan tersebut sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Pasal 96). Disarankan adanya penyusunan Prolegnas yang terencana dengan baik, realistis yaitu Prolegnas Integral Berkualitas, perubahan terhadap Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan mengenai Prolegnas (Pasal 16), pengaturan urgensi Prolegnas berkaitan dengan aspirasi dan kebutuhan hukum masyarakat (Pasal 18 huruf h), pengaturan standarisasi biaya dalam membahas RUU, pengaturan Naskah Akademik dan agar MPR, DPR dan DPD diatur dengan undang-undang terpisah, serta perubahan Peraturan Tata Tertib DPR. Direkomendasikan agar dimasa mendatang ada peneliti lain yang meneliti Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD yang lainnya.
Pernikahan Dini dan Upaya Perlindungan Anak Sesuai Hukum Positif yang Berlaku Syakura, Furcony Putri
Jurnal Pro Hukum : Jurnal Penelitian Bidang Hukum Universitas Gresik Vol 12 No 3 (2023)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Gresik

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55129/.v12i3.2697

Abstract

Perkembangan pada globalisasi signifikan mempengaruhi lingkungan sosial sangat dinamis dan terbuka.Trend pernikahan dini adalah dari kebiasan dari daerah setempat di pedesaan para perempuan akan segera dinikahkan oleh orantuanya setelah mencapai usia akil balik yang ditandai dengan datangnya menstruasi.Secara hukum perkawinan anak diatur oleh Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan memperbolehkan anak perempuan berusia 16 tahun untuk menikah, seperti disebutkan dalam Pasal 7 ayat (1), Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai 19 tahun, dan pihak wanita sudah mencapai 16 tahun. Sementara Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4235) menyebutkan Pasal 1 angka 1 menjelaskan bahwa Anak adalah seorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Kemudian pada Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak Pasal 1 angka 2 menyebutkan bahwa Anak adalah seseorang yang belum mencapai usia 21 tahun dan belum pernah kawin. Kompilasi Hukum Islam (KHI) memberikan definisi tentang perkawinan Pasal 2 , Instruksi Presiden RI, Nomor 1 Tahun 1991,bahwa pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau mitsaqan ghalidzan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah. Pernikahan dini yang terjadi tidak jarang berkontribusi pada tingginya kasus perceraian dini dan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).Pernikahan dini yang terjadi dalam masyarakat disebabkan oleh berbagai masalah antara lain masalah keagamaan, ekonomi dan sosial. Penelitian ini menggunakan metode normatif mengamati hasil penelitian pustaka, dan secara empirik yang terjadi pada masyarakat sekitar dari berbagai suku diantaranya DKI Jakarta, Lampung, Semarang, Banyuwangi, Indramayu , Sukabumi, Lombok-NTB, Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara. Kesimpulan penelitian ini jika hal ini tidak diantisipasi maka pernikahan dini tidak mendatangkan kebahagiaan keluarga, sebagaimana tujuan dari pernikahan itu sendiri.
KEPASTIAN HUKUM JUAL BELI DAN PENDAFTARAN TANAH YANG DILAKUKAN TANPA AKTA PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH (PPAT) Lazuardi, Lazuardi; Widyanti, Amelia Nur; Syakura, Furcony Putri
SINERGI : Jurnal Riset Ilmiah Vol. 1 No. 12 (2024): SINERGI : Jurnal Riset Ilmiah, Desember 2024
Publisher : Lembaga Pendidikan dan Penelitian Manggala Institute

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.62335/3jkye337

Abstract

The practice of under-the-table land transactions without involving a Notary Public (PPAT) is still prevalent in society. The absence of an authentic deed as legal proof of the transfer of land rights raises a number of legal issues. This study aims to examine the legal status of land transactions without a PPAT deed and its implications for legal certainty in land registration. The research questions are: What is the legal status of land transactions without a PPAT deed and What is the legal certainty of land transactions and registration that are not carried out without a PPAT deed The theories used in this research are the Theory of Legal Certainty according to Jan Michiel Otto and the Theory of Land Registration according to Boedi Harsono. The methodd used in this research is normative juridical research, specifically a library law research or secondary data with primary, secondary and tertiary legal sources. As for the research approached used combines statutory, conceptual, analytical, and case-based approaches. The method of collecting the legal materials are carried out by identifying and taking an inventory of positive laws, journals, and other legal sources. The method used in analyzing legal materials (interpretation), encompassing grammatical, systematic, analogical, refining, argumentum a contrario, and legal construction methods. From the research results, it can be concluded that land transactions conducted without a deed authenticated by a Notary Public (PPAT) have the potential to lead to various legal problems, including difficulties in land registration and the risk of ownership disputes. Based on these findings, the research provides policy recommendations to enhance legal certainty in land transactions, such as expanding access to PPAT services and simplifying registration procedures. Thus, it is expected that a more transparent, accountable, and legally protective land registration system can be established for all parties involved in land transactions